Tempat suci pusat di mana
Allah tinggal di tengah-tengah umat-Nya. Bait Allah Yerusalem – jantung pusat
kehidupan agama dan ibadat Israel -- baru dibangun setelah munculnya kerajaan,
tetapi gagasan sentral tempat itu melukiskan perjanjian yang tertuang dalam
Kitab Ulangan.
I.
Asal Mula Bait Allah
II.
Bait Allah Salomo
III.
Bait Allah yang Kedua
IV.
Bait Allah Herodes
V.
Bait Allah dalam Perjanjian Baru
- Injil-injil dan Surat-surat
- Ibrani dan Wahyu
Ada tiga Bait Allah yang
didirikan di Yerusalem.
1.
Bait Allah Salomo (sekitar 960-586 SM) yang dihancurkan oleh Babilonia ketika
menaklukkan Yerusalem.
2.
Bait Allah Kedua (sekitar 515 – 19 SM) dibangun dari puing-puing sesudah masa
Pembuangan.
3.
Bait Allah Herodes (19 SM – 70 M) hasil suatu pemugaran besar-besaran atas Bait
Allah yang kedua.
Tempat kedudukan Bait Allah dalam
kehidupan Israel diakui dan dihormati oleh Yesus yang turut serta dalam ibadat
dan perayaan-perayaan ziarah umat. Bait Allah merupakan gambaran awal dari
misteriNya sendiri, dan nubuatNya tentang kehancuran Bait Allah mengantisipasi
wafatNya dan penetapan Bait Allah yang baru dan definitif pada tubuhNya yang
dimuliakan (Mat 12:6; Yoh 2:19-22).
- Asal Mula Bait Allah
Awal mula Bait Allah jauh
terkait di masa lalu dengan zaman para Bapa Bangsa, ketika umat Allah
menyucikan tempat tertentu untuk berhubungan dengan Allah dalam doa dan
mendirikan altar di sejumlah tempat ibadat (Kej 12:7-8; 13:18; 16:25 dst).
Namun pendahulu Bait Allah adalah Kemah Suci Musa, tempat suci seperti tenda
yang dapat dibongkar dan dipindah yang dibuat bangsa Israel di Gunung Sinai
(Kel 35-40), dan diangkut melalui padang gurun (Bil 4:1-33; 9:15-23) ke Tanah
Perjanjian (Yos 18:1). Tempat suci ini diyakini menjadi suatu replika di dunia
dari kediaman Allah di surga (Kel 25:9.40) dan berfungsi sebagai pusat lokasi
ibadat Israel selama masa perjalanan padang gurun (Im 17:1-9).
Perjanjian menurut Kitab Ulangan yang mengatur kehidupan Israel
setelah menjadi suatu bangsa yang menetap di Kanaan menggambarkan suatu
peralihan dari Kemah Suci yang diangkut kemana-mana menjadi suatu Rumah Tuhan
yang lebih permanen. Begitu Israel memantapkan perdamaian di perbatasan-perbatasannya,
mulailah pembangunan suatu tempat suci pusat di suatu lokasi yang dipilih oleh
Allah (akhirnya Yerusalem). Sebagai bagian dari Hukum yang diberikan kepada
Musa mengenai pendirian tempat suci itu, Musa menyatakan:
Tetapi apabila nanti sudah kamu seberangi sungai
Yordan dan kamu diam di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk
dimiliki, dan apabila Ia mengaruniakan kepadamu keamanan dari segala musuhmu di
sekelilingmu, dan kamu diam dengan tenteram, maka ke tempat yang dipilih TUHAN,
Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang
kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu,
persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu
yang terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN. Kamu harus bersukaria di
hadapan TUHAN, Allahmu, kamu ini, anakmu laki-laki dan anakmu perempuan,
hambamu laki-laki dan hambamu perempuan, dan orang Lewi yang di dalam tempatmu,
sebab orang Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama kamu.
Hati-hatilah, supaya jangan engkau mempersembahkan korban-korban bakaranmu di
sembarang tempat yang kaulihat; tetapi di tempat yang akan dipilih TUHAN di
daerah salah satu sukumu, di sanalah harus kaupersembahkan korban bakaranmu,
dan di sanalah harus kaulakukan segala yang kuperintahkan kepadamu. (Ul 12:10-14).
Pemusatam ibadat merupakan
cara untuk menjaga kemurnian iman bangsa Israel. Tempat-tempat ibadat kafir
tersebar di mana-mana di tanah Kanaan, dan jika bangsa Israel harus menjaga agar
ibadatnya fokus dengan tepat pada satu Allah yang benar, maka haruslah mereka
berhimpun dan melakukan persembahan di satu tempat suci yang dikhususkan untuk
tujuan itu.
Persyaratan pembangunan tempat suci ini belum dapat dipenuhi
sampai timbulnya kerajaan Israel. Khususnya Daud-lah yang memberi Israel “kesempatan rehat” dari musuh-musuh (2
Sam 7:1) dengan menaklukkan semua bangsa di sekeliling yang berbatasan dengan
Israel (2 Sam 8:1-4). Kepada dialah Allah menyatakan tempat pilihanNya bagi
Bait Allah itu (1 Taw 21:28 –22:1) serta rencana konstruksinya.
Tetapi Daud dilarang membangun Bait Allah itu karena ia ternoda
oleh darah perang (1 Taw 22:8). Namun ia menyiapkan usaha itu dengan merakit
bahan-bahannya dan menyediakan tenaga kerja sehingga puteranya, Salomo, dapat
mengerjakan pembangunan itu (1 Taw 22:2-16). Pembangunan yang sesungguhnya
dimulai pada tahun keempat pemerintahan Salomo (1 Raj 6:1); Bait Allah
diselesaikan tujuh tahun kemudian (1 Raj 6:37-38).
II. Bait Allah Salomo
Bait Allah Salomo didirikan
di tempat bekas pengirikan gandum Arauna dari suku Yebus, di mana Daud
membangun sebuah altar di sana untuk meredakan penyakit sampar yang dialami
sebagai hukuman dari Allah atas tindakan Daud melakukan sensus penduduk (2 Sam
24:5-25; 1 Taw 22:1). Tempat itu
terletak di punggung Gunung Moria (2
Taw 3:1). Masjid Omar, “Dome of the Rock” menandai tempat itu sekarang. Untuk
pembangunannya, Salomo mendapatkan bantuan dri Hiram, raja Tirus, yang
menyediakan tukang-tukang yang ahli dan bahan-bahan bangunan yang ditukar
dengan bahan pangan, sedang tenaga kasarnya diambil dari suku-suku Israel (1
Raj 5:1-18).
Sumber informasi mengenai bait Allah Salomo adalah 1 Raj 6-7
dan 2 Taw 3-4; sumber ini dilengkapi dengan uraian eskatologis tempat suci yang
berasal dari Yeh 40-43. Struktur bangunan mengikuti rancangan persegi panjang
dan dibuat dari batu dan kayu sedar. Bait Allah sendiri panjangnya 27 meter dan
lebarnya 9 meter, tingginya 14 meter, dengan beranda di bagian depan. Di kedua
sisi pintu masuknya berdiri dua pilar tembaga. Yang satu di kanan disebut
Yakhin (“Dialah yang mendirikan”) dan yang lain di kiri disebut Boas (“Dalam
Dia ada kekuatan”).
Bagian dalam Bait Allah dicapai dengan meniti undakan, melewati
atrium atau beranda depan, yang mengarah pada dua ruangan yang berbeda
ukurannya. Yang pertama, suatu ruangan yang lebih besar, disebut ruang kudus
(nave), empat puluh hasta panjangnya, dua puluh hasta lebarnya. Ruangan
yang lebih kecil adalah tempat suci, ruang maha kudus, dua puluh hasta
panjangnya dan dua puluh hasta lebarnya.
Ruang
kudus adalah untuk altar dupa wangi-wangian (1 Raj 6:20-21), meja emas tempat
menaruh roti sajian, serta sepuluh
kandil/lampu (lima di sebelah kanan dan lima di sebelah kiri; 1 Raj 7:48-49).
Ruang maha kudus berisi Tabut Perjanjian
di bawah dua kerub yang ditatah dari kayu zaitun (1 Raj 6:23-28; 8:6-7).
Di pelataran
yang di depan Bait Allah didirikan altar tembaga untuk kurban persembahan (1
Raj 8:64) dan sebuah bejana tembaga (atau "Laut Tuangan") yang
menumpang di atas dua belas lembu tembaga pula. Bejana itu berisi air untuk
keperluan upacara, terutama untuk pembasuhan para imam (1 Raj 7:23-26; 2 Taw 4:2-6). Ruang penyimpanan berjajar di dinding
luar bangunan Bait Allah di ketiga sisi (1 Raj 6:5).
Pentahbisan
bait Allah dilaksanakan Salomo dengan meriah pada hari raya di bulan ketujuh (1
Raj 8:1-66). Bait Allah itu digunakan selama abad berikutnya, tetapi setelah
tiga abad, dalam pemerintahan Yosia, Bait Allah sudah memerlukan perbaikan (2
Raj 22:4). Tetapi Bait Allah hasil perombakan tidak berfungsi lama. Bersama
dengan jatuhnya Yerusalem di tahun 586 SM, Bait Allah itu dihancurkan oleh
Babilonia di bawah Nebukadnezar (2 Raj 25:8-9.13-17).
III. Bait Allah yang Kedua
Bait Allah tetap tinggal
sebagai puing-puing belaka selama lima puluh tahun pertama masa Pembuangan.
Tetapi harapan timbul pada mereka yang berada dalam pembuangan ketika Yehezkiel
menyampaikan visiunnya tentang Bait Allah yang baru (Yeh 40-43). Pembangunan
Bait Allah yang baru diizinkan berdasarkan dekrit Raja Koresh Agung untuk kaum
Yahudi yang dipulangkan kembali ke negaranya (Ezr 1:1-4). Bangsa Yahudi yang
pulang kemudian mulai membangun dengan segera sekitar tahun 537 SM dengan
mendirikan altar persembahan dan meletakkan batu fondasi untuk bangunan tempat
suci (Ezr 3:1-13). Tetapi pekerjaan itu terhenti selama tujuh belas tahun
karena tentangan dari orang-orang Samaria (Ezr 4:1-5). Sesudah mendapatkan
pengesahan atas hak mereka untuk membangun kembali tempat suci itu, masyarakat
Yahudi Yerusalem kembali bekerja dan menyelesaikan pekerjaan pemugaran Bait
Allah pada tahun 515 SM. Tidak ada informasi mengenai bentuk dan ukuran-ukuran
bangunan baru itu, tetapi jelas tidak semegah Bait Allah Salomo (bdk Ezr
3:12-13; Hag 2:3).
Bait Allah itu dinistakan oleh Antiokhus IV Epifanes (lihat
Seleukus) pada tahun 167 SM (1 Mak 1:54-55; 2 Mak 6:1-6), tetapi disucikan dan
dipersembahkan kembali oleh Yudas Makabe pada tahun 164 SM (1 Mak 4:36-59),
suatu peristiwa yang dirayakan setelah pesta Dedikasi, atau Hanukah (Yoh
10:22).
IV. Bait Allah Herodes
Herodes Agung melakukan
pemugaran dan pelebaran monumental kompleks Bait Allah. Pekerjaan itu dimulai
tahun 20 SM dan bangunan induk tempat suci, yang sangat mendekati ukuran-ukran
Bait Allah Salomo diselesaikan dalam delapan belas bulan. Namun bagian-bagian
depan Bait Allah, dengan rangkaian pelataran, beranda berpilar dan
dinding-dinding penyangga yang tebal, belum dapat diselesaikan sampai tahun
Masehi enampuluhan, hanya beberapa tahun sebelum Bait Allah itu dihancurkan
oleh bangsa Roma.
Bait Allah Herodes gemerlap dengan marmer, batu kapur putih,
dan emas. Secara keseluruhan besarnya duakali Bait Allah Salomo. Sejarawan
Yahudi Yosephus menyatakan bahwa pelatarannya dibagi menjadi beberapa zona yang
berangsur-angsur semakin terbatas orang yang memasukinya (Ant. 15.11.3; B.J.
1.21.1; 5.5.2). Bagian yang paling luar adalah Halaman Umum Untuk Bangsa-bangsa
Lain, yang merupakan rung terbuka paling luas dari Bait Allah dan dapat
dimasuki siapa saja. Sesudahnya adalah Pelataran Wanita, dan hanya orang Yahudi
yang boleh memasukinya (hukuman mati bisa dijatuhkan pada orang bukan Yahudi
yang memasuki tempat ini atau tempat lain yang lebih dalam lagi, Kis 21:28-30).
Lebih ke dalam lagi adalah Ruang Israel. Hanya laki-laki Yahudi saja yang boleh
memasuki tempat ini. Akhirnya terdapat ruang terbuka mengelilingi bangunan
tempat suci utama, yaitu Ruang Para Imam, di mana hanya para imam yang bertugas
saja yang boleh memasukinya, di mana mereka menjadi pelayan altar kurban
persembahan.
Batas-batas di antara bagian-bagian Bait Allah itu diberi
beranda dengan jajaran pilar-pilar besar yang disebut portiko. Di sudut barat
laut Bait Allah terdapat Benteng Antonia, yang ditempati tentara Roma. Di sudut
tenggara bangunan Bait Allah, berhadapan dengan lereng curam ke arah Lembah
Kidron, mungkin disebut bubungan Bait Allah (Mat 4:5).
V. Bait Allah dalam Perjanjian Baru
A. Injil-injil dan Surat-surat
Hidup Yesus mempunyai
kaitan yang erat dengan Bait Allah. Empat puluh hari sesudah kelahiranNya Ia
dipersembahkan kepada Allah di Bait Allah (Luk 2:22-38), dan keluarganya secara
teratur mengunjungi Bait Allah dalam rangka perayaan-perayaan utama Yahudi (Luk
2:41-51). Yesus melanjutkan kebiasaan mengunjungi Bait Allah ini ketika dewasa
dan mungkin ikut serta dalam ibadat-ibadat Bait Allah (Yoh 2:13; 5:1; 7:14;
10:22-23 dsbnya). Seperti orang Yahudi umumnya, Ia juga membayar pajak tahunan
untuk Bait Allah (Mat 17:24-27). Rasa hormatNya pada tempat suci itu membuatNya
melakukan pembersihan ketika dilihatNya orang-orang menodai kesuian Bait Allah
dengan hal-hal profan. Pada suatu ketika, Yesus terbakar oleh cinta yang
mendalam itu ketika menyaksikan para pedagang melakukan kegiatan di pelataran
Bait Allah (Yoh 2:13-22). Ia mengusir mereka dan menjungkirbalikkan meja-meja
mereka karena mereka telah mengubah “Rumah Bapa” menjadi “sarang penyamun” (Yoh
2:16). Di dalam injil-injil sinoptik, kita lihat Yesus menjadi marah karena
tindakan semacam perampokan, dan lebih dari itu, mereka membuat para peziarah
tak bisa berdoa (Mat 21:12-13; Mrk 11:15-19; Luk 19:45-46).
Yang menarik, Yesus juga menubuatkan kehancuran Bait Allah.
Bait Allah mempunyai tempat khusus dalam riwayat keselamatan Perjanjian Lama,
tetapi dengan mulainya Perjanjian Baru melalui
wafat dan kebangkitan Kristus, maka yang lama akan berlalu. Yesus
menggambarkan keruntuhan Bait Allah dan berakhirnya ibadat di dalamnya dalam
percakapan tentang Akhir Zaman (Mat 24:1-51; Mark 13:1-27; Luk 21:1-38). Ia
menubuatkan terjadinya pengepungan dan penghancuran Yerusalem (Luk 21:20) dalam
generasi pertama umat Kristen (Mat 24:34). SabdaNya terlaksana pada tahun 70 M
ketika legiun tentara Roma mengepung Yerusalem dan akhirnya membakar Bait allah
hingga rata dengan tanah.
Ketika menubuatkan peristiwa ini, Yesus tidak mengatakan bahwa
Kekristenan adalah suatu agama tanpa tempat suci. Sebaliknya, Yesus sendirilah
Bait Allah yang baru dan jauh lebih besar (Mat 12:6) yang akan runtuh dalam
kematian dan kemudian bangun kembali dalam Kebangkitan (Yoh 2:19-21). Pengertian
ini ditangkap dan dipahami serta dikembangkan oleh rasul-rasul Petrus dan
Paulus. Dalam teologi Paulus, menyatu ke dalam tubuh Kristus berarti menyatu
dalam bait kudus di mana Roh Kudus berdiam (1 Kor 3:16-17; 2 Kor 6:16; Ef
2:19-22). Dan apa yang benar dalam Gereja adalah juga benar bagi perorangan
Kristen, yang tubuhnya merupakan bait suci bagi kediaman Allah (1 Kor 6:19).
Demikianlah Petrus juga memberi gambaran kepada kaum beriman sebagai “batu-batu
yang hidup” yang dibangun menjadi suatu bangunan rohani yang berkenan untuk
ibadat kepada Allah (1 Ptr 2:5) (KGK 583-586, 593,756, 797-798).
B. Surat Ibrani dan Kitab Wahyu
Surat Ibrani memandang Bait Allah Yerusalem dalam suatu
pengertian tipologis sebagai “gambaran atau bayangan dari apa yang ada di surga”
(Ibr 8:5). Bait suci surgawi itulah satu-satunya yang benar: “Sebab
Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya
merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri
untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita” (Ibr 9:24). Tempat kudus
surga adalah tempat kudus yang dimasuki Kristus sebagai Imam Agung selamanya
menurut Melkisedek (Ibr 6:20). Kaum beriman ikut serta dalam ibadat surgawi ini
melalui ibadat sakramental Gereja di dunia (bdk Ibr 10:19; 12:22).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar