Daftar Blog Saya

Jumat, 18 November 2022

Bait Allah

 


Tempat suci pusat di mana Allah tinggal di tengah-tengah umat-Nya. Bait Allah Yerusalem – jantung pusat kehidupan agama dan ibadat Israel -- baru dibangun setelah munculnya kerajaan, tetapi gagasan sentral tempat itu melukiskan perjanjian yang tertuang dalam Kitab Ulangan.

 

I.                Asal Mula Bait Allah

II.              Bait Allah Salomo

III.            Bait Allah yang Kedua

IV.            Bait Allah Herodes

V.               Bait Allah dalam Perjanjian Baru

    1. Injil-injil dan Surat-surat
    2. Ibrani dan Wahyu

 

Ada tiga Bait Allah yang didirikan di Yerusalem.

1. Bait Allah Salomo (sekitar 960-586 SM) yang dihancurkan oleh Babilonia ketika menaklukkan Yerusalem.

2. Bait Allah Kedua (sekitar 515 – 19 SM) dibangun dari puing-puing sesudah masa Pembuangan.

3. Bait Allah Herodes (19 SM – 70 M) hasil suatu pemugaran besar-besaran atas Bait Allah yang kedua.

      Tempat kedudukan Bait Allah dalam kehidupan Israel diakui dan dihormati oleh Yesus yang turut serta dalam ibadat dan perayaan-perayaan ziarah umat. Bait Allah merupakan gambaran awal dari misteriNya sendiri, dan nubuatNya tentang kehancuran Bait Allah mengantisipasi wafatNya dan penetapan Bait Allah yang baru dan definitif pada tubuhNya yang dimuliakan (Mat 12:6; Yoh 2:19-22).

 

  1. Asal Mula Bait Allah

Awal mula Bait Allah jauh terkait di masa lalu dengan zaman para Bapa Bangsa, ketika umat Allah menyucikan tempat tertentu untuk berhubungan dengan Allah dalam doa dan mendirikan altar di sejumlah tempat ibadat (Kej 12:7-8; 13:18; 16:25 dst). Namun pendahulu Bait Allah adalah Kemah Suci Musa, tempat suci seperti tenda yang dapat dibongkar dan dipindah yang dibuat bangsa Israel di Gunung Sinai (Kel 35-40), dan diangkut melalui padang gurun (Bil 4:1-33; 9:15-23) ke Tanah Perjanjian (Yos 18:1). Tempat suci ini diyakini menjadi suatu replika di dunia dari kediaman Allah di surga (Kel 25:9.40) dan berfungsi sebagai pusat lokasi ibadat Israel selama masa perjalanan padang gurun (Im 17:1-9).

      Perjanjian menurut Kitab Ulangan yang mengatur kehidupan Israel setelah menjadi suatu bangsa yang menetap di Kanaan menggambarkan suatu peralihan dari Kemah Suci yang diangkut kemana-mana menjadi suatu Rumah Tuhan yang lebih permanen. Begitu Israel memantapkan perdamaian di perbatasan-perbatasannya, mulailah pembangunan suatu tempat suci pusat di suatu lokasi yang dipilih oleh Allah (akhirnya Yerusalem). Sebagai bagian dari Hukum yang diberikan kepada Musa mengenai pendirian tempat suci itu, Musa menyatakan:

Tetapi apabila nanti sudah kamu seberangi sungai Yordan dan kamu diam di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dimiliki, dan apabila Ia mengaruniakan kepadamu keamanan dari segala musuhmu di sekelilingmu, dan kamu diam dengan tenteram, maka ke tempat yang dipilih TUHAN, Allahmu, untuk membuat nama-Nya diam di sana, haruslah kamu bawa semuanya yang kuperintahkan kepadamu, yakni korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu dan segala korban nazarmu yang terpilih, yang kamu nazarkan kepada TUHAN. Kamu harus bersukaria di hadapan TUHAN, Allahmu, kamu ini, anakmu laki-laki dan anakmu perempuan, hambamu laki-laki dan hambamu perempuan, dan orang Lewi yang di dalam tempatmu, sebab orang Lewi tidak mendapat bagian milik pusaka bersama-sama kamu. Hati-hatilah, supaya jangan engkau mempersembahkan korban-korban bakaranmu di sembarang tempat yang kaulihat; tetapi di tempat yang akan dipilih TUHAN di daerah salah satu sukumu, di sanalah harus kaupersembahkan korban bakaranmu, dan di sanalah harus kaulakukan segala yang kuperintahkan kepadamu. (Ul 12:10-14).

Pemusatam ibadat merupakan cara untuk menjaga kemurnian iman bangsa Israel. Tempat-tempat ibadat kafir tersebar di mana-mana di tanah Kanaan, dan jika bangsa Israel harus menjaga agar ibadatnya fokus dengan tepat pada satu Allah yang benar, maka haruslah mereka berhimpun dan melakukan persembahan di satu tempat suci yang dikhususkan untuk tujuan itu.

      Persyaratan pembangunan tempat suci ini belum dapat dipenuhi sampai timbulnya kerajaan Israel. Khususnya Daud-lah yang memberi  Israel “kesempatan rehat” dari musuh-musuh (2 Sam 7:1) dengan menaklukkan semua bangsa di sekeliling yang berbatasan dengan Israel (2 Sam 8:1-4). Kepada dialah Allah menyatakan tempat pilihanNya bagi Bait Allah itu (1 Taw 21:28 –22:1) serta rencana konstruksinya.

      Tetapi Daud dilarang membangun Bait Allah itu karena ia ternoda oleh darah perang (1 Taw 22:8). Namun ia menyiapkan usaha itu dengan merakit bahan-bahannya dan menyediakan tenaga kerja sehingga puteranya, Salomo, dapat mengerjakan pembangunan itu (1 Taw 22:2-16). Pembangunan yang sesungguhnya dimulai pada tahun keempat pemerintahan Salomo (1 Raj 6:1); Bait Allah diselesaikan tujuh tahun kemudian (1 Raj 6:37-38).

 

II.   Bait Allah Salomo

Bait Allah Salomo didirikan di tempat bekas pengirikan gandum Arauna dari suku Yebus, di mana Daud membangun sebuah altar di sana untuk meredakan penyakit sampar yang dialami sebagai hukuman dari Allah atas tindakan Daud melakukan sensus penduduk (2 Sam 24:5-25; 1 Taw 22:1). Tempat  itu terletak di punggung Gunung Moria (2 Taw 3:1). Masjid Omar, “Dome of the Rock” menandai tempat itu sekarang. Untuk pembangunannya, Salomo mendapatkan bantuan dri Hiram, raja Tirus, yang menyediakan tukang-tukang yang ahli dan bahan-bahan bangunan yang ditukar dengan bahan pangan, sedang tenaga kasarnya diambil dari suku-suku Israel (1 Raj 5:1-18).

      Sumber informasi mengenai bait Allah Salomo adalah 1 Raj 6-7 dan 2 Taw 3-4; sumber ini dilengkapi dengan uraian eskatologis tempat suci yang berasal dari Yeh 40-43. Struktur bangunan mengikuti rancangan persegi panjang dan dibuat dari batu dan kayu sedar. Bait Allah sendiri panjangnya 27 meter dan lebarnya 9 meter, tingginya 14 meter, dengan beranda di bagian depan. Di kedua sisi pintu masuknya berdiri dua pilar tembaga. Yang satu di kanan disebut Yakhin (“Dialah yang mendirikan”) dan yang lain di kiri disebut Boas (“Dalam Dia ada kekuatan”).

      Bagian dalam Bait Allah dicapai dengan meniti undakan, melewati atrium atau beranda depan, yang mengarah pada dua ruangan yang berbeda ukurannya. Yang pertama, suatu ruangan yang lebih besar, disebut ruang kudus (nave), empat puluh hasta panjangnya, dua puluh hasta lebarnya. Ruangan yang lebih kecil adalah tempat suci, ruang maha kudus, dua puluh hasta panjangnya dan dua puluh hasta lebarnya.

      Ruang kudus adalah untuk altar dupa wangi-wangian (1 Raj 6:20-21), meja emas tempat menaruh roti sajian, serta sepuluh kandil/lampu (lima di sebelah kanan dan lima di sebelah kiri; 1 Raj 7:48-49). Ruang maha kudus berisi Tabut Perjanjian di bawah dua kerub yang ditatah dari kayu zaitun (1 Raj 6:23-28; 8:6-7).

      Di pelataran yang di depan Bait Allah didirikan altar tembaga untuk kurban persembahan (1 Raj 8:64) dan sebuah bejana tembaga (atau "Laut Tuangan") yang menumpang di atas dua belas lembu tembaga pula. Bejana itu berisi air untuk keperluan upacara, terutama untuk pembasuhan para imam (1 Raj 7:23-26; 2 Taw 4:2-6). Ruang penyimpanan berjajar di dinding luar bangunan Bait Allah di ketiga sisi (1 Raj 6:5).

      Pentahbisan bait Allah dilaksanakan Salomo dengan meriah pada hari raya di bulan ketujuh (1 Raj 8:1-66). Bait Allah itu digunakan selama abad berikutnya, tetapi setelah tiga abad, dalam pemerintahan Yosia, Bait Allah sudah memerlukan perbaikan (2 Raj 22:4). Tetapi Bait Allah hasil perombakan tidak berfungsi lama. Bersama dengan jatuhnya Yerusalem di tahun 586 SM, Bait Allah itu dihancurkan oleh Babilonia di bawah Nebukadnezar (2 Raj 25:8-9.13-17).

 

III. Bait Allah yang Kedua

Bait Allah tetap tinggal sebagai puing-puing belaka selama lima puluh tahun pertama masa Pembuangan. Tetapi harapan timbul pada mereka yang berada dalam pembuangan ketika Yehezkiel menyampaikan visiunnya tentang Bait Allah yang baru (Yeh 40-43). Pembangunan Bait Allah yang baru diizinkan berdasarkan dekrit Raja Koresh Agung untuk kaum Yahudi yang dipulangkan kembali ke negaranya (Ezr 1:1-4). Bangsa Yahudi yang pulang kemudian mulai membangun dengan segera sekitar tahun 537 SM dengan mendirikan altar persembahan dan meletakkan batu fondasi untuk bangunan tempat suci (Ezr 3:1-13). Tetapi pekerjaan itu terhenti selama tujuh belas tahun karena tentangan dari orang-orang Samaria (Ezr 4:1-5). Sesudah mendapatkan pengesahan atas hak mereka untuk membangun kembali tempat suci itu, masyarakat Yahudi Yerusalem kembali bekerja dan menyelesaikan pekerjaan pemugaran Bait Allah pada tahun 515 SM. Tidak ada informasi mengenai bentuk dan ukuran-ukuran bangunan baru itu, tetapi jelas tidak semegah Bait Allah Salomo (bdk Ezr 3:12-13; Hag 2:3).

      Bait Allah itu dinistakan oleh Antiokhus IV Epifanes (lihat Seleukus) pada tahun 167 SM (1 Mak 1:54-55; 2 Mak 6:1-6), tetapi disucikan dan dipersembahkan kembali oleh Yudas Makabe pada tahun 164 SM (1 Mak 4:36-59), suatu peristiwa yang dirayakan setelah pesta Dedikasi, atau Hanukah (Yoh 10:22).

 

IV. Bait Allah Herodes

Herodes Agung melakukan pemugaran dan pelebaran monumental kompleks Bait Allah. Pekerjaan itu dimulai tahun 20 SM dan bangunan induk tempat suci, yang sangat mendekati ukuran-ukran Bait Allah Salomo diselesaikan dalam delapan belas bulan. Namun bagian-bagian depan Bait Allah, dengan rangkaian pelataran, beranda berpilar dan dinding-dinding penyangga yang tebal, belum dapat diselesaikan sampai tahun Masehi enampuluhan, hanya beberapa tahun sebelum Bait Allah itu dihancurkan oleh bangsa Roma.

      Bait Allah Herodes gemerlap dengan marmer, batu kapur putih, dan emas. Secara keseluruhan besarnya duakali Bait Allah Salomo. Sejarawan Yahudi Yosephus menyatakan bahwa pelatarannya dibagi menjadi beberapa zona yang berangsur-angsur semakin terbatas orang yang memasukinya (Ant. 15.11.3; B.J. 1.21.1; 5.5.2). Bagian yang paling luar adalah Halaman Umum Untuk Bangsa-bangsa Lain, yang merupakan rung terbuka paling luas dari Bait Allah dan dapat dimasuki siapa saja. Sesudahnya adalah Pelataran Wanita, dan hanya orang Yahudi yang boleh memasukinya (hukuman mati bisa dijatuhkan pada orang bukan Yahudi yang memasuki tempat ini atau tempat lain yang lebih dalam lagi, Kis 21:28-30). Lebih ke dalam lagi adalah Ruang Israel. Hanya laki-laki Yahudi saja yang boleh memasuki tempat ini. Akhirnya terdapat ruang terbuka mengelilingi bangunan tempat suci utama, yaitu Ruang Para Imam, di mana hanya para imam yang bertugas saja yang boleh memasukinya, di mana mereka menjadi pelayan altar kurban persembahan.

      Batas-batas di antara bagian-bagian Bait Allah itu diberi beranda dengan jajaran pilar-pilar besar yang disebut portiko. Di sudut barat laut Bait Allah terdapat Benteng Antonia, yang ditempati tentara Roma. Di sudut tenggara bangunan Bait Allah, berhadapan dengan lereng curam ke arah Lembah Kidron, mungkin disebut bubungan Bait Allah (Mat 4:5).

 

V.  Bait Allah dalam Perjanjian Baru

A.  Injil-injil dan Surat-surat

Hidup Yesus mempunyai kaitan yang erat dengan Bait Allah. Empat puluh hari sesudah kelahiranNya Ia dipersembahkan kepada Allah di Bait Allah (Luk 2:22-38), dan keluarganya secara teratur mengunjungi Bait Allah dalam rangka perayaan-perayaan utama Yahudi (Luk 2:41-51). Yesus melanjutkan kebiasaan mengunjungi Bait Allah ini ketika dewasa dan mungkin ikut serta dalam ibadat-ibadat Bait Allah (Yoh 2:13; 5:1; 7:14; 10:22-23 dsbnya). Seperti orang Yahudi umumnya, Ia juga membayar pajak tahunan untuk Bait Allah (Mat 17:24-27). Rasa hormatNya pada tempat suci itu membuatNya melakukan pembersihan ketika dilihatNya orang-orang menodai kesuian Bait Allah dengan hal-hal profan. Pada suatu ketika, Yesus terbakar oleh cinta yang mendalam itu ketika menyaksikan para pedagang melakukan kegiatan di pelataran Bait Allah (Yoh 2:13-22). Ia mengusir mereka dan menjungkirbalikkan meja-meja mereka karena mereka telah mengubah “Rumah Bapa” menjadi “sarang penyamun” (Yoh 2:16). Di dalam injil-injil sinoptik, kita lihat Yesus menjadi marah karena tindakan semacam perampokan, dan lebih dari itu, mereka membuat para peziarah tak bisa berdoa (Mat 21:12-13; Mrk 11:15-19; Luk 19:45-46).

      Yang menarik, Yesus juga menubuatkan kehancuran Bait Allah. Bait Allah mempunyai tempat khusus dalam riwayat keselamatan Perjanjian Lama, tetapi dengan mulainya Perjanjian Baru melalui  wafat dan kebangkitan Kristus, maka yang lama akan berlalu. Yesus menggambarkan keruntuhan Bait Allah dan berakhirnya ibadat di dalamnya dalam percakapan tentang Akhir Zaman (Mat 24:1-51; Mark 13:1-27; Luk 21:1-38). Ia menubuatkan terjadinya pengepungan dan penghancuran Yerusalem (Luk 21:20) dalam generasi pertama umat Kristen (Mat 24:34). SabdaNya terlaksana pada tahun 70 M ketika legiun tentara Roma mengepung Yerusalem dan akhirnya membakar Bait allah hingga rata dengan tanah.

      Ketika menubuatkan peristiwa ini, Yesus tidak mengatakan bahwa Kekristenan adalah suatu agama tanpa tempat suci. Sebaliknya, Yesus sendirilah Bait Allah yang baru dan jauh lebih besar (Mat 12:6) yang akan runtuh dalam kematian dan kemudian bangun kembali dalam Kebangkitan (Yoh 2:19-21). Pengertian ini ditangkap dan dipahami serta dikembangkan oleh rasul-rasul Petrus dan Paulus. Dalam teologi Paulus, menyatu ke dalam tubuh Kristus berarti menyatu dalam bait kudus di mana Roh Kudus berdiam (1 Kor 3:16-17; 2 Kor 6:16; Ef 2:19-22). Dan apa yang benar dalam Gereja adalah juga benar bagi perorangan Kristen, yang tubuhnya merupakan bait suci bagi kediaman Allah (1 Kor 6:19). Demikianlah Petrus juga memberi gambaran kepada kaum beriman sebagai “batu-batu yang hidup” yang dibangun menjadi suatu bangunan rohani yang berkenan untuk ibadat kepada Allah (1 Ptr 2:5) (KGK 583-586, 593,756, 797-798).

 

B.  Surat Ibrani dan Kitab Wahyu

Surat Ibrani memandang Bait Allah Yerusalem dalam suatu pengertian tipologis sebagai “gambaran atau bayangan dari apa yang ada di surga” (Ibr 8:5). Bait suci surgawi itulah satu-satunya yang benar: “Sebab Kristus bukan masuk ke dalam tempat kudus buatan tangan manusia yang hanya merupakan gambaran saja dari yang sebenarnya, tetapi ke dalam sorga sendiri untuk menghadap hadirat Allah guna kepentingan kita” (Ibr 9:24). Tempat kudus surga adalah tempat kudus yang dimasuki Kristus sebagai Imam Agung selamanya menurut Melkisedek (Ibr 6:20). Kaum beriman ikut serta dalam ibadat surgawi ini melalui ibadat sakramental Gereja di dunia (bdk Ibr 10:19; 12:22).

            Kitab Wahyu menempatkan Bait Allah yang sebenarnya di atas Bukit Zion surgawi, Yerusalem Baru (bdk Why 3:12; 14:1; 21:10), tetapi Yerusalem Baru tidak mempunyai suatu Bait Allah arsitektural, “sebab Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, adalah Bait Sucinya, demikian juga Anak Domba itu” (Why 21:22). Kota itu sendiri seperti kubus, dengan setiap sisinya berukuran 2500 kilometer dan temboknya lebih dari 63 meter tebalnya. Bentuk Yerusalem baru jelas bagaikan ruang Mahakudus dalam Bait Allah (1 Raj 6:20). Tritunggal Mahakudus dengan demikian merupakan tempat kudus di kota kudus surgawi (Why Bab 21). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar