Anak Manusia adalah sebutan gelar yang sering digunakan Yesus bagi DiriNya sendiri. Pilihannya atas ungkapan itu mungkin terkait dengan maknanya yang berbeda. Pada tingkat tertentu, “anak manusia” hanyalah semata-mata suatu cara ungkapan Semit untuk menyebut seorang manusia – yaitu seseorang yang berbagi dalam keterbatasan-keterbatasan manusia yang fana (Ayb 25:6). Kadang-kadang Yesus tampak menggunakan ungkapan “anak manusia” dengan arti umum ini, misalnya ayat-ayat paralel dalam Injil memperlakukannya sebagai kata ganti orang ketiga yang setara dengan kata ganti orang pertama yang mengucapkan “aku” (bdk Mat 16:13 dengan Mrk 8:27). Pada tingkat yang lain, sebaliknya, sebutan gelar “Anak[1] Manusia” mempunyai hubungan yang tegas dengan visiun/penglihatan Mesianis dari Daniel 7, di mana “seseorang seperti anak manusia” di atas awan-awan langit dan diberi kerajaan yang tidak berkesudahan (Dan 7:13). Tidak diragukan lagi, Yesus bermaksud menyamakan DiriNya dengan tokoh di dalam Kitab Daniel itu dan dengan demikian menggunakan sebutan gelar “Anak Manusia” itu dalam konotasi makna yang sepenuhnya Mesianis. Hal ini sangat jelas di dalam ayat-ayat di mana Yesus berbicara tentang “Anak Manusia” di dalam hubungan dengan gambaran semacam “awan-awan langit” (Mat 24:30; Mrk 14:61-62) (KGK 440).
I.
LATAR BELAKANG PERJANJIAN LAMA
Di dalam
Perjanjian Lama, “anak manusia” dapat dianggap padan-kata yang sifatnya puitis
dari “manusia” yang sungguh fana (Bil 29:19; Mzm 8:4; Sir 17:30). Istilah itu
banyak sekali digunakan dalam Kitab Yehezkiel, di mana sang nabi disebut
sekitar sembilan puluh kali oleh Allah sebagai “anak manusia” (Yeh 2:1.3 dst).
Dalam Kitab Daniel satu-satunya penggunaan sebutan “anak manusia” dengan
konotasi makna seperti itu adalah pada Dan 8:17. Sedangkan dalam Dan 7, sesudah
munculnya keempat binatang yang besar, dahsyat menakutkan, Allah duduk di atas
takhtanya seperti “dahulu kala” (Dan 7:9) dan ke hadapanNya datanglah ”seorang
seperti anak manusia” dengan awan-awan langit (Dan 7:13). “Lalu diberikan
kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja, maka orang-orang
dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi kepadanya. Kekuasaannya
ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan kerajaannya ialah
kerajaan yang tidak akan musnah” (Dan 7:14).
Anak Manusia jelas ditampilkan di sini
sebagai sosok Mesianis yang mengungkapkan kebijaksanaan Allah dan yang kuasanya
akan menengarai kekalahan penghabisan musuh-musuh Allah. Tulisan-tulisan
apokrif Yahudi melebih-lebihkan peran Daniel sebagai Anak Manusia. Anak Manusia
yang dikemukakan dalam perumpamaan dalam 1 Henokh
37-71 adalah penguasa Mesianis yang kuat, seorang tokoh eskatologis yang akan
datang pada akhir zaman melakukan pengadilan. Sebelum itu, ia masih tersembunyi
bersama dengan Allah, walaupun ia sudah terpilih sebelum adanya ciptaan, dan
dia akan membawa keselamatan bagi seluruh ciptaan baru. Peran pokok dari Anak
Manusia adalah sebagai Hakim ( 1 Henokh
49.4; 51.1-3), Mesias (1 Henokh
48.10), Cahaya bagi Bangsa-bangsa lain (1 Henokh
48.4) dan sebagai Yang Benar ( 1 Henokh
46.3).
II.
PENGGUNAAN DALAM PERJANJIAN BARU
Yesus menyebut
DiriNya sendiri “Anak Manusia” di sepanjang pemunculannya di depan umum.
Kadang-kadang Ia membicarakan DiriNya dengan kata-kata manusia yang jelas,
melakukan kegiatan seperti beristirahat (Mat 8:20; Luk 9:58), makan dan minum
(Mat 8:20; Luk 7:34) dan mengalami kesedihan (Mrk 8:31). Tetapi Yesus juga
mempunyai kuasa ilahi yang melebihi daya-daya manusia, semisal hal mengampuni
dosa (Mat 9:6; Mrk 2:10; Luk 5:24) dan menggugurkan tuntutan hari Sabat (Mat
12:8; Mrk 2:28; Luk 6:5). Dalam Injil Yohanes Anak Manusia tampil sebagai Hakim
(Yoh 5:7) dan sebagai Dia yang turun dari surga dan akan naik kembali ke surgga
(Yoh 6:62); Dia adalah pengantara di antara surga dan bumi (Yoh 1:51) dan
dimuliakan oleh Allah yang dimuliakanNya (Yoh 13:31).
Tak pelak lagi Yesus menggunakan
pengertian “Anak Manusia” yang berasal dari Dan 7:13 ketika Ia menyatakan bahwa
Ia akan bertahta di surga (Mat 19:28; 25:31) dan bahwa Kerajaan adalah milikNya
(Mat 16:28; Luk 9:26-27). Di dalam dua konteks Ia menyebutkan “awan-awan
langit” yang tampak jelas dalam
visiun/penglihatan Daniel : yaitu ketika Ia menubuatkan kedatanganNya untuk
yang kedua kalinya (Mat 24:30; Mrk 13:26), dan ketika Ia menubuatkan
pengadilanNya di hadapan imam besar yang sudah siap mau menjatuhkan hukuman
kepadaNya (Mat 26:64; Mrk 14:62).
Yang unik di dalam gambaran Yesus sendiri
mengenai “Anak Manusia” bukanlah bahwa Ia mampu untuk menonjolkan aspek-aspek duniawi
dan Mesianis, melainkan fakta bahwa Ia mengaitkan statusNya sebagai Anak
Manusia itu dengan tugas penyelamatan di dalam penderitaan. Sesungguhnya,
pernyataannya yang lebih dini mengenai Penderitaan Sengsara-Nya yang disebutkan
di dalam Injil-injil disampaikan dengan konotasi mengenai apa yang akan terjadi
pada “Anak Manusia” (Mat 12:40; 17:12.22; 20:18; Mrk 9:31; 10:33; Luk 9:44;
18:31). Walaupun mungkin bahwa pembaca Kitab Daniel melihat adanya hubungan di
antara ”anak manusia” dalam Daniel 7:13 dan ”dia yang diurapi” yang
disingkirkan dalam Dan 9:26, kiranya Yesus menghendaki agar para muridNya
mengaitkan anak manusia Daniel dengan Hamba yang Menderita dari Yes 52-53.
Dengan demikian para pengikutNya dapat memahami bahwa penderitaan yang
dialamiNya sampai mati merupakan permulaan yang penting bagi pemuliaan dan
pentahtaanNya di surga.
[1]
Terjemahan bahasa Indonesia dalam Alk LAI
konsisten menggunakan “anak”. Tetapi dalam KKK
digunakan dua terjemahan: “anak” (misalnya dalam Yeh) dan “putra” (dalam
Injil). Terjemahan “putra” lebih memerhatikan gender dari bahasa Inggris “son”.