Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Surat Ibrani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Surat Ibrani. Tampilkan semua postingan

Minggu, 15 Januari 2023

IBRANI -SURAT

 



Tiga pekan ke depan dalam Misa Harian Masa Biasa I-A kita akan merenungkan Surat Ibrani dalam bacaan pertama.

SURAT IBRANI adalah satu di antara sumber-sumber ajaran Kristen yang mendalam. Surat Ibrani menyampaikan suatu telaah kompleks Kristologi. Kitab ini menekankan keunggulan Perjanjian Baru atas yang Lama, mengungkapkan pola hidup Kristen dan terutama fokus atas keimaman dan kurban Kristus. Surat ini lebih merupakan suatu wacana teologis atau homili ketimbang suatu surat biasa. Pengarangnya sendiri menyatakannya sebagai “kata-kata nasihat” (Ibr 13:22).

 

I. Khalayak alamat surat

II. Pengarang dan Waktu Penulisan

III. Isi

IV. Maksud dan Tema

A. Kristus sebagai Raja dan Penebus

B. Kristus Imam Agung yang Lebih Unggul

C. Keunggulan Perjanjian Baru

D. Tanggapan Kita Pada Kristus

 

I. Khalayak alamat surat

Kalimat pertama sama sekali tidak memberikan petunjuk kepada siapa (atau kepada jemaat mana) surat ini ditujukan, juga tidak ada petunjuk di mana mereka berada. Judul surat “kepada Ibrani” adalah judul yang diberikan tradisi, maka ada keyakinan bahwa surat ini ditujukan kepada orang Yahudi yang menjadi Kristen. Namun sebagian ahli modern mengajukan teori bahwa surat ini ditujukan kepada bangsa lain dengan latar belakang budaya Yunani. Yang menopang pendapat ini adalah bahwa surat ini mengutip ayat-ayat dari Kitab Suci Septuaginta yang berbahasa Yunani, bukan dari Perjanjian Lama berbahasa Ibrani, penggunaan gaya pidato (retorika) Yunani, dan mungkin pengaruh Philo dari Aleksandria. Di pihak lain, yang menunjang pendapat tradisional bahwa surat ini ditujukan kepada orang Yahudi Kristen adalah adanya asumsi yang jelas bahwa mereka bisa kembali merujuk kepada agama Yahudi tradisional (bdk Ibr 6:4-6; 10:29), ada banyak rujukan pada Perjanjian Lama, dan terutama adalah bahasan mengenai keunggulan Perjanjian Baru atas Perjanjian Lama, yang praktis tidak penting bagi khalayak bangsa lain.

      Tempat keberadaan penerima surat juga menjadi perdebatan. Berbagai ahli serta penulis komentar kuno dan modern menyatakan bahwa alamat penerima surat adalah di Yerusalem, sedang yang lain mengajukan tempat lain, ada yang Roma, Korintus atau tempat lain di Asia Kecil. Karena surat membahas soal-soal yang relevan dengan kegiatan imam dan kurban, maka ada yang menyatakan bahwa surat ini ditujukan kepada para imam-imam Lewi yang baru saja menjadi Kristen (Kis 6:7). Kemungkinan yang lain adalah bahwa surat ini ditujukan kepada orang Yahudi Kristen di Italia.

 

II. Pengarang dan Waktu Penulisan

Soal siapa pengarang surat ini juga sudah lama menjadi perdebatan. Surat ini tidak menyebut nama penulisnya, walaupun para pembaca yang dituju surat ini sepertinya tahu siapa penulisnya (Ibr 13:18-19). Tradisi yang sangat tua di Gereja Timur menyatakan bahwa Santo Paulus-lah pengarangnya, suatu pandangan yang segera diikuti oleh Gereja Barat. Pada abad keempat dan kelima, tradisi Timur sebagian besar diterima melalui pengaruh Santo Hieronimus dan Santo Agustinus. Pandangan bahwa pengarang surat ini adalah Paulus tidak disangkal hingga abad keenambelas. Tetapi kemudian  banyak ahli menolak Paulus sebagai penulis surat atas dasar adanya perbedaan tajam dalam hal gaya sastra jika dibandingkan dengan tulisan-tulisan yang sudah diakui sebagai tulisan Paulus, pokok persoalannya yang unik dan tidak adanya tanda-tanda khas dan salam dari Paulus.

      Mengenai penulis surat ini seandainya bukan Paulus, ada sejumlah kemungkinan yang diajukan, termasuk Barnabas, Lukas, Apolos, Silas dan Klemens dari Roma. Origenes menunjukkan kurangnya pandangan yang bersifat konsensus ketika menyatakan, “Hanya Tuhan saja yang tahu” siapa penulis surat ini. Mereka yang mendukung kedudukan Paulus sebagai penulis surat ini menunjukkan kemiripan di antara teologi Surat Ibrani dan teologi Paulus. Tentulah setidaknya si penulis dipengaruhi oleh Paulus. Penulis surat menyebut nama Timoteus (Ibr 13:23), mengisyaratkan bahwa ia juga kenal bahkan akrab dengan Paulus dan para pembantunya dalam perjalanan misinya (bdk Kis 16:1-3; Flp 2:19-24). Bobot bukti yang diajukan pihak yang menentang kedudukan Paulus sebagai penulis surat ini masih kurang memberi kepastian juga.

      Penetapan waktu kapan surat ini ditulis juga sulit dipastikan, tetapi karena surat ini tidak menyebut-nyebut kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M, maka sangat boleh jadi Surat Ibrani ini ditulis sebelum peristiwa itu (lihat misalnya Ibr 10:1-3 di mana kurban-kurban tampaknya masih diselenggarakan di Bait Allah). Seandainya surat ini ditulis sesudah tahun 70 M, maka kehancuran Bait Allah akan menjadi bukti yang sangat kuat bahwa Perjanjian Baru memang langsung menggantikan Perjanjian Lama. Waktu penulisan yang mendekati kebenaran dengan demikian adalah tahun enampuluhan M.

 

III. Isi

I. Prolog (1:1-4)

II. Putera Lebih Unggul dari Malaikat (1:5-2:18)

A. Hak Prerogatif Kristus Sebagai Raja (1:5-14)

B. Beri Perhatian (2:1-4)

C. Kristus, Saudara Kita (2:5-18)

III. Imam Agung yang Rahim dan Setia (3:1-5:10)

A. Kristus dan Musa (3:1-6)

B. Pemberhentian  yang Dijanjikan Tuhan (4:1-14)

C. Yesus Imam Agung (4:15-5:10)

IV. Imam Agung Dari Perjanjian yang Baru yang Lebih baik (5:11-10:39)

A. Nasihat Supaya Bertahan (5:11-6:12)

B. Janji Allah kepada Abraham (6:13-20)

C. Keimaman Melkisedek (7:1-28)

D. Perjanjian Baru lebih unggul daripada Perjanjian Lama (8:1-9:28)

E. Kristus Imam Agung (10:1-18)

F. Seruan Agar Terus Berpegang Pada Iman (10:19-39)

V. Makna Iman (11:1-12:29)

A. Contoh Kesetiaan dalam Perjanjian Lama (11;1-40)

B. Teladan Yesus (12:1-13)

C. Rahmat Tuhan (12:14-29)

VI. Nasihat Penutup (13:1-25)

A. Ibadat kepada Tuhan (13:1-6)

B. Kepatuhan Kepada Pemimpin (13:7-19)

C. Doksologi dan Salam (13:20-25).

 

IV. Maksud dan Tema

Surat Ibrani dengan bagus sekali mengembangkan sejumlah tema, namun yang paling menyolok adalah keimaman Kristus, keunggulan Perjanjian Baru dibanding Perjanjian Lama, kemajuan wahyu Allah dalam sejarah dan kemajuan umat Kristen.

 

A. Kristus sebagai Raja dan Penebus

Tekanan Kristologis dari surat ini dipastikan sejak dari awal dengan suatu prolog yang menegaskan status yang tiada duanya dari Putera. Pengarang kemudian memaparkan kedudukan Kristus, baik sebagai Raja maupun sebagai Penebus (Ibr 1:5-3:1), dilihat melalui berbagai rujukan ayat Perjanjian Lama (1:5-14, yang disusun menurut upacara rangkap tiga pemasangan mahkota raja-raja Timur Tengah Kuno), kekuasaan Kristus atas alam semesta (2:5-10) dan karya penebusan Kristus yang dilaksanakan karena Inkarnasi dan kesediaanNya untuk mengenakan kodrat manusia (2:11-3:1).

 

B. Kristus Imam Agung yang Lebih Unggul

Keimaman Kristus lebih tinggi daripada keimaman Musa dan Harun dan dapat dilihat melalui perbandingan dengan contoh imam Melkisedek, raja Salem, yang muncul secara misterius dalam Kitab Kejadian (Ibr 3;2-5:10). Karena Kristus adalah “Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita” (Ibr 4:14). Seruan ini mencakup suatu ajaran penting mengenai sumpah perjanjian (Ibr 5:11-6:20), bahwa ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, “Ia bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari pada-Nya” sedangkan manusia... “bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengukuhan baginya, yang mengakhiri segala bantahan”  (Ibr 6:13.16), suatu kebenaran yang menjadi sumber “pengharapan yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya” (Ibr 6:19-20).

      Surat selanjutnya membahas keunggulan imamat Kristus (7:1-10:18) dan mengawalinya dengan tokoh Melkisedek sebagai tipologi dari Kristus (Ibr 7:1-28). Penulis surat menyatakan bahwa imamat Kristus sepenuhnya lebih tinggi daripada imamat Perjanjian Lama. Imamat Harun yang dilaksanakan murni sebagai pelayanan di dunia (Ibr 8:4) yang dilanda wabah dosa (Ibr 5:3) telah digantikan dengan yang lain karena kematian dan penyakit (Ibr 7:23), dan tidak dapat menghapuskan dosa (Ibr 7:27-10:1-4). Tetapi Kristus melaksanakan pelayanan surga (Ibr 8:1-6) melalui Kebangkitan (Ibr 7:16) dan KenaikanNya (Ibr 9:24), bebas dari noda dosa (Ibr 4:15), memerintah selamanya sebagai Imam Agung (Ibr 7:24) dan menghapus dosa dengan mempersembahkan hidupNya sebagai suatu tebusan kekal (Ibr 9:11-14; 10:5-18).

 

C. Keunggulan Perjanjian Baru

Kristus juga lebih unggul berdasarkan perjanjian yang didirikanNya. Kristus ”telah mendapat suatu pelayanan yang jauh lebih agung, karena Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan atas janji yang lebih tinggi. Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua” (Ibr 8:6-7). Selain itu kurban persembahanNya jauh lebih unggul karena Ia mengurbankan diriNya sendiri, di tempat kudus surgawi, yang terhadapnya kemah yang didirikan Musa hanyalah sebentuk tipologi saja (Ibr 9:1-10:18).

      Dari sini surat memaparkan keunggulan Perjanjian Baru dibanding Perjanjian Lama dan menunjukkan bahasan sejarah keselamatan yang masih tinggal sebagai rahasia dalam Perjanjian Lama. Kristus menerima beban kutuk perjanjian yang terjadi sejak dosa Adam (Ibr 2:5-15) dan pelanggaran perjanjian oleh Israel (Ibr 9:15-17). Sebagai gantinya, Kristus mengalirkan berkat yang telah dijanjikan Allah dalam perjanjianNya dengan Abraham (Ibr 2:16-18; bdk Kej 22:16-18) dan dengan Daud (Ibr 1:5; 3:1-6; 5:5-6; 7:11-28; bdk Mzm 110:4).

 

D. Tanggapan Kita Pada Kristus

Bab-bab terakhir Surat Ibrani menggambarkan perhatian penulisnya akan tanggapan umat Kristen kepada Kristus (Ibr 10:19—13:21). Imamat Kristus merupakan jalan kepada hidup, karena Ia telah membuka bait suci surga: dan karena “kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni (Ibr 10:21-22). Sebagai tambahan dorongan diberikan contoh-contoh iman dari tokoh-tokoh besar Perjanjian Lama: Habel, Henokh, Nuh, Abraham, Musa dan pahlawan-pahlawan Israel. Tetapi teladan iman yang paling tinggi adalah Yesus Kristus sendiri “yang menimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan tahta Allah (12:2).