SURAT IBRANI adalah satu di antara sumber-sumber ajaran Kristen yang mendalam.
Surat Ibrani menyampaikan suatu telaah kompleks Kristologi. Kitab ini
menekankan keunggulan Perjanjian Baru atas yang Lama, mengungkapkan pola hidup
Kristen dan terutama fokus atas keimaman dan kurban Kristus. Surat ini lebih
merupakan suatu wacana teologis atau homili ketimbang suatu surat biasa.
Pengarangnya sendiri menyatakannya sebagai “kata-kata nasihat” (Ibr 13:22).
I. Khalayak alamat surat
II. Pengarang dan Waktu
Penulisan
III. Isi
IV. Maksud dan Tema
A. Kristus sebagai Raja
dan Penebus
B. Kristus Imam Agung
yang Lebih Unggul
C. Keunggulan Perjanjian
Baru
D. Tanggapan Kita Pada
Kristus
I. Khalayak alamat
surat
Kalimat pertama sama sekali tidak memberikan petunjuk kepada
siapa (atau kepada jemaat mana) surat ini ditujukan, juga tidak ada petunjuk di
mana mereka berada. Judul surat “kepada Ibrani” adalah judul yang diberikan
tradisi, maka ada keyakinan bahwa surat ini ditujukan kepada orang Yahudi yang
menjadi Kristen. Namun sebagian ahli modern mengajukan teori bahwa surat ini
ditujukan kepada bangsa lain dengan latar belakang budaya Yunani. Yang menopang
pendapat ini adalah bahwa surat ini mengutip ayat-ayat dari Kitab Suci Septuaginta yang
berbahasa Yunani, bukan dari Perjanjian Lama berbahasa Ibrani, penggunaan gaya
pidato (retorika) Yunani, dan mungkin pengaruh Philo dari Aleksandria. Di pihak
lain, yang menunjang pendapat tradisional bahwa surat ini ditujukan kepada
orang Yahudi Kristen adalah adanya asumsi yang jelas bahwa mereka bisa kembali merujuk kepada agama Yahudi tradisional (bdk Ibr 6:4-6; 10:29), ada banyak rujukan
pada Perjanjian Lama, dan terutama adalah bahasan mengenai keunggulan
Perjanjian Baru atas Perjanjian Lama, yang praktis tidak penting bagi khalayak
bangsa lain.
Tempat keberadaan
penerima surat juga menjadi perdebatan. Berbagai ahli serta penulis komentar
kuno dan modern menyatakan bahwa alamat penerima surat adalah di Yerusalem,
sedang yang lain mengajukan tempat lain, ada yang Roma, Korintus atau tempat
lain di Asia Kecil. Karena surat membahas soal-soal yang relevan dengan kegiatan
imam dan kurban, maka ada yang menyatakan bahwa surat ini ditujukan kepada para
imam-imam Lewi yang baru saja menjadi Kristen (Kis 6:7). Kemungkinan yang lain
adalah bahwa surat ini ditujukan kepada orang Yahudi Kristen di Italia.
II. Pengarang dan Waktu
Penulisan
Soal siapa pengarang surat ini juga sudah lama menjadi
perdebatan. Surat ini tidak menyebut nama penulisnya, walaupun para pembaca
yang dituju surat ini sepertinya tahu siapa penulisnya (Ibr 13:18-19). Tradisi
yang sangat tua di Gereja Timur menyatakan bahwa Santo Paulus-lah pengarangnya,
suatu pandangan yang segera diikuti oleh Gereja Barat. Pada abad keempat
dan kelima, tradisi Timur sebagian besar diterima melalui pengaruh Santo
Hieronimus dan Santo Agustinus. Pandangan bahwa pengarang surat ini adalah
Paulus tidak disangkal hingga abad keenambelas. Tetapi kemudian banyak ahli menolak Paulus sebagai penulis
surat atas dasar adanya perbedaan tajam dalam hal gaya sastra jika dibandingkan
dengan tulisan-tulisan yang sudah diakui sebagai tulisan Paulus, pokok
persoalannya yang unik dan tidak adanya tanda-tanda khas dan salam dari Paulus.
Mengenai penulis
surat ini seandainya bukan Paulus, ada sejumlah kemungkinan yang diajukan,
termasuk Barnabas, Lukas, Apolos, Silas dan Klemens dari Roma. Origenes
menunjukkan kurangnya pandangan yang bersifat konsensus ketika menyatakan,
“Hanya Tuhan saja yang tahu” siapa penulis surat ini. Mereka yang mendukung
kedudukan Paulus sebagai penulis surat ini menunjukkan kemiripan di antara
teologi Surat Ibrani dan teologi Paulus. Tentulah setidaknya si penulis
dipengaruhi oleh Paulus. Penulis surat menyebut nama Timoteus (Ibr 13:23),
mengisyaratkan bahwa ia juga kenal bahkan akrab dengan Paulus dan para
pembantunya dalam perjalanan misinya (bdk Kis 16:1-3; Flp 2:19-24). Bobot bukti
yang diajukan pihak yang menentang kedudukan Paulus sebagai penulis surat ini masih kurang memberi kepastian juga.
Penetapan waktu
kapan surat ini ditulis juga sulit dipastikan, tetapi karena surat ini tidak
menyebut-nyebut kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M, maka sangat boleh jadi
Surat Ibrani ini ditulis sebelum peristiwa itu (lihat misalnya Ibr 10:1-3 di
mana kurban-kurban tampaknya masih diselenggarakan di Bait Allah). Seandainya
surat ini ditulis sesudah tahun 70 M, maka kehancuran Bait Allah akan menjadi
bukti yang sangat kuat bahwa Perjanjian Baru memang langsung menggantikan Perjanjian Lama. Waktu penulisan yang mendekati kebenaran dengan demikian adalah tahun
enampuluhan M.
III. Isi
I. Prolog (1:1-4)
II. Putera Lebih Unggul
dari Malaikat (1:5-2:18)
A. Hak Prerogatif
Kristus Sebagai Raja (1:5-14)
B. Beri Perhatian
(2:1-4)
C. Kristus, Saudara Kita
(2:5-18)
III. Imam Agung yang
Rahim dan Setia (3:1-5:10)
A. Kristus dan Musa
(3:1-6)
B. Pemberhentian yang Dijanjikan Tuhan (4:1-14)
C. Yesus Imam Agung
(4:15-5:10)
IV. Imam Agung Dari
Perjanjian yang Baru yang Lebih baik (5:11-10:39)
A. Nasihat Supaya
Bertahan (5:11-6:12)
B. Janji Allah kepada
Abraham (6:13-20)
C. Keimaman Melkisedek
(7:1-28)
D. Perjanjian Baru lebih
unggul daripada Perjanjian Lama (8:1-9:28)
E. Kristus Imam Agung
(10:1-18)
F. Seruan Agar Terus
Berpegang Pada Iman (10:19-39)
V. Makna Iman
(11:1-12:29)
A. Contoh Kesetiaan
dalam Perjanjian Lama (11;1-40)
B. Teladan Yesus
(12:1-13)
C. Rahmat Tuhan
(12:14-29)
VI. Nasihat Penutup
(13:1-25)
A. Ibadat kepada Tuhan
(13:1-6)
B. Kepatuhan Kepada
Pemimpin (13:7-19)
C. Doksologi dan Salam
(13:20-25).
IV. Maksud dan Tema
Surat Ibrani dengan bagus sekali mengembangkan sejumlah tema,
namun yang paling menyolok adalah keimaman Kristus, keunggulan Perjanjian Baru
dibanding Perjanjian Lama, kemajuan wahyu Allah dalam sejarah dan kemajuan umat
Kristen.
A. Kristus sebagai Raja
dan Penebus
Tekanan Kristologis dari surat ini dipastikan sejak dari awal
dengan suatu prolog yang menegaskan status yang tiada duanya dari Putera.
Pengarang kemudian memaparkan kedudukan Kristus, baik sebagai Raja maupun
sebagai Penebus (Ibr 1:5-3:1), dilihat melalui berbagai rujukan ayat Perjanjian
Lama (1:5-14, yang disusun menurut upacara rangkap tiga pemasangan mahkota
raja-raja Timur Tengah Kuno), kekuasaan Kristus atas alam semesta (2:5-10) dan
karya penebusan Kristus yang dilaksanakan karena Inkarnasi dan kesediaanNya
untuk mengenakan kodrat manusia (2:11-3:1).
B. Kristus Imam Agung
yang Lebih Unggul
Keimaman Kristus lebih tinggi daripada keimaman Musa dan Harun
dan dapat dilihat melalui perbandingan dengan contoh imam Melkisedek, raja
Salem, yang muncul secara misterius dalam Kitab Kejadian (Ibr 3;2-5:10). Karena
Kristus adalah “Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu
Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita” (Ibr
4:14). Seruan ini mencakup suatu ajaran penting mengenai sumpah perjanjian (Ibr
5:11-6:20), bahwa ketika Allah memberikan janji-Nya kepada Abraham, “Ia
bersumpah demi diri-Nya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari
pada-Nya” sedangkan manusia... “bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan
sumpah itu menjadi suatu pengukuhan baginya, yang mengakhiri segala bantahan” (Ibr 6:13.16), suatu kebenaran yang menjadi
sumber “pengharapan yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana
Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita, ketika Ia, menurut peraturan
Melkisedek, menjadi Imam Besar sampai selama-lamanya” (Ibr 6:19-20).
Surat selanjutnya
membahas keunggulan imamat Kristus (7:1-10:18) dan mengawalinya dengan tokoh
Melkisedek sebagai tipologi dari Kristus (Ibr 7:1-28). Penulis surat menyatakan
bahwa imamat Kristus sepenuhnya lebih tinggi daripada imamat Perjanjian Lama.
Imamat Harun yang dilaksanakan murni sebagai pelayanan di dunia (Ibr 8:4) yang
dilanda wabah dosa (Ibr 5:3) telah digantikan dengan yang lain karena kematian
dan penyakit (Ibr 7:23), dan tidak dapat menghapuskan dosa (Ibr 7:27-10:1-4).
Tetapi Kristus melaksanakan pelayanan surga (Ibr 8:1-6) melalui Kebangkitan
(Ibr 7:16) dan KenaikanNya (Ibr 9:24), bebas dari noda dosa (Ibr 4:15),
memerintah selamanya sebagai Imam Agung (Ibr 7:24) dan menghapus dosa dengan
mempersembahkan hidupNya sebagai suatu tebusan kekal (Ibr 9:11-14; 10:5-18).
C. Keunggulan
Perjanjian Baru
Kristus juga lebih unggul berdasarkan perjanjian yang
didirikanNya. Kristus ”telah mendapat suatu pelayanan yang jauh lebih agung,
karena Ia menjadi Pengantara dari perjanjian yang lebih mulia, yang didasarkan
atas janji yang lebih tinggi. Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu
tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua” (Ibr 8:6-7).
Selain itu kurban persembahanNya jauh lebih unggul karena Ia mengurbankan
diriNya sendiri, di tempat kudus surgawi, yang terhadapnya kemah yang didirikan
Musa hanyalah sebentuk tipologi saja (Ibr 9:1-10:18).
Dari sini surat
memaparkan keunggulan Perjanjian Baru dibanding Perjanjian Lama dan menunjukkan
bahasan sejarah keselamatan yang masih tinggal sebagai rahasia dalam Perjanjian
Lama. Kristus menerima beban kutuk perjanjian yang terjadi sejak dosa Adam (Ibr
2:5-15) dan pelanggaran perjanjian oleh Israel (Ibr 9:15-17). Sebagai gantinya,
Kristus mengalirkan berkat yang telah dijanjikan Allah dalam perjanjianNya
dengan Abraham (Ibr 2:16-18; bdk Kej 22:16-18) dan dengan Daud (Ibr 1:5; 3:1-6;
5:5-6; 7:11-28; bdk Mzm 110:4).
D. Tanggapan Kita Pada
Kristus
Bab-bab terakhir Surat Ibrani menggambarkan perhatian
penulisnya akan tanggapan umat Kristen kepada Kristus (Ibr 10:19—13:21). Imamat
Kristus merupakan jalan kepada hidup, karena Ia telah membuka bait suci surga:
dan karena “kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan
keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati
nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni (Ibr
10:21-22). Sebagai tambahan dorongan diberikan contoh-contoh iman dari
tokoh-tokoh besar Perjanjian Lama: Habel, Henokh, Nuh, Abraham, Musa dan
pahlawan-pahlawan Israel. Tetapi teladan iman yang paling tinggi adalah Yesus
Kristus sendiri “yang menimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu
kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti
sukacita yang bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan tahta Allah
(12:2).