Perayaan Natal dan Tahun Baru sering dikaitkan dengan harapan.
Harapan Keinginan dengan keyakinan akan sesuatu. Harapan menuntut tekat pribadi dan kita harus melakukan sesuatu tindakan untuk mewujudkan keinginan itu; harapan memahami bahwa apa yang diinginkan tidak bisa dicapai dengan mudah atau lancar. Lawan dari harapan adalah putus asa; hilangnya keyakinan sama sekali.
Dalam Kitab
Suci, harapan itu terkait erat dengan iman. Sebagai suatu kebajikan
teologis, harapan merupakan keyakinan adi-kodrati bahwa kita akan dapat
mencapai kerajaan surga dan hidup kekal dengan percaya kepada janji-janji
Kristus dan lebih mengandalkan rahmat Roh Kudus ketimbang kemampuan kita
sendiri. Seperti dikatakan dalam Surat Ibrani: “Marilah kita teguh berpegang
pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia”
(Ibr 10:23). Harapan
Perjanjian Lama mendapatkan pemenuhannya dalam Perjanjian Baru.
I.
Harapan Dalam Perjanjian Lama
- Abraham sebagai Model Harapan
- Harapan akan suatu Perjanjian
Baru
II.
Harapan Dalam Perjanjian Baru
- Kristus Memenuhi Harapan
Perjanjian Lama
- Harapan Dalam Pergumulan
- Harapan, Iman dan Kasih
I. Harapan
Dalam Perjanjian Lama
A. Abraham
sebagai Model Harapan
Keseluruhan PL
diliputi oleh suasana penuh harapan,
sebab PL adalah suatu riwayat janji Allah pada Abraham (Kej 12:3; 22:18), suatu
janji yang dipegang Allah dengn setia sekalipun berhadapan dengan
ketidaksetiaan yang nyata dari pihak Israel terhadap perjanjian (2 Sam 7:9.16).
Abraham merupakan teladan harapan dalam seluruh PL, karena “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk
berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa
banyak bangsa” (Rm 4:18).
B. Harapan akan suatu Perjanjian Baru
Tuhan adalah
harapan bangsa Israel (Yer 14:8; 17:13) dan semua orang Israel (Yer 17:7; Yes
8:17; 26:8; Mzm 71:5). Kesetiaan Tuhan kepada umatNya di masa lalu (Kej 15:7;
Mzm 13:6; 33:18) mengarah pada kepastian akan pemenuhan janji-janjiNya di masa
depan (Kej 17:8; Kel 3:8.17; 6:4; Ul 1:18).
Janji Allah akan terus berlaku sekalipun
sebagai kesatuan kerajaan sudah hancur dan terjadilah dua kerajaan: Yehuda dan
Israel. Harapan diuji ketika kerajaan Israel jatuh diserbu oleh bangsa Asyur
pada tahun 721 SM, dan kerajaan |Yehuda hancur diserang Babilonia pada tahun
587 SM. Tetapi melalui para nabi seperti Elia, Elisa, Amos, Hosea, dan Yesaya,
Allah membina umatNya di dalam pengharapan akan keselamatan dengan hasrat akan
suatu perjanjian yang baru dan kekal. Harapan akan penebusan radikal dan
pengudusan ini hanya terjadi ketika kepercayaan diletakkan pada Tuhan saja,
sebab hanya Dialah yang dapat memberikan harapan yang benar (Yer 29:11; 31:17).
Barangsiapa menaruh kepercayaannya pada manusia mendapatkan kutuk (Yer 17:5),
tetapi barangsiapa berharap kepada Tuhan akan mendapatkan berkat (Yer 17:7).
Yeremia berbicara tentang harapan
sekalipun ancaman dari Babilonia sedang mendatangi kerajaan Yehuda dan ketika
Yerusalem akan segera dihancurkan dan orang-orang akan dibuang ke Babilon: “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan
dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman Tuhan: Aku akan
menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka
Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer 31:33; bdk
Yer 31:31; 32:38). Harapan akan keselamatan ini dijanjikan kepada semua bangsa
(Yeh 36; Yes 49:5-6; 53:11).
II. Harapan
Dalam Perjanjian Baru
A. Kristus
Memenuhi Harapan Perjanjian Lama
Di dalam PB,
haparan PL terpenuhi di dalam Kristus.
Kesetiaan Allah kepada perjanjianNya di
seluruh PL merupakan persiapan bagi Inkarnasi dan karya keselamatan Putera
Allah. Yesus menunjuk kepada janji yang diberikan kepada Abraham dan pemenuhan
akhirnya ketika Ia menyatakan, “Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan
melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.... ''Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.'' (Yoh 8:56.58). Di dalam Sabda Bahagia, Kristus memberikan
kepada pengikutNya harapan yang penuh keyakinan akan surga sebagai Tanah
Terjanji yang baru. Ia meyakinkan para murid agar jangan mencemaskan masa
depan; sebaliknya mereka harus terus mengarahkan pandangan kepada kerajaan
surga.
B. Harapan
Dalam Pergumulan
Surat-surat
mengembangkan gagasan Kristen mengenai harapan. Harapan Kristen adalah
kemuliaan Allah (Rm 5:2) dan kemerdekaan dari dosa (Rm 8:20). “Marilah kita
teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang
menjanjikannya, setia” (Ibr 10:23). Pengharapan itu adalah “sauh yang kuat dan
aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana
Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita,” (Ibr 6:19-20). Suatu ketopong
yang melindungi kita di dalam pergumulan kita “berbajuzirahkan iman dan kasih”
demi harapan akan keselamatan itu (1 Tes 5:8). Umat Kristen diselamatkan oleh
harapan, tetapi harapan itu adalah atas sesuatu yang tidak kelihatan “pengharapan
yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan
apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita
menantikannya dengan tekun” (Rm 8:24-25).
Harapan bagi santo Paulus bukan sesuatu
yang gampang dicapai. Sebaliknya, harapan itu didapatkan dalam penderitaan dan
kesulitan dan ditopang dan diperkaya dalam doa: “Bersukacitalah dalam
pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Rm 12:12).
Di dalam ziarah hidup Kristen (1 Kor 13:13), kita harus “bermegah juga dalam
kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan
pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah
dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada
kita” (Rm 5:3-5).
C. Harapan,
Iman dan Kasih
Harapan selalu
terkait erat dengan iman dan kasih, yaitu kebajikan teologis lainnya. Apa yang
diharapkan akan menjadi nyata melalui iman (Ibr 11:1), yang memungkinkan kita
memahami realitas yang tidak kelihatan, dan kasih, yang adalah iman yang
bekerja. “Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita
harapkan.” (Gal 5:5). Roh Kudus adalah sumber pengharapan, dan umat Kristen
dipanggil untuk menunjukkan iman yang sama seperti Abraham, yang “sekalipun
tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya” (Rm
4:18). Keyakinan didapatkan dalam harapan karena kita percaya kepada Tuhan,
yang adalah Tuhan pengharapan (Rm 15:13; bdk 2 Kor 3:12) dan “penderitaan zaman
sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan
kepada kita” (Rm 8:18).