Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Lembaga Biblika Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lembaga Biblika Indonesia. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Januari 2023

KITAB SUCI BAHASA INDONESIA

 Bahasa Indonesia timbul dan berkembang dari Bahasa Melayu Riau, diperkaya dengan unsur-unsur serapan dari bahasa-bahasa Nusantara lainnya yang berjumlah lebih dari seratus, dan secara politis ditetapkan menjadi bahasa kesatuan Indonesia melalui Sumpah Pemuda tahun 1928. Barulah dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36, Bahasa Indonesia ditetapkan menjadi bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Bahasa Indonesia modern juga diperkaya dengan unsur-unsur serapan dari bahasa Arab, Portugis, Spanyol, Latin, Belanda dan Inggris.

      Bahasa Melayu dengan ejaan yang belum ada standarnya merupakan bahasa yang digunakan sebelum tahun 1901. Pastor J. Van Meurs pada 1885 menerbitkan dalam bahasa Melayu riwayat beberapa tokoh Perjanjian Lama dan Injil (dalam bentuk ringkasan). Terjemahan Kitab Suci di kalangan Protestan antara lain mengedarkan:

Alkitab Klinkert, Melayu Tinggi (1879)

Perjanjian Baru (PB) Roskott, Melayu Ambon (1877)

PB Klinkert, Melayu Rendah (1863)

PB Keasberry (1852)

PB Melayu, Dialek Surabaya (1835)

      Pada tahun 1901 berkembang penggunaan ejaan Ch. A. Van Ophuyzen yang berfungsi hingga tahun 1947. Dalam periode ini beredar :

PB Bode (1938)

PB Melayu Baba (1913)

Alkitab Shellabear (1912).

      Sejak 1947 digunakan ejaan Republik atau ejaan Nasional dari Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan Soewandi. Ejaan ini berlaku hingga tahun 1972. Dalam periode ini beredar Alkitab Terjemahan Lama (Protestan, 1958). Pada tahun 1960 Percetakan/penerbitan “Arnoldus/ Nusa Indah” Ende, Flores, menerbitkan Perjanjian Lama (Katolik) berbahasa Indonesia dalam sembilan jilid. Pada tahun 1964 diterbitkan Perjanjian Baru bahasa Indonesia oleh penerbit yang sama.    

  

      Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) berlaku sejak tahun 1972 menggantikan ejaan Soewandi 1947. Terjadi kesulitan dana untuk memperbarui berbagai Kitab Suci yang sudah dicetak dalam ejaan lama. Dalam rangka menanggulangi kesulitan ekonomis praktis, seraya mengembangkan usaha ekumenis, kemudian disetujui penerbitan Alkitab ekumenis Terjemahan Baru oleh Lembaga Alkitab Indonesia (Protestan) pada tahun 1974,  dan khusus bagi umat Katolik disediakan tambahan Kitab-kitab Deuterokanonika yang disiapkan oleh Lembaga Biblika Indonesia (Katolik). Pada tahun 1994 terjemahan Alkitab itu disempurnakan.



      Pada tahun 2002 beredar Kitab Suci beranotasi yang sementara ini berfungsi lebih sebagai Kitab Suci studi, yaitu Kitab Suci Komunitas Kristiani (Katolik), oleh Penerbit Obor, Jakarta.

   

Lembaga Biblika Indonesia

Lembaga Biblika Indonesia (LBI) sudah dirintis sejak tahun 1965 sebagai usaha Ordo Saudara Dina Fransiskan (OFM) untuk menerjemahkan dan menerbitkan Kitab Suci dan buku-buku mengenai Kitab Suci. Waktu itu, lembaga ini bernama Lembaga Biblika Saudara-saudara Dina.

Dalam sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) tahun 1970, para uskup Indonesia meresmikan dan mengangkat lembaga tersebut menjadi lembaga MAWI yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan Kitab Suci (lihat surat sekretaris presidium MAWI tanggal 19 Februari 1971). Sejak itu, lembaga ini bernama Lembaga Biblika Indonesia.

Didirikannya LBI dimaksudkan untuk menanggapi imbauan Konsili Vatikan II: “Bagi kaum beriman kristiani, jalan menuju Kitab Suci harus terbuka lebar-lebar” (Dei Verbum 22). Dengan demikian, mereka dapat memenuhi anjuran untuk “… sering kali membaca Kitab Suci dan memperoleh pengertian yang mulia akan Yesus Kristus … Sebab, tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus” (Dei Verbum 25).

Untuk menunjang niat tersebut diadakan kerja sama dengan berbagai pihak dalam hal menerjemahkan dan menyebarkan Kitab Suci. Juga diadakan bahan-bahan yang mendukung karya kerasulan Kitab Suci di lapangan. Hal ini sejalan dengan prioritas yang disepakati dalam Pekan Konsultasi Nasional Kerasulan Kitab Suci yang pertama pada tahun 1976.

Agar umat Katolik semakin menaruh minat dan mencintai Kitab Suci, sejak tahun 1977 dirayakan Hari Minggu Kitab Suci Nasional yang jatuh pada hari Minggu pertama Bulan September. Sejak itu, kerasulan Kitab Suci berkembang dengan pesat dan di hampir semua keuskupan diangkat Penghubung Kerasulan Kitab Suci. Dalam Pekan Konsultasi Nasional Kerasulan Kitab Suci yang kedua (1980) sebutan Penghubung diubah menjadi Delegatus Kitab Suci. Pada kesempatan itu dirumuskan pula tugas dan wewenang Delegatus Kitab Suci serta hubungannya dengan LBI.

Semakin lama semakin dirasakan kebutuhan agar kerja sama antara LBI dengan para Delegatus Kitab Suci ini lebih diintensifkan. Karena itu, dibentuklah Forum Kerja Sama Kerasulan Kitab Suci pada tahun 1987. Mulai tahun 1996, para Delegatus Kitab Suci ex officio menjadi anggota LBI, dan Delegatus Kitab Suci yang dipilih sebagai penghubung regio menjadi anggota Dewan Pimpinan.

Sejak tahun 2002, LBI mengaktifkan kembali Yayasan Lembaga Biblika Indonesia (YLBI) sebagai sebuah unit usaha untuk membantu terwujudnya misi LBI.

Pada 14 Desember 2009, rapat Pimpinan Harian bersama Uskup Delegatus, Mgr. Ignatius Suharyo, membicarakan aneka masalah yang berkaitan dengan kondisi LBI dan YLBI, misalnya struktur organisasi serta keberadaan LBI dan YLBI yang tumpang tindih, keberadaan YLBI sebagai unit usaha LBI, perangkapan jabatan dan fungsi, serta mekanisme kerja.

Pada 1 Mei 2010 diadakan pertemuan dengar pendapat berkaitan dengan kondisi LBI dan YLBI, yang dihadiri oleh Direksi KWI, Sekjen KWI, mantan Pengurus LBI, serta Konsultan Hukum dan Pajak.

Setelah dilakukan serangkaian rapat internal, khususnya pada rapat tanggal 24 Februari 2011 yang dihadiri Uskup Delegatus, diputuskan penggabungan LBI dan YLBI, dengan nama Lembaga Biblika Indonesia.