PELAKU
KATEKESE
Petikan
Bagian III dari
IDENTITAS
DAN PANGGILAN KATEKIS
110. «Dalam
pembangunan Tubuh Kristus terdapat aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh
yang membagikan aneka anugerah-Nya sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan
pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja» (LG 7). Berdasarkan Pembaptisan dan
Krisma, orang-orang Kristiani dipersatukan ke dalam Kristus dan mengambil
bagian pada tugasnya sebagai imam, nabi dan raja (bdk. LG 31; AA 2); mereka
adalah saksi-saksi pewartaan Injil dengan kata dan teladan hidup Kristiani;
namun beberapa saksi «dapat dipanggil untuk bekerja sama dengan Uskup dan
dengan para presbiter dalam melaksanakan pelayanan Sabda.» Di antara seluruh pelayanan
dan karya, yang dilakukan Gereja dalam misi evangelisasinya, «pelayanan
katekese» menempati posisi penting, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan
iman. Pelayanan ini mengantar kepada iman dan, bersama dengan pelayanan
liturgis, melahirkan anak-anak Allah dalam rahim Gereja. Maka panggilan khusus
katekis berakar pada panggilan umum umat Allah, yang dipanggil untuk melayani
rencana penyelamatan Allah demi umat manusia.
111.
Seluruh komunitas Kristiani bertanggung jawab atas pelayanan katekese, namun masing-masing
sesuai dengan situasi khas dan perannya dalam Gereja: pelayan-pelayan
tertahbis, orang-orang hidup bakti dan umat awam. «Melalui mereka semua dan
fungsi mereka yang berbeda-beda, pelayanan kateketis meneruskan Sabda secara
lengkap dan memberi kesaksian tentang realitas Gereja. Seandainya satu dari
bentuk-bentuk kehadiran ini tidak ada, maka katekese akan kehilangan sebagian
kekayaan serta arti pentingnya.» Katekis menjadi bagian dari sebuah komunitas Kristiani
dan merupakan ungkapannya. Pelayanannya dihayati dalam suatu komunitas yang
merupakan subjek utama pendampingan dalam iman.
112.
Katekis adalah seorang Kristiani yang menerima dalam iman panggilan khusus dari
Allah yang memampukannya untuk melayani penerusan iman dan tugas untuk
mengawali kepada hidup Kristiani. Sebab-sebab langsung seorang katekis
dipanggil untuk melayani Sabda Allah sangat bervariasi, namun semuanya
merupakan mediasi yang, melalui Gereja, digunakan Allah untuk memanggil kepada
pelayanan-Nya. Karena panggilan ini, katekis diutus mengambil bagian dalam misi
Yesus untuk mengantar murid-murid masuk ke dalam hubungan keputraan-Nya dengan
Bapa. Maka, pelaku sebenarnya dari setiap katekese sejati adalah Roh Kudus
yang, melalui persatuan mendalam yang dipelihara katekis bersama Kristus,
membuat usaha-usaha manusiawi dalam kegiatan katekese berhasil. Kegiatan ini berlangsung
di dalam rahim Gereja: katekis adalah saksi dari Tradisinya yang hidup dan
mediator yang mempermudah masuknya murid-murid Kristus yang baru ke dalam Tubuh
gerejawi-Nya.
113. Berkat
iman dan pengurapan pembaptisan, dalam kerja sama dengan ajaran Kristus dan
sebagai hamba tindakan Roh Kudus, seorang katekis adalah:
a. saksi
iman dan penjaga ingatan akan Allah; dengan mengalami kebaikan dan kebenaran
Injil dalam perjumpaannya dengan pribadi Yesus, katekis menjaga, memelihara dan
memberi kesaksian akan hidup baru yang berasal dari-Nya dan menjadi tanda bagi
orang-orang lain. Iman mencakup ingatan akan sejarah Allah bersama manusia.
Menjaga ingatan ini, membangkitkannya dalam diri orang-orang lain dan menempatkannya pada pelayanan pewartaan
merupakan panggilan khusus katekis. Kesaksian hidup itu penting supaya
perutusan dapat dipercaya. Dengan mengakui kerapuhan-kerapuhan diri sendiri di hadapan
Allah yang berbelas kasihan, katekis tidak pernah berhenti menjadi tanda
pengharapan bagi saudara-saudara;
b. guru dan
mistagogi yang mengantar ke dalam misteri Allah, yang diwahyukan dalam Paskah
Kristus; sebagai ikon dari Yesus Guru, katekis memiliki tugas ganda untuk
meneruskan isi iman dan membimbing kepada misteri iman tersebut. Katekis
dipanggil untuk menyingkapkan kebenaran tentang manusia dan panggilannya yang utama,
dengan mengomunikasikan pengetahuan tentang Kristus dan, pada saat yang sama,
untuk mengantar ke dalam berbagai dimensi hidup Kristiani, dengan menyingkapkan
misteri keselamatan yang terkandung dalam warisan iman dan terlaksana dalam
liturgi Gereja;
c.
pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan oleh Gereja kepadanya;
katekis adalah ahli dalam seni pendampingan , memiliki kompetensi edukatif,
tahu mendengarkan dan masuk dalam dinamika pendewasaan manusia, menjadi teman
seperjalanan dengan kesabaran dan cita rasa kebertahapan, dengan ketaatan
terhadap karya Roh, dalam proses pembinaan, dengan membantu saudara-saudara
untuk menjadi matang dalam hidup Kristiani dan berjalan menuju Allah. Katekis,
ahli dalam kemanusiaan, mengetahui kegembiraan dan pengharapan manusia,
kesedihan dan kecemasannya (bdk. GS 1) dan tahu menempatkan semuanya dalam hubungan
dengan Injil Yesus.
2
USKUP
KATEKIS YANG PERTAMA
114. «Uskup
adalah pewarta Injil yang pertama dengan kata-kata dan kesaksian hidup».
Sebagai penanggung jawab pertama untuk katekese di keuskupannya, dia memiliki
fungsi utama, dalam kesatuan erat dengan khotbah, memajukan katekese dan
menyelenggarakan berbagai bentuk katekese yang perlu bagi umat beriman sesuai
dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang dikeluarkan Takhta Apostolik.
Uskup, selain dalam kerja sama yang berharga dengan Kantor-kantor Keuskupan,
dapat memanfaat[1]kan bantuan dari para
ahli teologi, kateketik dan ilmu-ilmu manusia, demikian juga pusat-pusat
pendidikan dan penelitian kateketis. Perhatian Uskup untuk kegiatan kateketis
mengundangnya supaya:
a. memiliki
perhatian terhadap katekese dengan melibatkan diri secara langsung dalam
penerusan Injil dan dengan menjaga keutuhan warisan iman;
b. menjamin
inkulturasi iman di wilayah dengan memberikan prioritas kepada katekese yang
efektif;
c.
mengembangkan suatu proyek katekese global, yang melayani kebutuhan-kebutuhan
umat Allah dan selaras dengan rencana-rencana pastoral keuskupan dan Konferensi
para Uskup.
d.
membangkitkan dan mempertahankan «suatu antusiasme yang menggebu-gebu terhadap
katekese, suatu antusiasme yang mendapat wahananya dalam suatu organisasi yang
memadai dan efektif, dengan mengerahkan tenaga-tenaga, upaya-upaya serta
perlengkapan yang dibutuhkan, termasuk sumber keuangan»;
e.
memperhatikan agar «para katekis dipersiapkan dengan baik untuk tugas mereka,
mengenal secara mendalam ajaran Gereja dan mem[1]pelajari
secara teoretis dan praktis hukum-hukum psikologis dan bahan-bahan pedagogis»
(CD 14);
f.
memperhatikan kualitas teks-teks dan sarana-sarana katekese.
Uskup
merasakan kemendesakan, sekurang-kurangnya dalam waktu-waktu penting tahun liturgis, secara khusus dalam
masa Prapaska, untuk memanggil umat Allah dalam katedralnya untuk melaksanakan
katekese.
3
IMAM
DALAM KATEKESE
115. Imam,
sebagai rekan kerja pertama Uskup dan karena mandat Uskup, dalam kualitas
sebagai pendidik dalam iman (bdk. PO 6), mempunyai tanggung jawab untuk
menganimasi, mengoordinasi dan mengarahkan kegiatan kateketis komunitas yang
telah dipercayakan kepadanya. «Acuan kepada Magisterium Uskup dalam
satu-satunya presbiterium keuskupan dan ketaatan kepada pedoman-pedoman, yang
dalam hal katekese dikeluarkan oleh setiap gembala dan Konferensi para Uskup
untuk kebaikan kaum beriman, bagi imam merupakan unsur-unsur untuk dinilai yang
harus dihargai dalam kegiatan kateketis.» Para imam memikirkan dan menggalakkan
panggilan dan pelayanan katekis-katekis.
116. Pastor
paroki adalah katekis pertama dalam komunitas paroki. Tugas-tugas pastor paroki
dan imam pada umumnya dalam katekese adalah:
a.
mendedikasikan diri dengan daya upaya yang cakap dan murah hati untuk katekese
umat beriman yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, dengan menggunakan
setiap kesempatan yang diberikan oleh kehidupan paroki dan lingkungan
sosio-budaya untuk mewartakan Injil.
b. memelihara hubungan antara katekese,
liturgi dan karya amal kasih,dengan menghargai secara khusus hari Minggu
sebagai hari Tuhan dan komunitas Kristiani;
c.
membangkitkan dalam komunitas rasa tanggung jawab terhadap katekese dan membuat
disermen panggilan-panggilan khusus terkait katekese, dengan menyatakan rasa
syukur dan meningkatkan pelayan[1]an yang diberikan
oleh katekis-katekis;
d.
menyelenggarakan perencanaan katekese, yang terintegrasi dalam rencana pastoral
komunitas, dengan mengandalkan kerja sama dari katekis-katekis. Adalah baik
untuk menjalani berbagai tahap analisis, perencanaan, pemilihan sarana-sarana,
pelaksanaan praktis dan evaluasi;
e. menjamin
hubungan antara katekese dalam komunitasnya dengan program pastoral keuskupan,
dengan menghindari setiap bentuk subjektivisme dalam pelaksanaan pelayanan
suci;
f. sebagai
katekis bagi para katekis, memperhatikan pembinaan mereka, dengan memberikan
usaha maksimal untuk tugas ini dan mendampingi mereka mencapai kematangan iman;
selain itu, menghargai kelompok para katekis sebagai ruang lingkup persekutuan
dan tanggung jawab bersama yang perlu untuk pembinaan autentik.
4
DIAKON
DALAM KATEKESE
117.
Pelayanan Sabda Allah, di samping pelayanan liturgi dan amal kasih, merupakan
pelayanan yang dijalankan diakon-diakon untuk menghadirkan di komunitas,
Kristus yang karena cinta menjadi Hamba (bdk. Luk 22: 27; Flp 2: 5-11). Para
diakon, selain dilibatkan dalam homili, dipanggil kepada suatu «perhatian yang
penuh semangat pada katekese umat beriman dalam berbagai tahap hidup Kristiani,
sehingga membantu mereka mengenal iman kepada Kristus, meneguhkan iman itu
dengan penerimaan sakramen[1]sakramen dan
mengekpresikan iman dalam kehidupan pribadi, keluarga, profesi dan sosial.»
Para diakon akan terlibat dalam program-program kateketis keuskupan dan paroki,
terutama menyangkut prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pewartaan
pertama. Mereka juga dipanggil untuk mewartakan «Sabda di lingkungan
profesional yang mungkin/mana pun, baik dengan perkataan secara langsung,
maupun hanya dengan kehadiran aktif mereka di tempat-tempat di mana terbentuk
opini publik atau di mana diterapkan norma-norma etis (seperti
pelayanan-pelayanan sosial, pelayanan-pelayanan demi kepentingan hak-hak
keluarga, kehidupan, dan lain-lain).»
118. Di
beberapa bidang, amatlah berharga katekese yang ditangani oleh para diakon:
hidup amal kasih dan keluarga. Kegiatan mereka dapat dikembangkan di antara
para narapidana, orang-orang sakit, orang-orang tua, orang-orang muda yang
berperilaku menyimpang, para imigran, dan lain-lain. Para diakon memiliki tugas
untuk memasukkan kekurangan[1]kekurangan seperti
itu ke dalam kegiatan kateketis komunitas-komunitas gerejawi sehingga menjiwai
seluruh kaum beriman menuju pendidikan yang benar dalam amal kasih. Selain itu,
para diakon permanen, yang menghayati Sakramen Perkawinan, karena status hidup
mereka yang khas, dipanggil secara khusus untuk menjadi saksi-saksi terpercaya
tentang keindahan sakramen ini. Mereka, dengan bantuan pasangan dan mungkin anak-anak
mereka, dapat melibatkan diri dalam katekese keluarga dan pendampingan seluruh
situasi yang membutuhkan perhatian khusus dan kelemahlembutan.
5
ORANG-ORANG
HIDUP BAKTI DALAM PELAYANAN KATEKESE
119.
Katekese merupakan ranah kerasulan istimewa bagi orang-orang hidup bakti.
Sesungguhnya, dalam sejarah Gereja mereka termasuk di antara tokoh-tokoh yang
paling mendedikasikan dirinya untuk animasi kateketis. Gereja memanggil secara
khusus orang-orang hidup bakti kepada kegiatan kateketis. Sumbangan mereka
dalam katekese itu autentik dan khusus, dan tidak dapatdigantikan oleh para
imam atau kaum awam. «Tugas pertama kaum hidup bakti adalah menampakkan
keajaiban yang dikerjakan oleh Allah dalam kemanusiaan yang rapuh dari
orang-orang yang dipanggil. Lebih dari sekadar kata-kata, mereka memberi
kesaksian atas keajaiban itu melalui bahasa yang menyentuh hati, yakni
perihidup yang telah berubah, yang mampu menimbulkan rasa kagum dalam
masyarakat.»13 Katekese pertama yang menantang adalah kehidupan orang-orang
hidup bakti, yang dengan menghidupi radikalitas injili, menjadi saksi tentang kepenuhan
yang dimungkinkan karena kehidupan dalam Kristus.
120.
Kekhasan karisma yang dimiliki tarekat berkembang apabila beberapa anggota
hidup baktinya menerima tugas katekese. «Sambil tetap mem[1]pertahankan keutuhan
sifat katekese itu sendiri, karisma-karisma berbagai komunitas religius
mengungkapkan tugas bersama ini namun dengan penekanan mereka sendiri, sering
dengan kedalaman religius, sosial dan pedagogis yang besar. Sejarah katekese
menunjukkan daya hidup yang telah dibawa oleh karisma-karisma ini bagi kegiatan
pendidikan Gereja, teristimewa bagi mereka yang telah menanamkan cita-cita
hidup mereka dalam katekese. Gereja terus menjadikan diri kuat dalam pelayanan
mereka dan menanti dengan pengharapan daya upaya yang dibarui untuk pelayanan
katekese.
6
KATEKIS AWAM
121. Kaum
awam melalui keikursertaan mereka dalam dunia memberikan pelayanan yang
berharga untuk evangelisasi: cara hidup mereka sebagai murid-murid Kristus
merupakan suatu bentuk pewartaan Injil. Mereka berbagi semua bentuk daya upaya
dengan orang-orang lain, meresapi realitas duniawi dengan semangat Injil:
evangelisasi «memperoleh ciri yang khas dan daya-guna yang istimewa justru
karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini» (LG 35). Kaum awam,
dengan memberi kesaksian Injil dalam berbagai konteks, memiliki kesempatan
untuk menafsirkan aneka realitas hidup secara kristiani, untuk berbicara
tentang Kristus dan nilai-nilai kristiani, untuk menjelaskan pilihan-pilihan
mereka. Katekese ini, yang bisa dikatakan spontan dan sesekali, sangat penting
sebab secara langsung berhubungan dengan kesaksian hidup.
122.
Panggilan kepada pelayanan katekese bersumber dari Sakramen Pembaptisan dan
diperkuat oleh Sakramen Krisma, sakramen-sakramen yang melaluinya awam
mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Selain
panggilan umum kepada kerasulan, beberapa kaum/umat beriman merasa dipanggil
oleh Allah untuk menerima tugas sebagai katekis dalam komunitas Kristiani,
untuk pelayanan kepada katekese yang lebih terorganisasi/teratur dan
terstruktur. Panggilan pribadi dari Yesus Kristus ini dan hubungan dengan-Nya
menjadi daya penggerak sejati untuk kegiatan katekis: «Pengetahuan penuh cinta
terhadap Kristus ini membangkitkan kerinduan untuk mewartakan, untuk “mengevangelisasi”
dan untuk membimbing orang lain kepada iman kepada Yesus Kristus.»15 Gereja
membangkitkan dan mempertimbangkan panggilan ilahi ini dan memberikan misi
untuk berkatekese.
123.
«Merasa dipanggil sebagai katekis dan menerima tugas perutusan dari Gereja
untuk melakukannya, sesungguhnya dapat memperoleh tingkat[1]tingkat pengabdian
yang berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu.
Kadang-kadang katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese untuk suatu
periode terbatas dalam hidupnya atau hanya kadang-kadang saja, namun itu masih
tetap merupakan pelayanan dan kerja sama yang berharga. Namun demikian,
pentingnya pelayanan katekese akan menganjurkan bahwa di setiap Keuskupan harus
ada sejumlah religius dan awam yang diakui secara publik dan mengabdikan diri
secara tetap dan murah hati bagi katekese, yang dalam kesatuan dengan para imam
dan Uskup, berkontribusi untuk memberikan bentuk gerejawi yang tepat kepada
pelayanan Keuskupan ini.»
Para
orang tua, pelaku-pelaku aktif katekese
124. «Bagi
para orang tua Kristiani, misi edukatif, yang berakar dalam partisipasi mereka
dalam karya penciptaan Allah, memiliki sumber yang baru dan khusus dalam
Sakramen Perkawinan, yang membaktikan mereka untuk pendidikan yang sungguh
Kristiani bagi anak-anak.» Para orang tua yang beriman, dengan contoh hidup
sehari-hari, memiliki kemampuan yang lebih menarik untuk meneruskan keindahan
iman Kristiani kepada anak-anak mereka. «Agar keluarga-keluarga semakin menjadi
pemeran aktif dalam kerasulan keluarga, diperlukan “suatu upaya evangelisasi
dan katekese di dalam keluarga” yang ditujukan kepada keluarga.» Tantangan terbesar,
dalam hal ini, adalah bahwa pasangan-pasangan, ibu-ibu dan bapak-bapak, sebagai
pelaku aktif katekese, harus mengatasi mentalitas pendelegasian yang sangat
umum, yang berpandangan bahwa urusan iman dikhususkan bagi para ahli pendidikan
agama. Mentalitas ini kadang-kadang didukung oleh komunitas itu sendiri yang
berusaha keras menyelenggarakan katekese dengan gaya keluarga dan bertolak dari
keluarga-keluarga itu sendiri. «Gereja dipanggil untuk bekerja sama dengan orang
tua melalui tindakan pastoral yang sesuai, membantu dalam pemenuhan misi
pendidikan mereka.»19
Bapak
dan ibu wali baptis, rekan kerja para orang tua
125. Dalam
proses inisiasi ke dalam hidup Kristiani, Gereja mengajak untuk mengevaluasi
kembali identitas dan misi dari bapak dan ibu wali baptis, sebagai pendukung
bagi tugas pendidikan dari para orang tua. Tugas mereka adalah «dengan semangat
kekeluargaan yang bersahabat menunjukkan kepada katekumen praktik Injil dalam
kehidupan pribadi dan masyarakat, membantunya dalam kebimbangan dan dalam
kecemasan, memberi kesaksian kepadanya dan memperhatikan perkembangan ke[1]hidupan
pembaptisannya.» Disadari bahwa sering kali pilihan itu tidak didorong oleh
iman, tetapi didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan keluarga dan masyarakat: hal
itu telah menyumbang tidak kecil terhadap kemerosotan nilai figur-figur
pendidik. Mengingat tanggung jawab yang dibawa oleh peran ini, komunitas
Kristiani hendaklah menunjukkan, dengan disermen dan semangat yang kreatif,
kepada para wali baptis proses katekese, yang akan membantu mereka menemukan
kembali karunia iman dan rasa menjadi bagian Gereja. Mereka yang ditunjuk untuk
peran ini kadang merasa tertantang untuk membangunkan kembali iman pem[1]baptisan dan memulai
langkah baru untuk komitmen dan kesaksian. Kemungkinan penolakan untuk
melaksanakan tugas itu dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang
harus dievaluasi dengan perhatian pastoral yang besar. Dalam kasus-kasus di
mana tidak terdapat syarat-syarat objektif bagi seseorang untuk melaksanakan
tugas ini, syarat-syarat yang harus ada dalam dialog yang mendahului pemilihan,
dalam persetujuan dengan keluarga-keluarga dan menurut disermen para pastor,
dapat ditunjuk para wali baptis dari antara para petugas pastoral (katekis,
pendidik, animator), yang menjadi saksi iman dan kehadiran gereja.
Pelayanan
para kakek dan nenek untuk penerusan iman
126.
Bersama para orang tua, ada kakek dan nenek, khususnya dalam budaya-budaya
tertentu, yang memainkan peran khusus dalam menerus[1]kan
iman kepada mereka yang lebih muda. Kitab Suci juga mencatat iman dari
kakek-nenek sebagai kesaksian bagi para anak-cucu mereka (bdk. 2Tim 1:5).
«Gereja selalu menaruh perhatian khusus kepada para kakek dan nenek, dengan
mengakui kekayaan besar mereka, baik dalam aspek kemanusiaan dan sosial, maupun
dalam aspek religius dan spiritual.» Ketika berhadapan dengan krisis
keluarga-keluarga, para kakek dan nenek, yang sering kali memiliki iman
Kristiani yang mendalam dan pengalaman masa lalu yang kaya, menjadi acuan
penting. Kenyataannya, kadang-kadang banyak orang menerima dari para kakek dan
nenek inisiasi mereka kepada/ke dalam kehidupan Kristiani. Sumbangan para kakek
dan nenek penting dalam katekese, baik karena lebih banyak waktu yang dapat mereka
dedikasikan maupun karena kemampuan mereka untuk men[1]dorong
generasi muda dengan daya afektif mereka. Kebijaksanaan mereka banyak kali
menentukan bagi pertumbuhan iman. Doa permohonan dan nyanyian pujian para kakek
dan nenek menopang komunitas yang bekerja dan berjuang dalam hidup.
Sumbangan
besar kaum perempuan pada/terhadap katekese
127. Kaum
perempuan melaksanakan peran yang berharga dalam keluarga-keluarga dan
komunitas-komunitas Kristiani, dengan memberikan pelayanan mereka sebagai
istri, ibu, katekis, pekerja dan profesional. Mereka memiliki Maria sebagai
teladan, “teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang
tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG
65). Yesus dengan Sabda dan sikap-sikap-Nya telah mengajarkan untuk mengakui
bernilainya perempuan/bahwa perempuan itu sungguh bernilai. Sesungguhnya, Ia menghendaki
mereka menjadi murid-murid (bdk. Mrk 15:40-41) dan mempercayakan kepada Maria
Magdalena dan perempuan-perempuan lain kegembiraan untuk mewartakan kepada para
Rasul berita tentang kebangkitan-Nya (bdk. Mat 28: 9-10; Mrk 16: 9-10; Luk 24:
8-9; Yoh 20: 18). Komunitas perdana, dengan cara yang sama, telah merasakan
kebutuhan untuk memiliki ajaran Yesus dan telah menerima kehadiran kaum perempuan
dalam karya evangelisasi sebagai sebuah anugerah yang berharga (bdk. Luk 8:
1-3; Yoh 4: 28-29).128. Komunitas-komunitas Kristiani dijiwai terus-menerus
oleh kejeniusan feminin supaya diakui sumbangan mereka dalam mewujudkan
kehidupan pastoral sebagai hal yang mendasar dan sangat diperlukan. Katekese adalah
salah satu dari pelayanan pastoral ini yang mengantar untuk mengenal sumbangan
besar yang diberikan oleh katekis-katekis perem[1]puan
yang dengan dedikasi, semangat dan kemampuan membaktikan diri mereka untuk
pelayanan ini. Dalam hidup mereka, mereka menyatakan gambaran keibuan, dengan
tahu bagaimana memberi kesaksian, juga dalam saat-saat sulit, akan kelembutan
dan kasih Gereja. Mereka mampu memahami, dengan suatu kepekaan khusus, teladan
Yesus: melayani dalam hal-hal kecil juga dalam hal-hal besar merupakan sikap
orang yang telah memahami sedalam-dalamnya kasih Allah kepada manusia dan tidak
dapat berbuat lain kecuali mencurahkan kasih itu kepada sesama, dengan memperhatikan
orang-orang dan hal-hal dalam dunia.
129.
Menghargai kepekaan khusus para perempuan dalam katekese, tidak berarti
mengesampingkan kehadiran para laki-laki yang sama pentingnya. Bahkan, dalam
terang perubahan-perubahan antropologis, hal itu sungguh perlu. Suatu
pertumbuhan manusiawi dan spiritual yang sehat, tidak dapat dilakukan tanpa
kedua kehadiran itu, sifat feminin dan maskulin. Oleh karena itu, komunitas
Kristiani hendaklah tahu menghargai baik kehadiran para katekis perempuan, yang
jumlahnya amat penting untuk katekese, maupun kehadiran para katekis laki-laki
yang saat ini memainkan suatu peran tak tergantikan, khususnya bagi para remaja
dan orang-orang muda. Perlu diapresiasi secara khusus kehadiran para katekis
laki-laki muda, yang membawa sumbangan khusus yakni antusiasme, kreativitas dan
98 Petunjuk untuk Katekesepengharapan. Mereka dipanggil untuk merasa
bertanggung jawab dalam penerusan iman.