Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Uskup-Imam-Diakon-Hidup Bakti-Awam-Katekis-Orangtua-Kakek/Nenek. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Uskup-Imam-Diakon-Hidup Bakti-Awam-Katekis-Orangtua-Kakek/Nenek. Tampilkan semua postingan

Senin, 30 Januari 2023

PELAKU KATEKESE

 



PELAKU KATEKESE

Petikan Bagian III dari  Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020

 

IDENTITAS DAN PANGGILAN KATEKIS

110. «Dalam pembangunan Tubuh Kristus terdapat aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh yang membagikan aneka anugerah-Nya sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja» (LG 7). Berdasarkan Pembaptisan dan Krisma, orang-orang Kristiani dipersatukan ke dalam Kristus dan mengambil bagian pada tugasnya sebagai imam, nabi dan raja (bdk. LG 31; AA 2); mereka adalah saksi-saksi pewartaan Injil dengan kata dan teladan hidup Kristiani; namun beberapa saksi «dapat dipanggil untuk bekerja sama dengan Uskup dan dengan para presbiter dalam melaksanakan pelayanan Sabda.» Di antara seluruh pelayanan dan karya, yang dilakukan Gereja dalam misi evangelisasinya, «pelayanan katekese» menempati posisi penting, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan iman. Pelayanan ini mengantar kepada iman dan, bersama dengan pelayanan liturgis, melahirkan anak-anak Allah dalam rahim Gereja. Maka panggilan khusus katekis berakar pada panggilan umum umat Allah, yang dipanggil untuk melayani rencana penyelamatan Allah demi umat manusia.

111. Seluruh komunitas Kristiani bertanggung jawab atas pelayanan katekese, namun masing-masing sesuai dengan situasi khas dan perannya dalam Gereja: pelayan-pelayan tertahbis, orang-orang hidup bakti dan umat awam. «Melalui mereka semua dan fungsi mereka yang berbeda-beda, pelayanan kateketis meneruskan Sabda secara lengkap dan memberi kesaksian tentang realitas Gereja. Seandainya satu dari bentuk-bentuk kehadiran ini tidak ada, maka katekese akan kehilangan sebagian kekayaan serta arti pentingnya.» Katekis menjadi bagian dari sebuah komunitas Kristiani dan merupakan ungkapannya. Pelayanannya dihayati dalam suatu komunitas yang merupakan subjek utama pendampingan dalam iman.

112. Katekis adalah seorang Kristiani yang menerima dalam iman panggilan khusus dari Allah yang memampukannya untuk melayani penerusan iman dan tugas untuk mengawali kepada hidup Kristiani. Sebab-sebab langsung seorang katekis dipanggil untuk melayani Sabda Allah sangat bervariasi, namun semuanya merupakan mediasi yang, melalui Gereja, digunakan Allah untuk memanggil kepada pelayanan-Nya. Karena panggilan ini, katekis diutus mengambil bagian dalam misi Yesus untuk mengantar murid-murid masuk ke dalam hubungan keputraan-Nya dengan Bapa. Maka, pelaku sebenarnya dari setiap katekese sejati adalah Roh Kudus yang, melalui persatuan mendalam yang dipelihara katekis bersama Kristus, membuat usaha-usaha manusiawi dalam kegiatan katekese berhasil. Kegiatan ini berlangsung di dalam rahim Gereja: katekis adalah saksi dari Tradisinya yang hidup dan mediator yang mempermudah masuknya murid-murid Kristus yang baru ke dalam Tubuh gerejawi-Nya.

113. Berkat iman dan pengurapan pembaptisan, dalam kerja sama dengan ajaran Kristus dan sebagai hamba tindakan Roh Kudus, seorang katekis adalah:

a. saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah; dengan mengalami kebaikan dan kebenaran Injil dalam perjumpaannya dengan pribadi Yesus, katekis menjaga, memelihara dan memberi kesaksian akan hidup baru yang berasal dari-Nya dan menjadi tanda bagi orang-orang lain. Iman mencakup ingatan akan sejarah Allah bersama manusia. Menjaga ingatan ini, membangkitkannya dalam diri orang-orang lain dan  menempatkannya pada pelayanan pewartaan merupakan panggilan khusus katekis. Kesaksian hidup itu penting supaya perutusan dapat dipercaya. Dengan mengakui kerapuhan-kerapuhan diri sendiri di hadapan Allah yang berbelas kasihan, katekis tidak pernah berhenti menjadi tanda pengharapan bagi saudara-saudara;

b. guru dan mistagogi yang mengantar ke dalam misteri Allah, yang diwahyukan dalam Paskah Kristus; sebagai ikon dari Yesus Guru, katekis memiliki tugas ganda untuk meneruskan isi iman dan membimbing kepada misteri iman tersebut. Katekis dipanggil untuk menyingkapkan kebenaran tentang manusia dan panggilannya yang utama, dengan mengomunikasikan pengetahuan tentang Kristus dan, pada saat yang sama, untuk mengantar ke dalam berbagai dimensi hidup Kristiani, dengan menyingkapkan misteri keselamatan yang terkandung dalam warisan iman dan terlaksana dalam liturgi Gereja;

c. pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan oleh Gereja kepadanya; katekis adalah ahli dalam seni pendampingan , memiliki kompetensi edukatif, tahu mendengarkan dan masuk dalam dinamika pendewasaan manusia, menjadi teman seperjalanan dengan kesabaran dan cita rasa kebertahapan, dengan ketaatan terhadap karya Roh, dalam proses pembinaan, dengan membantu saudara-saudara untuk menjadi matang dalam hidup Kristiani dan berjalan menuju Allah. Katekis, ahli dalam kemanusiaan, mengetahui kegembiraan dan pengharapan manusia, kesedihan dan kecemasannya (bdk. GS 1) dan tahu menempatkan semuanya dalam hubungan dengan Injil Yesus.

 

2

USKUP KATEKIS YANG PERTAMA

114. «Uskup adalah pewarta Injil yang pertama dengan kata-kata dan kesaksian hidup». Sebagai penanggung jawab pertama untuk katekese di keuskupannya, dia memiliki fungsi utama, dalam kesatuan erat dengan khotbah, memajukan katekese dan menyelenggarakan berbagai bentuk katekese yang perlu bagi umat beriman sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang dikeluarkan Takhta Apostolik. Uskup, selain dalam kerja sama yang berharga dengan Kantor-kantor Keuskupan, dapat memanfaat[1]kan bantuan dari para ahli teologi, kateketik dan ilmu-ilmu manusia, demikian juga pusat-pusat pendidikan dan penelitian kateketis. Perhatian Uskup untuk kegiatan kateketis mengundangnya supaya:

a. memiliki perhatian terhadap katekese dengan melibatkan diri secara langsung dalam penerusan Injil dan dengan menjaga keutuhan warisan iman;

b. menjamin inkulturasi iman di wilayah dengan memberikan prioritas kepada katekese yang efektif;

c. mengembangkan suatu proyek katekese global, yang melayani kebutuhan-kebutuhan umat Allah dan selaras dengan rencana-rencana pastoral keuskupan dan Konferensi para Uskup.

d. membangkitkan dan mempertahankan «suatu antusiasme yang menggebu-gebu terhadap katekese, suatu antusiasme yang mendapat wahananya dalam suatu organisasi yang memadai dan efektif, dengan mengerahkan tenaga-tenaga, upaya-upaya serta perlengkapan yang dibutuhkan, termasuk sumber keuangan»;

e. memperhatikan agar «para katekis dipersiapkan dengan baik untuk tugas mereka, mengenal secara mendalam ajaran Gereja dan mem[1]pelajari secara teoretis dan praktis hukum-hukum psikologis dan bahan-bahan pedagogis» (CD 14);

f. memperhatikan kualitas teks-teks dan sarana-sarana katekese.

 

Uskup merasakan kemendesakan, sekurang-kurangnya dalam waktu-waktu  penting tahun liturgis, secara khusus dalam masa Prapaska, untuk memanggil umat Allah dalam katedralnya untuk melaksanakan katekese.

3

IMAM DALAM KATEKESE

115. Imam, sebagai rekan kerja pertama Uskup dan karena mandat Uskup, dalam kualitas sebagai pendidik dalam iman (bdk. PO 6), mempunyai tanggung jawab untuk menganimasi, mengoordinasi dan mengarahkan kegiatan kateketis komunitas yang telah dipercayakan kepadanya. «Acuan kepada Magisterium Uskup dalam satu-satunya presbiterium keuskupan dan ketaatan kepada pedoman-pedoman, yang dalam hal katekese dikeluarkan oleh setiap gembala dan Konferensi para Uskup untuk kebaikan kaum beriman, bagi imam merupakan unsur-unsur untuk dinilai yang harus dihargai dalam kegiatan kateketis.» Para imam memikirkan dan menggalakkan panggilan dan pelayanan katekis-katekis.

116. Pastor paroki adalah katekis pertama dalam komunitas paroki. Tugas-tugas pastor paroki dan imam pada umumnya dalam katekese adalah:

a. mendedikasikan diri dengan daya upaya yang cakap dan murah hati untuk katekese umat beriman yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, dengan menggunakan setiap kesempatan yang diberikan oleh kehidupan paroki dan lingkungan sosio-budaya untuk mewartakan Injil.

 b. memelihara hubungan antara katekese, liturgi dan karya amal kasih,dengan menghargai secara khusus hari Minggu sebagai hari Tuhan dan komunitas Kristiani;

c. membangkitkan dalam komunitas rasa tanggung jawab terhadap katekese dan membuat disermen panggilan-panggilan khusus terkait katekese, dengan menyatakan rasa syukur dan meningkatkan pelayan[1]an yang diberikan oleh katekis-katekis;

d. menyelenggarakan perencanaan katekese, yang terintegrasi dalam rencana pastoral komunitas, dengan mengandalkan kerja sama dari katekis-katekis. Adalah baik untuk menjalani berbagai tahap analisis, perencanaan, pemilihan sarana-sarana, pelaksanaan praktis dan evaluasi;

e. menjamin hubungan antara katekese dalam komunitasnya dengan program pastoral keuskupan, dengan menghindari setiap bentuk subjektivisme dalam pelaksanaan pelayanan suci;

f. sebagai katekis bagi para katekis, memperhatikan pembinaan mereka, dengan memberikan usaha maksimal untuk tugas ini dan mendampingi mereka mencapai kematangan iman; selain itu, menghargai kelompok para katekis sebagai ruang lingkup persekutuan dan tanggung jawab bersama yang perlu untuk pembinaan autentik.

4

DIAKON DALAM KATEKESE

117. Pelayanan Sabda Allah, di samping pelayanan liturgi dan amal kasih, merupakan pelayanan yang dijalankan diakon-diakon untuk menghadirkan di komunitas, Kristus yang karena cinta menjadi Hamba (bdk. Luk 22: 27; Flp 2: 5-11). Para diakon, selain dilibatkan dalam homili, dipanggil kepada suatu «perhatian yang penuh semangat pada katekese umat beriman dalam berbagai tahap hidup Kristiani, sehingga membantu mereka mengenal iman kepada Kristus, meneguhkan iman itu dengan penerimaan sakramen[1]sakramen dan mengekpresikan iman dalam kehidupan pribadi, keluarga, profesi dan sosial.» Para diakon akan terlibat dalam program-program kateketis keuskupan dan paroki, terutama menyangkut prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pewartaan pertama. Mereka juga dipanggil untuk mewartakan «Sabda di lingkungan profesional yang mungkin/mana pun, baik dengan perkataan secara langsung, maupun hanya dengan kehadiran aktif mereka di tempat-tempat di mana terbentuk opini publik atau di mana diterapkan norma-norma etis (seperti pelayanan-pelayanan sosial, pelayanan-pelayanan demi kepentingan hak-hak keluarga, kehidupan, dan lain-lain).»

118. Di beberapa bidang, amatlah berharga katekese yang ditangani oleh para diakon: hidup amal kasih dan keluarga. Kegiatan mereka dapat dikembangkan di antara para narapidana, orang-orang sakit, orang-orang tua, orang-orang muda yang berperilaku menyimpang, para imigran, dan lain-lain. Para diakon memiliki tugas untuk memasukkan kekurangan[1]kekurangan seperti itu ke dalam kegiatan kateketis komunitas-komunitas gerejawi sehingga menjiwai seluruh kaum beriman menuju pendidikan yang benar dalam amal kasih. Selain itu, para diakon permanen, yang menghayati Sakramen Perkawinan, karena status hidup mereka yang khas, dipanggil secara khusus untuk menjadi saksi-saksi terpercaya tentang keindahan sakramen ini. Mereka, dengan bantuan pasangan dan mungkin anak-anak mereka, dapat melibatkan diri dalam katekese keluarga dan pendampingan seluruh situasi yang membutuhkan perhatian khusus dan kelemahlembutan.

 

5

ORANG-ORANG HIDUP BAKTI DALAM PELAYANAN KATEKESE

119. Katekese merupakan ranah kerasulan istimewa bagi orang-orang hidup bakti. Sesungguhnya, dalam sejarah Gereja mereka termasuk di antara tokoh-tokoh yang paling mendedikasikan dirinya untuk animasi kateketis. Gereja memanggil secara khusus orang-orang hidup bakti kepada kegiatan kateketis. Sumbangan mereka dalam katekese itu autentik dan khusus, dan tidak dapatdigantikan oleh para imam atau kaum awam. «Tugas pertama kaum hidup bakti adalah menampakkan keajaiban yang dikerjakan oleh Allah dalam kemanusiaan yang rapuh dari orang-orang yang dipanggil. Lebih dari sekadar kata-kata, mereka memberi kesaksian atas keajaiban itu melalui bahasa yang menyentuh hati, yakni perihidup yang telah berubah, yang mampu menimbulkan rasa kagum dalam masyarakat.»13 Katekese pertama yang menantang adalah kehidupan orang-orang hidup bakti, yang dengan menghidupi radikalitas injili, menjadi saksi tentang kepenuhan yang dimungkinkan karena kehidupan dalam Kristus.

120. Kekhasan karisma yang dimiliki tarekat berkembang apabila beberapa anggota hidup baktinya menerima tugas katekese. «Sambil tetap mem[1]pertahankan keutuhan sifat katekese itu sendiri, karisma-karisma berbagai komunitas religius mengungkapkan tugas bersama ini namun dengan penekanan mereka sendiri, sering dengan kedalaman religius, sosial dan pedagogis yang besar. Sejarah katekese menunjukkan daya hidup yang telah dibawa oleh karisma-karisma ini bagi kegiatan pendidikan Gereja, teristimewa bagi mereka yang telah menanamkan cita-cita hidup mereka dalam katekese. Gereja terus menjadikan diri kuat dalam pelayanan mereka dan menanti dengan pengharapan daya upaya yang dibarui untuk pelayanan katekese.

 

6

KATEKIS AWAM

121. Kaum awam melalui keikursertaan mereka dalam dunia memberikan pelayanan yang berharga untuk evangelisasi: cara hidup mereka sebagai murid-murid Kristus merupakan suatu bentuk pewartaan Injil. Mereka berbagi semua bentuk daya upaya dengan orang-orang lain, meresapi realitas duniawi dengan semangat Injil: evangelisasi «memperoleh ciri yang khas dan daya-guna yang istimewa justru karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini» (LG 35). Kaum awam, dengan memberi kesaksian Injil dalam berbagai konteks, memiliki kesempatan untuk menafsirkan aneka realitas hidup secara kristiani, untuk berbicara tentang Kristus dan nilai-nilai kristiani, untuk menjelaskan pilihan-pilihan mereka. Katekese ini, yang bisa dikatakan spontan dan sesekali, sangat penting sebab secara langsung berhubungan dengan kesaksian hidup.

122. Panggilan kepada pelayanan katekese bersumber dari Sakramen Pembaptisan dan diperkuat oleh Sakramen Krisma, sakramen-sakramen yang melaluinya awam mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Selain panggilan umum kepada kerasulan, beberapa kaum/umat beriman merasa dipanggil oleh Allah untuk menerima tugas sebagai katekis dalam komunitas Kristiani, untuk pelayanan kepada katekese yang lebih terorganisasi/teratur dan terstruktur. Panggilan pribadi dari Yesus Kristus ini dan hubungan dengan-Nya menjadi daya penggerak sejati untuk kegiatan katekis: «Pengetahuan penuh cinta terhadap Kristus ini membangkitkan kerinduan untuk mewartakan, untuk “mengevangelisasi” dan untuk membimbing orang lain kepada iman kepada Yesus Kristus.»15 Gereja membangkitkan dan mempertimbangkan panggilan ilahi ini dan memberikan misi untuk berkatekese.

123. «Merasa dipanggil sebagai katekis dan menerima tugas perutusan dari Gereja untuk melakukannya, sesungguhnya dapat memperoleh tingkat[1]tingkat pengabdian yang berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu. Kadang-kadang katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese untuk suatu periode terbatas dalam hidupnya atau hanya kadang-kadang saja, namun itu masih tetap merupakan pelayanan dan kerja sama yang berharga. Namun demikian, pentingnya pelayanan katekese akan menganjurkan bahwa di setiap Keuskupan harus ada sejumlah religius dan awam yang diakui secara publik dan mengabdikan diri secara tetap dan murah hati bagi katekese, yang dalam kesatuan dengan para imam dan Uskup, berkontribusi untuk memberikan bentuk gerejawi yang tepat kepada pelayanan Keuskupan ini.»

Para orang tua, pelaku-pelaku aktif katekese

124. «Bagi para orang tua Kristiani, misi edukatif, yang berakar dalam partisipasi mereka dalam karya penciptaan Allah, memiliki sumber yang baru dan khusus dalam Sakramen Perkawinan, yang membaktikan mereka untuk pendidikan yang sungguh Kristiani bagi anak-anak.» Para orang tua yang beriman, dengan contoh hidup sehari-hari, memiliki kemampuan yang lebih menarik untuk meneruskan keindahan iman Kristiani kepada anak-anak mereka. «Agar keluarga-keluarga semakin menjadi pemeran aktif dalam kerasulan keluarga, diperlukan “suatu upaya evangelisasi dan katekese di dalam keluarga” yang ditujukan kepada keluarga.» Tantangan terbesar, dalam hal ini, adalah bahwa pasangan-pasangan, ibu-ibu dan bapak-bapak, sebagai pelaku aktif katekese, harus mengatasi mentalitas pendelegasian yang sangat umum, yang berpandangan bahwa urusan iman dikhususkan bagi para ahli pendidikan agama. Mentalitas ini kadang-kadang didukung oleh komunitas itu sendiri yang berusaha keras menyelenggarakan katekese dengan gaya keluarga dan bertolak dari keluarga-keluarga itu sendiri. «Gereja dipanggil untuk bekerja sama dengan orang tua melalui tindakan pastoral yang sesuai, membantu dalam pemenuhan misi pendidikan mereka.»19

Bapak dan ibu wali baptis, rekan kerja para orang tua

125. Dalam proses inisiasi ke dalam hidup Kristiani, Gereja mengajak untuk mengevaluasi kembali identitas dan misi dari bapak dan ibu wali baptis, sebagai pendukung bagi tugas pendidikan dari para orang tua. Tugas mereka adalah «dengan semangat kekeluargaan yang bersahabat menunjukkan kepada katekumen praktik Injil dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, membantunya dalam kebimbangan dan dalam kecemasan, memberi kesaksian kepadanya dan memperhatikan perkembangan ke[1]hidupan pembaptisannya.» Disadari bahwa sering kali pilihan itu tidak didorong oleh iman, tetapi didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan keluarga dan masyarakat: hal itu telah menyumbang tidak kecil terhadap kemerosotan nilai figur-figur pendidik. Mengingat tanggung jawab yang dibawa oleh peran ini, komunitas Kristiani hendaklah menunjukkan, dengan disermen dan semangat yang kreatif, kepada para wali baptis proses katekese, yang akan membantu mereka menemukan kembali karunia iman dan rasa menjadi bagian Gereja. Mereka yang ditunjuk untuk peran ini kadang merasa tertantang untuk membangunkan kembali iman pem[1]baptisan dan memulai langkah baru untuk komitmen dan kesaksian. Kemungkinan penolakan untuk melaksanakan tugas itu dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang harus dievaluasi dengan perhatian pastoral yang besar. Dalam kasus-kasus di mana tidak terdapat syarat-syarat objektif bagi seseorang untuk melaksanakan tugas ini, syarat-syarat yang harus ada dalam dialog yang mendahului pemilihan, dalam persetujuan dengan keluarga-keluarga dan menurut disermen para pastor, dapat ditunjuk para wali baptis dari antara para petugas pastoral (katekis, pendidik, animator), yang menjadi saksi iman dan kehadiran gereja.

 

Pelayanan para kakek dan nenek untuk penerusan iman

126. Bersama para orang tua, ada kakek dan nenek, khususnya dalam budaya-budaya tertentu, yang memainkan peran khusus dalam menerus[1]kan iman kepada mereka yang lebih muda. Kitab Suci juga mencatat iman dari kakek-nenek sebagai kesaksian bagi para anak-cucu mereka (bdk. 2Tim 1:5). «Gereja selalu menaruh perhatian khusus kepada para kakek dan nenek, dengan mengakui kekayaan besar mereka, baik dalam aspek kemanusiaan dan sosial, maupun dalam aspek religius dan spiritual.» Ketika berhadapan dengan krisis keluarga-keluarga, para kakek dan nenek, yang sering kali memiliki iman Kristiani yang mendalam dan pengalaman masa lalu yang kaya, menjadi acuan penting. Kenyataannya, kadang-kadang banyak orang menerima dari para kakek dan nenek inisiasi mereka kepada/ke dalam kehidupan Kristiani. Sumbangan para kakek dan nenek penting dalam katekese, baik karena lebih banyak waktu yang dapat mereka dedikasikan maupun karena kemampuan mereka untuk men[1]dorong generasi muda dengan daya afektif mereka. Kebijaksanaan mereka banyak kali menentukan bagi pertumbuhan iman. Doa permohonan dan nyanyian pujian para kakek dan nenek menopang komunitas yang bekerja dan berjuang dalam hidup.

Sumbangan besar kaum perempuan pada/terhadap katekese

127. Kaum perempuan melaksanakan peran yang berharga dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas Kristiani, dengan memberikan pelayanan mereka sebagai istri, ibu, katekis, pekerja dan profesional. Mereka memiliki Maria sebagai teladan, “teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG 65). Yesus dengan Sabda dan sikap-sikap-Nya telah mengajarkan untuk mengakui bernilainya perempuan/bahwa perempuan itu sungguh bernilai. Sesungguhnya, Ia menghendaki mereka menjadi murid-murid (bdk. Mrk 15:40-41) dan mempercayakan kepada Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain kegembiraan untuk mewartakan kepada para Rasul berita tentang kebangkitan-Nya (bdk. Mat 28: 9-10; Mrk 16: 9-10; Luk 24: 8-9; Yoh 20: 18). Komunitas perdana, dengan cara yang sama, telah merasakan kebutuhan untuk memiliki ajaran Yesus dan telah menerima kehadiran kaum perempuan dalam karya evangelisasi sebagai sebuah anugerah yang berharga (bdk. Luk 8: 1-3; Yoh 4: 28-29).128. Komunitas-komunitas Kristiani dijiwai terus-menerus oleh kejeniusan feminin supaya diakui sumbangan mereka dalam mewujudkan kehidupan pastoral sebagai hal yang mendasar dan sangat diperlukan. Katekese adalah salah satu dari pelayanan pastoral ini yang mengantar untuk mengenal sumbangan besar yang diberikan oleh katekis-katekis perem[1]puan yang dengan dedikasi, semangat dan kemampuan membaktikan diri mereka untuk pelayanan ini. Dalam hidup mereka, mereka menyatakan gambaran keibuan, dengan tahu bagaimana memberi kesaksian, juga dalam saat-saat sulit, akan kelembutan dan kasih Gereja. Mereka mampu memahami, dengan suatu kepekaan khusus, teladan Yesus: melayani dalam hal-hal kecil juga dalam hal-hal besar merupakan sikap orang yang telah memahami sedalam-dalamnya kasih Allah kepada manusia dan tidak dapat berbuat lain kecuali mencurahkan kasih itu kepada sesama, dengan memperhatikan orang-orang dan hal-hal dalam dunia.

129. Menghargai kepekaan khusus para perempuan dalam katekese, tidak berarti mengesampingkan kehadiran para laki-laki yang sama pentingnya. Bahkan, dalam terang perubahan-perubahan antropologis, hal itu sungguh perlu. Suatu pertumbuhan manusiawi dan spiritual yang sehat, tidak dapat dilakukan tanpa kedua kehadiran itu, sifat feminin dan maskulin. Oleh karena itu, komunitas Kristiani hendaklah tahu menghargai baik kehadiran para katekis perempuan, yang jumlahnya amat penting untuk katekese, maupun kehadiran para katekis laki-laki yang saat ini memainkan suatu peran tak tergantikan, khususnya bagi para remaja dan orang-orang muda. Perlu diapresiasi secara khusus kehadiran para katekis laki-laki muda, yang membawa sumbangan khusus yakni antusiasme, kreativitas dan 98 Petunjuk untuk Katekesepengharapan. Mereka dipanggil untuk merasa bertanggung jawab dalam penerusan iman.