Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Kuasa Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuasa Kepemimpinan. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Oktober 2022

KHK kan.95-kan 144 Norma Umum Perseorangan, Badan Hukum, Tindakan Yuridis

 Buku I Norma-norma Umum



JUDUL VI PERSEORANGAN (PERSONA PHYSICA) DAN BADAN HUKUM (PERSONA IURIDICA)

BAB I KEDUDUKAN KANONIK PERSEORANGAN

Kan. 96 - Dengan baptis seseorang digabungkan pada Gereja Kristus dan menjadi persona di dalamnya, dengan tugas-tugas dan hak-hak yang khas bagi orang kristiani menurut kedudukan masing-masing, sejauh mereka berada dalam kesatuan gerejawi dan kalau tidak terhalang oleh hukuman yang dikenakan secara legitim.

Kan. 97 - § 1. Persona yang berumur genap delapanbelas tahun adalah dewasa; sedangkan yang di bawah umur itu, belum dewasa.

§ 2. Yang belum dewasa, sebelum genap tujuh tahun, disebut kanak-kanak dan dianggap belum dapat bertanggungjawab atas tindakannya sendiri (non sui compos); tetapi setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat menggunakan akal-budinya.

Kan. 98 - § 1. Persona dewasa mempunyai pelaksanaan penuh dari hak-haknya.

§ 2. Persona yang belum dewasa dalam melaksanakan haknya tetap dibawah kuasa orangtua atau wali, kecuali dalam hal-hal persona yang belum dewasa menurut hukum ilahi atau hukum kanonik bebas dari kuasa mereka; mengenai pengangkatan para wali dan kewenangan mereka hendaknya ditepati ketentuan hukum sipil, kecuali dalam hukum kanonik ditentukan lain, atau Uskup diosesan dalam kasus-kasus terten-tu atas alasan yang wajar berpendapat bahwa harus ditunjuk seorang wali lain.

Kan. 99 - Siapa pun yang secara terus-menerus tidak dapat memakai akal-budinya, dianggap sebagai tidak dapat bertanggungjawab atas tindakannya sendiri dan disamakan dengan kanak-kanak.

Kan. 100 - Persona disebut penduduk di tempat ia berdomisili; pendu-duk sementara di tempat ia mempunyai kuasi-domisili; pendatang, kalau ia berada di luar domisili dan kuasi-domisili yang masih ia pertahankan; pengembara, kalau ia tidak mempunyai domisili atau kuasi-domisili di manapun.

Kan. 101 - § 1. Tempat asal seorang anak, juga seorang yang baru dibaptis, ialah tempat domisili orangtua ketika anak itu lahir atau, kalau domisili itu tidak ada, kuasi-domisili orangtuanya, atau jika orangtuanya tidak mempunyai domisili atau kuasi-domisili yang sama, tempat asal anak ialah domisili atau kuasi-domisili ibunya.

§ 2. Mengenai anak orang-orang pengembara, tempat asal ialah tempat ia dilahirkan; dalam hal anak yang ditemukan, tempat asal ialah tempat ia ditemukan.

Kan. 102 - § 1. Domisili diperoleh dengan bertempat-tinggal di wilayah suatu paroki atau sekurang-kurangnya keuskupan, dengan maksud untuk tinggal secara tetap di sana dan tidak ada alasan untuk berpindah, atau sudah berada di situ selama genap lima tahun.

§ 2. Kuasi-domisili diperoleh dengan bertempat-tinggal di wilayah suatu paroki atau sekurang-kurangnya keuskupan, dengan maksud untuk tinggal di sana sekurang-kurangnya selama tiga bulan dan tidak ada alasan untuk berpindah, atau kalau ternyata sudah berada di situ selama tiga bulan.

§ 3. Domisili atau kuasi-domisili di wilayah paroki disebut domisili atau kuasi-domisili parokial, di wilayah keuskupan disebut domisili atau kuasi-domisili diosesan, walaupun tidak di paroki.

Kan. 103 - Anggota-anggota tarekat religius dan serikat hidup kerasulan memperoleh domisili di tempat di mana rumah terletak dan mereka terdaftar; kuasi-domisili, di rumah mereka sedang berada, sesuai dengan norma kan. 102, § 2.

Kan. 104 - Suami-istri mempunyai domisili atau kuasi-domisili bersama; karena perpisahan yang legitim atau karena alasan lain yang wajar, keduanya dapat mempunyai domisili atau kuasi-domisili sendiri-sendiri.

Kan. 105 - § 1. Persona yang belum dewasa dengan sendirinya mempunyai domisili dan kuasi-domisili orang yang berkuasa atas dirinya. Kalau sudah melewati usia kanak-kanak, ia dapat juga memper-oleh kuasi-domisili sendiri; malahan domisili, kalau ia secara legitim telah berdiri sendiri menurut norma hukum sipil.

§ 2. Barangsiapa secara legitim diserahkan dibawah perwalian atau pengawasan orang lain tidak karena alasan belum dewasa, mempunyai domisili atau kuasi-domisili wali atau penanggungjawabnya.

Kan. 106 - Domisili dan kuasi-domisili hilang dengan perginya seseorang dari tempat itu dengan niat untuk tidak kembali lagi, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 105.

Kan. 107 - § 1. Baik melalui domisili maupun melalui kuasi-domisili setiap orang mendapat Pastor Paroki dan Ordinarisnya.

§ 2. Pastor Paroki atau Ordinaris dari pengembara ialah Pastor Paroki atau Ordinaris tempat ia sedang berada.

§ 3. Pastor Paroki dari orang yang hanya mempunyai domisili atau kuasi-domisili diosesan ialah Pastor Paroki tempat ia sedang berada.

Kan. 108 - § 1. Hubungan darah dihitung dengan garis dan tingkat.

§ 2. Dalam garis lurus jumlah tingkat sama dengan jumlah keturunan atau pun jumlah orang tanpa menghitung pokoknya.

§ 3. Dalam garis menyamping jumlah tingkat sama dengan jumlah orang dalam kedua garis bersama-sama, tanpa menghitung pokoknya.

Kan. 109 - § 1. Hubungan semenda timbul dari perkawinan yang sah, walaupun tidak consummatum, dan berlaku antara suami dan orang yang mempunyai hubungan darah dengan istrinya, demikian juga antara istri dan orang yang mempunyai hubungan darah dengan suaminya.

§ 2. Hubungan semenda dihitung demikian sehingga orang yang mempunyai hubungan darah dengan suami merupakan keluarga semenda istri dalam garis dan tingkat yang sama, dan sebaliknya.

Kan. 110 - Anak yang diadopsi menurut norma hukum sipil, dianggap sebagai anak dari orang atau orang-orang yang mengadopsinya.

Kan. 111 - § 1. Dengan menerima baptis tercatatlah sebagai anggota Gereja Latin anak dari orangtua yang keduanya anggota Gereja itu, atau kalau salah satu dari orangtuanya bukan anggota Gereja itu, keduanya sepakat supaya anak dibaptis dalam Gereja Latin; kalau mereka tidak sepakat, anak itu tercatat pada Gereja ritus ayahnya.

§ 2. Setiap calon baptis yang telah berumur genap empatbelas tahun, dapat memilih dengan bebas untuk dibaptis dalam Gereja Latin atau dalam Gereja ritus lain yang mandiri (sui iuris); dalam kasus itu, ia menjadi anggota Gereja yang dipilihnya.

Kan. 112 - § 1. Yang menjadi anggota Gereja ritus lain yang mandiri sesudah penerimaan baptis, ialah:

1° yang mendapat izin dari Takhta Apostolik;

2° pasangan yang pada waktu melangsungkan perkawinan atau selama hidup perkawinannya menyatakan bahwa ia mau pindah ke Gereja ritus yang mandiri dari pasangannya; tetapi kalau perkawinan berakhir, ia dapat dengan bebas kembali ke Gereja Latin;

3° anak-anak dari mereka yang disebut dalam no. l dan 2, sebelum berumur genap empatbelas tahun, dan juga anak-anak dari pihak katolik dalam perkawinan campur yang secara legitim pindah ke Gereja ritus lain; tetapi kalau mereka sudah mencapai umur itu, mereka dapat kembali ke Gereja Latin;

§ 2. Kebiasaan, walaupun lama, untuk menerima sakramen-sakramen menurut ritus suatu Gereja ritus yang mandiri, tidak mengakibatkan orang menjadi anggotanya.

BAB II BADAN HUKUM

Kan. 113 - § 1. Gereja katolik dan Takhta Apostolik merupakan persona moral (moralis persona) atas penetapan hukum ilahi sendiri.

§ 2. Selain perseorangan, dalam Gereja juga ada badan hukum yakni subyek kewajiban dan hak dalam hukum kanonik sesuai dengan sifat khas masing-masing.

Kan. 114 - § 1. Menurut ketentuan hukum sendiri atau berdasarkan pemberian khusus oleh otoritas yang berwenang melalui suatu dekret, badan hukum dibentuk dari kelompok orang atau kelompok benda yang terarah pada tujuan yang sesuai dengan misi Gereja dan yang mengatasi tujuan masing-masing anggota.

§ 2. Tujuan yang disebut dalam § 1 ialah yang berkaitan dengan karya kesalehan, kerasulan atau amal, baik spiritual maupun keduniaan.

§ 3. Otoritas Gereja yang berwenang jangan memberikan status badan hukum kecuali kepada kelompok orang atau kelompok benda dengan tujuan yang nyata-nyata berguna dan yang, sesudah dipertim-bangkan segala sesuatunya, mempunyai sarana-sarana yang diperkira-kan dapat mencukupi untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

Kan. 115 - § 1. Badan hukum dalam Gereja adalah kelompok orang atau kelompok benda.

§ 2. Kelompok orang yang hanya dapat dibentuk sebagai badan hukum sekurang-kurangnya dari tiga orang, adalah kolegial, kalau kegiatannya ditentukan oleh anggota-anggota yang bersama-sama mengambil keputusan, baik dengan hak yang sama maupun tidak, menurut norma hukum dan statuta; kalau tidak, disebut non-kolegial.

§ 3. Kelompok benda atau fundasi (fundatio) yang otonom terdiri dari harta atau kekayaan, baik spiritual maupun materiil, dan, sesuai dengan norma hukum dan statuta, dipimpin oleh satu atau beberapa orang ataupun kolegium.

Kan. 116 - § 1. Badan hukum publik adalah kelompok orang atau kelompok benda yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang agar dalam batas-batas yang ditentukan melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya atas nama Gereja demi kesejahteraan umum, menurut norma ketentuan hukum; badan hukum lain disebut privat.

§ 2. Badan hukum publik diberi status badan hukum, baik menurut hukum sendiri maupun oleh dekret khusus yang memberikannya secara jelas dari otoritas yang berwenang; badan hukum privat diberi status badan hukum tersebut hanya melalui dekret khusus yang memberikannya secara jelas dari otoritas yang berwenang.

Kan. 117 - Tiada kelompok orang atau kelompok benda yang bermaksud memperoleh status badan hukum dapat memperolehnya, kecuali statutanya disetujui oleh kuasa yang berwenang.

Kan. 118 - Yang mewakili badan hukum publik dan bertindak atas namanya ialah mereka yang kompetensinya diakui oleh hukum universal atau partikular atau oleh statutanya sendiri; badan hukum privat diwakili oleh mereka yang kompetensinya itu diberikan melalui statuta.

Kan. 119 - Untuk tindakan-tindakan kolegial, kecuali ditentukan lain dalam hukum atau statuta, berlaku ketentuan sebagai berikut:

1° dalam hal pemilihan, hasil yang disetujui mayoritas mutlak dari mereka yang hadir mempunyai kekuatan hukum, asalkan hadir mayoritas dari mereka yang harus dipanggil; sesudah dua kali pemungutan suara tanpa hasil, pemungutan suara harus dilaku-kan atas dua calon yang memperoleh suara terbanyak, atau, kalau lebih dari dua, atas dua calon yang tertua; kalau sesudah pemungutan suara ketiga jumlah suara tetap sama, dianggap sebagai terpilih orang yang lebih tua menurut umur.

2° dalam hal urusan-urusan lainnya, hasil yang disetujui oleh mayoritas mutlak dari mereka yang hadir mempunyai kekuatan hukum, asalkan hadir mayoritas dari mereka yang harus dipang-gil; kalau sesudah pemungutan suara kedua jumlah suara sama, ketua dapat mengatasinya dengan suaranya;

3° namun dalam hal yang menyangkut semua sebagai perse-orangan, harus disetujui oleh semua.

Kan. 120 - § 1. Badan hukum menurut hakikatnya bersifat tetap; namun terhenti kalau dibubarkan secara legitim oleh otoritas yang berwenang atau selama seratus tahun berhenti melakukan kegiatan; selain itu badan hukum privat terhenti juga, kalau badan itu sendiri dibubarkan menurut norma statuta, atau kalau fundasi itu sendiri menurut penilaian otoritas yang berwenang tidak ada lagi menurut norma statuta.

§ 2. Bahkan jika dari anggota-anggota badan hukum kolegial itu tinggal satu orang, dan kelompok orang itu menurut statuta tidak berhenti ada, maka anggota itu berwenang melaksanakan semua hak kelompok.

Kan. 121 - Kalau kelompok orang atau kelompok benda yang adalah badan hukum publik dipersatukan sedemikian sehingga darinya terben-tuk satu kelompok badan hukum, maka badan hukum baru itu mewarisi segala harta dan hak yang merupakan milik kelompok-kelompok terdahulu dan menerima segala beban yang ditanggungnya; tetapi terutama mengenai peruntukan harta dan pemenuhan bebanbeban, kehendak para pendiri serta penderma dan hak-hak yang telah diperoleh haruslah diamankan.

Kan. 122 - Jika suatu kelompok yang memiliki status badan hukum publik dibagi sedemikian sehingga sebagian dari padanya digabungkan dengan badan hukum lain, atau bagian yang dipisahkan itu didirikan menjadi badan hukum publik tersendiri, maka otoritas gerejawi yang berwenang untuk pembagian itu, dengan mengamankan pertama-tama, baik kehendak para pendiri serta penderma dan hak-hak yang telah diperoleh, maupun statuta yang telah disetujui, entah secara pribadi atau dengan perantaraan seorang pelaksana, harus mengusahakan:

1° agar harta-benda dan hak warisan bersama yang dapat dibagi, demikian juga utang dan tanggungan lainnya, dibagi di antara badan-badan hukum yang bersangkutan secara adil dengan keseimbangan yang tepat, dengan memperhatikan seluruh keadaan dan kepentingan keduanya;

2° agar penggunaan dan pemanfaatan hasil dari harta bersama yang tidak dapat dibagi, jatuh pada kedua badan hukum, dan tanggungan yang ada padanya dibebankan kepada keduanya, dengan tetap memperhatikan keseimbangan yang tepat yang harus ditentukan secara adil.

Kan. 123 - Kalau suatu badan hukum publik berhenti ada, peruntukan harta dan hak warisan serta tanggungannya diatur oleh hukum dan statuta; kalau hukum dan statuta tidak menentukan apa-apa, semuanya itu jatuh pada badan hukum yang langsung berada diatasnya, dengan tetap diamankan kehendak para pendiri serta penderma dan hak-hak yang telah diperoleh; kalau suatu badan hukum privat berhenti ada, peruntukan harta dan tanggungan diatur oleh statutanya sendiri.

JUDUL VII TINDAKAN YURIDIS

Kan. 124 - § 1. Untuk sahnya tindakan yuridis dituntut agar dilakukan oleh orang yang mampu untuk itu, dan agar dalam tindakan itu terdapat hal-hal yang merupakan unsur hakikinya, dan juga agar ada segala formalitas serta hal-hal yang dituntut oleh hukum untuk sahnya tindakan itu.

§ 2. Suatu tindakan yuridis diandaikan sah sejauh unsur-unsur lahiriahnya dilaksanakan menurut aturan.

Kan. 125 - § 1. Tindakan yang dilakukan karena paksaan dari luar yang dikenakan pada orang yang sama sekali tidak dapat melawannya, dianggap tidak dilakukan.

§ 2. Tindakan yang dilakukan karena ketakutan yang besar dan yang dikenakan secara tak adil, atau pun karena penipuan, berlaku, kecuali ditentukan lain dalam hukum; tetapi tindakan itu dapat dibatal-kan melalui putusan hakim, entah atas permohonan pihak yang dirugikan atau para penggantinya menurut hukum, entah atas dasar jabatan.

Kan. 126 - Tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan atau kekeliruan tentang sesuatu yang merupakan substansi tindakan itu, atau yang merupakan syarat yang harus ada (conditio sine qua non), adalah tidak sah (irritus); kalau tidak demikian, tindakan itu berlaku, kecuali ditentukan lain dalam hukum; tetapi tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan atau kekeliruan, dapat memberi kemungkinan bagi tindakan pembatalan sesuai dengan norma hukum.

Kan. 127 - § 1. Apabila hukum menentukan bahwa untuk melakukan tindakan tertentu pemimpin membutuhkan persetujuan atau nasihat dari suatu kolegium atau kelompok orang, kolegium atau kelompok itu harus dipanggil sesuai dengan norma kan. 166, kecuali dalam hal minta nasihat saja ditentukan lain dalam hukum partikular atau khusus; tetapi supaya tindakan itu sah, dituntut supaya diperoleh persetujuan mayoritas mutlak dari mereka yang hadir, atau diminta nasihat dari semua.

§ 2. Apabila hukum menentukan bahwa untuk melakukan tindakan tertentu seorang pemimpin membutuhkan persetujuan atau nasihat dari beberapa orang sebagai individu:

l° kalau dituntut persetujuan, tidak sahlah tindakan pemimpin, yang tidak minta persetujuan dari orang-orang itu atau yang bertindak berlawanan dengan pendapat mereka atau salah seorang dari mereka;

2° kalau dituntut nasihat, tidak sahlah tindakan pemimpin kalau ia tidak mendengarkan orang-orang itu; walaupun pemimpin tidak wajib menyetujui pendapat mereka biarpun sudah sepakat, namun tanpa alasan yang menurut penilaiannya sendiri lebih kuat, janganlah ia menyimpang dari pendapat mereka, terutama kalau mereka sepakat.

§ 3. Mereka semua yang persetujuan atau nasihatnya diperlukan, wajib menyatakan pendapatnya dengan tulus dan, kalau dituntut beratnya perkara, wajib menyimpan rahasia dengan cermat; kewajiban ini dapat dipertegas oleh pemimpin.

Kan. 128 – Barangsiapa dengan tindakan yuridis, bahkan dengan setiap tindakan lain yang dilakukan dengan penipuan atau kesalahan, menimbulkan kerugian bagi orang lain secara tidak legitim, terikat kewajiban untuk mengganti kerugian yang diakibatkan.



JUDUL VIII KUASA KEPEMIMPINAN

Kan. 129 - § 1. Menurut norma ketentuan hukum, yang mampu mengemban kuasa kepemimpinan yang oleh penetapan ilahi ada dalam Gereja dan juga disebut kuasa yurisdiksi, ialah mereka yang telah menerima tahbisan suci.

§ 2. Dalam pelaksanaan kuasa tersebut, orang-orang beriman kristiani awam dapat dilibatkan dalam kerja-sama menurut norma hukum.

Kan. 130 - Kuasa kepemimpinan dari sendirinya dilaksanakan untuk tata-lahir, namun kadang-kadang hanya untuk tata-batin, sedemikian sehingga efek-efek pelaksanaan yang sebenarnya berlaku untuk tata-lahir, tidak diakui untuk tata-lahir itu, kecuali sejauh hal itu ditentukan dalam hukum untuk kasus-kasus tertentu.

Kan. 131 - § 1. Kuasa kepemimpinan berdasarkan jabatan (potestas ordinaria) ialah kuasa yang oleh hukum sendiri dikaitkan pada suatu jabatan tertentu; kuasa yang didelegasikan (potestas delegata) ialah kuasa yang diberikan kepada orang itu tidak berdasarkan jabatan.

§ 2. Kuasa kepemimpinan berdasarkan jabatan dapat berupa baik kuasa yang dilaksanakan atas nama sendiri (potestas ordinaria propria) ataupun atas nama orang lain yang diwakilinya (potestas ordinaria vicaria).

§ 3. Seorang yang menyatakan dirinya mendapat delegasi, wajib membuktikan delegasi itu.

Kan. 132 - § 1. Kewenangan-kewenangan habitual diatur menurut ketentuan-ketentuan mengenai kuasa yang didelegasikan.

§ 2. Kecuali dalam pemberiannya dengan jelas ditentukan lain atau orang itu dipilih demi pribadinya, kewenangan habitual yang diberikan kepada seorang Ordinaris tidak hilang bila berhenti hak Ordinaris yang diberi kewenangan itu, walaupun ia telah mulai melaksanakannya; tetapi kewenangan itu beralih kepada Ordinaris yang menggantikannya di dalam kepemimpinan.

Kan. 133 - § 1. Kalau seseorang yang diberi delegasi bertindak melampaui batas-batas mandatnya baik mengenai hal-hal maupun mengenai orang-orang, tindakannya tidak berlaku.

§ 2. Tetapi tidak dianggap melanggar batas-batas mandatnya kalau seseorang yang diberi delegasi melaksanakan mandatnya itu dengan cara lain dari yang ditentukan dalam mandat, kecuali cara itu ditentukan oleh pemberi delegasi demi keabsahannya.

Kan. 134 - § 1. Yang dimaksud dengan sebutan Ordinaris dalam hukum, selain Paus di Roma, juga para Uskup diosesan dan orang-orang lain, yang, walaupun untuk sementara saja, diangkat menjadi pemimpin suatu Gereja partikular atau suatu jemaat yang disamakan dengannya menurut norma kan. 368; dan juga mereka yang di dalam Gereja partikular atau jemaat tersebut mempunyai kuasa eksekutif berdasarkan jabatan, yaitu Vikaris Jenderal dan Episkopal; demikian juga terhadap para anggotanya, pemimpin tinggi tarekat religius klerikal tingkat kepausan dan serikat hidup kerasulan klerikal tingkat kepausan yang sekurang-kurangnya memiliki kuasa eksekutif berdasarkan jabatan.

§ 2. Yang dimaksud dengan sebutan Ordinaris wilayah ialah semua orang yang disebut dalam § 1, kecuali para pemimpin tarekat religius dan serikat hidup kerasulan.

§ 3. Apa yang dalam kanon-kanon disebut dengan tegas diberikan kepada Uskup diosesan di bidang kuasa eksekutif, dianggap merupakan kewenangan Uskup diosesan saja dan orang-orang lain yang dalam kan. 381, § 2 disamakan dengannya, dan tidak merupakan kewenangan Vikaris jenderal dan episkopal, kecuali dengan mandat khusus.

Kan. 135 - § 1. Kuasa kepemimpinan dibedakan dalam kuasa legislatif, eksekutif dan yudisial.

§ 2. Kuasa legislatif harus dilaksanakan dengan cara yang ditentukan dalam hukum, dan kuasa itu yang dalam Gereja ada pada seorang pembuat undang-undang dibawah otoritas tertinggi, tidak dapat didelegasikan dengan sah, kecuali secara eksplisit ditentukan lain dalam hukum; seorang pembuat undang-undang yang lebih rendah tidak dapat membuat dengan sah suatu undang-undang yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

§ 3. Kuasa yudisial yang dimiliki oleh para hakim atau majelis-majelis pengadilan, harus dilaksanakan dengan cara yang ditentukan dalam hukum, dan tidak dapat didelegasikan, kecuali untuk melakukan tindakan-tindakan persiapan suatu dekret atau putusan.

§ 4. Dalam pelaksanaan kuasa eksekutif hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan kanon berikut.

Kan. 136 - Kuasa eksekutif dapat dilaksanakan oleh seseorang, walaupun ia berada di luar wilayahnya, terhadap para bawahan, juga kalau mereka di luar wilayahnya, kecuali pasti lain dari hakekat halnya atau dari ketentuan hukum; kuasa itu juga dapat dilaksanakan terhadap para pendatang yang sedang berada di wilayahnya, kalau menyangkut pemberian hal-hal yang menguntungkan atau pelaksanaan perintah baik undang-undang universal maupun partikular yang mengikat mereka menurut norma kan. 13, § 2, no.2.

Kan. 137 - § 1. Kuasa eksekutif berdasarkan jabatan dapat didelegasi-kan baik untuk satu tindakan saja maupun untuk keseluruhan kasus, kecuali ditentukan lain dengan jelas dalam hukum.

§ 2. Kuasa eksekutif yang didelegasikan oleh Takhta Apostolik, dapat disubdelegasikan, baik untuk satu tindakan saja maupun keselu-ruhan kasus, kecuali orang itu dipilih demi pribadinya atau kalau sub-delegasi itu dengan jelas dilarang.

§ 3. Kuasa eksekutif yang didelegasikan oleh otoritas lain yang memiliki kuasa berdasarkan jabatan, kalau didelegasikan untuk keseluruhan kasus, dapat disubdelegasikan hanya untuk kasus per kasus; tetapi kalau didelegasikan untuk satu tindakan atau tindakan-tindakan tertentu, tidak dapat disubdelegasikan, kecuali dengan jelas diizinkan oleh otoritas yang memberi delegasi itu.

§ 4. Tiada kuasa yang diterima dengan subdelegasi dapat disub-delegasikan lagi, kecuali hal itu dengan jelas diizinkan oleh yang memberikan delegasi.

Kan. 138 - Kuasa eksekutif berdasarkan jabatan dan juga kuasa yang didelegasikan untuk keseluruhan kasus, harus ditafsirkan secara luas, tetapi kuasa lain manapun harus secara sempit; namun kalau kuasa didelegasikan kepada seseorang, dimaksudkan juga bahwa ia telah diberi segala sesuatu yang perlu untuk melaksanakan kuasa itu.

Kan. 139 - § 1. Kecuali ditentukan lain dalam hukum, hal bahwa seseorang menghadap otoritas yang berwenang, juga yang lebih tinggi, tidak menangguhkan kuasa eksekutif dari otoritas lain yang berwenang, baik itu kuasa berdasarkan jabatan maupun kuasa berdasarkan delegasi.

§ 2. Namun, janganlah suatu otoritas yang lebih rendah campur-tangan dalam perkara yang telah diajukan kepada otoritas yang lebih tinggi, kecuali karena alasan yang berat dan mendesak; dalam kasus itu hendaklah ia segera memberitahukannya kepada otoritas yang lebih tinggi.

Kan. 140 - § 1. Kalau beberapa orang diberi delegasi in solidum (masing-masing-secara-penuh dalam kebersamaan) untuk menangani suatu urusan yang sama, maka orang pertama yang mulai menangani urusan itu menyisihkan yang lain, kecuali kemudian ia berhalangan atau dalam menangani urusan itu ia tidak mau melanjutkannya lagi.

§ 2. Kalau beberapa orang diberi delegasi untuk menangani suatu urusan secara kolegial, maka semuanya harus bekerja menurut norma kan. 119, kecuali dalam mandat ditentukan lain.

§ 3. Kuasa eksekutif yang didelegasikan kepada beberapa orang, diandaikan diberikan in solidum.

Kan. 141 - Kalau beberapa orang diberi delegasi berturut-turut, maka urusan itu hendaknya ditangani oleh orang yang diberi mandat lebih dahulu, yang kemudian tidak dicabut.

Kan. 142 - § 1. Kuasa yang didelegasikan terhenti: kalau mandat telah diselesaikan; kalau waktunya telah lewat atau jumlah kasus untuk mana delegasi diberikan telah habis; kalau alasan yang merupakan tujuan delegasi itu telah terhenti; kalau orang yang memberi delegasi mencabutnya kembali dan memberitahukan hal itu langsung kepada orang yang diberi delegasi; dan juga kalau orang yang diberi delegasi melepaskannya dan memberitahukannya kepada orang yang memberi delegasi dan hal itu diterima olehnya; tetapi kuasa itu tidak terhenti kalau hak orang yang memberi delegasi terhenti, kecuali nyata dari klausul yang disertakan.

§ 2. Namun tindakan berdasarkan kuasa delegasi yang dilaksanakan untuk tata-batin saja, kalau dilakukan tanpa menyadari bahwa waktu yang ditentukan sudah lewat, adalah sah.

Kan. 143 - § 1. Kuasa berdasarkan jabatan terhenti bila jabatan yang dikaitkan dengannya hilang.

§ 2. Kecuali dalam hukum ditentukan lain, kuasa berdasarkan jabatan ditangguhkan, jika secara legitim diajukan banding atau rekursus melawan pencabutan atau pemecatan dari jabatan.

Kan. 144 - § 1. Dalam kekeliruan umum mengenai fakta atau hukum, demikian juga dalam keraguan yang positif dan probabel, baik mengenai hukum maupun mengenai fakta, Gereja melengkapi kuasa kepemimpinan eksekutif, baik untuk tata-lahir maupun untuk tata-batin.

§ 2. Norma yang sama diterapkan pada kewenangan-kewenangan yang disebutkan dalam kan. 882, 883, 966, dan 1111, § 1.