Daftar Blog Saya

Jumat, 30 September 2022

GALATIA DAN SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT GALATIA

 Sebagian teman menyiapkan renungan untuk doa Rosario bulan Oktober. Ada yang meminta penjelasan singkat tentang Galatia dan Surat Paulus kepada Jemaat Galatia, yang merupakan bacaan pertama antara 3-12  Oktober 2022, (seluruh hari biasa pekan ke XXVII dan tiga hari biasa pekan ke XXVIII tahun genap). Semoga ikhtisar berikut ini bermanfaat.



Galatia

Bahasa Yunani Galatia. Suatu provinsi Roma di kawasan Asia Kecil tengah. Sudah sejak lama merupakan kawasan bangsa Keltik yang dikenal sebagai orang-orang Galatia, yang menyerbu daerah itu pada abad ketiga SM. Sekitar tahun 25 SM, kawasan itu ditaklukkan bangsa Roma dan dijadikan bagian dari Kekaisaran Roma asebagai  Provinsi Galatia, dengan ibukotanya Ankira. Perbatasan daerah itu tidak pasti, meliputi kawasan Pamfilia dan Pisidia. Perbatasan yang tidak jelas itu menimbulkan kesulitan dalam menentukan siapa sebenarnya alamat Surat Paulus yang ditujukan  “kepada Jemaat Galatia” (Gal 1:2; 1 Kor 16:1). Namun diketahui bahwa Paulus mewartakan Injil di sebelah selatan Galatia (Kis 16:6; 18:23) dan Petrus tampaknya mengirimkan suratnya yang pertama kepada khalayak yang meliputi Galatia utara (1 Ptr 1:1).

 


Galatia, Surat Kepada Jemaat

Sepucuk surat yang ditulis oleh rasul Paulus kepada jemaat di Galatia untuk menangkal pendapat-pendapat yang ingin me-yahudi-kan jemaat dan merongrong wibawanya; surat ini menegaskan asal-usul wewenang dan ajaran Paulus yang berasal dari Tuhan, dan menyatakan bahwa pembenaran bukan didapat melalui Hukum Musa, melainkan melalui iman dalam Kristus, serta mendorong praktik-praktik yang selaras dengan nasehat injili,terutama amal kasih.

 

I.                   PENGARANG DAN WAKTU PENULISAN

Baris pertama surat ini menyatakan bahwa penulisnya adalah Paulus (1:1), sedang penutupan surat menegaskan bahwa surat ini ditulis dengan tangannya sendiri (Gal 6:11). Maka, bahwa Paulus adalah pengarang surat ini tidak pernah dipermasalahkan secara serius.

      Soal waktu penulisan surat ini agak rumit.  Paulus menyampaikan salam kepada “jemaat-jemaat di Galatia” dan menyebut “jemaat-jemaat Galatia”, tetapi sebenarnya orang-orang Galatia manakah yang menjadi alamat surat ini? Provinsi Galatia pada masa Paulus merupakan suatu wilayah yang sangat luas di Asia Kecil. Perkataan “jemaat-jemaat Galatia” mungkin merujuk kepada etnik Galatia di Galatia utara, tetapi sebutan itu mungkin juga merujuk kepada mereka yang tinggal di dalam batas-batas provinsi, baik di utara maupun di selatan.

      Kisah Para rasul merekam kegiatan Paulus mewartakan Injil di kota-kota Galatia sebelah selatan selama perjalanan misinya yang pertama (Kis 13:13 – 14:24) dan mungkin ia juga berusaha memasuki kota-kota di Galatia utara dalam perjalanan misinya yang kedua (Kis 16:6). Maka waktu penulisan surat terutama bergantung kepada waktu kunjungan Paulus ke Yerusalem yang disebutkan dalam Gal 2;1-10. Para ahli yang lebih menyukai waktu penulisan yang lebih awal dari surat ini menyatakan bahwa Paulus merujuk pada kunjungan yang disebutkan dalam Kis 11:29-30, sementara mereka yang menyukai waktu penulisan yang lebih kemudian menyatakan bahwa Paulus mengingat Konsili Yerusalem dalam Kis 15:1-29 yang diselenggarakan pada tahun 49 M. Argumen yang terakhir itu rasanya lebih meyakinkan, sehingga yang paling aman adalah menetapkan waktu penulisan surat ini awal tahun 50 M.

 

II.                ISI

I.        Salam (1:1-5)

II.     Injil Palsu (1:6-9)

III.   Wewenang Rasul Paulus (1:10-2:21)

A.     Tuduhan Pada Paulus (1:10-24)

B.     Paulus dan Rasul-rasul (2:1-11)

C.     Paulus dan Petrus di Antiokhia (2:12-14)

D.    Yahudi dan Bangsa Lain (2:13-21)

IV.   Hukum dan Iman(3:1-4:31)

A.     Mengingatkan Pengalaman Jemaat (3:6-18)

B.     Perjanjian Abraham (3:6-18)

C.     Maksud dari Hukum (3:19-28)

D.    Kedewasaam Kristen (4:1-20)

E.     Pelajaran tentang Sara dan Hagar (4:21-31)

V.     Kebebasan Kristen (5:1-6:10)

A.     Hakekat Kebebasan Kristen (5:1-15)

B.     Hidup dalam Roh (5:16-26)

C.     Memikul Beban (6:1-10)

VI.   Ajakan dan Berkat (6:11-18)

 

III.             MAKSUD DAN TEMA

Jemaat Galatia diliputi ketegangan. Lawan-lawan Paulus menentang wewenangnya sebagai rasul. Lawan-lawan ini disebut fanatik Yahudi yang menuntut agar orang Kristen bangsa lain mengikuti peraturan  ritual Hukum Musa, terutama Sunat, yang oleh kaum fanatik Yahudi itu dianggap persyaratan menjadi Kristen sepenuhnya (Gal 4:10; 5:2-12; 6:13). Mereka menyangkal bahwa “dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6). Sebaliknya, mereka terus memertahankan tuntutan Perjanjian Lama. Keberhasilan orang-orang fanatik Yahudi itu memaksa Paulus menulis surat ini, yang membela wewenangnya sendiri dan membantu jemaat Galatia menghindar dari cara hidup yang keliru (3:1-4).

      Dengan keras Paulus membela dirinya sendiri dan Injil. Ia berangkat dengan pernyataan keheranannya bahwa ajaran palsu kaum fanatik Yahudi itu mendapat tempat di kalangan jemaat Galatia (1:6-10), lalu ia beranjak pada pembelaan kerasulannya yang berasal langsung dari Kristus (1:11-17) dan yang dilakukan atas pengakuan dari para pemimpin Gereja (2:1-10).

      Paulus kemudian masuk dalam inti percakapannya: manusia diselamatkan oleh iman dalam Yesus Kristus dan bukan oleh kepatuhan pada Hukum Yahudi (3:15-20). Ia menyatakan bahwa sejak awal jemaat Galatia sudah menerima Roh dari iman (3:1-5). Tak seorang pun dibenarkan di hadapan Tuhan karena Hukum, sebab Hukum menyebabkan orang menjadi jelas berdosa (3:10-14). Hukum adalah persiapan bagi keselamatan, dan keselamatan itu sekarang diperoleh melalui Kristus (3:19-21). Hukum menjadi wali pembimbing sementara saja selama kita menjadi minimalis yang miskin secara rohani; tetapi sekarang kita adalah ahli waris bersama Kristus, dan kita tidak lagi memerlukan wali pembimbing itu (3:23-29). Kristus telah menebus kita dari kutuk Hukum dan membebaskan kita dari perbudakan akibat Hukum (4:1-11).


      

Yang hendak dijelaskan Paulus adalah kontras antara Perjanjian Baru dengan Perjanjian Lama yang menjadi pendahulunya, dengan contoh utama dalam hal sunat. Sunat dipertahankan kaum fanatik Yahudi sebagai cara memasuki perjanjian Allah dengan Abraham (Kej 17:9-14) dan keluarga Israel (Im 12:3). Namun Paulus menegaskan bahwa Perjanjian Baru telah menyisihkan tuntutan Hukum Musa, termasuk sunat. Menurut Paulus, Kristus “telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita” (Gal 3:13). Dengan wafayNya di salib, Kristus menanggung kutuk dari Perjanjian Lama. Kristus telah mengesahkan Perjanjian Baru, dan dengan itu Ia telah memenuhi perjanjian Abraham sebagai berkat bagi segala bangsa  dan menghentikan perjanjian Musa. Maka Paulus mengutip teladan Abraham sebagai teladan klasik pembenaran oleh iman bagi kaum beriman (3:6-9). Melalui Kristus, “mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham” (3:7). Paulus menulis: “Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (4:4-5).


Bambang Kussriyanto (Sumber: Scott Hahn)

Inflasi Dunia, Indonesia Waspada

 Bambang Kussriyanto


Inflasi

Saat ini dunia memerhatikan laju inflasi yang mencemaskan. Dalam enam bulan terakhir, inflasi meningkat melampaui harapan dari Desember 2021. Di banyak negara laju kenyataan inflasi melejit dua-kali dari laju yang diperkirakan. Terutama di negara-negara Eropa. Di Lithuania angka inflasi tahunan mencapai 15.5 %, lima kali dari angka perkiraan. Polandia 11%, Inggris, Belanda dan Belgia 9%; Jerman 8%; Irlandia, Swedia, Italia, Portugal 6.5%, Denmark, Prancis, Norwegia 5.5%, Switzerland 3% merupakan kekecualian. AS 8%. Kanada 6%. Australia 5%. Situasi Asia sedikit lebih baik dengan India sekitar 7% sebagai angka tertinggi, Korea Selatan 5%, Indonesia diperkirakan 3.9%. Kenaikan harga-harga belakangan ini memberikan gambaran yang kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi masa depan. Sekalipun Indonesia diperkirakan punya kekuatan untuk pertumbuhan ekonomi, namun ancaman inflasi akan memotong tingkat pertumbuhan itu dan menyisakan angka pertumbuhan netto yang tidak seberapa, sekitar 1%. Dari perkiraan itu di masa depan Indonesia diperkirakan masih dapat mencapai pertumbuhan ekonomi positif sementara sebagian besar G20 dan negara-negara lain negatif. Inflasi mengurangi daya beli perorangan dan keluarga.

Menanggapi laju peningkatan inflasi, bank sentral di seluruh dunia meningkatkan suku-bunga kredit dengan maksud mengerem pembelanjaan terutama pada sektor yang ditengarai menyumbang signifikan laju inflasi: perumahan, pertanian pangan (khususnya pupuk) dan energi. Namun peningkatan suku bunga kredit itu masih tetap tidak seimbang dengan laju peningkatan inflasi. Peningkatan suku bunga pinjaman bank-bank sentral dalam bentang antara 0.5% - 5%, dengan Argentina sebagai kekecualian 14%.

Inflasi di Indonesia dalam 5 tahun terakhir adalah 3.61% (2017), 3.13% (2018), 2.72% (2019), 1.68% (2020) dan 1.87% (2021). Suku bunga kredit Bank Indonesia dari 2019 rata-rata cenderung turun dari 6% menjadi 3.50% hingga 2021. Namun pada tahun 2022 telah naik dua kali dan kini bertengger pada 4.25%. Tentu saja suku bunga pada bank-bank umum berada di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia. Presiden Jokowi tetap optimis menyikapi kecenderungan kondisi inflasi dunia, dengan tetap berpegang pada sikap hati-hati.


Dengan mempertimbangkan pula faktor-faktor lain dalam perekonomian, Bank Indonesia pada umumnya akan menaikkan suku bunga acuan BI (BI Rate) apabila inflasi ke depan diperkirakan melampaui sasaran yang telah ditetapkan, sebaliknya Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga acuan BI  apabila inflasi ke depan diperkirakan berada di bawah sasaran yang telah ditetapkan.

Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan suku bunga acuan BI (secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis poin (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan suku bunga BI  dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.


MARIA IBU YESUS DALAM KITAB SUCI DAN TRADISI AWAL KRISTIANI

 


Bulan Oktober didedikasikan sebagai bulan Rosario. Mendaras doa Rosario sama artinya dengan mengenangkan Bunda Maria dan peranannya dalam sejarah keselamatan. Setiap kali kita mendaras “Salam, Maria” kita membayangkan sosok Bunda Maria, seringkali dengan bantuan patung atau gambar Maria. Berikut ini adalah kenangan tentang Maria yang terdapat dalam Kitab Suci dan Tradisi Kristiani.

Maria Ibu Yesus

Maria isteri Yusuf dari Nazaret yang tetap perawan dan ibu Mesias keturunan Daud, Yesus Kristus. Setelah menerima panggilan yang mulia, ia menjadi model teladan yang ideal untuk iman dan pemuridan Kristen (Luk 1:38.45; 8:21; 11:28). Lebih dari wanita lain dalam sejarah, Maria adalah orang yang yang padanya Tuhan telah melakukan “hal-hal yang besar” (Luk 1:49).

I. Maria dalam Injil dan Kisah Para Rasul

A. Masa Awal Hidupnya

B. Isteri, Ibu, Murid

C. Hidup Selanjutnya

II. Maria Dalam Sejarah Keselamatan

A. Tabut Perjanjian Baru

B. Ibu Suri

C. Hawa yang Baru

D. Suatu Tipologi Gereja

 

I. Maria dalam Injil dan Kisah Para Rasul

A. Masa Awal Hidupnya

Masa awal hidup Maria tidak tertulis dalam Kitab Suci. Rincian mengenai latar belakang keluarga dan pengasuhannya hingga dewasa baru kemudiaan disampaikan oleh tradisi dan legenda. Salah satu tradisi yang berasal dari abad kedua memperkenalkan Maria sebagai puteri dari pasangan Yahudi yang saleh bernama Yoakim dan Anna yang sudah lama tidak mempunyai anak, tetapi sesudah tekun berdoa dan berjanji akan membaktikan dalam Bait Allah anak yang akan diperoleh, mereka diberkati Tuhan dengan seorang anak yang mereka namakan Maria. Maria tinggal dengan orangtuanya sampai berumur tiga tahun, dan kemudian dibawa ke Yerusalem dan hidup di dalam persaudaraan para perawan Bait Allah sampai usianya dua belas tahun [empat belas tahun menurut tradisi yang lain, lih. Evangelium de Nativitas Mariae (5:3-4)]. Lalu ia dipertunangkan dengan Yusuf, seorang pembangun rumah dan duda yang mempunyai beberapa anak dari perkawinannya yang terdahulu (Proto-evangelium Iacobi, 1-9).



B. Isteri, Ibu, Murid

Matius dan Lukas memperkenalkan Maria sebagai perawan yang ditunangkan dengan Yusuf, dari keluarga keturunan Daud (Mat 1:18-21; Luk 1:26-27). Sebelum pasangan itu tinggal serumah sebagai suami isteri, Maria dikunjungi oleh malaikat Gabriel dan padanya disampaikan undangan untuk menjadi ibu Mesias (Luk 1:28-38). Dengan menyetujui tawaran itu Maria mengandung seorang anak, bukan dari hasil perkawinannya dengan Yusuf, melainkan dari pekerjaan ajaib Roh Kudus (Mat 1:18). Bisa dimengerti jika Yusuf bingung setelah mengetahui bahwa Maria mengandung dan bermaksud membatalkan pertunangannya dengan diam-diam sampai seorang malaikat meyakinkan dirinya bahwa Tuhan menghendaki Yusuf menjadi ayah menurut hukum dan pengasuh anak itu (Mat 1:19-25). Kemudian, Maria pergi mengunjungi kerabat sepupunya yang lebih tua, Elisabet (Luk 1:39-45), suatu perjumpaan yang membuatnya melantunkan nyanyian pujian, Magnificat (Luk 1:46-55).



        Diperlukan perjalanan lagi ketika Caesar Augustus memerintahkan suatu sensus yang membawa Maria ke Betlehem, kota leluhur Yusuf (Luk 2:1-5). Di sana lahirlah Yesus (Mat 2:1), mungkin di suatu gua yang dijadikan kandang hewan (Luk 2:6-7), sekalipun pasangan itu bisa membeli sebuah rumah di masa sesudah ini (Mat 2:11). Sebagai orang Yahudi yang taat hukum, pasangan ini menyunatkan kanak-kanak Yesus (Luk 2:21) dan kemudian mempersembahkannya di Bait Allah (Luk 2:22-39). Dua hal yang penting diketahui dari kejadian ini : satu, pembaca tahu bahwa Maria dan Yusuf secara ekonomi miskin karena mereka mempersembahkan korban di Bait Allah (Luk 2:24) menurut ketentuan bagi orang yang tidak bisa membeli hewan korban yang lebih besar (Im 12:6-8); dan kedua, Maria sendiri lalu tahu bahwa Puteranya itu ditentukan akan menjadi tanda pertentangan, dan bahwa suatu hari nanti suatu pedang akan menusuk jiwanya (Luk 2:34-35).



        Ketika Herodes Agung, Raja Yudea, mengetahui lahirnya anak itu, ia mengirim tentara untuk memburu dan membunuh kanak-kanak Yesus di Betlehem (Mat 2:16-18). Tetapi berkat campur tangan malaikat sebelumnya, Yusuf dan Maria dan anak itu sudah pergi mengungsi ke Mesir dengan selamat dan tinggal di sana sampai Herodes mati (Mat 2:13-25). Akhirya pulanglah mereka ke Nazareth di Galilea (Mat 2:19-23), dan dari sana mereka berziarah ke Yerusalem untuk merayakan Paskah dan perayaan lain setiap tahun (Luk 2:41-51).

        Walaupun kisah Masa Kanak-kanak Yesus banyak menggambarkan Maria, sehingga pembaca dapat dari dekat melihat kesalehannya, doa-doanya, tindakannya, bahkan kata hatinya (Luk 2:19.51), kemudian ia tidak banyak disebut dalam karya Yesus. Satu-satunya kekecualian adalah dalam episode perkawinan di Kana dalam Injil Yohanes (Yoh 2:1-11). Di sini kita temukan Maria berperan dalam perbuatan ajaib Yesus yang pertama, kesempatan pertama di mana Yesus mengungkapkan kemuliaan ilahiNya kepada para murid (Yoh 2:11). Maria memberitahu Yesus bahwa persediaan anggur pesta itu  menipis. “Mereka kehabisan anggur.” (Yoh 2:30. Dari segi tata-bahasa kalimat ini bersifat memberitahu (indikatif), namun ketika diucapkan sifatnya menjadi imperatif (kalimat perintah). Artinya, Maria meminta Yesus melakukan sesuatu tindakan untuk memerbaiki keadaan. Atas ucapan Maria itu Yesus menjawab, “Mau apakah engkau daripadaKu, ibu? Saatku belum tiba!” Kendati jawaban pendek yang bagi telinga modern terdengar seperti suatu penolakan, namun sebenarnya tidak demikian, sebab nyatanya Maria dengan yakin berkata kepada para pelayan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu” (Yoh 2:5). Tradisi Kristen memandang episode ini sebagai tipologi perantaraan Maria yang terus berlangsung bagi para murid Kristus.



C. Hidup Selanjutnya

Terakhir kalinya Maria dimunculkan dalam Perjanjian Baru di ruang atas, di mana ia bersama dengan para murid Yesus tekun berdoa menyongsong Pentakosta (Kis 1:14). Ia tidak disebutkan melakukan sesuatu tindakan yang lain sesudah ini; yang diketahui hanyalah bahwa Yesus, pada saat terakhir hidupNya, memercayakan ibundaNya itu kepada murid yang dikasihi, yang oleh tradisi dikenal sebagai rasul Yohanes (Yoh 19:25-27).



        Tradisi, risalah dan liturgi Kristen awal berbeda-beda sehubungan dengan hari-hari akhir Maria. Mengenai keberadaannya, suatu tradisi menyatakan bahwa Maria melakukan perjalanan ke Efesus di Asia Kecil bersama rasul Yohanes; yang lain menyatakan Maria tetap tinggal di Yerusalem. Mengenai akhir hidupnya di dunia, salah satu tradisi menyatakan bahwa Maria meninggal secara wajar, sedang yang lain mengenangkan bahwa ia meninggal dalam tidur. Namun kedua tradisi itu sepakat, bahwa Maria diangkat ke surga dengan tubuhnya. Masa awal Kristen sama sekali tidak bicara apa-apa tentang jenazah Maria dan tentang tempat pemakamannya. “Maria Diangkat ke Surga” ditetapkan sebagai dogma oleh Paus Pius XII pada tahun 1950 dengan konstitusi apostolik Munificentissimus Deus.

II. Maria Dalam Sejarah Keselamatan

A. Tabut Perjanjian Baru

Tradisi Kristen menyebut Maria sebagai “tabut Perjanjian Baru”, dengan menarik kesejajaran antara ibu Yesus itu dengan tabut emas Perjanjian Lama tempat Tuhan bersemayam di kemah suciNya (Kel 25:10-32). Dasar tipologi Maria ini berakar pada Perjanjian Baru sendiri, dan yang paling jelas dalam Injil Lukas.

        Kisah kunjungannya kepada Elisabet dalam Injil Lukas mengajak para pembaca melihat kesejajaran antara kedatangan Maria di rumah Elisabet (Luk 1:39-56) dengan pemindahan tabut perjanjian yang dilakukan Daud ke Yerusalem, dan menggemakan beberapa detil dari kisah yang dicantumkan dalam kitab 2 Samuel. Ceritanya dimulai dengan perkataan bahwa Maria “berangkat dan berjalan” ke daerah pegunungan Yudea (Luk 1:39), seperti Daud “bersiap lalu berjalan” menuju perbukitan Yehuda untuk mengusung tabut perjanjian dari sana (2 Sam 6:2). Ketika Maria sampai di tempat tujuannya, Elisabet rendah hati di hadapan Maria (Luk 1:43), seperti Daud takut di hadapan tabut Tuhan (2 Sam 6:9). Namun, gembira oleh perjumpaan itu membuat Yohanes Pembaptis melonjak kegirangan di dalam rahim ibunya, Elisabet (Luk 1:41) mengingatkan bagaimana Daud menari-nari dengan gembira di hadapan tabut (2 Sam 6:16). Penulis Injil akhirnya menyatakan bahwa Maria tinggal selama”tiga bulan” (Luk 1:56) di “rumah Zakharia” (Luk 1:40), suatu detil yang mengingatkan bahwa tabut perjanjian juga “tiga bulan” lamanya tinggal di “rumah Obed-Edom” (2 Sam 6:11).

        Lukas juga menjalin hubungan yang sangat halus dengan kisah tabut dalam kitab 1 dan 2 Tawarikh. Hubungan itu tampak ketika Elisabet, seorang keturunan Lewi dari Harun (Luk 1:5) “berseru dengan suara nyaring” memuji berkat yang diterima kerabatnya itu (Luk 1:42). Kata kerja Yunani yang digunakan si situ, “anaphoneo”, jarang dipakai dan tidak ada di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Kemungkinan sekali Lukas meminjam kata itu dari bahasa Yunani Perjanjian Lama, di mana kata kerja itu muncul lima kali dan digunakan untuk melukiskan tetabuhan musik kaum Lewi di hadapan tabut perjanjian (1 Taw 15:28; 16:4-5; 2 Taw 5:3). Tipologi penggambaran Maria sebagai tabut perjanjian dari Perjanjian Baru dengan demikian dikuatkan lagi. Karena di dalam rahimnya tinggallah hadirat ilahi Allah Israel, maka tanggapan tradisi atas kehadiran ini adalah pernyataan pujian dengan suara dan tetabuhan musik Lewi.

B. Ibu Suri

Maria sering disebut sebagai Ratu dalam tradisi rohani dan liturgi Gereja. Dasar dari tradisi ini tentu saja adalah hubungan Maria dengan Kristus Raja. Namun mengapa Ratu dalam Perjanjian Baru adalah ibu Raja, bukannya isteri Raja, sebagaimana ratu-ratu lain selama berabad-abad? Jawabannya terletak pada pranata status ratu menurut Kitab Suci di Israel.

        Mulai dari zaman Salomo, raja-raja keturunan Daud dari Yehuda meniru tetangga-tetangga mereka di Timur Dekat yang memperuntukkan kedudukan Ratu kepada ibunda raja (Ibu Suri). Untuk sebagian, hal ini merupakan keputusan praktis di dlam dunia di mana lelaki-lelaki kaya dan terhormat biasanya mempunyai banyak isteri. Ini berarti bahwa ibunda raja tidak sekedar dihormati dengan adat kerajaan, tetapi dia adalah juga seorang pejabat istana raja, tokoh pemerintahan yang aktual yang sering sangat besar wibawa dan kuasanya dalam kerajaan Timur kuno. Tidak ada bedanya dengan Israel. Ratu bukan sekedar mengenakan tiara mahkota saja (Yer 13:18), tetapi juga mempunyai tahta di sebelah kanan raja-raja keturunan Daud (1 Raj 2:19), bahkan dihormati oleh raja sendiri (1 Raj 2:19), yang biasanya mengabulkan apa saja yang diminta Ratu (1 Raj 2:20). Di antaranya, Ratu dengan demikian menjadi pembela yang sangat berkuasa bagi kepentingan rakyat (1 Raj 2:13-19). Latar belakang ini penting ketika kita membaca Perjanjian Baru, karena Maria adalah ibu Yesus, Mesias rajawi (Mat 1:1-16), yang sudah ditentukan sebelum kelahiranNya untuk duduk di tahta Daud (Luk 1:32-33; bdk Kis 2:30-36). Dengan kata lain, Yesus, raja keturunan Daudlah yang menetapkan kedudukan Maria sebagai Ratu, Ibu Suri.



        Mungkin indikasi yang paling jelas mengenai kedudukan Maria sebagai ratu terdapat dalam kitab Wahyu. Dalam penglihatan pada bab 12, ibu yang melahirkan Mesias tampak dengan “mahkota dua belas bintang” di kepalanya (Why 12:1). Jelas dia seorang ratu dan ibu. Tetapi sama pentingnya, Mesias yang baru lahir dikatakan sebagai raja keturunan Daud “yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi” dan dibawa ke “tahta”-Nya (Why 12:5, menggambarkan raja yang diurapi dari keturunan Daud dalam Mzm 2:8-9). Sebagian orang mungkin menganggap aneh bahwa seorang ratu melahirkan rajanya; tetapi pengertian Ibu Suri itulah yang persis kita temukan dalam kerajaan Daud di masa Israel Kitab Suci. Dan karena Kristus adalah Mesias keturunan Daud yang sedang memerintah, maka IbundaNya mengenakan tiara mahkota Ratu dalam Kerajaan Allah yang baru.

C. Hawa yang Baru

Sebagai catatan pinggir dari pandangan Paulus atas Kristus sebagai Adam yang Baru (Rm 5:12-21; 1 Kor 15:45-49), para teolog dari masa awal juga menyebut Maria sebagai Hawa Baru. Dasar-dasar dari pandangan ini bersifat profetis dan tipologis.

        Dari aspek yang profetis, janji masa depan akan penebusan dalam Kej 3:15 adalah permusuhan antara “perempuan”  dan “keturunan”-nya melawan ular setan yang ditentukan akan diremukkan dalam kekalahan. Jika Kristus adalah Penebus yang dijanjikan yang mengalahkan musuh itu, maka ibundaNya harus dikatakan punya peran dalam mewujudkan semuanya itu. Sebagian orang menemukan gema dari janji ini dalam dua episode Injil Yohanes yang memunculkan pribadi Maria. Di dua tempat, ia disebut oleh Yesus sebagai “perempuan” [khususnya dalam versi asing antara lain NIV dalam Yoh 2:4 “dear woman why you involve me?” dan 19:26, “dear woman, here is your son”, dalam terjemahan Indonesia Alkitab dan Kitab Suci Komunitas Kristiani woman diterjemahkan menjadi Ibu dan kurang menunjukkan kaitannya dengan nubuat Kej 3:15]; dan yang lebih penting, kedua ayat itu menyangkut “saat” Yesus, suatu fase kritis dari tugas perutusanNya ketika Ia mengalahkan penguasa dunia (Yoh 2:4; 12:27-33). Ahli yang lain merujuk kitab Wahyu di mana ibunda Mesias disebut sebagai “perempuan” (Why 12:1) dan iblis disebut “si ular tua” dan yang “menyesatkan” (Why 12:9) yang melancarkan perang terhadap “keturunan” perempuan itu (Why 12:17).

        Dari aspek tipologi, sosok Maria dapat dipandang sebagai gambar-tandingan dari Hawa. Sementara Hawa yang masih perawan didekati oleh malaikat yang berdosa dan membujuk sehingga Hawa tidak taat (Kej 3:1-6), maka Maria yang perawan ketika didekati oleh Malaikat Agung Gabriel menyatakan ketaatannya pada kehendak Allah selama hidupnya (Luk 1:26-38). Hawa memprakarsai dosa Adam, yang membawa bangsa manusia ke dalam kegelapan dosa dan maut, sedang Maria melahirkan Adam Baru yang menyelamatkan keluarga manusia dari kungkungan dosa dan kematian (Rm 5:12-21).

D. Suatu Tipologi Gereja

Maria tidak secara eksplisit disebut tipologi Gereja dalam Perjanjian Baru. Tetapi telaah yang cermat atas peran Maria sebagai murid teladan dan penerima Roh Kudus merujuk pada tipologi itu dan menguatkan perkembangan tema ini dalam Mariologi di kemudian hari.

        Pertama, Maria dengan jelas digambarkan sebagai murid teladan, salah seorang yang melukiskan dengan teladannya adalah tanggapan yang ideal dari manusia atas Sabda Allah. Penerimaannya atas tugas perutusan yang diberikan kepadanya menjadi Ibu Penebus ilahi menunjukkan hal itu, sebab dalam fiat-nya ia berkata: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.'' (Luk 1:38). Bahwa tanggapan ini sangat penting sudah tampak dalam kadar tertentu di dalam Kisah Masa Kanak-kanak, dan semakin meningkat ketika kita mengingat ajaran Yesus. Ketika Maria datang untuk bertemu dengan Yesus, dan hal itu diberitahukan kepada Yesus, Ia menggunakan kesempatan itu untuk mengajar khalayak:  “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya” (Luk 8:21). Bagi sebagian orang hal ini terdengar merendahkan makna hubungan biologis antara Yesus dan Maria, ibundaNya. Tapi bukan itu maksudnya. Sesungguhnya, dengan mengingat fiat Maria, pembaca Injil Lukas niscaya menyadari bahwa Maria diberkati menjadi ibunda Yesus justru karena ia menerima Sabda Allah dan melsanakannya. Sejauh merupakan hakekat dan norma dari pemuridan yang sejati, maka Maria memberi teladan kepada Gereja apa artinya menjadi Kristen yang autentik.

        Kedua, tampak dalam teks Yunani Injil Lukas dan Kisah, bahwa status bunda ilahi dari Maria sesungguhnya terkait erat dengan kelahiran Gereja. Hal ini terlihat jika kita membandingkan Kabar Sukacita, tentang Kelahiran Yesus oleh Roh Kudus, dengan amanat terakhir Yesus sebelum Ia naik ke surga, yang menyatakan kelahiran Gereja oleh Roh Kudus pula. Dalam Kabar Sukacita malaikat Gabriel berkata kepada Maria, “Roh Kudus akan turun atasmu (bahasa Yunani: eperchomai) dan kuasa (bahasa Yunani dynamis) Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau” (Luk 1:35). Demikian pula, sebelum Yesus naik ke surga, Ia berkata kepada para rasul:  “Tetapi kamu akan menerima kuasa (bahasa Yunani dynamis), kalau Roh Kudus turun ke atas kamu (bahasa Yunani: eperchomai)” (Kis 1:8). Kesejajaran ini sungguh mencolok, begitu pula implikasinya. Tampak bahwa sudah Maria mengalami Pentakosta pribadi sebelum kelompok murid-murid Kritus mengalami Pentakosta eklesial yang melahirkan Gereja. Dalam kedua kesempatan itu, melalui perkandungan fisik dan kesaksian misioner, Kristus disampaikan kepada dunia. Maka kejadian yang pertama merupakan antisipasi sekaligus tipologi dari kejadian yang kedua.


Bambang Kussriyanto (Bahan dari Scott Hahn)

Doa Mohon Pertolongan Dari Orang Kudus

 Bambang Kussriyanto

Semalam setelah kelelahan membaca dan menulis, saya membaringkan diri untuk rehat menghimpun tenaga baru. Karena perhatian dan pikiran saya masih terpaut pada banyak hal saya tidak bisa tidur. Saya berdoa dan mendoakan permohonan banyak hal, melalui beberapa orang kudus.



Litani Mohon Pertolongan Dari Orang Kudus

Maria, Ibu Yesus, engkau telah menerima kebaikan Tuhan dengan berkat yang engkau terima. 

            Bantulah aku, agar aku selalu sadar dan mengenali karunia indah yang dilimpahkan Tuhan                     pada diriku.

Santa Maria Yang Kudus, Bunda Allah, engkau memahami serta telah mengalami sendiri betapa pahitnya ditolak dan tidak dimengerti orang lain.

                Bantulah aku agar aku tetap percaya bahwa Tuhan sungguh memahami dan menerima diriku                 apa adanya.

Santo Yusuf Yang Pendiam, suami Maria, engkau membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan Keluarga Kudus.

                Bantulah aku mencukupi kebutuhan rohani, keuangan dan kesehatanku dan keluargaku.

Santo Petrus, engkau berani mengungkapkan kasih-Mu pada Yesus dengan terbuka.

                Ajari aku agar berani bicara dan bertindak seperti engkau untuk menyenangkan hati Yesus.

Santo Andreas Rasul, engkau memiliki kelebihan dalam memperkenalkan Kristus pada orang lain. 

                Berilah kemudahan bagiku agar aku dapat membagikan pengalaman imanku pada orang                         lain, supaya aku dapat memperkenalkan orang lain pada Yesus.

Santo Paulus, engkau dapat mengatakan, “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku!”

            Bantulah aku untuk melangkah di jalan kehidupan yang benar, di mana Kristus dapat berkarya             di dalam diriku.

Santo Yohanes Krisostomus, engkau pandai berkotbah dan mewartakan bagaimana cara mempraktekkan iman kristiani dalam kehidupan sehari-hari.

            Doakanlah aku agar aku tahu bagaimana aku dapat mengamalkan Injil dengan perbuatan                     nyata dalam hidupku.

Santo Fransiskus Asisi, engkau melihat Tuhan menjelma dalam diri setiap ciptaanNya.

            Ajari aku untuk bersukacita dan menghargai semua yang diciptakan oleh tangan Tuhan di sekitarku.

Santo Thomas Aquinas, lewat karanganmu engkau menggali misteri keselamatan Tuhan.

             Berikanlah kecintaan untuk memperdalam iman di hatiku.

Santo Thomas Moore, seorang suami, ayah, pengacara dan martir, engkau  mengorbankan nyawamu dengan penuh sukacita demi iman yang kau yakini.

              Ajari aku sukacita dan kesetiaan iman dalam hidupku, agar aku juga dapat menjadi orang                     yang kudus suatu saat nanti.

Santa Theresa Avila, engkau senantiasa menerapkan ajaran Kristus dalam tindakan nyata, namun juga meresapkannya di dalam hati.

                Ajari aku untuk melandasi semua tindakanku dengan kesucian.

Santo Philip Neri, engkau adalah seorang santo yang berhati ceria dan humoris.

Doakan aku agar aku tak membiarkan pikiran – pikiran buruk merampas senyumku.

Santa Elisabeth Seton, engkau wanita yang penyayang – seorang istri, ibu, janda dan pendiri Tarekat Suster Cinta Kasih.

            Ajari aku bersikap murah hati di rumah, bersama keluarga dan semua orang yang bekerjasama             denganku.

Santo Peter Julian Eymard, engkau menghimpun orang – orang untuk berkumpul dan bersama-sama memuliakan Yesus dalam perayaan Ekaristi.

            Ajari aku untuk lebih menghormati kehadiran Yesus Kristus yang nyata dalam Ekaristi.

Andre Bessette yang terberkati, kemurahan dan kerendahan hatimu mengetuk hati ribuan orang untuk berdoa dan melayani sesama.

            Ajari aku untuk mempercayai adanya Anugerah Terindah dengan  sepenuh hati.

Santa Theresia dari Lisieux, engkau mengajari kami cara – cara untuk menggapai surga melalui ‘hal-hal kecil’ yang kau lakukan.

            Ajari aku untuk memanfaatkan setiap kesempatan berharga yang datang untuk lebih                                mendekatkan diri dan mengasihi Tuhan.

Santo Yohanes Neumann, engkau meninggalkan tanah airmu untuk melayani para imigran di Amerika.

                Ajari diriku untuk menyayangi dan menghargai semua pendatang.

Santa Edith Stein, engkau adalah seorang profesor di universitas, seorang ahli filsafat dan martir.

              Ajarilah aku untuk mencintai kebijaksanaan kudus.

Pier Giorgio Frassatti yang terberkati, engkau mencintai kegiatan mendaki gunung, berpesta dan menikmati persahabatan dengan teman – temanmu. Engkau memusatkan perhatian pada penelitianmu agar engkau dapat meringankan penderitaan kaum papa.

            Ajari aku untuk lebih mempedulikan keluarga dan teman temanku dengan tulus.

Santo Pio dari Pietrelcina, engkau mengalami luka – luka Kristus yang menyakitkan dan mengabdikan sepanjang hidupmu dalam kesederhanaan serta doa.

            Ajari aku untuk bersikap sabar serta tabah menghadapi segala cobaan dan berbelas kasih pada mereka yang menderita.

Ibu Teresa dari Kalkuta yang terberkati, engkau melihat Kristus hadir dalam diri kaum papa.

            Ajari aku untuk bermurah hati pada mereka yang miskin dan menderita.

Yakobus Alberione yang terberkati, pewarta Injil lewat media, engkau mengabdikan hidupmu untuk mewartakan Kabar Gembira melalui media – media komunikasi.

        Ajari aku agar aku dapat memanfaatkan media elektronik untuk mendekatkan diri pada Tuhan.

Timothy Giaccardo yang terberkati, engkau mengagungkan Ekaristi dengan penuh semangat dan mewartakan Injil sebaik pewarta Injil yang menggunakan media modern.

        Doakanlah semua penulis Kristiani, agar mereka senantiasa diilhami oleh Yesus Kristus dalam             setiap perayaan Ekaristi.

Santa Gianna Molla, engkau adalah seorang isteri serta wanita karier.

        Ajari aku agar dapat menyeimbangkan semua tugas yang harus kulakukan dengan penuh                     semangat doa dan suka cita.

 Santa Katharina Drexel, engkau wanita yang berkecukupan dan menyumbangkan harta bendamu demi kepentingan pendidikan kaum papa di Amerika serta untuk mewartakan Injil.

        Ajarilah aku agar perasaanku lebih peka sehingga dapat memperhatikan mereka yang sangat                 membutuhkan pertolongan.


PENANGANAN PERKARA PELECEHAN SEKSUAL OLEH KLERUS II

 Bambang Kussriyanto


Temuan pelecehan seksual oleh klerus di dalam Gereja mendapat perhatian besar bukan hanya dalam sisi kehidupan pastoral, tetapi juga struktural institusional di sektor terjadinya pelecehan itu dan dalam bidang hukum. Diperlukan pembaruan hukum. Sebab di satu pihak hukum yang tersedia kurang mampu melindungi anak-anak dan orang dewasa yang rentan dalam Gereja, di pihak lain tidak cukup memberi sanksi yang adil terhadap para predator. Perlu waktu hampir sepuluh tahun untuk mengolah  pembaruan Kitab Hukum Kanonik (KHK) yang berkaitan dengan pidana itu sehingga ketika kemudian pada bulan Juni 2021 Buku VI KHK rampung diperbarui Paus Fransiskus, sambutan yang diperoleh sangat penuh harapan. Pembaruan itu sungguh menunjukkan kepekaan yang lebih besar atas masalah pelecehan seksual anak-anak dan orangdewasa yang rentan.

Jika kita susun kembali kronologi usaha-usaha Gereja secara garis besar kita lihat tonggak historisnya, terbitnya MP Sacramentorum Sanctitationis Tutela (disingkat SST) tahun 2001 (St Yohanes Paulus II). Penelitian (2001) dan Konferensi Ilmiah Internasional Vatikan Antar Disiplin tentang Kejahatan Seksual (2004) yang mendorong perbaikan dan edisi baru  MP Sacramentorum Sanctitationis Tutela SST (2010). Terbitnya MP Vos Estis Lux Mundi disingkat VELM (2019), dan kemudian pembaruan Buku VI Kitab Hukum Kanonik (2021).

Vademecum atau Pedoman Penanganan Perkara Pelecehan Seksual Oleh Klerus dari Kongregasi Ajaran Iman (KAI) terbit pada Juli 2020. Namun setelah berbegai pertemuan di bulan November 2021 untuk penerimaan perbaikan Buku VI KHK, Vademecum itu diperbaiki dengan terbitnya Versi 2.0 pada 5 Juni 2022 dengan memerhatikan perubahan norma-norma dalam KHK Buku VI pada 2021 oleh Paus Fransiskus.

Teks di bawah ini masih mengikuti Vademecum Versi 1.0 Juli 2020. Penulis sedang memelajari Vademecum Versi 2.0 dan perbedaan disisipkan dengan warna huruf merah (BKs)

III. Bagaimana penyelidikan awal berlangsung?

32. Penyelidikan awal berlangsung sesuai dengan kriteria dan prosedur yang ditetapkan dalam kan. 1717 KHK atau kan. 1468 KKGKT dan yang dikutip di bawah ini.

a/ Apa itu penyelidikan awal?

33. Harus selalu diingat bahwa penyelidikan awal bukanlah pengadilan atau tidak juga berusaha mendapatkan kepastian moral apakah peristiwa yang disangkakan terjadi. Penyelidikan itu berfungsi untuk a/. mengumpulkan data yang berguna untuk pemeriksaan lebih rinci mengenai notitia de delicto; dan b/. menentukan kemungkinan kebenaran laporan, yakni, menentukan bahwa yang disebut fumus delicti, yaitu dasar yang cukup, baik dalam hukum (in iure) maupun dalam kenyataan (in facto) untuk menilai suatu tuduhan memiliki keserupaan/kemiripan dengan kebenaran.

34. Karena itu, sebagaimana ditunjukkan oleh kanon yang dikutip dalam no. 32, penyelidikan awal hendaknya mengumpulkan informasi rinci tentang notitia de delicto berkenaan dengan fakta-fakta, keadaan, dan imputabilitas (pengenaan tanggung jawab atas kejahatan kepada seseorang). Pada tahap ini tidak perlu mengumpulkan unsur-unsur lengkap suatu bukti (contohnya, kesaksian, pendapat ahli), karena hal itu akan menjadi tugas merekonstruksi, sejauh mungkin, fakta-fakta yang mendasari suatu dakwaan, jumlah dan waktu tindak kejahatan, keadaan sekitar tempat kejahatan terjadi, dan rincian umum tentang terduga korban, bersama dengan penilaian awal kerugian fisik, psikologis, dan moral yang ditimbulkan. Perhatian perlu diberikan untuk menentukan kemungkinan hubungannya dengan forum internal sakramental (namun dalam hal ini, harus diperhatikan art. 24 SST[2] dalam versi 2.0 4 § 2 SST [2])). Di sini, tindak pidana lain apapun yang didakwakan kepada terdakwa (bdk. art. 8 § 2 SST[3] dalam versi 2.0 art 9 § 2 SST [3]) dapat ditambahkan, termasuk indikasi apa pun dari kenyataan problematik yang muncul dari profil biografinya. Dapat berguna mengumpulkan kesaksian dan dokumen, apa saja dan dari mana saja (termasuk hasil penyelidikan atau pengadilan yang dilaksanakan otoritas sipil), yang mungkin sesungguhnya berguna untuk memperkuat dan mengesahkan kemungkinan kebenaran dari dakwaan. Hal yang sama dapat dilakukan pada tahap ini untuk menunjukkan faktor-faktor yang mungkin membebaskan, meringankan atau mem-beratkan sebagaimana diatur hukum. Dapat juga membantu, untuk mengumpulkan pada saat ini kesaksian-kesaksian yang dapat dipercaya berkenaan dengan pelapor dan terduga korban. Dalam lampiran Vademecum ini, disertakan bagan skematis data yang berguna yang perlu dikumpulkan dan harus ada di tangan orang yang melaksanakan penyelidikan awal (bdk. no. 69).

35. Apabila, sewaktu penyelidikan awal berjalan diketahui notitia de delicto yang lain, hal ini harus dilihat sebagai bagian dari penyelidikan awal itu juga.

36. Seperti telah disebutkan di atas, perolehan hasil dari penyelidikan sipil (atau seluruh peradilan di depan Pengadilan Negara) dapat membuat penyelidikan awal secara kanonik tidak perlu. Namun demikian, perhatian yang cukup harus diberikan oleh mereka yang harus melaksanakan penyelidikan awal untuk memeriksa penyelidikan sipil, karena kriteria yang dipakai dalam penyelidikan sipil (berkenaan dengan misalnya, batas daluwarsa, jenis (tipologi) kejahatan, usia korban, dll) dapat berbeda secara signifikan dengan norma hukum kanonik. Juga dalam keadaan demikian, bila ada keraguan, sebaiknya berkonsultasi kepada KAI.

37. Dapat juga penyelidikan tidak perlu dalam perkara kejahatan yang terkenal buruk dan tidak dapat disangkal (mengingat, contohnya, perolehan berkas perkara pengadilan sipil atau pengakuan dari pihak klerikus).

b/ Tindakan yuridis apa yang harus dilaksanakan untuk memulai penyelidikan awal?

38. Apabila Ordinaris atau Hierarki yang berwenang menilainya tepat untuk merekrut seorang lain yang cocok untuk melaksanakan penyelidikan (bdk. no. 21), ia harus memilihnya dengan meng-gunakan kriteria yang ditunjukkan oleh kan. 1428 § 1-2 KHK atau 1093 KKGKT.[4] 

39. Dalam menunjuk orang yang melaksanakan penyelidikan, dan dengan memperhatikan kerja-sama yang dapat ditawarkan oleh awam sesuai dengan kan. 228 KHK dan 408 KKGKT (bdk. art. 13 VELM), Ordinaris atau Hierarki hendaknya ingat bahwa sesuai kan. 1717 § 3 KHK dan 1468 § 3 KKGKT, jika kemudian proses pidana yudisial dimulai, orang yang sama tidak dapat bertindak sebagai hakimnya dalam proses itu. Praktik yang sehat menyarankan bahwa kriteria yang sama digunakan dalam mengangkat Delegatus dan Asesor dalam hal proses ekstrayudisial.

40. Sesuai dengan kan. 1719 KHK dan 1470 KKGKT, Ordinaris atau Hierarki harus mengeluarkan dekret yang memulai penyelidikan awal, yang di dalamnya ia menunjuk orang untuk melakukan penyelidikan, dan menunjukkan dalam teks itu bahwa ia memiliki kuasa yang disebutkan dalam kan. 1717 § 3 KHK atau 1468 § 3 KKGKT.

41. Meskipun tidak secara tegas diatur oleh hukum, dianjurkan mengangkat notarius seorang imam (bdk. kan. 483 § 2 KHK dan kan. 253 § 2 KKGKT, di mana kriteria lain ditunjukkan untuk pillihan itu), untuk membantu orang yang melakukan penyelidikan awal dengan tujuan menjamin kepercayaan publik atas dokumen yang telah disusun (bdk. kan. 1437 § 2 KHK dan 1101 § 2 KKGKT).

42. Namun demikian, harus diperhatikan bahwa, karena semua ini bukan dokumen suatu proses perkara, kehadiran notarius tidak diperlukan untuk keabsahannya.

43. Dalam tahap penyelidikan awal penunjukan Promotor Iustitiae tidak perlu.

c/ Dokumen-dokumen pelengkap apa yang dapat atau harus dikerjakan sewaktu penyelidikan awal?

44. Kan. 1717 § 2 KHK dan 1468 § 2 KKGKT, dan art 4 § 2 dan 5 § 2 VELM berbicara mengenai perlindungan nama baik orang-orang yang terlibat (terdakwa, terduga korban, saksi-saksi), sehingga laporan tidak akan menimbulkan prasangka, balas-dendam, atau diskriminasi terhadap mereka. Karena itu, orang yang melaksana-kan penyelidikan awal harus sungguh-sungguh berhati-hati untuk mengambil setiap pencegahan yang mungkin untuk tujuan ini, karena hak atas nama baik adalah salah satu hak umat beriman yang dijamin oleh kan. 220 KHK dan 23 KKGKT. Namun demikian, harus diperhatikan bahwa kanon-kanon tersebut melindungi hak itu dari pelanggaran yang tidak legitim. Dengan begitu, apabila kebaikan umum terancam, penyampaian informasi tentang adanya dakwaan tidak lagi merupakan pelanggaran akan nama baik. Lebih dari itu, orang-orang yang terlibat harus diberitahu bahwa apabila terjadi penyitaan pengadilan dan perintah penyerahan berkas perkara penyelidikan kepada pihak otoritas sipil, tidak mungkin lagi bagi Gereja untuk menjamin kerahasiaan (konfidensialitas) pernyataan dan pendokumentasian yang diperoleh dari penyelidik-an secara kanonik.

45. Dalam tiap kejadian, khususnya di mana pernyataan publik harus dilakukan, kehati-hatian besar harus dijalankan dalam memberikan informasi mengenai fakta. Pernyataan harus singkat dan ringkas, dengan menghindari pengumuman yang ramai, menahan diri sepenuhnya dari penilaian dini mengenai bersalah atau tidaknya orang yang disangka (karena hal ini akan ditetapkan hanya oleh proses pidana yang akan terjadi berikutnya yang bertujuan membuktikan dasar dakwaan), dan menghormati setiap keinginan akan privasi yang diungkapkan oleh korban-korban yang diduga. 46. Sebagaimana dinyatakan di atas, karena dalam tahap ini kemungkinan bersalah orang yang disangka baru akan ditetapkan, kehati-hatian sepenuhnya harus dijaga untuk menghindari – dalam pernyataan umum atau komunikasi pribadi– tiap penegasan yang dilakukan atas nama Gereja, Lembaga atau Serikat, atau atas nama sendiri, yang dapat merupakan antisipasi penilaian atas dasar fakta-fakta.

47. Harus juga diperhatikan bahwa laporan, proses, dan keputusan terkait dengan tindak pidana yang disebut dalam art. 6 SST tunduk pada rahasia jabatan. Hal ini tidak menghalangi orang-orang yang melaporkan – khususnya bila mereka juga bermaksud memberitahu otoritas sipil – untuk membuat publik tindakan mereka. Selain itu, karena tidak semua bentuk notitia de delicto merupakan laporan resmi, ada kemungkinan untuk menilai apakah orang terikat oleh kerahasiaan itu atau tidak dengan selalu ingat untuk menghormati nama baik orang lain yang disebut dalam no. 44.

48. Di sini juga, perhatian harus diberikan pada apakah Ordinaris atau Hierarki berkewajiban untuk memberitahukan kepada otoritas sipil mengenai notitia de delicto yang diterimanya dan dimulainya penyelidikan awal. Dua prinsip harus diterapkan: a/. hormat pada undang-undang Negara (bdk. art. 19 VELM); dan b/. hormat pada kehendak terduga korban asalkan hal ini tidak bertentangan dengan perundangan sipil. Terduga korban hendak-nya didukung – seperti yang akan dinyatakan di bawah (no. 56) – untuk menjalankan kewajiban dan haknya berhadapan (vis-à-vis) dengan otoritas Negara, dengan berhati-hati menjaga berkas dokumen dukungan ini dan menghindari setiap bentuk disuasi (penghalangan) yang berkenaan dengan terduga korban. Kesepakatan yang berkenaan dengan itu (konkordat, persetujuan, protokol saling pengertian) yang ditetapkan Takhta Suci dengan pemerintah nasional harus selalu dan dalam setiap hal ditaati.

49. Ketika hukum Negara menuntut Ordinaris atau Hierarki untuk melaporkan notitia de delicto, ia harus melakukannya, sekalipun diperkirakan bahwa atas dasar hukum negara tak ada tindakan yang akan diambil (misalnya, dalam perkara-perkara di mana daluwarsanya telah lewat atau definisi kejahatan mungkin berbeda-beda.

50. Sewaktu-waktu otoritas yudisial sipil mengeluarkan suatu perintah eksekutif legitim yang menuntut penyerahan dokumen mengenai perkara atau perintah penyitaan pengadilan atas dokumen itu, Ordinaris atau Hierarki harus bekerja-sama dengan otoritas sipil. Apabila legitimasi permintaan atau penyitaan itu diragukan, Ordinaris atau Hierarki dapat berkonsultasi kepada ahli hukum mengenai sarana bantuan yang memungkinkan untuk rekursus. Dalam tiap perkara dianjurkan memberitahukan hal itu segera kepada Wakil Paus.

51. Dalam perkara-perkara di mana perlu mendengarkan anak-anak atau orang-orang yang disamakan dengannya, norma sipil Negara hendaknya diikuti, demikian juga metode yang cocok dengan usia atau keadaan mereka, misalnya, dengan mengizinkan anak itu didampingi oleh seorang dewasa yang terpercaya dan menghindari tiap kontak langsung dengan orang yang didakwa.

52. Selama proses penyelidikan, tugas yang sangat sensitif yang jatuh pada Ordinaris atau Hierarki adalah memutuskan apakah dan kapan memberitahukan kepada orang yang didakwa.

53. Dalam hal ini tidak ada kriteria yang seragam atau ketentuan yang jelas dalam hukum. Perlu dilakukan penilaian tentang semua hal yang berkaitan: selain untuk perlindungan terhadap nama baik orang yang terlibat, perhatian juga harus diberikan, misalnya, pada risiko yang membahayakan penyelidikan awal atau menimbulkan skandal bagi umat beriman, dan manfaat mengumpulkan terlebih dulu semua bukti yang mungkin berguna atau perlu.

54. Apabila perlu dibuat keputusan untuk menanyai orang yang disangka, karena tahap penyelidikan ini belum merupakan proses pengadilan, bukanlah kewajiban untuk menunjuk seorang pengacara resmi baginya. Tetapi, apabila ia menganggap berguna, ia dapat dibantu seorang pelindung (patronus) yang merupakan pilihannya. Sumpah tidak dapat dikenakan pada orang yang disangka (bdk. ex analogia, kan. 1728 § 2 KHK dan 1471 § 2 KKGKT).

55. Otoritas gerejawi harus menjamin bahwa terduga korban dan keluarganya diperlakukan dengan bermartabat dan hormat dan harus menawarkan kepada mereka penerimaan, didengarkan sepenuhnya dan pendampingan, juga melalui pelayanan khusus, serta bantuan spiritual, medis dan psikologis sebagaimana dituntut dalam perkara khusus (bdk. art. 5 VELM). Hal yang sama dapat dilakukan kepada tersangka. Tetapi, harus dihindari memberi kesan ingin mendahului hasil dari proses pengadilan.

56. Mutlak perlu dalam tahap ini dihindari tindakan apa pun yang dapat ditafsirkan oleh terduga korban sebagai halangan untuk menjalankan hak-hak sipilnya berhadapan (vis-à-vis) dengan otoritas sipil.

57. Di mana ada struktur-struktur negara atau gerejawi tentang informasi dan dukungan untuk terduga korban, atau nasihat bagi otoritas gerejawi, perlu juga mengacu pada struktur-struktur itu. Maksud dari struktur ini murni hanya untuk memberikan nasihat, petunjuk, dan bantuan; analisisnya bukanlah keputusan prosedural kanonik sama sekali.

58. Untuk melindungi nama baik orang-orang yang terlibat dan melindungi kebaikan umum, juga menghindari faktor-faktor lain (misalnya, tersebarnya skandal, risiko penyembunyian bukti di masa datang, adanya ancaman atau tindakan lain yang dimaksudkan untuk menghalangi terduga korban menggunakan hak-haknya, perlindungan terhadap korban-korban lain yang mungkin) sesuai dengan art. 19 SST (dalam versi 2.0 art. 10 § 2 SST), Ordinaris atau Hierarki memiliki hak dari permulaan penyelidikan awal untuk mengambil tindakan pencegahan seperti tercantum dalam kan. 1722 KHK dan 1473 KKGKT.[5]

59. Tindakan-tindakan pencegahan yang ditemukan dalam kanon-kanon itu merupakan daftar taxatif, yaitu untuk sekali waktu dapat dipilih satu atau lebih dari yang ada di situ.

60. Hal ini tidak menghalangi Ordinaris atau Hierarki mengenakan tindakan disipliner lain yang ada dalam kuasanya, tetapi itu tak dapat diartikan secara ketat sebagai “tindakan-tindakan pencegahan.”

Petikan dari: Kongregasi Ajaran Iman, VADEMECUM PENANGANAN PERKARA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK-ANAK OLEH KLERIKUS, Roma, 16 Juli 2020. Penerjemah : R.D. Yohanes Driyanto. ©Dokpen KWI.

Lanjutan proses penyelidikan awal akan dilanjut dalam artikel ke III.


Kamis, 29 September 2022

PENANGANAN PERKARA PELECEHAN SEKSUAL OLEH KLERUS

 Bambang Kussriyanto



Tuduhan pelecehan seksual oleh Uskup Mgr Belo dari Timor Leste dua hari ini viral di media.

Dari pedesaan Australia di belahan bumi selatan sampai sekolah-sekolah Irlandia di belahan utara, hingga di kota-kota di Amerikat Serikat di belahan barat, Gereja Katolik menerima gempa besar guguran kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak dalam tiga-empat dasawarsa terakhir.  

Kasus yang melibatkan petinggi Gereja, kesaksian yang mengalir sampai penyelidikan pidana sipil terus menerus menjadi berita utama di koran-koran.

Suatu penelitian di Perancis menemukan sekitar 216,000 anak-anak mengalami pelecehan seksual oleh para imam sejak 1950. Media di AS dan Kanada mulai menaruh perhatian besar pada kasus pelecehan yang dilakukan klerus pada tahun 1980an. Isyu itu bertambah besar dalam dasawarsa  1990an dengan cerita-cerita dari Argentina, Australia dan tempat-tempat lain. Pada 1995, Uskup Agung Vienna, Austria, jatuh oleh tuduhan pelecehan seksual, mengguncangkan Gereja di sana.

Paus Fransiskus sangat terpukul oleh temuan-temuan pidana itu dan mengharapkan dapat menemukan “lorong penebusan". Ia berusaha keras mengatasi persoalan pelecehan seksual para klerus dengan mengadakan penyelidikan atas paedophilia dalam Gereja, dan mengubah hukum kanonik Gereja dengan mempidanakan pelecehan seksual.

Dari 1990 hingga 2018, laporan pelecehan seksual melibatkan 382 imam dan 625 anak korbannya, yang umumnya di bawah usia 16 tahun. Suatu laporan komisi Gereja pada 2004 menyatakan lebih dari 4,000 imam AS menghadapi tuduhan pelecehan seksual dalam rentang waktu 50 tahun terakhir melibatkan 10,000 anak yang menjadi korban, terutama anak laki-laki.

Kongregasi Ajaran Iman (KAI) Vatikan pada 2020 menerbitkan panduan penanganan laporan tentang pelecehan seksual oleh klerus. Pedoman itu tidak menggantikan hukum kanon maupun sipil, tetapi menunjukkan langkah-langkah awal yang perlu diambil Gereja di seluruh dunia dengan penuh kesungguhan.


Apa yang harus dilakukan ketika laporan tentang kemungkinan t


indak pidana (notitia de delicto) diterima?

a/ apa yang dimaksud dengan istilah notitia de delicto?

9. Notitia de delicto (bdk. kan. 1717 § 1 Kitab Hukum Kanonik (KHK); kan. 1468 § 1 KKGKT (Kitab Kanon Gereja Katolik Timur); art. 16 SST (Motu Proprio Scramentum Sanctitationis Tutela); art. 3 VELM (Motu Proprio Vos Estis Lux Mundi)), yang kadang disebut notitia criminis, adalah informasi apapun tentang tindak pidana yang mungkin dilakukan, dengan suatu cara sampai kepada pengetahuan Ordinaris atau Hirarki. Hal ini tidak harus merupakan laporan formal.

10. Notitia ini bisa datang dari berbagai macam sumber: dapat disampaikan secara formal kepada Ordinaris atau Hierarki, secara lisan atau tertulis, oleh terduga korban, walinya, atau orang lain yang menyatakan memiliki pengetahuan mengenai hal itu; dapat diketahui oleh Ordinaris atau Hierarki melalui pelaksanaan tugas pengawasannya; dapat dilaporkan kepada Ordinaris atau Hierarki oleh otoritas sipil melalui saluran-saluran yang diatur oleh legislasi lokal; dapat disebarluaskan melalui media komunikasi (termasuk media sosial); dapat sampai kepadanya lewat desas-desus, atau dengan cara lain apapun yang memadai.

11. Kadang-kadang notitia de delicto dapat berasal dari sumber yang anonim, yaitu dari orang yang tidak dikenal atau tidak bisa diidentifikasi. Anonimitas sumber tidak boleh secara otomatis mengarahkan orang untuk menganggap suatu laporan tidak benar (palsu). Namun demikian, untuk alasan yang mudah dimengerti, kehati-hatian besar harus dilakukan dalam mempertimbangkan notitia seperti itu, dan laporan anonim tentu saja tidak disarankan. 12. Begitu juga, ketika notitia criminis datang dari sumber yang kredibilitas orangnya tampak meragukan sejak semula, sebaiknya tidak ditolak secara a priori.

13. Kadang-kadang, notitia de delicto tidak dilengkapi dengan rincian khusus (nama, tanggal, waktu…). Meskipun tidak jelas dan tidak pasti, informasi itu haruslah dinilai secara wajar dan, sejauh memungkinkan, diberi perhatian semestinya.

14. Harus ditegaskan bahwa laporan mengenai delictum gravius (tindak pidana sangat berat) yang diterima dalam pengakuan dosa ditempatkan dibawah ikatan paling ketat dari rahasia sakramental (bdk. kan 983 § 1 KHK; kan. 733 § 1 KKGKT; art. 4 § 1, 5º SST). Seorang bapa pengakuan yang diberitahu adanya delictum gravius sewaktu perayaan sakramen hendaknya berusaha meyakinkan peniten agar informasi diberitahukan dengan cara lain sehingga otoritas yang terkait dapat mengambil tindakan atas hal itu.

15. Tanggung jawab pengawasan yang melekat pada Ordinaris atau Hierarki tidak menuntut bahwa ia secara terus-menerus memantau klerikus yang menjadi bawahannya, namun juga tidak mengizinkannya untuk menganggap diri bebas dari upaya memperoleh informasi mengenai perilaku mereka dalam hal-hal ini, khususnya apabila ia menyadari hal-hal yang mencurigakan, perilaku keji, atau tindakan tidak senonoh yang serius.

b/ Tindakan apa yang harus diambil setelah notitia de delicto diterima?

16. Art. 16 SST (bdk. juga kan. 1717 KHK dan 1468 KKGKT) menyatakan bahwa, ketika notitia de delicto diterima, hendaknya segera diikuti penyelidikan awal, asalkan laporan itu “saltem verisimilis,” (setidak-tidaknya ada kemungkinan kebenaran). Apabila kemungkinan kebenaran terbukti tak berdasar, notitia de delicto tidak perlu ditindak-lanjuti, walaupun perhatian mesti dilakukan untuk menyimpan dokumen bersama dengan penjelasan tertulis mengenai alasan-alasan diambilnya keputusan itu.

17. Bahkan dalam perkara-perkara di mana tidak ada kewajiban hukum yang eksplisit untuk melakukannya, otoritas gerejawi hendaknya membuat laporan kepada otoritas sipil yang berwenang apabila dinilai perlu untuk melindungi orang yang terlibat atau anak-anak lain dari bahaya tindak-tindak kejahatan berikutnya.

18. Mengingat hakikat perkaranya yang sensitif (misalnya, kenyataan bahwa dosa melawan perintah ke-6 Dekalog jarang terjadi dengan kehadiran saksi), penentuan bahwa notitia de delicto itu tidak memiliki kemungkinan kebenaran (yang dapat mengarah pada peniadaan penyelidikan awal), dapat dilakukan hanya dalam perkara yang ketidakmungkinannya untuk melanjutkan proses sesuai dengan norma hukum kanonik nyata. Misalnya, jika ternyata bahwa pada saat tindak pidananya didakwakan, orangnya belum menjadi klerikus; jika menjadi jelas bahwa terduga korban bukan seorang anak (tentang hal ini, bdk. no. 3); jika merupakan kenyataan yang diketahui umum bahwa orang yang disangka tidak ada di tempat kejadian perkara ketika tindak kejahatan yang disangkakan terjadi).

19. Namun, dalam perkara demikian, disarankan bahwa Ordinaris atau Hierarki menyampaikan kepada KAI notitia de delicto dan keputusan untuk tidak melakukan penyelidikan awal dengan alasan kurangnya kemungkinan ke arah kebenaran yang nyata itu.

20. Di sini hendaknya ditegaskan bahwa dalam perkara perilaku yang tidak pantas atau tidak bijak, meskipun tidak ada tindak pidana yang melibatkan anak-anak, apabila dinilai perlu untuk melindungi kebaikan umum dan menghindari skandal, Ordinaris atau Hierarki berwenang untuk mengambil langkah-langkah administratif lain terhadap orang yang disangka (misalnya, pembatasan pelayanannya), atau menjatuhkan remedium poenale seperti yang disebut dalam kan. 1339 KHK dengan maksud mencegah tindak pidana (bdk. kan. 1312 §3 KHK) atau memberikan teguran umum seperti disebut dalam kan. 1427 KKGKT. Dalam perkara tindak pidana yang tidak berat (non graviora), Ordinaris atau Hierarki hendaknya menggunakan sarana-sarana yuridis yang cocok dengan keadaannya.

21. Sesuai kan. 1717 KHK dan kan. 1468 KKGKT, tanggung jawab untuk penyelidikan awal dimiliki Ordinaris atau Hierarki yang menerima notitia de delicto, atau orang yang tepat yang dipilihnya. Kelalaian atas tugas ini dapat merupakan tindak pidana prosedur kanonik sesuai dengan KHK, KKGKT dan Motu Proprio Come una madre amorevole, juga art. 1 §1, b VELM.

22. Tugas ini menjadi tanggung jawab Ordinaris atau Hierarki dari klerikus yang disangka atau, jika tidak, Ordinaris atau Hierarki tempat tindak pidana yang disangkakan terjadi. Dalam hal yang terakhir itu, secara umum akan sangat membantu apabila ada komunikasi dan kerja sama antara para Ordinaris yang terlibat, untuk menghindari konflik kewenangan atau duplikasi pekerjaan, khususnya bila klerikus itu seorang religius.

23. Apabila Ordinaris atau Hierarki menemui kesulitan dalam memulai atau melaksanakan penyelidikan awal, hendaknya ia segera menghubungi KAI untuk mendapatkan nasihat atau bantuan dalam mengatasi masalah.

24. Dapat terjadi bahwa notitia de delicto sampai langsung kepada KAI dan tanpa melalui Ordinaris atau Hierarki. Dalam hal ini KAI dapat memintanya untuk melaksanakan penyelidikan awal, atau sesuai art. 17 SST, dapat melakukannya sendiri.

25. KAI, sesuai dengan penilaiannya sendiri, karena permintaan yang jelas atau kebutuhan, dapat juga meminta Ordinaris atau Hierarki lain untuk melaksanakan penyelidikan awal.

26. Penyelidikan kanonik awal harus dilaksanakan dengan bebas dari penyelidikan serupa oleh otoritas sipil. Dalam perkara di mana undang-undang Negara melarang penyelidikan yang serupa dengannya, otoritas gerejawi yang berwenang hendaknya menahan diri untuk tidak memulai penyelidikan awal dan melaporkan indikasi pelanggaran kepada KAI dengan menyertakan dokumen yang perlu. Apabila dinilai tepat menunggu konklusi penyelidikan sipil untuk memperoleh hasilnya, atau karena alasan lain, Ordinaris atau Hierarki sebaiknya meminta nasihat mengenai hal ini kepada KAI.

27. Penyelidikan hendaknya dilaksanakan dengan menghormati hukum sipil tiap negara (bdk. art. 19 VELM).

28. Untuk tindak pidana yang dimaksudkan di sini, hendaknya diperhatikan adanya perbedaan penting batas daluwarsa tindak kejahatan dari waktu ke waktu. Batas waktu yang sekarang berlaku ditetapkan dalam art. 7 SST.[1] Namun demikian, karena art. 7 § 1 SST mengizinkan KAI menghapus daluwarsa itu kasus demi kasus, Ordinaris atau Hierarki yang sudah menentukan bahwa batas daluwarsa telah lewat harus tetap menanggapi notitia de delicto dan melaksanakan penyelidikan awal yang mungkin, dengan menyampaikan hasilnya kepada KAI, yang berwenang untuk memutuskan apakah daluwarsa tetap dipertahankan atau memberikan penghapusan baginya. Dalam menyampaikan berkas, akan bermanfaat bila Ordinaris atau Hierarki menyatakan pendapat pribadinya mengenai penghapusan yang mungkin dilakukan itu, dengan memberikan alasan berdasarkan keadaan konkret (contohnya, keadaan kesehatan atau usia klerikus, kemampuan klerikus menggunakan haknya untuk membela diri, kerugian yang disebabkan oleh tindak kejahatan yang disangkakan, skandal yang terjadi).

29. Dalam tindakan-tindakan awal yang sensitif ini Ordinaris atau Hierarki dapat meminta nasihat KAI (yang dapat terjadi di setiap saat penanganan perkara) dan juga dengan bebas berkonsultasi kepada ahli dalam masalah pidana secara kanonik. Namun demikian, dalam berkonsultasi, harus diperhatikan agar dihindari penyebaran informasi yang tidak semestinya dan tidak licit kepada publik, yang dapat merugikan penyelidikan selanjutnya atau memberi kesan bahwa telah ditentukan secara pasti fakta atau kesalahan klerikus yang bersangkutan.

30. Harus diperhatikan bahwa sudah dari tahap ini ada kewajiban untuk memegang rahasia jabatan. Akan tetapi, harus diingat bahwa kewajiban untuk diam mengenai indikasi kejahatan tidak dapat dikenakan pada orang yang melaporkan perkara, pada orang yang menyatakan dirinya telah dirugikan, dan saksi-saksi.

31. Sesuai dengan art. 2 § 3 VELM, Ordinaris yang telah menerima notitia de delicto harus segera meneruskannya kepada Ordinaris atau Hierarki tempat perkara yang dikatakan telah terjadi, juga kepada Ordinaris atau Hierarki dari orang yang dilaporkan, yaitu, dalam perkara seorang religius, kepada Pemimpin Tinggi Tarekat, jika ia adalah Ordinarisnya sendiri, dan dalam perkara seorang klerikus diosesan, kepada Ordinaris keuskupannya atau Uskup Eparkial penginkardinasiannya. Apabila Ordinaris atau Hierarki setempat dan Ordinaris atau Hierarkinya bukan orang yang sama, sebaiknya mereka saling menghubungi untuk menentukan siapa di antara mereka akan melaksanakan penyelidikan. Dalam hal laporan mengenai seorang anggota Lembaga Hidup Bakti atau Serikat Hidup Kerasulan, Pemimpin Tinggi Tarekat juga akan memberitahukannya kepada Moderator Tertinggi dan bila Lembaga dan Serikat itu berhukum diosesan, juga kepada Uskup masing-masing.

Langkah-langkah awal ini akan ditindak-lanjuti menurut Pedoman tahap berikutnya.



Petikan dari: Kongregasi Ajaran Iman, VADEMECUM PENANGANAN PERKARA PELECEHAN SEKSUAL TERHADAP ANAK-ANAK OLEH KLERIKUS, Roma, 16 Juli 2020. Penerjemah : R.D. Yohanes Driyanto. ©Dokpen KWI.