Daftar Blog Saya

Jumat, 23 September 2022

Demi Literasi dan Inklusi Keuangan

 


Menangkal Investasi Bodong dan PINJOL

Digitalisasi membawa era baru dalam melakukan aktivitas

keuangan seperti investasi dan pendanaan. Akses masyarakat

terhadap aktivitas tersebut menjadi lebih mudah dan berbiaya

murah, dengan kehadiran platform penyedia jasa keuangan online.

Jumlah pengguna platform investasi dan pinjaman online terus

mengalami peningkatan. Per Desember 2021, jumlah SID investor

retail di Indonesia mencapai 7.489.337 investor pasar modal atau

naik 92,99% dari tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah

akumulasi rekening lender pinjaman online mencapai 809.494

rekening atau naik 13% dari tahun sebelumnya, dan jumlah

akumulasi rekening borrower mencapai 73,25 juta rekening atau

naik 68% dari tahun sebelumnya.

Namun sayangnya, peningkatan jumlah pengguna platform

investasi maupun pinjaman online sejalan dengan peningkatan

pengaduan yang tercatat pada Yayasan Lembaga Konsumen

Indonesia (YLKI). Sepanjang tahun 2021, YLKI mencatat sebanyak

535 pengaduan, 49,6% merupakan pengaduan terkait jasa

keuangan. Proporsi ini naik dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar

33,5% pada tahun 2019. Pengaduan konsumen terkait jasa

keuangan menjadi paling banyak dibanding bidang jasa lainnya.

Terlebih lagi, YLKI juga menyebutkan bahwa proporsi tersebut

konsisten selama lima tahun terakhir. Sebanyak 82% pengaduan

terkait jasa keuangan berasal dari konsumen pinjaman online ilegal.

Selain itu, kasus investasi bodong juga masih menjamur di

Indonesia. Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

menyampaikan bahwa praktik investasi bodong telah merugikan

masyarakat Indonesia hingga Rp117,4 triliun dalam kurun waktu

sepuluh tahun terakhir.


Masih rendahnya tingkat literasi keuangan di Indonesia menjadi

salah satu penyebab fenomena-fenomena tersebut. Hasil Survei

Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan OJK

pada tahun 2019 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan dan

inklusi keuangan masing-masing mencapai 38,03% dan 76,19%.

Angka ini memang lebih baik dari survei yang dilakukan

sebelumnya pada tahun 2016, yang mana tingkat literasi keuangan

dan inklusi keuangan masing-masing mencapai 29,7% dan 67,8%.

Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan negara di Asia

Tenggara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, tingkat

inklusi keuangan di Indonesia masih di bawah negara-negara

tersebut. Singapura memiliki tingkat inklusi keuangan sebesar 98%,

sementara dan Thailand dan Malaysia masing-masing memiliki

tingkat literasi keuangan sebesar 85% dan 82%.


Sehubungan dengan pemaparan di atas, Universitas Sanata

Dharma sebagai instansi pendidikan yang peduli terhadap

pendidikan dan perekonomian di Indonesia, merencanakan

kegiatan webinar secara daring dengan tema “Literasi Keuangan:

Investasi Bodong dan Pinjaman Online Ilegal”. 


BI dalam kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam tahun 2022 meluncurkan program Literasi Keuangan, mengusung tema “Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments” atau “Berkelanjutan dalam Berinvestasi dan Berinvestasi pada Produk Keuangan yang Berkelanjutan”. Pemilihan tema tersebut dilandaskan pada semangat untuk mendorong masyarakat khususnya generasi muda untuk secara kontinyu berinvestasi di pasar modal, sehingga investasi dapat menjadi sebuah kebiasaan yang bermanfaat bagi diri dan bagi negeri yakni untuk mendukung pembiayaan pembangunan Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar