Matius
[Nama terjemahan Latin dari]
bentuk Yunani (Matthew) dari nama Ibrani Mattanyah, “karunia
Tuhan”. Salah seorang dari keduabelas rasul pilihan Yesus dan dikenali tradisi
sebagai pengarang Injil yang pertama. Ia tercantum dalam daftar rasul-rasul
(Mat 10:3; Mrk 3:18; Luk 6:15; Kis 1:13) tetapi ia disebut pemungut cukai hanya
dalam Mat 9:9 dan 10:3. Dalam Mrk 2:14 dan Luk 5:27-28 ia disebut Lewi; dalam
Injil Markus dikatakan bahwa ia anak Alfeus. Matius atau Lewi menjamu Yesus di
rumahnya, dan di sana terjadi percakapan antara Yesus dengan orang Farisi
tentang alasan Ia makan bersama dengan
seorang pemungut cukai dan para pendosa lainnya (Luk 5:29-32). Lepas dari Injil
dan suatu himpunan perkataan Yesus dalam bahasa Ibrani (atau Aram) yang
dianggap berasal darinya oleh Papias, uskup Hierapolis pada awal abad kedua,
sedikit sekali yang diketahui dengan pasti tentang kehidupan Matius sebagai
seorang rasul. Eusebius dari Kaisarea dalam Hist.Eccl 3.24 menyatakan
bahwa Matius mengajar sesama orang-orang Yahudi. Tradisi lain menyatakan bahwa
ia mati sebagai martir di Etiopia, Persia atau Pontus. Ia dipestakan setiap
tanggal 21 September.
Injil
Kitab pertama dari kanon
Perjanjian Baru dan pada umumnya dipercaya oleh jemaat Kristen kuno sebagai
Injil pertama yang dituliskan dari keempat Injil. Tradisi ini tidak mendapat
tentangan sampai zaman modern, dan pendapat yang kini berlaku di antara
kebanyakan ahli abad keduapuluh adalah bahwa Injil Markus-lah yang dianggap
sebagai Injil pertama.
Para ahli menyatakan bahwa Injil ini ditulis bagi orang Kristen
Yahudi karena sejumlah alasan;
1. Injil ini menekankan bahwa Kristus adalah pemenuhan Kitab Suci
Perjanjian Lama.
2. Berbagai adat Yahudi disebutkan begitu saja, tidak diberi penjelasan.
3. Tradisi menyatakan bahwa Injil ini ditulis untuk orang Kristen
Palestina.
4. Kristologi Matius didasarkan pada suatu pandangan akan Yesus sebagai
seorang Musa baru, dan sebagai seorang Salomo baru yang membangun Bait Allah
yang baru pula. Yesus lebih dimuliakan daripada para tokoh dan pranata
Perjanjian Lama.
I. PENGARANG DAN WAKTU
PENULISAN
II. ISI
III. CIRI-CIRI SASTRA
IV. MAKSUD DAN TEMA
A. Yesus Bersama Kita
Dalam Gereja
B. Simbolisme Silsilah
Kristus
C. Kerajaan Surga
I. PENGARANG DAN WAKTU
PENULISAN
Injil Matius tidak menyebutkan
nama pengarangnya, tetapi kesaksian Gereja purba pada umumnya menyatakan bahwa
pengarang kitab ini adalah rasul Matius. Judul “Menurut Matius”, jika tidak
asli, ditambahkan menjelang awal abad kedua atau masa sebelumnya.
Injil ini sangat dikenal di kalangan Gereja purba. Kutipan dari
dan rujukan-rujuan pada teks Injil Matius terdapat dalam Didakhe dan
dalam tulisan-tulisan Santo Ignatius dari Antiokhia pada awal abad kedua
M. Dari masa uskup Papias dari
Hierapolis (sekitar tahun 120) pengarang kitab ini diyakini rasul Matius.
Keraguan tentang ini hanya muncul di abad kesembilanbelas.
Menentukan waktu penulisan Injil Matius merupakan persoalan
sulit. Jawabannya bergantung sebagian pada soal, apakah Matius mengandalkan
Injil Markus atau tidak, apakah tradisi benar dalam pernyataannya bahwa Matius
(atau sebagian darinya) pada mulanya dituliskan dalam suatu bahasa Semit dan
baru kemudian diterjemahkan dalam teks Yunani yang kita miliki sekarang. Waktu
penulisan yang diperkirakan untuk kitab ini terentang antara tahun 50 hingga
100 M, namun kebanyakan ahli lebih condong pada masa antara 80-90 M. Sementara
itu. tidak ada bukti yang mendukung waktu penulisan sesudah hancurnya
Yerusalem oleh bangsa Roma pada tahun 70M. Yesus dalam Injil Matius meramalkan
bencana historis itu (Mat 22:7; 24:1-51), namun tidak ada petunjuk bahwa si
pengarang Injil mengetahui peristiwa itu sudah terjadi. Komisi Kitab Suci
Kepausan mengandalkan kuatnya bukti ini ketika di awal abad keduapuluh membahas
penulisan Injil Matius :
Dukungan atas pendirian
ini ditemukan di dalam Injil sendiri. Matius tidak merujuk sesuatu yang
menegaskan kehancuran Yerusalem walaupun ia merekam ramalan Yesus mengenai hal
itu dalam Wacana tentang Akhir Zaman (Mat 24:2). Ini menandakan titik
penyimpangan dari gaya penulisan Matius yang biasa ketika menceritaan detil
yang penting dan menarik yang tetap relevan pada masa ia menulis (bdk Mat 27:8;
28:15). Jika diambil bersama-sama, bukti itu menunjukkan suatu waktu penulisan
yang lebih awal dari peristiwa yang mengerikan di tahun 70 itu, walaupun
mayoritas ahli Kitab Suci tetap mempertahankan pendapat mengenai Markus sebagai
Injil pertama.
II. ISI
i. Silsilah Kristus (Mat
1:1-17)
ii. Maka Kanak-kanak
Yesus (Mat 1:18-2:23)
iii. Karya Awal Yesus
(Mat 3:1-7:29)
A. Perutusan Yohanes
Pembaptis (Mat 3:1-12)
B. Pembaptisan dan
Pencobaan Yesus (Mat 3:13-4:11)
C. Misi Yesus di galilea
(Mat 4:12-25)
D. Khotbah di Bukit (Mat
5:1-7:29)
iv. Yesus Membuat
Mujizat dan Perutusan Keduabelas Rasul (mat 8:1-10:42)
v. Yesus Mengajar dan
Menggunakan Perumpamaan (Mat 11:1-18:35)
vi. Perjalanan ke
Yerusalem (Mat 19:1-20:34)
vii. Sengsara, Wafat dan
Kebangkitan Yesus (Mat 21:1-28:20).
III. CIRI-CIRI SASTRA
Tak bisa disangkal bahwa
Matius adalah Injil yang paling dikenal, tetapi Injil Matius juga dikenal
sebagai Injil yang paling cocok untuk pengajaran agama. Matius mengelompokkan
beberapa bagian kisah dan wacana berselang-seling. Di dalam [enam rangkaian]
khotbah Matius menangkap suara Yesus yang mengajar dan bicara (bdk Mat 5:3-7:27; 10:5-42; 13:3-52;
18:2-35; 23:2-39; 4:4-25:46). Kitab ini disusun di sekitar rangkaian wacana
Yesus itu, dan ajaran serta tindakan Yesus bersama-sama menyingkapkan jati diri
dan perutusanNya yang sebenarnya.
IV. MAKSUD DAN TEMA
A. Yesus Bersama Kita
Dalam Gereja
Matius menyampaikan Kabar
Gembira tentang karya penebusan Yesus. Ia menulis tentang Yesus sebagai
“Emanuel” (Tuhan beserta kita), dengan menggunakan sebutan itu dalam bab
pertama (Mat 1:23) dan kata-kata yang paling akhir diucapkan Yesus (Mat 28:20).
Kita juga bisa menyebut Injil ini sebagai Injil yang paling “gerejawi”: Hanya
Matius saja di antara Injil-injil yang menggunakan kata “Jemaat” atau Gereja (ekklesia,
Mat 16:18; 18:17). Matius menunjukkan kepada kita bahwa Kerajaan Allah sudah
didirikan di dunia di dalam Gereja, dan bahwa Kristus yang bangkit selalu
menyertai umatNya di dalam Gereja.
Selanjutnya Matius berusaha mendokumentasikan pengelolaan
Gereja dan kepemimpinan yang ditunjuk secara ilahi. Pentingnya para rasul
dikatakan oleh Yesus ketika Ia menyatakan “apabila Anak Manusia
bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk
juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel” (Mat
19:28). Pucuk pimpinan atas Gereja diberikan kepada Petrus selaku Karang (Mat
16:18) dan kepadanya Yesus mempercayakan “kunci-kunci Kerajaan Surga” (Mat
16:19), dan atas dia Yesus membangun Gereja-Nya, Bait Allah yang baru. Yesus
juga memberikan kuasa untuk mengikat dan melepas kepada para rasul (Mat 18:18).
B. Simbolisme Silsilah
Kristus
Injil diawali dengan suatu
silsilah Yesus yang dengan cara yang lembut menyatakan Dia sebagai Mesias
keturunan Daud. Ini sering tidak diperhatikan oleh para pembaca di masa modern,
yang tidak mengetahui tujuan yang hendak dicapai oleh Matius. Ia menyusun para
leluhur Yesus dalam tiga kelompok, yang masing-masing terdiri dari empat belas
generasi, dan dengan sikap teliti menyunting nama-nama supaya cocok dengan
rencananya.
Angka mempunyai nilai simbolik yang penting bagi orang Yahudi
pada zaman Yesus. Dalam bahasa Ibrani, huruf-huruf tidak hanya mewakili suara,
tetapi juga nilai angkawi. Maka setiap nama mengandung nilai angka yang
penting. Nama Daud misalnya (dalam aksara Ibrani dwd) nilainya empat
belas. Nama Daud juga ditempatkan dalam urutan keempat belas di dalam silsilah
itu. Tiga melambangkan kesempurnaan. Maka tiga kelompok yang masing-masing
terdiri dari empat belas nama mau menyatakan kesempurnaan bagi Daud. Yesus
adalah Anak Daud yang sempurna, Mesias yang ditunggu-tunggu, dan silsilahNya
saja sudah menyatakan hal itu.
C. Kerajaan Surga
”Kerajaan Surga” mencuat
tinggi sebagai tema utama dalam wacana-wacana Yesus. Ia datang untuk memulihkan
kerajaan Daud, membawa pemenuhan janji Allah untuk mendirikan kerajaan yang
kekal melalui garis keturunan Daud. Maka Injil Matius penuh dengan ayat-ayat
yang membandingkan Yesus dan KerajaanNya dengan kerajaan Daud. Yesus menyandang
gelar Mesias ”Anak Daud” (Mat 1:1), dilahirkan dari garis keturunan raja Daud
(Mat 1:2-17); Ia “lebih agung daripada Salomo” (Mat 12:42) dan lebih
besar daripada Bait Allah Salomo (Mat 12:6); Ia membangun Bait Allah
yang baru yang lebih besar lagi (Mat 16:18); kerajaanNya meliputi kedua belas
suku (Mat 19:28) dan segala bangsa (Mat 28:19); dan Ia membangun GerejaNya atas
dasar seorang perdana menteri yang memegang kunci-kunci Kerajaan (Mat 16:19)
sebagaimana raja-raja keturunan Daud menjalankan pemerintahan melalui
menteri-menteri utama mereka.
Maka Kerajaan Surga adalah lebih dari kerajaan Daud yang dipulihkan;
sesungguhnya kerajaan Daud yang ditampakkan dalam pemerintahan Daud dan Salomo,
hanyalah suatu tampilan ekstra sebagai pendahuluan bagi Kerajaan Mesias, di
mana janji yang diberikan kepada Daud seluruhnya dipenuhi. Hidup Kristen dengan
demikian melampaui Hukum dan Perjanjian Lama.
Dalam Khotbah di Bukit, Yesus menggambarkan hidup Kristen yang
ideal (Mat 5-7); dalam wacana perutusan Ia memberi pengarahan kepada para rasul
agar mewartakan Injil di Galilea (Mat 10:5-15) dan menubuatkan pekerjaan misi
Gereja di seluruh dunia (Mat 10:16-42); dalam kisah perumpamaanNya (Mat 13)
Yesus mengungkapkan misteri Gereja dan memberikan jaminan bagi pertumbuhan dan
kejayaan KerajaanNya di dunia; dalam Khotbah mengenai kehidupan Gereja (Mat 18)
Yesus menggariskan suatu prosedur disiplin Gereja, dengan menekankan perlunya
pengampunan dosa dan memberikan kuasa kepada para rasul untuk mengikat dan
melepaskan dalam namaNya (Mat 18:15-20); dalam wacana tentang Akhir Zaman (Mat
24-25) Ia meramalkan hancurnya Yerusalem dan Bait Allah dan berakhirnya
Perjanjian Lama.
Matius selalu hati-hati ketika menunjukkan bagaimana
janji-janji dari Perjanjian Lama dipenuhi dengan penetapan Perjanjian Baru.
Yesus membawa berkat melalui Abraham untuk segala bangsa (bdk Mat 8:10-12; 28:18-20)
bahkan ketika Ia menyatakan sifat Hukum Musa yang hanya sementara dan
transisional. Berlalunya Perjanjian Lama benar-benar ditegaskan ketika Yesus
meramalkan hancurnya Bait Allah dan ketika Ia membatalkan izin yang diberikan
Musa untuk perceraian dan menikah lagi (Mat 19:1-9). Namun Yesus juga
menetapkan Hukum Baru, suatu norma baru untuk hidup yang melampaui tuntutan
Hukum Musa dan meminta kesucian rohani yang mendalam dan kasih persaudaraan.