Bambang Kussriyanto
Usia saya sudah kepala 7. Saya tak bisa diam, selalu di
depan laptop atau hape untuk membaca perkembangan dan menulis sesuatu. Saya
berharap yang saya lakukan bermanfaat bagi banyak orang, maka saya bagikan
sebagai teks, atau saya tuangkan dalam renungan untuk umat lingkungan atau
kategorial, jika ditugaskan memberi renungan dalam perjumpaan mereka. Saya suka
melakukan perjalanan sebab situasi sepanjang jalan memberi inspirasi dan
semangat untuk melanjutkan hidup. Bagi saya hidup adalah perjalanan, yang suatu
waktu akan berhenti.
Namun sebelum saat itu tiba saya ingin terus menjalankan
hidup yang migunani. Saya juga menimba semangat dari tulisan-tulisan tentang
usia tua. Salah satunya adalah Surat Untuk Para Lanjut Usia dari Paus Santo
Yohanes Paulus II. Saya petikkan sebagian.
Manusia Usia Lanjut
menurut Kitab Suci
6. "Umur muda dan fajar hidup itu kesia-siaan",
kata Pengkhotbah (Pkh 11:10). Alkitab tidak ragu-ragu menunjukkan, ada kalanya
disertai realisme yang blak-blakan, hakekat hidup yang sedang lewat dan lalunya
hidup yang mustahil dielakkan: "Kesiasiaan belaka, segala sesuatu itu
sia-sia, kesemuanya itu sia-sia" (Pkh 1:2). Siapakah tidak akrab dengan
suara itu yang mengingatkan si Bijaksana masa lampau? Siapa di antara kita yang
lebih tua, karena belajar dari pengalaman, mengerti itu secara istimewa.
Kendati realisme yang pahit itu, Kitab suci mempertahankan
visi yang positif sekali tentang nilai hidup. Manusia selamanya tetap
"dalam gambar Allah" (bdk. Kej 1:26), dan tiap tahap hidup mempunyai
keindahannya sendiri dan tugas-tugasnya sendiri.
Memang benar, dalam sabda Allah, usia lanjut sedemikian rupa
dijunjung tinggi, sehingga hidup yang panjang dipandang sebagai tanda kemurahan
hati ilahi (bdk. Kej 11:10-32). Dalam kenyataan Abraham, – dan padanya kurnia
istimewa usia lanjut ditekankan– anugerah itu berupa janji: "Aku akan
menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu
masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang
memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu
semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kej 12:2-3). Di samping
Abraham ada Sarah, dan wanita menyaksikan makin tua tubuhnya, tetapi dalam batas-batas
lanjut umur dagingnya ia toh mengalami kuasa Allah, yang memperbaiki setiap
kekurangan manusiawi.
Musa pun orang lanjut usia, ketika Allah mempercayakan kepadanya
perutusan memimpin Umat yang Terpilih keluar dari Mesir. Bukan ketika ia masih
muda, tetapi pada umur tuanyalah dia, atas perintah Tuhan, melaksanakan
tindakan-tindakan yang agung demi umat Israel. Di antara contoh-contoh lain
tokoh-tokoh lanjut usia dalam Alkitab, saya ingin menyebut Tobit, yang rendah hati
dan berani memutuskan untuk setia mematuhi Hukum Allah, yakni: membantu rakyat
yang miskin dan sabar menanggung kebutaan, sampai malaikat Allah
bercampur-tangan untuk meluruskan situasi (bdk. Tob 3:16-17). Ada pula Eleazar,
yang kematiannya sebagai martir memberi kesaksian akan jiwa besar dan keteguhan
yang luar biasa (bdk. 2 Mak 6:18-31).
7. Perjanjian Baru, dipenuhi cahaya Kristus, mencantumkan
contoh-contoh berwicara juga tentang beberapa pribadi lanjut usia. Injil Lukas mulai dengan memperkenalkan pasangan yang sudah menikah dan "sudah lanjut
umur mereka" (Luk 1:7), yakni Elisabet dan Zakharia, orangtua Yohanes
Pembaptis. Kerahiman Tuhan menyentuh mereka (bdk. Luk 1:5-25, 39-79). Kendati
lanjut usia, Zakharia diberitahu, bahwa ia akan menerima putera. Ia sendiri
menekankan pokoknya: "Aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut
umurnya" (Luk 1:18). Pada kunjungan Maria, saudarinya Elisabet, penuh
dengan Roh Kudus, berseru: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan
dan diberkatilah buah rahimmu!" (Luk 1:42); dan ketika Yohanes Pembaptis
lahir, Zakharia menganjungkan pujian "Benedictus". Di situlah kita
saksikan pasangan lanjut usia yang istimewa, dipenuhi semangat doa yang
mendalam.
Dalam Bait Allah di Yerusalem, Maria dan Yusuf mengantarkan
Yesus untuk mengorbankan-Nya kepada Tuhan, atau lebih tepat, menurut Hukum,
menebus-Nya sebagai putera sulung mereka. Di situlah mereka jumpai Simeon yang
lanjut usia, dan sesudah lama sekali mendambakan AlMasih. Seraya menerima
kanak-kanak Yesus ke dalam tangannya, Simeon memberkati Allah dan menyerukan
pujian "Nunc dimittis": "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu
ini pergi dalam damai-sejahtera" (Luk 2:29).
Di samping Simeon kita temukan Hana, janda berumur delapan
puluh empat tahun, berulang-kali pengunjung Bait Allah, yang sekarang
bergembira memandang Yesus. Penginjil menceritakan: "Ia mengucap syukur
kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan
kelepasan untuk Yerusalem" (Luk 2:38).
Nikodemus pun, seorang anggota Sanhedrin yang tersanjung
tinggi, sudah lanjut usia. Pada suatu malam ia mengunjungi Yesus, supaya jangan
dilihat. Kepadanya Sang Guru ilahi menyingkapkan, bahwa Ia Putera Allah, yang
datang untuk menyelamatkan dunia (bdk. Yoh 3:1-21). Nikodemus tampil lagi pada
pemakaman Yesus, ketika – sementara membawakan ramuan mur dan aloe, – ia
mengatasi rasa takutnya, dan menunjukkan diri sebagai murid Tuhan yang
disalibkan (bdk. Yoh 19:38-40). Semua contoh-contoh, betapa meyakinkannya!
Semua contoh itu mengingatkan kita, bahwa pada setiap tahap hidup Tuhan dapat meminta
dari kita masing-masing untuk menyumbangkan bakat-kecakapan yang ada pada kita.
Pelayanan Injil tiada sangkut-pautnya dengan umur hidup sedikit pun.
Apalagi hendak kita katakan tentang Petrus pada waktu usia
lanjutnya, ketika dipanggil untuk memberi kesaksian akan imannya melalui
kemartiran? Pernah Yesus berkata kepadanya: "Ketika engkau masih muda,
engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau
kehendaki; tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan
tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang
tidak kau kehendaki" (Yoh 21:18). Itulah kata-kata, yang menyentuh saya
pribadi sebagai Pengganti Petrus. Itulah yang mengajak saya sungguh merasakan
keperluan untuk menggapai dan memegang tangan-tangan Kristus, taat mematuhi
perintah-Nya: "Ikutlah Aku!" (Yoh 21:19).
8. Seolah-olah merangkum lukisan-lukisan yang indah tentang
para lanjut usia yang terdapat di seluruh Alkitab, Mazmur 92 menyatakan:
"Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti
pohon aras di Libanon ..... Pada masa tuapun mereka masih berbuah, menjadi
gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa Tuhan itu benar, bahwa Ia gunung
batuku dan tidak ada kecurangan padaNya" (ay. 13, 15-16). Menggemakan Pemazmur,
Rasul Paulus menulis suratnya kepada Titus: "Laki-laki yang tua hendaklah
hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam
ketekunan. Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup
sebagai orang-orang beribadah ....., tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik
dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda, mengasihi suami dan
anak-anaknya, ...." (2:2-5).
Begitulah ajaran dan bahasa Kitab suci menyajikan lanjut usia
sebagai "masa yang sungguh menguntungkan" bagi usaha mengantarkan
hidup hingga pemenuhan-nya, dan – sesuai rencana Allah bagi setiap orang –
sebagai waktu segala-sesuatu berhimpun dan lebih memampukan kita menangkap arti
hidup serta mencapai "kebijaksanaan hati". Menurut Kitab
Kebijaksanaan: "usia lanjut ialah terhormat bukan karena waktunya panjang,
dan bukan karena tahunnya berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang ialah uban,
dan hidup yang tak bercela merupakan usia yang lanjut" (4:8-9). Lanjut
usia itu tahap terakhir kematangan manusiawi dan tanda berkat Allah.
Dipetik dari Paus Yohanes Paulus II, Letter
to the Elderly, Seri Dokumen Gerejawi No. 59, terjemahan R. Hardawiryana SJ, ©Dokpen KWI 1999, hal 15-19.