Adam
Manusia
pertama. Namanya dalam bahasa Ibrani adalah nama pribadi sekaligus nama umum, yang
berarti “manusia”. Maka ia sendiri merupakan purbarupa dari manusia dan bapak umat manusia.
Di dalam Kitab Kejadian ia disebut “manusia” sampai Kej 3:17, ketika nama "Adam" digunakan untuk kali yang pertama sebagai nama diri. Makna nama itu tidak
pasti, tetapi etimologi menunjukkan hubungan dengan akar ‘dm, “merah”. Mungkin merujuk pada warna kulit manusia. Dalam bahasa Ibrani, Kej 2:7
dan 3:19 mengandung permainan kata antara ‘adam
dan ‘adama (tanah, bumi), yang
menunjukkan hubungan antara manusia pertama dan tanah, yang adalah bahan
asalnya dengan mana ia diciptakan (Sir 33:10). Isteri Adam, yaitu Hawa,
diciptakan dari tulang rusuknya (Kej 3:21-22). Hawa melahirkan anak-anak Adam:
Kain dan Habel, Set dan lain-lain yang tidak disebutkan namanya dalam Kitab
Suci (Kej 5:4). Menurut Kej 5:5 Adam hidup selama 930 tahun.
I. Adam Dalam
Perjanjian Lama
A.
Panggilan Adam
B.
Cobaan Adam
II. Adam Dalam
Perjanjian Baru
I. Adam Dalam Perjanjian Lama
Dalam kisahpenciptaan yang pertama, Adam dan Hawa diciptakan oleh Allah menurut citra
(gambar) dan rupa ilahi (Kej 1:26). Di dalam literatur Timur Dekat, motif ”citra (gambar)” biasa dikaitkan dengan
raja-raja yang menuntut agar negara-negara taklukan atau provinsi-provinsi
dengan hormat memasang citra (gambar) raja itu sebagai lambang kekuasaannya.
Diciptakan dalam citra (gambar) Allah, Adam dan Hawa diberi kekuasaan atas
seluruh bumi dan langit. Mereka ditetapkan sebagai wakil penguasa yang mengurus
seluruh ciptaan di bawah wewenang Allah, Sang Pencipta.
“Gambar (citra) dan rupa” itu juga
mengandung konotasi status keputraan. Daiam ayat-ayat berikutnya, Kej 5:2-3,
Allah menciptakan manusia “dalam rupa Allah”, dan Adam kemudian ”memperanakkan
seorang laki-laki menurut gambar dan rupanya”. Demikianlah maka Set adalah
seorang anak Adam, dan secara analogis Adam adalah seorang anak Allah.
Gambar atau citra ilahi ini mau menyatakan
bahwa manusia menyerupai Allah dalam berbagai hal yang menempatkan dia di atas
binatang. Ia mempunyai akal budi, hati nurani dan kemampuan untuk berkomunikasi
dengan Allah (KGK 343, 355-358).
Panggilan tugas Adam adalah mulia,
sekalipun ia diciptakan dari bahan yang sederhana, tanah. Allah “membentuk
manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej 2:7). Demikianlah Adam
menerima roh yang menghidupkan tubuhnya, membuatnya suatu paduan antara rohani
dan jasmani (KGK 362-366). Pengaruh roh, seperti yang diajarkan Gereja, membuat
Adam penuh dengan hidup kodrati maupun rahmat kekudusan dan keadilan hidup
adi-kodrati, sedemikian sehingga Adam berada di dalam keselarasan dengan diri
sendiri, dan keselarasan dengan ciptaan yang berada di sekitarnya, dan dalam
persahabatan dengan Allah Sang Pencipta (KGK, 374-376). Ia dimaksudkan untuk
berada di dalam suatu hubungan perjanjian yang menyatukan seluruh keluarga
manusia dengan Allah dalam keadaan rahmat.
Adam dengan demikian lebih dari sekedar
mahluk ciptaan. Sejak awal dia berdiri
di hadapan Allah sebagai anak angkat
dari Sang Bapa Ilahi. Panggilannya adalah melaksanakan kekuasaan atas alam ciptaan. Tanda dari perjanjian Allah
dengan ciptaan adalah Sabat, hari ketujuh dalam penciptaan (bdk Kej 2:2-3; Kel
31:12-17). Memang kata Ibrani untuk “perjanjian” berasal dari kata Ibrani untuk
“tujuh”.
Perjanjian pertama yang diadakan di antara
Allah dan manusia dimaksudkan untuk menyatukan keluarga manusia dengan Allah
dalam keadaan rahmat (KGK 288). Beberapa detil dalam Kitab Kejadian menunjukkan
bahwa Taman Eden merupakan tempat suci pratama dan Adam adalah imam pertama. Gambaran
Eden dalam banyak hal menyerupai pernyataan alkitabiah tentang Tabut Perjanjian
dan Bait Allah dari zaman kemudian. Keduanya dimasuki dari timur (Kej 3:24; Kel
27:13; Yeh 47:1), tempat para malaikat (Kej 3:24; 1 Raj 6:23-28); dihiasi
pohon-pohon (Kej 2:9; Yos 24:26; 1Raj 6:29-32), sumber air suci (Kej 2:10; Yeh
47:1-12; Yl 3:18), dan tempat di mana Allah berjalan di atas bumi (Kej 3:8; Im
26:12; 2Sam 7:6). Allah menempatkan Adam
di Taman Eden “untuk mengusahakan
dan memelihara” taman itu (Kej 2:15). Pasangan kata yang sama itu (dalam bahasa
Ibrani, ‘abad dan samar) tampak di mana-mana di dalam
Taurat untuk menggambarkan tugas ritual para imam dan kaum Lewi dari bangsa
Israel (Bil 8:26) dan dalam RSV diterjemahkan dengan kata “minister” (mengolah)
dan “keep” (memelihara). Bahwa Adam harus “memelihara” (suatu terjemahan yang
mungkin lebih baik dalam “menjaga”) taman itu menyatakan bahwa ia harus siap
membela, mempertahankannya dari musuh yang kuat dan melindunginya dari
penistaan. Tersirat di dalam rincian tugas kultis ini bahwa manusia diciptakan
untuk beribadat.
Lihat juga : Taman Eden - Firdaus
Adam juga diciptakan untuk kebersamaan
dengan isterinya, Hawa, sebagai suami dan pelindung.
Setelah menempatkan Adam di Taman Eden,
Allah menetapkan batas yang harus dipatuhi. "Semua pohon dalam taman ini
boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik
dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya,
pastilah engkau mati" (Kej 2:16-17)
Musuh yang
kuat segera datang dan ketaatan Adam mendapat ujian, atau pencobaan atau
tantangan. Adam gagal melaksanakan tugas panggilannya (kej 3:1-7). Berhadapan
dengan ular – yang adalah samaran iblis (Why 12:9) – Adam menyalahgunakan
kebebasan yang diberikan kepadanya. Bukannya memertahankan Taman itu (dan
isterinya) dari musuh, ia melanggar perjanjian dengan memberontak. Mula-mula
Hawalah yang digoda, tetapi Adam ada di sana juga. Teks Ibrani dari Kej 3:6
menyatakan bahwa perempuan itu memberikan buah kepada suaminya, “yang ada
bersama dengan dia.” Lebih-lebih, di dalam teks Ibrani dari Kej 3:4-5, ular
bicara menggunakan kata ganti orang kedua jamak baik untuk Hawa dan Adam ketika
berkata, “Sekali-kali kamu tidak akan
mati.” Adam ada di sana, tetapi ia tidak berbuat apa-apa. Ia diam saja ketika
ular itu mendatangi mereka. Ia bukan hanya tidak membantu Hawa menolak godaan,
tetapi ia sendiri terjatuh di dalam godaan itu. Ia gagal bekerja sama dengan
rahmat dan tak mau memberikan dirinya sebagai korban demi pasangan
perjanjiannya yang berada dalam bahaya karena dusta si ular. Di dalam dosanya
Adam lebih memilih dirinya sendiri ketimbang Allah dan ia ingin menjadi seperti
Allah (KGK 397-398).
Sebagai bapa keluarga manusia, Adam
berpaling dari Allah atas nama semua umat manusia. Pemberontakannya bukan saja
melukai dirinya secara pribadi, tetapi menjerumuskan seluruh umat manusia ke
dalam penderitaan dan terpisah dari Allah.
Dosa mengubah berkat perjanjian menjadi
kutuk perjanjian (Kej 3:16-19). Tetapi dengan adanya kutuk-kutuk itu timbullah
suatu janji – yaitu apa yang oleh para Bapa Gereja disebut “Proto-evangelisme”
atau “Injil pertama”. Ketika mengutuk ular, Allah menjanjikan bahwa “benih”
dari sang wanita akan mengalahkan ular di masa depan, walaupun bukannya tanpa
pengorbanan: “ia akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan
tumitnya!” (Kej 3:15).
Diusir dari Taman Eden (Kej 3:22-24), Adam
dan Hawa dalam hidupnya menyaksikan kejahatan memenuhi dunia, mulai dari
pembunuhan anak mereka Habel oleh saudaranya, Kain (KGK 400, 1609). Menurut
Kitab Kejadian, Adam hidup sampai usianya 930 tahun.
Perjanjian Lama hanya bicara sedikit lagi tentang Adam.
Ada suatu rujukan yang sifatnya sambil lalu dalam suatu silsilah pada 1Taw
1:1. Dalam Tob 8:6, Tobias menempatkan awal perkawinan dengan Adam dan Hawa.
Sirakh menyebut Adam sebagai leluhur yang sama dari seluruh umat manusia (Sir
33:10; 40:1) dan menyatakan bahwa Adam “melebihi segala yang hidup di dalam
seluruh ciptaan.” Di dalam tulisan-tulisan yang timbul di antara kedua
perjanjian, PL dan PB, Adam bolak-balik kembali sebagai fokus pemikiran
teologis.
II. Adam Dalam Perjanjian Baru
Tetapi di dalam Perjanjian Baru-lah Adam menonjol secara teologis. Luk 3:38 merunut leluhur Yesus kembali sampai kepada Adam, dan dengan demikian menunjukkan misi penebusan yang radikal dan universal, suatu pemulihan dan pemenuhan perjanjian yang asli di antara Allah dan ciptaan. Yohanes mengawali Injil dengan menyampaikan kata pembukaan yang sama di antara asal-usul Yesus dan Adam, ”Pada mulanya...” (Yoh 1:1; Kej 1:1). Dalam Mat 19:4.8, Yesus berbicara tentang Adam dan Hawa sebagai teladan monogami sepanjang hayat dengan wibawa yang lebih besar daripada hukum bersyarat yang diturunkan Musa yang membolehkan perceraian.
Bagi umat Kristen tragedi dosa Adam dijungkirbalikkan oleh
ketaatan Yesus yang menghasilkan penebusan. Santo Paulus menyamakan Adam dengan
suatu ”tipologi” Kristus (Rm 5:14). Mengikuti Paulus, para Bapa Gereja
memerhatikan banyak hal-hal yang paralel di antara Adam dan Yesus. Keduanya
adalah anak-anak Allah yang dipanggil untuk menegakkan keluarga Allah di bumi.
Keduanya memasuki dunia dalam keadaan rahmat dan murni tanpa dosa.
Ketidaktaatan Adam membawa dunia ke dalam bencana; ketaatan Kristus memulihkan
kerusakannya. Tindakan kedua orang itu bergema di segenap umat manusia dan
segenap semesta. Seluruh ciptaan atau dirusak atau dipulihkan melalui kedua
orang itu. Warisan Adam adalah maut; warisan Kristus adalah hidup.
Jika Adam gagal, Kristus berhasil. Dengan penderitaan dan wafatNya
di kayu Salib, Kristus membatalkan pemberontakan Adam dan memperbaiki kerusakan
akibat dosa (Rm 5:12-21; 1 Kor 15:20-22, 45-49). Kristus adalah ”Adam yang
terakhir” yang taat sepenuhnya sampai mati.
Paulus menguraikan tipologi Adam panjang lebar dalam Rm
5:12-21. Ia membandingkan dan memperlawankan Kristus dan Adam. Dosa dan
kematian datang ke dunia melalui pemberontakan satu orang, Adam; semuanya itu
dikalahkan oleh ketaatan yang sempurna dari satu orang pula, Yesus Kristus.
Dengan rahmat yang berlimpah-limpah Yesus mengalahkan dosa-dosa kita dan
memberikan hidup, sementara satu-satunya dosa Adam menghasilkan maut bagi semua
orang. “Karena sama seperti semua orang mati di dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan
Kristus” (1 Kor 15:22).
Kedatangan Kristus memberi kesempatan kepada manusia untuk
terhindar dari kutuk. “Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat
jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. Makhluk-makhluk alamiah sama dengan
dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia
yang berasal dari sorga. Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang
alamiah, demikian pula kita akan memakai rupa dari yang sorgawi” (1 Kor
15:45-49; bdk Ibr 5:7-9).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar