Daftar Blog Saya

Selasa, 31 Januari 2023

KARDINAL MARC OUELLET PENSIUN DARI DIKASTERI PARA USKUP

 

Paus Fransiskus telah memilih Uskup Agung kelahiran Chicago Robert F. Prevost dari Chiclayo, Peru, untuk menggantikan Kardinal Ouellet dari Kanada sebagai prefek Dikasteri para Uskup dan presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin.


Vatikan mengumumkan pada 30 Januari pengunduran diri Kardinal Ouellet dan pengangkatan Uskup Agung Prevost.

Uskup Agung Prevost berusia 67 tahun, alumnus Universitas Villanova di Pennsylvania dan Catholic Theology Union di Chicago dan mendapat gelar doktor dari Universitas Kepausan St. Thomas Aquinas di Roma. Seorang biarawan Augustinian (OSA), dia bergabung dengan misi Augustinian di Peru pada tahun 1985 dan sebagian besar masa-kerja adalah di Peru sampai pada tahun 1999 ketika dia terpilih sebagai prior provinsi Augustinian di Chicago. Dari tahun 2001 hingga 2013, ia menjadi jenderal Ordo yang bekerja di seluruh dunia it. Pada tahun 2014, Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi uskup Chiclayo, di Peru utara.

Sebagai prefek Dikasteri Para Uskup, Uskup Agung Prevost akan memimpin badan Vatikan yang bertanggung jawab untuk merekomendasikan kepada Paus calon untuk mengisi jabatan uskup di banyak keuskupan ritus Latin di dunia. Rekomendasi dari Dikasteri biasanya disetujui oleh Paus. Uskup Agung Prevost telah menjadi anggota Dikasteri Uskup sejak November 2020.

Dia juga akan mengawasi Komisi Kepausan untuk Amerika Latin, yang didirikan pada tahun 1958 oleh Paus Pius XII untuk mempelajari gereja di Amerika Latin, tempat tinggal hampir 40% umat Katolik dunia.

Uskup Agung Prevost berbicara bahasa Inggris, Spanyol, Italia, Prancis, Portugis, dan dapat membaca bahasa Latin dan Jerman.


Kardinal Marc Ouellet dari Canada telah menjadi prefek Dikasteri untuk Uskup dan presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin sejak 2010. Dia mengajukan pengunduran diri sebagaimana diharuskan setelah mencapai usia 75 tahun pada Juni 2019, tetapi Paus Fransiskus waktu itu tidak menerimanya.

Dalam beberapa bulan terakhir, Kardinal Ouellet telah dituduh melakukan pelanggaran seksual oleh dua wanita ketika dia menjadi uskup agung Quebec dari tahun 2003 hingga 2010. Kardinal Ouellet telah membantah kedua tuduhan tersebut dan balik menuntut salah satu penuduh atas pasal pencemaran nama baik pada bulan Desember 2022, dan meminta ganti rugi sebesar $100.000.

Uskup Agung Prevost akan menjalankan peran barunya mulai 12 April 2023.

PROSES KATEKESE. TIGA PEDAGOGI

 

Bagian II dari Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020



1

PEDAGOGI ILAHI DALAM SEJARAH KESELAMATAN

157. Wahyu adalah karya agung pendidikan dari Allah. Sesungguhnya, Wahyu dapat ditafsirkan juga dalam perspektif pedagogis. Di dalam Wahyu kita menemukan unsur-unsur karakteristik yang dapat mengantar untuk mengidentifikasi pedagogi ilahi, yang mampu mengilhami secara mendalam kegiatan edukatif Gereja. Juga katekese mengikuti jejak pedagogi Allah. Sejak awal sejarah keselamatan, Wahyu Allah dinyatakan sebagai inisiatif cinta yang terungkap dalam banyak perhatian yang mendidik. Allah telah bertanya kepada manusia, kepada siapa Dia telah meminta suatu jawaban. Dia telah meminta kepada Adam dan Hawa sebuah jawaban iman, dalam ketaatan kepada perintah-Nya; dalam cinta-Nya, kendati ketidaktaatan mereka, Allah terus mengomunikasikan kebenaran misteri-Nya sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, sampai kepada pemenuhan Wahyu dalam Yesus Kristus.

158. Tujuan Pewahyuan adalah keselamatan setiap pribadi yang direalisasikan melalui pedagogi Allah yang asali dan efektif sepanjang sejarah. Allah dalam Kitab Suci menyatakan Diri sebagai seorang Bapa yang berbelas kasihan, Guru, Orang yang bijaksana (bdk. Ul 8:5; Hos 11:3-4; Ams 3:11-12), yang menjumpai manusia dalam kondisi di mana ia berada dan membebaskannya dari kejahatan, dengan menariknya kepada Diri-Nya dengan ikatan cinta kasih. Secara bertahap dan dengan kesabaran Dia menuntun umat terpilih menuju kematangan, dan dalam umat terpilih itu, setiap orang yang mendengarkan Dia. Bapa sebagai Pendidik yang genius mengubah peristiwa-peristiwa umat-Nya menjadi pelajaran kebijaksanaan (bdk. Ul 4:36-40; 11:2-7), dengan menyesuaikan Diri-Nya dengan usia dan situasi-situasi di mana umat-Nya hidup. Dia menyampaikan ajaran-ajaran yang akan diteruskan dari generasi ke generasi (bdk. Kel 12:25-27; Ul 6:4-8; 6:20-25; 31:12-13; Yos 4:20-24), juga menasihati dan mendidik melalui cobaan-cobaan dan penderitaan (Am 4:6; Hos 7:10; Yer 2: 30; Ibr 12:4-11; Why 3:19).

159. Pedagogi ilahi ini juga tampak dalam misteri inkarnasi ketika Malaikat Gabriel meminta seorang gadis muda dari Nazaret partisipasi aktifnya dengan daya kuasa Roh Kudus: fiat Maria adalah jawaban penuh terhadap iman (bdk. Luk 1:26-38). Yesus melaksanakan misi-Nya sebagai Penyelamat dan mewujudkan pedagogi Allah. Para murid telah mengalami pedagogi Yesus, yang ciri-ciri khasnya diceritakan oleh Injil-Injil: penerimaan terhadap orang miskin, orang sederhana, pendosa; pewartaan Kerajaan Allah sebagai kabar baik; cara cinta kasih yang membebaskan dari kejahatan dan memajukan kehidupan. Kata dan keheningan, perumpamaan dan gambaran menjadi pedagogi sejati untuk menyatakan misteri cinta-Nya.

160. Yesus telah memperhatikan dengan penuh perhatian pembinaan para murid-Nya dari sudut pandang evangelisasi. Dia menampilkan Diri-Nya kepada mereka sebagai Guru satu-satunya dan, pada saat yang sama, sebagai Sahabat yang sabar dan setia (bdk. Yoh 15:15; Mrk 9:33-37; Mrk 10:41-45). Dia telah mengajar kebenaran melalui seluruh hidup-Nya. Dia telah menggerakkan mereka dengan pertanyaan-pertanyaan (bdk. Mrk 8:14-21, 27). Dia telah menjelaskan kepada mereka dengan cara yang lebih mendalam apa yang Dia maklumkan kepada orang banyak (bdk. Mrk 4:34; Luk 12:41). Dia telah mengajar mereka berdoa (bdk. Luk 11:1-2). Dia telah mengutus mereka untuk bermisi tidak sendirian, tetapi sebagai komunitas kecil (bdk. Luk 10:1-20). Dia telah menjanjikan mereka Roh Kudus yang akan membimbing mereka kepada seluruh kebenaran (bdk. Yoh 16:13), dengan membantu mereka pada saat-saat yang sulit (bdk. Mat 10:20; Yoh 15:26; Kis

4:31). Dengan demikian, cara Yesus berelasi ditandai dengan sikap-sikap mendidik yang sangat istimewa. Yesus tahu bagaimana menerima dan menggerakkan wanita Samaria pada jalan penerimaan rahmat secara bertahap dan kesediaan untuk pertobatan. Setelah bangkit, Dia mendekatkan Diri-Nya kepada dua murid Emaus, berjalan bersama mereka, berdialog, dan berbagi dengan penderitaan mereka. Pada saat yang sama, Dia menggerakkan mereka untuk membuka hati, Dia mengantar kepada pengalaman akan Ekaristi dan membuka mata mereka untuk mengenal[1]Nya; akhirnya, Dia menarik diri untuk memberi ruang bagi inisiatif misioner para murid.

161. Yesus Kristus adalah «Sang Guru yang mewahyukan Allah kepada manusia dan manusia kepada dirinya sendiri; Sang Guru yang menyelamatkan, menguduskan dan membimbing, yang hidup, berbicara, membangunkan, menggerakkan, mengoreksi, mengadili, mengampuni, dan hari demi hari menyertai kita menempuh perjalanan sejarah; Sang Guru yang datang dan masih akan datang dalam kemuliaan.»1 Dalam berbagai sarana yang digunakan untuk mengajarkan siapa Diri-Nya, Yesus telah membangkitkan dan menggerakkan jawaban pribadi dari semua pendengar-Nya. Ini adalah jawaban iman dan, bahkan lebih dalam lagi, ketaatan iman. Jawaban ini, yang diperlemah oleh dosa, memerlukan pertobatan terus-menerus. Sesungguhnya, Yesus sebagai Guru yang hadir dan berkarya dalam hidup manusia, mengajarnya dari kedalaman jiwa dengan membawa dia kepada kebenaran tentang dirinya dan membimbingnya kepada pertobatan. «Sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan, kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali.»

162. Roh Kudus, yang diwartakan oleh Putra sebelum Paskah (bdk. Yoh 16:13) dan dijanjikan kepada semua murid, adalah anugerah dan pemberi anugerah dari semua anugerah. Para murid telah dibimbing oleh Roh Penghibur (Parakletos) kepada pengenalan akan kebenaran dan mereka telah memberi kesaksian «sampai ke ujung bumi» (Kis 1:8) tentang apa yang telah mereka dengar, lihat, renungkan dan sentuh tentang Sabda kehidupan (bdk. 1Yoh 1:1). Karya Roh Kudus dalam diri manusia mendorongnya untuk berpegang teguh kepada kebaikan sejati, kepada persekutuan dengan Bapa dan Putra, dan mendukungnya dengan kegiatan yang berguna, supaya ia dapat menyesuaikan dirinya dengan karya ilahi. Dengan berkarya dalam lubuk hati manusia dan tinggal di dalamnya, Roh Kudus menghidupinya, menyelaraskannya dengan Sang Putra dengan membawa kepadanya setiap anugerah rahmat dan meresapinya dengan rasa syukur, bersama dengan penghiburan dan kerinduan untuk semakin mewujudkan menyerupakan dirinya dengan Kristus.

163. Kesesuaian dengan karya Roh Kudus menghasilkan pembaruan autentik dalam diri orang beriman: setelah menerimakan pengurapan (bdk. 1Yoh 2:27) dan menyampaikan hidup Sang Putra, Roh menjadikannya sebagai ciptaan baru. Sebagai putra-putri dalam Sang Putra, orang-orang Kristiani menerima roh cinta kasih dan pengangkatan sehingga mereka mengakui keputraan mereka, dan memanggil Allah sebagai Bapa. Manusia, yang diperbarui dan dijadikan putra, adalah makhluk pneumatik, rohaniah, komunal, yang membiarkan dirinya didorong oleh arus yang datang dari Tuhan (bdk. Yes 59:19). Maka Allah, dengan menggerakkan dalam diri manusia «kemauan dan pekerjaan» (Flp 2:13), memampukannya menyelaraskan diri dengan bebas kepada kebaikan yang dikehendaki Allah. «Roh Kudus juga memberikan keteguhan hati untuk mewartakan kebaruan Injil dengan keberanian (parrhesia) di setiap waktu dan segala tempat, bahkan ketika menghadapi perlawanan.» Semua panggilan ini memampukan untuk memahami nilai yang dimiliki oleh pedagogi ilahi untuk kehidupan Gereja, dan betapa jelas keteladanannya juga tampak dalam katekese, yang dipanggil untuk diilhami dan dijiwai oleh Roh Yesus dan, dengan rahmat-Nya, untuk membentuk kehidupan iman orang beriman.

 

2

PEDAGOGI IMAN DALAM GEREJA

164. Kisah-kisah Injil membuktikan sifat-sifat hubungan edukatif dari Yesus dan mengilhami kegiatan pedagogis Gereja. Sejak awal Gereja telah menghidupi misinya, «sebagai kesinambungan yang kelihatan dan aktual dari pedagogi Bapa dan Putera. Dia, sebagai “Bunda, adalah juga pendidik iman kita.” Inilah alasan-alasan mendalam, mengapa komunitas Kristiani dalam dirinya sendiri adalah katekese yang hidup. Oleh karena itu, jemaat Kristiani memaklumkan, merayakan, melaksanakan, dan tetap sebagai tempat vital, sangat diperlukan dan utama dari katekese. Selama berabad-abad, Gereja telah menghasilkan harta pusaka pedagogi iman yang tiada bandingnya: yang terutama adalah kesaksian para katekis yang kudus; aneka cara dan bentuk-bentuk komunikasi religius yang asli, seperti katekumenat, katekismus, perjalanan hidup Kristen; suatu warisan berharga dari ajaran kateketik, budaya iman, institusi-institusi, dan pelayanan-pelayanan katekese. Semua aspek ini membentuk bagian dari sejarah katekese, dan berdasarkan hak, masuk ke dalam kenangan komunitas dan praksis katekis.»

165. Katekese diilhami oleh ciri-ciri pedagogi ilahi, yang sudah dijelaskan. Dengan demikian, katekese menjadi kegiatan pedagogis untuk pelayanan dialog keselamatan antara Allah dengan manusia. Maka, penting bahwa sifat-sifat ini diungkapkan:

- menghadirkan inisiatif cinta kasih Allah yang cuma-cuma;

- menekankan tujuan universal keselamatan;

- membangkitkan pertobatan yang diperlukan untuk ketaatan iman;

- menerima prinsip kebertahapan Wahyu dan transendensi Sabda Allah, demikian juga inkulturasinya dalam budaya-budaya manusia;

- mengakui sentralitas Yesus Kristus, Sabda Allah yang menjadi manusia dan menentukan katekese sebagai pedagogi inkarnasi;

- menghargai pengalaman iman komunitas, sebagai milik umat Allah;

- menyusun pedagogi tanda-tanda, di mana fakta-fakta dan kata-kata saling berhubungan;

- mengenangkan bahwa cinta kasih Allah yang tak terbatas merupakan alasan utama dari segala sesuatu.

166. Perjalanan Allah yang mewahyukan diri-Nya dan menyelamatkan, dan disatukan dengan jawaban iman Gereja dalam sejarah, menjadi sumber dan model pedagogi iman. Katekese digambarkan sebagai proses yang memungkinkan iman menjadi matang dengan menghargai perjalanan pribadi setiap orang beriman. Katekese adalah pedagogi dalam tindakan iman yang melaksanakan suatu karya terpadu: inisiasi, edukasi dan ajaran, karena selalu memiliki kesatuan yang jelas antara isi dan cara meneruskan ajaran iman. Gereja menyadari bahwa dalam katekese Roh Kudus bertindak secara efektif: kehadiran ini menjadikan katekese sebagai pedagogi iman yang sejati.

Kriteria untuk pewartaan pesan Injil

167. Gereja, dalam kegiatan kateketisnya, berusaha untuk setia kepada inti pesan Injili. “Ada kalanya ketika mendengarkan bahasa yang sama sekali ortodoks, umat beriman memperoleh sesuatu yang tidak sesuai dengan Injil Yesus Kristus yang autentik, karena bahasa tersebut asing bagi cara mereka sendiri berbicara dan memahami satu sama lain. Dengan niat suci menyampaikan kebenaran tentang Allah dan kemanusiaan, kita kadang-kadang memberi mereka dewa palsu atau cita-cita manusiawi yang tidak benar-benar Kristiani. Dengan cara demikian, kita berpegang teguh pada suatu rumusan namun gagal menyampaikan substansinya.» Untuk menghindari bahaya ini dan agar karya pewartaan Injil dapat diilhami oleh pedagogi Allah, baiklah bahwa katekese mempertimbangkan beberapa kriteria yang saling terkait dengan kuat, sebab semuanya berasal dari Sabda Allah.

 Kriteria trinitaris dan kristologis

168. Katekese harus memenuhi kriteria trinitaris dan kristologis. «Misteri Tritunggal Mahakudus adalah rahasia sentral iman dan kehidupan Kristen. Itulah misteri kehidupan batin ilahi, dasar pokok segala misteri iman yang lain dan cahaya yang meneranginya.» Kristus adalah jalan yang menuntun ke dalam misteri mendalam Allah. Yesus Kristus tidak hanya meneruskan Sabda Allah: Dia adalah Sabda Allah. Wahyu Allah sebagai Trinitas merupakan hal vital untuk pemahaman bukan hanya keaslian satu-satunya Kristianisme dan Gereja, melainkan juga konsep tentang manusia sebagai makhluk relasional dan komunal. Tanpa suatu pesan Injili yang sungguh trinitaris, melalui Kristus kepada Bapa dalam Roh Kudus, katekese akan mengkhianati kekhasannya.

169. Kristosentrisme memberikan ciri khas yang mendasar kepada pesan yang diteruskan oleh katekese. Pada tempat pertama hal ini berarti bahwa yang menjadi pusat katekese adalah pribadi Yesus Kristus yang hidup, hadir dan berkarya. Pewartaan Injil berarti menghadirkan Kristus dan segala sesuatu yang lain mengacu kepada-Nya. Di samping itu, karena Kristus adalah «kunci, pusat dan tujuan seluruh sejarah manusia» (GS 10), katekese membantu orang beriman untuk terlibat secara aktif di dalamnya, dengan menunjukkan bagaimana Kristus menjadi pemenuhan dan makna pokok hidupnya. Akhirnya, Kristosentrisme berarti bahwa katekese berkomitmen untuk «meneruskan apa yang diajarkan Yesus tentang Allah, manusia, kebahagiaan, kehidupan moral dan kematian», karena pesan Injil tidak berasal dari manusia, tetapi merupakan Sabda Allah. Menekankan sifat Kristosentris dari pesan itu meneguhkan jalan mengikuti Kristus dan persekutuan dengan Dia.

170. Katekese dan liturgi, dengan mengambil iman para Bapa Gereja, telah membentuk suatu cara khusus untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci, yang sampai hari ini masih mempertahankan nilainya yang cemerlang. Cara ini dicirikan dengan ditampilkannya kesatuan pribadi Yesus melalui misteri- misteri-Nya, yaitu sesuai dengan peristiwa-peristiwa utama hidup-Nya yang dipahami dalam pengertian teologis dan spiritual yang abadi. Misteri-misteri ini dirayakan pada berbagai pesta dalam tahun liturgi dan ditampilkan dalam rangkaian ikonografi yang menghiasi banyak gedung gereja. Dalam penyajian tentang pribadi Yesus dipadukan data biblis dan Tradisi Gereja: cara membaca Kitab Suci seperti ini sangat bermanfaat terutama dalam katekese. Katekese dan liturgi tidak pernah membatasi diri untuk membaca kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara terpisah, tetapi membacanya sebagai suatu kesatuan. Dengan membaca keduanya secara bersama ini menunjukkan bahwa hanya pembacaan Kitab Suci tipologislah, yang memampukan kita untuk memahami sepenuhnya makna peristiwa-peristiwa dan teks-teks yang menceritakan satu-satunya sejarah keselamatan. Cara pembacaan ini menunjukkan kepada katekese suatu jalan berkelanjutan, yang masih sangat relevan hingga saat ini, yang memungkinkan orang yang bertumbuh dalam iman memahami bahwa tak satupun detil perjanjian lama ditiadakan oleh Kristus, tetapi di dalam Dia semua menemukan kepenuhannya.

Kriteria sejarah keselamatan

171. Arti nama Yesus, «Allah menyelamatkan», mengingatkan kita bahwa semua yang merujuk pada Dia diselamatkan. Katekese tidak pernah boleh mengabaikan misteri paskah yang dengannya keselamatan telah diberikan kepada umat manusia dan yang merupakan dasar dari semua sakramen dan sumber dari setiap rahmat. Penebusan, pembenaran, pembebasan, pertobatan dan keputraan ilahi merupakan aspek-aspek penting dari karunia besar keselamatan. «Ekonomi keselamatan memiliki ciri historis, karena itu diwujudkan dalam waktu. […] Gereja, dalam meneruskan pesan kristiani, mulai dengan kesadarannya yang hidup tentang hal itu, serta memiliki kenangan yang tetap akan peristiwa-peristiwa keselamatan pada masa lampau, dengan menarasikannya. Gereja menafsirkan dalam terang peristiwa-peristiwa sejarah umat manusia sekarang ini, di mana Roh Allah terus-menerus membarui muka bumi, dan Gereja menantikan kedatangan Tuhan dengan iman.» Maka, penyampaian iman, akan mempertimbangkan fakta-fakta dan kata-kata yang dengannya Allah telah mewahyukan diri-Nya kepada manusia melalui tahap-tahap besar Perjanjian Lama, kehidupan Yesus Putra Allah dan sejarah Gereja.

172. Dalam daya kuasa Roh Kudus, sejarah manusia di mana Gereja berada di dalamnya juga merupakan sejarah keselamatan yang berlangsung sepanjang waktu. Sesungguhnya, Tuhan Yesus mewahyukan bahwa sejarah itu bukan tanpa tujuan sebab ia membawa dalam dirinya kehadiran Allah. Gereja, dalam peziarahannya sekarang menuju penggenapan Kerajaan Allah, merupakan tanda yang berdaya guna dari tujuan ke mana dunia diarahkan. Injil, dasar pengharapan bagi dunia seluruhnya dan umat manusia sepanjang zaman, memberikan suatu pandangan yang mencakup kepercayaan kepada cinta kasih Allah. Maka, pesan Kristiani selalu disampaikan dalam hubungan dengan makna kehidupan, kebenaran dan martabat pribadi manusia. Kristus telah datang untuk keselamatan kita, supaya kita mempunyai hidup dalam kepenuhan. «Sesungguhnya, hanya dalam misteri Sabda yang menjelmalah misteri manusia menemukan terang sejati» (GS 22). Sabda Allah, yang yang diantarakan oleh katekese, menerangi hidup manusia, memberinya maknanya yang terdalam dan menemani manusia pada jalan-jalan keindahan, kebenaran dan kebaikan.

173. Pewartaan Kerajaan Allah mencakup pesan pembebasan dan kemajuan umat manusia, yang terkait erat dengan pemeliharaan dan tanggung jawab kepada seluruh ciptaan. Keselamatan, yang diberikan oleh Tuhan dan diwartakan oleh Gereja, menyangkut semua persoalan kehidupan sosial. Maka, perlulah mempertimbangkan kompleksitas dunia kontemporer dan hubungan erat yang ada antara budaya, politik, ekonomi, pekerjaan, lingkungan, mutu kehidupan, kemiskinan, kekacauan sosial, peperangan.10 «Injil memiliki prinsip totalitas yang intrinsik: Injil tidak akan berhenti menjadi Kabar Baik selama belum diwartakan kepada semua orang, selama belum menyembuhkan dan menguatkan setiap aspek kemanusiaan, selama belum menyatukan semua manusia di meja per[1]jamuan Kerajaan Allah.» Bagaimanapun juga, perspektif akhir pewartaan keselamatan adalah selalu kehidupan kekal. Hanya di dalamnya komitmen kepada keadilan dan kerinduan untuk pembebasan akan terlaksana sepenuhnya.

Kriteria keunggulan rahmat dan keindahan

174. Kriteria lain visi hidup Kristiani adalah keunggulan rahmat. Seluruh katekese perlu menjadi «katekese rahmat, karena oleh rahmat kita diselamatkan dan hanya oleh rahmat perbuatan-perbuatan kita dapat menghasilkan buah kehidupan abadi.» Maka, kebenaran yang diajarkan bertolak dari prakarsa Allah yang penuh kasih dan berlanjut dengan jawaban manusia yang berasal dari sikap mendengarkan dan selalu merupakan buah rahmat. «Komunitas yang mewartakan Injil mengetahui bahwa Tuhan telah mengambil prakarsa, Dia terlebih dahulu mengasihi kita (bdk. 1Yoh 4:10.19), sehingga kita dapat bergerak maju, berani mengambil prakarsa».13 Meskipun sadar bahwa hasil katekese tidak bergantung pada kemampuan untuk melaksanakan dan merencanakan, Allah tentu meminta suatu kerja sama dengan rahmat-Nya, dan dengan demikian mengundang

untuk menggunakan, dalam pelayanan demi Kerajaan Allah, semua sumber daya kecerdasan dan keterampilan kerja yang diperlukan dalam kegiatan kateketis.

175. «Mewartakan Kristus berarti menunjukkan bahwa percaya kepadaNya dan mengikuti-Nya bukan hanya sesuatu yang tepat dan benar, melainkan juga sesuatu yang indah, yang mampu memenuhi hidup dengan semarak yang baru dan sukacita yang mendalam, bahkan di tengah-tengah kesulitan-kesulitan.»14 Katekese perlu selalu meneruskan keindahan Injil yang bergema dari bibir Yesus untuk semua: orang-orang miskin, orang-orang sederhana, para pendosa, para pemungut pajak dan pelacur, yang merasa diterima, dimengerti dan dibantu, diundang dan dididik oleh Tuhan sendiri. Sesungguhnya, pemakluman cinta kasih Allah yang berbelas kasihan dan cuma-cuma yang dinyatakan secara penuh dalam diri Yesus Kristus, yang wafat dan bangkit, adalah inti dari kerygma. Ada juga aspek-aspek pesan Injili yang secara umum sulit untuk dipahami, khususnya di mana Injil memanggil kepada pertobatan dan pengakuan dosa. Meski demikian, katekese bukan terutama penyampaian moral, melainkan pemakluman keindahan Allah, yang dapat dialami, yang menyentuh hati dan budi, dengan mengubah hidup.

Kriteria ekklesialitas

176. «Iman perlu memiliki bentuk gerejawi, diakui dari dalam Tubuh Kristus, sebagai persekutuan konkret kaum beriman.» Sesungguhnya, «bila katekese meneruskan misteri Kristus, iman seluruh umat Allah bergema dalam pesannya sepanjang perjalanan sejarah: iman yang diterima oleh para Rasul dari Kristus sendiri dan di bawah karya Roh Kudus; iman para martir yang telah memberikan kesaksian tentang imannya dan masih memberikan kesaksian itu dengan darah mereka; iman para kudus yang telah mereka hayati secara mendalam; iman para Bapa dan Pujangga Gereja yang telah mereka ajarkan dengan gemilang; iman para misionaris yang tanpa henti mereka maklumkan; iman para teolog yang membantu untuk memahaminya dengan lebih baik; iman para gembala yang dengan semangat dan cinta memeliharanya dan menafsirkannya secara autentik. Sesungguhnya, dalam katekese terdapat iman semua orang yang percaya dan membiarkan diri dituntun oleh Roh Kudus.» Selain itu, katekese mengantar umat beriman kepada misteri persekutuan yang hidup, bukan hanya dalam hubungan dengan Bapa melalui Kristus dalam Roh, melainkan juga dalam komunitas kaum/umat beriman melalui karya Roh yang sama. Dengan mendidik kepada persekutuan, katekese mendidik untuk hidup dalam Gereja dan sebagai Gereja.

Kriteria kesatuan dan integritas iman

177. Iman, yang diteruskan oleh Gereja, hanya satu adanya. Orang-orang kristiani tersebar di seluruh dunia, namun mereka membentuk hanya satu umat. Juga katekese, meskipun menjelaskan iman dengan bahasa-bahasa budaya yang sangat berbeda satu sama lain, tidak melakukan apa pun kecuali menegaskan kembali satu-satunya pembaptisan, dan satu-satunya iman (bdk. Ef 4:5). «Dia yang menjadi murid Kristus memiliki hak untuk menerima sabda iman yang tidak dipenggal-penggal, tidak dipalsukan, tetapi yang komplet dan integral, dengan semua kekerasan dan kehebatannya.» Maka, suatu kriteria fundamental katekese adalah juga mengungkapkan pesan yang utuh, dan menghindari penyampaiannya yang parsial atau tidak sesuai. Sesungguhnya, Kristus tidak memberikan beberapa pengetahuan rahasia kepada sedikit orang yang terpilih dan istimewa (pengetahuan yang disebut gnosis), tetapi ajaran-Nya ditujukan semua orang, sejauh setiap orang cakap untuk menerimanya.

178. Penyampaian integritas kebenaran-kebenaran iman harus memperhitungkan prinsip hierarki kebenaran (bdk. UR 1): sesungguhnya, «semua kebenaran yang diwahyukan berasal dari sumber ilahi yang sama dan harus dipercayai dengan iman yang sama, namun beberapa di antaranya lebih penting untuk mengungkapkan secara langsung intisari Injil.» Kesatuan organis iman membuktikan esensi utamanya dan memperbolehkan iman itu untuk diwartakan dan diajarkan dengan segera, tanpa mengurangi dan memperkecilnya. Ajaran, meskipun bertahap dan dengan penyesuaian-penyesuaian terhadap orang-orang dan keadaan, tidak mempengaruhi kesatuan dan kepaduannya.

 

3

PEDAGOGI KATEKETIK

179. Berhadapan dengan tantangan-tantangan saat ini, kesadaran akan hubungan timbal balik antara isi dan metode menjadi semakin penting, baik dalam evangelisasi maupun dalam katekese. Pedagogi iman yang orisinil diilhami oleh kerelaan Allah yang secara konkret akan dihasilkan dari ketaatan ganda –kepada Allah dan kepada manusia– dan dengan demikian dari penjelasan atas sintesis yang bijaksana antara dimensi teologis dan antropologis kehidupan iman. Dalam program katekese, prinsip mengevangelisasi sambil mendidik dan mendidik sambil mengevangelisasi mengingatkan antara lain, bahwa karya dari katekis terdiri dari menemukan dan menunjukkan tanda-tanda tindakan Allah yang sudah hadir dalam kehidupan orang-orang dan, dengan terlibat bersama mereka, menawar[1]kan Injil sebagai kekuatan yang berdaya ubah dalam seluruh kehidupan dan memberikan arti yang penuh kepada kehidupan. Pendampingan kepada seseorang dalam suatu perjalanan pertumbuhan dan pertobatan harus ditandai oleh kebertahapan, karena tindakan untuk percaya melibatkan suatu penemuan bertahap akan misteri Allah dan suatu keterbukaan serta kepercayaan kepada-Nya yang berkembang seiring waktu.

Hubungan dengan ilmu-ilmu kemanusiaan

180. Katekese adalah suatu kegiatan yang pada dasarnya mendidik. Katekese selalu dilaksanakan dalam kesetiaan kepada Sabda Allah dan dalam perhatian dan interaksi dengan praksis pendidikan budaya. Berkat penelitian dan refleksi atas ilmu-ilmu kemanusiaan telah muncul teori-teori, pendekatan-pendekatan dan model-model yang membarui secara mendalam praksis edukatif dan memberikan suatu sumbangan penting untuk suatu pengetahuan mendalam tentang manusia, hubungan-hubungan manusiawi, masyarakat, dan sejarah. Sumbangan ilmu-ilmu kemanusiaan sangat fundamental. Khususnya pedagogi dan didaktika memperkaya proses-proses edukatif katekese. Bersamaan dengan ilmu-ilmu kemanusiaan psikologi juga bernilai penting, terutama karena membantu memahami dinamisme motivasional, struktur kepribadian, unsur-unsur yang berhubungan dengan gangguan dan patologi, berbagai tahap perkembangan dan tugas-tugas evolusioner, dinamika pendewasaan religius dan pengalaman-pengalaman yang membuka manusia kepada misteri yang suci. Selain itu, ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu komunikasi, membuka kepada pengetahuan tentang konteks sosio-budaya di mana orang hidup dan setiap orang dipengaruhi olehnya.

181. Katekese harus menghindari menyamakan tindakan Allah yang menyelamatkan dengan perbuatan pedagogis manusiawi; demikian juga, ia berhati-hati untuk tidak memisahkan atau mempertentangkan proses-proses itu. Dalam logika inkarnasi, kesetiaan kepada Allah dan kesetiaan kepada manusia saling kait-mengait secara mendalam. Maka, patut dipahami bahwa inspirasi iman itu sendiri membantu suatu penghargaan yang tepat terhadap sumbangan-sumbangan dari ilmu-ilmu kemanusiaan. Pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik yang dikembangkan oleh ilmu-ilmu kemanusiaan memiliki nilai sejauh ditempatkan untuk pelayanan penerusan dan pendidikan iman. Iman mengakui otonomi dari realitas duniawi dan juga ilmu-ilmu pengetahuan (bdk. GS 36) dan menghormati logika-logika mereka yang, jika autentik, terbuka kepada kebenaran manusia; namun pada saat yang sama iman memasukkan sumbangan-sumbangan itu ke dalam cakrawala Wahyu.


BOLA VOLLEY DALAM PESAN PAUS FRANSISKUS

 


Bagi para calon imam, salah satu olahraga beregu yang populer adalah bola Volley. Bukan sekedar untuk menopang aspek sanitas atau kesehatan jiwa-raga yang penting bagi pembinaan para seminaris, tetapi juga sebagai wahana untuk memribadikan nilai-nilai. 

Pada 30 Januari 2023 Paus menerima kunjungan Federasi Bola Volley Italia. Menarik mengikuti pesan Paus Fransiskus dalam kesempatan itu tentang nilai-nilai dalam permainan Bola Volley.


"Pertama, servis, pukulan pertama yang mengawali permainan. Dalam pertandingan, seperti dalam kehidupan sehari-hari, Anda harus ambil inisiatif, bertanggung jawab, terlibat. Jangan pernah diam! Olahraga dapat banyak membantu mengatasi rasa malu dan kerapuhan, untuk menjadi dewasa dalam kesadaran seseorang, untuk menjadi protagonis, tanpa pernah melupakan bahwa "martabat pribadi manusia merupakan tujuan dan tolok ukur dari setiap kegiatan olahraga" (Yohanes Paulus II, Jubilee International Olahraga Beregu, 12 April 1984)).



Arahkan bola yang Anda terima. Sama seperti Anda harus siap menerima bola dan mengarahkannya ke area tertentu, demikian juga penting untuk siap menerima saran dan mendengarkan, dengan rendah hati dan kesabaran. Anda tidak menjadi juara tanpa bimbingan, tanpa pelatih yang bersedia menemani, memotivasi, mengoreksi tanpa merendahkan, mengangkat saat jatuh dan berbagi kegembiraan atas kemenangan. Kita membutuhkan orang-orang yang menjadi titik acuan yang kokoh, yang mampu mengajarkan cara “menerima” dengan baik, mengidentifikasi bakat-bakat atletnya agar berbuah maksimal.


Lalu ada usaha mengangkat bola, umpan bola kepada partner yang bertugas menyelesaikan aksi. Anda tidak pernah sendirian, selalu ada seseorang untuk dilayani. Tidak hanya dimensi individu, tetapi Anda adalah bagian dari tim: setiap orang dipanggil untuk memberikan kontribusinya agar tim  bisa menang bersama. Para pemain dari suatu tim adalah seperti anggota dari sebuah tubuh: St. Paulus mengatakan bahwa «jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; dan jika satu anggota dihormati, semua anggota ikut bersukacita” (1 Kor 12:26). Di dunia di mana orang berusaha keras untuk tampil dan menonjol dengan segala cara, ketika ego datang mendahului kekitaan, di mana yang lemah dan tidak produktif dibuang, olahraga dapat menjadi inspirasi persatuan, kekompakan, dan dapat meluncurkan pesan perdamaian yang kuat serta persahabatan.

Aksi serangan smash tentu menentukan, yang memungkinkan Anda mencetak poin dan membangun kemenangan. Olahraga harus mengedepankan kompetisi yang sehat, tanpa terjerumus ke dalam godaan untuk menang dengan menginjak-injak peraturan. Pengorbanan, pelatihan, ketelitian adalah elemen penting dari olahraga, sedangkan praktik doping, selain berbahaya, adalah penipuan yang menghilangkan keindahan dan kesenangan permainan, menodainya dengan kepalsuan dan membuatnya kotor.


Untuk melawan serangan, tembok pertahanan dibangun. Ini mengingatkan kita tentang tembok yang ada di berbagai belahan dunia, tanda perpecahan dan penutupan, ketidakmampuan manusia  berdialog, anggapan orang-orang yang berpikir bahwa seseorang dapat menyelamatkan diri sendiri. Sebaliknya, dalam bola voli, saat Anda memblokir, Anda melompat tinggi untuk menghadapi smash lawan: gerakan ini membantu kita berpikir positif. Melompat tinggi berarti melepaskan diri dari tanah, dari materialitas dan karenanya dari semua logika bisnis yang merusak semangat olahraga. Uang dan kesuksesan tidak boleh mengorbankan komponen permainan, yaitu sukacita bersama. Maka jangan pernah meninggalkan dimensi olahraga amatir. Olahraga itu selalu “amatir”, kesenangan, jika tanpa itu bukan olahraga. Ini harus dijaga baik-baik, karena dengan itu kalian juga menjaga hatimu.

Jadilah selalu saksi kebenaran dan kesetiaan. Banyak orang menyaksikan kalian dan bersorak bagi Anda: bagi mereka Anda adalah model, jangan kecewakan mereka! Bermain dengan sebaik-baiknya sambil bersenang-senang, menyebarkan nilai-nilai persahabatan, solidaritas, dan perdamaian di dalam dan di luar lapangan."



GEREJA KATOLIK CONGO DAN SUDAN SELATAN

 


Kemarin Paus Fransiskus mengunjungi Basilika Santa Maria Mayora untuk mempersembahkan kunjungan apostoliknya yang ke-40 di Republik Demokrasi Congo dan Sudan Selatan yang dimulai hari ini, 31 Januari 2023, kepada Bunda Maria untuk damai sejahtera umat Allah di kedua negara.

Rencana kunjungan Paus di Afrika ini sudah tertunda sekali di tahun 2018, setelah hari doa khusus untuk Congo dan Sudan 23 November 2017 di Basilika St Petrus Vatikan, dan direncanakan kembali sejak Juli 2022. 

Lihat juga: Harapan Perdamaian Untuk Congo

Kunjungan Paus Fransiskus di Republik Demokrasi Congo akan berlangsung dari hari ini 31 Januari 2023 menuju Kinshasa hingga 3 Februari 2023, kemudian setelah perpisahan di Bandara NDjili dilanjut kunjungan melalui Bandara Juba, dalam rangka kunjungan ekumenis bersama Moderator Dewan Gereja Skotlandia di Sudan Selatan 3 Februari 2023 hingga 5 Februari 2023.


Lihat: Agenda Kunjungan Paus Fransiskus di Congo dan Sudan Selatan

Gereja Katolik Congo sudah berusia lebih dari 500 tahun sejak 1491, merupakan yang tertua di kawasan di bawah Gurun Sahara. Gereja hadir di antara kaum muda Congo; panggilan berkembang; aktivisme awam Katolik dan kehadirannya yang tersebar luas di masyarakat dan di media. 

Fitur penting dari Gereja Kongo adalah aktivisme awam, dengan beberapa asosiasi dan gerakan awam berkumpul di Dewan Kerasulan Katolik Awam (CALCC), banyak katekis dan pria dan wanita awam memberikan kesaksian tentang iman mereka di bidang politik, ekonomi dan bidang budaya. Kaum awam di memberikan kontribusi signifikan untuk vitalitas Gereja lokal, dengan secara aktif terlibat di bidang komunikasi, dengan lebih dari 30 stasiun radio, beberapa saluran televisi keuskupan, surat kabar dan publikasi. Selain itu, Gereja Katolik Congo merupakan aktor sosial terkemuka sebagai mitra utama Negara di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan menyediakan layanan publik melalui jaringan rumah sakit, pusat sosial dan sekolah terkenal.


Di sisi lain, Gereja Katolik Congo juga menghadapi beberapa tantangan. Keyakinan dan praktik takhayul, santet dan sihir masih tersebar luas bahkan di komunitas Katolik. Selanjutnya, ada sekte katolik independen menyebar di negara ini. Tantangan penting lainnya adalah mencegah kaum muda terlibat dalam kekerasan geng dan keikutsertaan mereka dalam beberapa gerakan milisi yang bertempur di daerah konflik, yaitu di bagian timur negara itu.

Total 4.602 ada imam melayani di hampir 1.500 paroki dan 48 keuskupan, dan juga banyak imam Fidei Donum Congo yang bekerja di Afrika, Eropa dan Amerika. Mereka dibantu sekitar 11.000 religius pria dan wanita Congo yang terlibat dalam berbagai bidang reksa pastoral. 

Selama tiga puluh tahun terakhir, Konferensi Waligereja Nasional Congo (CENCO) mengawal dengan cermat situasi sosial-politik lokal di saat-saat kritis, melawan korupsi yang meluas, tata kelola yang buruk, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang. CENCO juga mempromosikan prakarsa  mendidik warga Congo dalam nilai-nilai perdamaian dan demokrasi, dan mendorong umat awam untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik nasional. Gereja Katolik melibatkan diri dalam penyelenggaraan pemilu nasional dengan pemantaunya sendiri, dan telah menegaskan kembali perlunya menjamin independensi Komisi Pemilihan Nasional (CENI) demi mencegah perselisihan yang terjadi di setiap putaran pemilu.

Selama beberapa tahun terakhir, para Uskup Congo mengulangi seruan untuk perdamaian di provinsi-provinsi Timur, terutama di Kivu Utara, mengecam kehadiran pasukan asing yang terus mengacau kawasan itu dengan kekerasan dan secara ilegal mengeksploitasi kekayaan mineral Congo, termasuk coltan, komponen untuk perangkat elektronik.

Sedang Gereja Katolik Sudan mempunyai jejak awal Kekristenan yang pertama kali dibawa ke wilayah ini oleh Gereja Bizantium Konstantinopel pada abad keenam. Gereja lokal kemudian beralih ke Patriarkat Koptik Aleksandria. Namun dengan berakhirnya Kerajaan Kristen Nubia, pada awal abad keempat belas, terjadi pula kepunahan total agama Kristen di Sudan, dengan hanya meninggalkan sedikit komunitas Fransiskan yang tersisa di wilayah tersebut. Misi Gereja Katolik dirintis kembali pada akhir abad ke-19 oleh misionaris Italia St. Daniel Comboni (1831-1881), pendiri Misionaris Hati Yesus dan Kongregasi Bunda Suci Nigrizia, juga dikenal sebagai Suster Misionaris Comboni, yang mengelola untuk mendirikan kembali Gereja di Sudan, khususnya di Sudan Selatan sampai sekarang.

Aktivitas misionaris intensif memungkinkan agama Katolik berkembang dengan semakin cepat antara tahun 1901 dan 1964, menguatkan identitas nasional rakyat Sudan Selatan, yang berbeda dari populasi Arab dan Muslim di Sudan Utara.

Perlawanan sengit terhadap kebijakan islamisasi dan arabisasi yang dilakukan rezim Khartoum setelah kemerdekaan Sudan dari kekuasaan Anglo-Mesir, memicu gerakan separatis yang menyebabkan dua kali perang saudara yang melanda negara tersebut antara tahun 1955 -1972 dan 1983-2005, dan berakhir dengan kemerdekaan Sudan Selatan yang mayoritas Kristen pada tahun 2011, setelah referendum.

Saat ini, lebih dari setengah populasi Sudan Selatan diyakini beragama Kristen, dengan angka dominan umat Katolik, yang mewakili sekitar 52% populasi, diikuti oleh Anglikan, Presbiterian, dan denominasi Protestan lainnya, sedangkan Ortodoks (Koptik, Etiopia dan Yunani-Ortodoks) berjumlah kurang dari 1%. Ada juga sejumlah besar pengikut agama asli tradisional Afrika (yang menurut beberapa sumber sebenarnya adalah mayoritas). Konstitusi Sudan Selatan secara eksplisit mengakui kebebasan beribadah dan persamaan agama, dan Sudan Selatan memiliki hubungan diplomatik dengan Tahta Suci.

Selama sepuluh tahun terakhir para uskup, misionaris, dan pemimpin Kristen lainnya telah menyampaikan seruan tanpa henti untuk solusi damai atas konflik bersenjata, yang tersulut dari pertikaian antara dua rival ketika Presiden Salva Kiir (seorang etnis Dinka) dan Wakilnya  diberhentikan. Presiden Riek Machar (suku Nuer), segera meredam karakter etnis kesukuan, yang melemahkan institusi Sudan Selatan oleh perpecahan historis antar suku dalam komunitas Sudan Selatan.

Seruan  pada Juli 2017 dikeluarkan Ketua Konferensi Waligereja (SCBC), Uskup Edward Hiiboro Kussala dari Tombura-Yambio, dalam rangka peringatan enam tahun kemerdekaan. Pesan tersebut menyerukan penghentian total pertempuran, menindaklanjuti  penandatanganan Perjanjian Resolusi Konflik di Republik Sudan Selatan (ARCSS), pada Juli 2016 setelah mendesak pihak-pihak sepakat  melaksanakan dialog nasional baru yang diusulkan oleh Presiden Kiir. Semua orang Sudan Selatan  berdoa tanpa henti mengharapkan perdamaian.




Senin, 30 Januari 2023

BOM BUNUH DIRI DI MASJID PESHAWAR PAKISTAN

 


Sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid yang ramai di Peshawar Pakistan menewaskan sedikitnya 32 orang pada Senin, 30 Januari 2023 ,serangan terbaru yang menargetkan polisi di kota barat laut Pakistan. Pejabat rumah sakit mengatakan sedikitnya 147 orang terluka, dan banyak dari mereka dalam kondisi kritis. Setidaknya ada 260 orang sedang sembahyang di masjid itu, ketika bom meledak. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman, yang mengobrak-abrik masjid saat salat Dzuhur, menyebabkan dinding runtuh menimpa jamaah. Bangunan itu terletak di dalam kompleks berbenteng tinggi yang berada di lingkungan markas besar kepolisian provinsi dan departemen anti-terorisme.

Serangan itu merupakan yang terburuk di kota itu sejak Maret tahun lalu, ketika sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid Muslim Syiah saat salat Jumat menewaskan sedikitnya 58 orang dan melukai hampir 200 orang. Militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas pengeboman tahun lalu  itu.



Peshawar, yang terletak di dekat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan, sering menjadi sasaran kelompok militan termasuk Taliban Pakistan.

Kelompok yang dikenal sebagai Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) adalah payung kelompok Islam Sunni dan sektarian yang ingin menggulingkan pemerintah dan menggantinya dengan pemerintahan Islam model mereka sendiri.

TTP telah meningkatkan serangan sejak diakhirinya apa yang disebut kesepakatan damai tahun lalu dengan pemerintah Pakistan, yang difasilitasi oleh Taliban Afghanistan. TTP sering melakukan serangan yang menargetkan polisi dalam beberapa bulan terakhir. Pada bulan Desember, militan Islam merebut pusat kontra-terorisme di barat laut dan menggunakan sandera untuk bernegosiasi dengan otoritas pemerintah.

ANGKA PENGUNJUNG MISA TERTINGGI

 



Suatu peneletian dari  Center for Applied Research in the Apostolate (CARA) Universitas Georgetown AS mengungkapkan angka persentase pengunjung Misa seminggu sekali atau lebih di luar misa perkawinan, misa pemakaman dan baptis, di 36 negara-negara yang umat katoliknya terbilang besar, dengan pemeringkatan. Survai dilakukan dalam lima tahun antara 2017-2022. Kendati mengalami penganiayaan di negerinya, umat Katolik Nigeria menempati puncak peringkat dengan 94%. Kenya menempati urutan kedua dengan 73%. Lebanon di tempat ketiga dengan 69%.



PELAKU KATEKESE

 



PELAKU KATEKESE

Petikan Bagian III dari  Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020

 

IDENTITAS DAN PANGGILAN KATEKIS

110. «Dalam pembangunan Tubuh Kristus terdapat aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh yang membagikan aneka anugerah-Nya sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja» (LG 7). Berdasarkan Pembaptisan dan Krisma, orang-orang Kristiani dipersatukan ke dalam Kristus dan mengambil bagian pada tugasnya sebagai imam, nabi dan raja (bdk. LG 31; AA 2); mereka adalah saksi-saksi pewartaan Injil dengan kata dan teladan hidup Kristiani; namun beberapa saksi «dapat dipanggil untuk bekerja sama dengan Uskup dan dengan para presbiter dalam melaksanakan pelayanan Sabda.» Di antara seluruh pelayanan dan karya, yang dilakukan Gereja dalam misi evangelisasinya, «pelayanan katekese» menempati posisi penting, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan iman. Pelayanan ini mengantar kepada iman dan, bersama dengan pelayanan liturgis, melahirkan anak-anak Allah dalam rahim Gereja. Maka panggilan khusus katekis berakar pada panggilan umum umat Allah, yang dipanggil untuk melayani rencana penyelamatan Allah demi umat manusia.

111. Seluruh komunitas Kristiani bertanggung jawab atas pelayanan katekese, namun masing-masing sesuai dengan situasi khas dan perannya dalam Gereja: pelayan-pelayan tertahbis, orang-orang hidup bakti dan umat awam. «Melalui mereka semua dan fungsi mereka yang berbeda-beda, pelayanan kateketis meneruskan Sabda secara lengkap dan memberi kesaksian tentang realitas Gereja. Seandainya satu dari bentuk-bentuk kehadiran ini tidak ada, maka katekese akan kehilangan sebagian kekayaan serta arti pentingnya.» Katekis menjadi bagian dari sebuah komunitas Kristiani dan merupakan ungkapannya. Pelayanannya dihayati dalam suatu komunitas yang merupakan subjek utama pendampingan dalam iman.

112. Katekis adalah seorang Kristiani yang menerima dalam iman panggilan khusus dari Allah yang memampukannya untuk melayani penerusan iman dan tugas untuk mengawali kepada hidup Kristiani. Sebab-sebab langsung seorang katekis dipanggil untuk melayani Sabda Allah sangat bervariasi, namun semuanya merupakan mediasi yang, melalui Gereja, digunakan Allah untuk memanggil kepada pelayanan-Nya. Karena panggilan ini, katekis diutus mengambil bagian dalam misi Yesus untuk mengantar murid-murid masuk ke dalam hubungan keputraan-Nya dengan Bapa. Maka, pelaku sebenarnya dari setiap katekese sejati adalah Roh Kudus yang, melalui persatuan mendalam yang dipelihara katekis bersama Kristus, membuat usaha-usaha manusiawi dalam kegiatan katekese berhasil. Kegiatan ini berlangsung di dalam rahim Gereja: katekis adalah saksi dari Tradisinya yang hidup dan mediator yang mempermudah masuknya murid-murid Kristus yang baru ke dalam Tubuh gerejawi-Nya.

113. Berkat iman dan pengurapan pembaptisan, dalam kerja sama dengan ajaran Kristus dan sebagai hamba tindakan Roh Kudus, seorang katekis adalah:

a. saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah; dengan mengalami kebaikan dan kebenaran Injil dalam perjumpaannya dengan pribadi Yesus, katekis menjaga, memelihara dan memberi kesaksian akan hidup baru yang berasal dari-Nya dan menjadi tanda bagi orang-orang lain. Iman mencakup ingatan akan sejarah Allah bersama manusia. Menjaga ingatan ini, membangkitkannya dalam diri orang-orang lain dan  menempatkannya pada pelayanan pewartaan merupakan panggilan khusus katekis. Kesaksian hidup itu penting supaya perutusan dapat dipercaya. Dengan mengakui kerapuhan-kerapuhan diri sendiri di hadapan Allah yang berbelas kasihan, katekis tidak pernah berhenti menjadi tanda pengharapan bagi saudara-saudara;

b. guru dan mistagogi yang mengantar ke dalam misteri Allah, yang diwahyukan dalam Paskah Kristus; sebagai ikon dari Yesus Guru, katekis memiliki tugas ganda untuk meneruskan isi iman dan membimbing kepada misteri iman tersebut. Katekis dipanggil untuk menyingkapkan kebenaran tentang manusia dan panggilannya yang utama, dengan mengomunikasikan pengetahuan tentang Kristus dan, pada saat yang sama, untuk mengantar ke dalam berbagai dimensi hidup Kristiani, dengan menyingkapkan misteri keselamatan yang terkandung dalam warisan iman dan terlaksana dalam liturgi Gereja;

c. pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan oleh Gereja kepadanya; katekis adalah ahli dalam seni pendampingan , memiliki kompetensi edukatif, tahu mendengarkan dan masuk dalam dinamika pendewasaan manusia, menjadi teman seperjalanan dengan kesabaran dan cita rasa kebertahapan, dengan ketaatan terhadap karya Roh, dalam proses pembinaan, dengan membantu saudara-saudara untuk menjadi matang dalam hidup Kristiani dan berjalan menuju Allah. Katekis, ahli dalam kemanusiaan, mengetahui kegembiraan dan pengharapan manusia, kesedihan dan kecemasannya (bdk. GS 1) dan tahu menempatkan semuanya dalam hubungan dengan Injil Yesus.

 

2

USKUP KATEKIS YANG PERTAMA

114. «Uskup adalah pewarta Injil yang pertama dengan kata-kata dan kesaksian hidup». Sebagai penanggung jawab pertama untuk katekese di keuskupannya, dia memiliki fungsi utama, dalam kesatuan erat dengan khotbah, memajukan katekese dan menyelenggarakan berbagai bentuk katekese yang perlu bagi umat beriman sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang dikeluarkan Takhta Apostolik. Uskup, selain dalam kerja sama yang berharga dengan Kantor-kantor Keuskupan, dapat memanfaat[1]kan bantuan dari para ahli teologi, kateketik dan ilmu-ilmu manusia, demikian juga pusat-pusat pendidikan dan penelitian kateketis. Perhatian Uskup untuk kegiatan kateketis mengundangnya supaya:

a. memiliki perhatian terhadap katekese dengan melibatkan diri secara langsung dalam penerusan Injil dan dengan menjaga keutuhan warisan iman;

b. menjamin inkulturasi iman di wilayah dengan memberikan prioritas kepada katekese yang efektif;

c. mengembangkan suatu proyek katekese global, yang melayani kebutuhan-kebutuhan umat Allah dan selaras dengan rencana-rencana pastoral keuskupan dan Konferensi para Uskup.

d. membangkitkan dan mempertahankan «suatu antusiasme yang menggebu-gebu terhadap katekese, suatu antusiasme yang mendapat wahananya dalam suatu organisasi yang memadai dan efektif, dengan mengerahkan tenaga-tenaga, upaya-upaya serta perlengkapan yang dibutuhkan, termasuk sumber keuangan»;

e. memperhatikan agar «para katekis dipersiapkan dengan baik untuk tugas mereka, mengenal secara mendalam ajaran Gereja dan mem[1]pelajari secara teoretis dan praktis hukum-hukum psikologis dan bahan-bahan pedagogis» (CD 14);

f. memperhatikan kualitas teks-teks dan sarana-sarana katekese.

 

Uskup merasakan kemendesakan, sekurang-kurangnya dalam waktu-waktu  penting tahun liturgis, secara khusus dalam masa Prapaska, untuk memanggil umat Allah dalam katedralnya untuk melaksanakan katekese.

3

IMAM DALAM KATEKESE

115. Imam, sebagai rekan kerja pertama Uskup dan karena mandat Uskup, dalam kualitas sebagai pendidik dalam iman (bdk. PO 6), mempunyai tanggung jawab untuk menganimasi, mengoordinasi dan mengarahkan kegiatan kateketis komunitas yang telah dipercayakan kepadanya. «Acuan kepada Magisterium Uskup dalam satu-satunya presbiterium keuskupan dan ketaatan kepada pedoman-pedoman, yang dalam hal katekese dikeluarkan oleh setiap gembala dan Konferensi para Uskup untuk kebaikan kaum beriman, bagi imam merupakan unsur-unsur untuk dinilai yang harus dihargai dalam kegiatan kateketis.» Para imam memikirkan dan menggalakkan panggilan dan pelayanan katekis-katekis.

116. Pastor paroki adalah katekis pertama dalam komunitas paroki. Tugas-tugas pastor paroki dan imam pada umumnya dalam katekese adalah:

a. mendedikasikan diri dengan daya upaya yang cakap dan murah hati untuk katekese umat beriman yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, dengan menggunakan setiap kesempatan yang diberikan oleh kehidupan paroki dan lingkungan sosio-budaya untuk mewartakan Injil.

 b. memelihara hubungan antara katekese, liturgi dan karya amal kasih,dengan menghargai secara khusus hari Minggu sebagai hari Tuhan dan komunitas Kristiani;

c. membangkitkan dalam komunitas rasa tanggung jawab terhadap katekese dan membuat disermen panggilan-panggilan khusus terkait katekese, dengan menyatakan rasa syukur dan meningkatkan pelayan[1]an yang diberikan oleh katekis-katekis;

d. menyelenggarakan perencanaan katekese, yang terintegrasi dalam rencana pastoral komunitas, dengan mengandalkan kerja sama dari katekis-katekis. Adalah baik untuk menjalani berbagai tahap analisis, perencanaan, pemilihan sarana-sarana, pelaksanaan praktis dan evaluasi;

e. menjamin hubungan antara katekese dalam komunitasnya dengan program pastoral keuskupan, dengan menghindari setiap bentuk subjektivisme dalam pelaksanaan pelayanan suci;

f. sebagai katekis bagi para katekis, memperhatikan pembinaan mereka, dengan memberikan usaha maksimal untuk tugas ini dan mendampingi mereka mencapai kematangan iman; selain itu, menghargai kelompok para katekis sebagai ruang lingkup persekutuan dan tanggung jawab bersama yang perlu untuk pembinaan autentik.

4

DIAKON DALAM KATEKESE

117. Pelayanan Sabda Allah, di samping pelayanan liturgi dan amal kasih, merupakan pelayanan yang dijalankan diakon-diakon untuk menghadirkan di komunitas, Kristus yang karena cinta menjadi Hamba (bdk. Luk 22: 27; Flp 2: 5-11). Para diakon, selain dilibatkan dalam homili, dipanggil kepada suatu «perhatian yang penuh semangat pada katekese umat beriman dalam berbagai tahap hidup Kristiani, sehingga membantu mereka mengenal iman kepada Kristus, meneguhkan iman itu dengan penerimaan sakramen[1]sakramen dan mengekpresikan iman dalam kehidupan pribadi, keluarga, profesi dan sosial.» Para diakon akan terlibat dalam program-program kateketis keuskupan dan paroki, terutama menyangkut prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pewartaan pertama. Mereka juga dipanggil untuk mewartakan «Sabda di lingkungan profesional yang mungkin/mana pun, baik dengan perkataan secara langsung, maupun hanya dengan kehadiran aktif mereka di tempat-tempat di mana terbentuk opini publik atau di mana diterapkan norma-norma etis (seperti pelayanan-pelayanan sosial, pelayanan-pelayanan demi kepentingan hak-hak keluarga, kehidupan, dan lain-lain).»

118. Di beberapa bidang, amatlah berharga katekese yang ditangani oleh para diakon: hidup amal kasih dan keluarga. Kegiatan mereka dapat dikembangkan di antara para narapidana, orang-orang sakit, orang-orang tua, orang-orang muda yang berperilaku menyimpang, para imigran, dan lain-lain. Para diakon memiliki tugas untuk memasukkan kekurangan[1]kekurangan seperti itu ke dalam kegiatan kateketis komunitas-komunitas gerejawi sehingga menjiwai seluruh kaum beriman menuju pendidikan yang benar dalam amal kasih. Selain itu, para diakon permanen, yang menghayati Sakramen Perkawinan, karena status hidup mereka yang khas, dipanggil secara khusus untuk menjadi saksi-saksi terpercaya tentang keindahan sakramen ini. Mereka, dengan bantuan pasangan dan mungkin anak-anak mereka, dapat melibatkan diri dalam katekese keluarga dan pendampingan seluruh situasi yang membutuhkan perhatian khusus dan kelemahlembutan.

 

5

ORANG-ORANG HIDUP BAKTI DALAM PELAYANAN KATEKESE

119. Katekese merupakan ranah kerasulan istimewa bagi orang-orang hidup bakti. Sesungguhnya, dalam sejarah Gereja mereka termasuk di antara tokoh-tokoh yang paling mendedikasikan dirinya untuk animasi kateketis. Gereja memanggil secara khusus orang-orang hidup bakti kepada kegiatan kateketis. Sumbangan mereka dalam katekese itu autentik dan khusus, dan tidak dapatdigantikan oleh para imam atau kaum awam. «Tugas pertama kaum hidup bakti adalah menampakkan keajaiban yang dikerjakan oleh Allah dalam kemanusiaan yang rapuh dari orang-orang yang dipanggil. Lebih dari sekadar kata-kata, mereka memberi kesaksian atas keajaiban itu melalui bahasa yang menyentuh hati, yakni perihidup yang telah berubah, yang mampu menimbulkan rasa kagum dalam masyarakat.»13 Katekese pertama yang menantang adalah kehidupan orang-orang hidup bakti, yang dengan menghidupi radikalitas injili, menjadi saksi tentang kepenuhan yang dimungkinkan karena kehidupan dalam Kristus.

120. Kekhasan karisma yang dimiliki tarekat berkembang apabila beberapa anggota hidup baktinya menerima tugas katekese. «Sambil tetap mem[1]pertahankan keutuhan sifat katekese itu sendiri, karisma-karisma berbagai komunitas religius mengungkapkan tugas bersama ini namun dengan penekanan mereka sendiri, sering dengan kedalaman religius, sosial dan pedagogis yang besar. Sejarah katekese menunjukkan daya hidup yang telah dibawa oleh karisma-karisma ini bagi kegiatan pendidikan Gereja, teristimewa bagi mereka yang telah menanamkan cita-cita hidup mereka dalam katekese. Gereja terus menjadikan diri kuat dalam pelayanan mereka dan menanti dengan pengharapan daya upaya yang dibarui untuk pelayanan katekese.

 

6

KATEKIS AWAM

121. Kaum awam melalui keikursertaan mereka dalam dunia memberikan pelayanan yang berharga untuk evangelisasi: cara hidup mereka sebagai murid-murid Kristus merupakan suatu bentuk pewartaan Injil. Mereka berbagi semua bentuk daya upaya dengan orang-orang lain, meresapi realitas duniawi dengan semangat Injil: evangelisasi «memperoleh ciri yang khas dan daya-guna yang istimewa justru karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini» (LG 35). Kaum awam, dengan memberi kesaksian Injil dalam berbagai konteks, memiliki kesempatan untuk menafsirkan aneka realitas hidup secara kristiani, untuk berbicara tentang Kristus dan nilai-nilai kristiani, untuk menjelaskan pilihan-pilihan mereka. Katekese ini, yang bisa dikatakan spontan dan sesekali, sangat penting sebab secara langsung berhubungan dengan kesaksian hidup.

122. Panggilan kepada pelayanan katekese bersumber dari Sakramen Pembaptisan dan diperkuat oleh Sakramen Krisma, sakramen-sakramen yang melaluinya awam mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Selain panggilan umum kepada kerasulan, beberapa kaum/umat beriman merasa dipanggil oleh Allah untuk menerima tugas sebagai katekis dalam komunitas Kristiani, untuk pelayanan kepada katekese yang lebih terorganisasi/teratur dan terstruktur. Panggilan pribadi dari Yesus Kristus ini dan hubungan dengan-Nya menjadi daya penggerak sejati untuk kegiatan katekis: «Pengetahuan penuh cinta terhadap Kristus ini membangkitkan kerinduan untuk mewartakan, untuk “mengevangelisasi” dan untuk membimbing orang lain kepada iman kepada Yesus Kristus.»15 Gereja membangkitkan dan mempertimbangkan panggilan ilahi ini dan memberikan misi untuk berkatekese.

123. «Merasa dipanggil sebagai katekis dan menerima tugas perutusan dari Gereja untuk melakukannya, sesungguhnya dapat memperoleh tingkat[1]tingkat pengabdian yang berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu. Kadang-kadang katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese untuk suatu periode terbatas dalam hidupnya atau hanya kadang-kadang saja, namun itu masih tetap merupakan pelayanan dan kerja sama yang berharga. Namun demikian, pentingnya pelayanan katekese akan menganjurkan bahwa di setiap Keuskupan harus ada sejumlah religius dan awam yang diakui secara publik dan mengabdikan diri secara tetap dan murah hati bagi katekese, yang dalam kesatuan dengan para imam dan Uskup, berkontribusi untuk memberikan bentuk gerejawi yang tepat kepada pelayanan Keuskupan ini.»

Para orang tua, pelaku-pelaku aktif katekese

124. «Bagi para orang tua Kristiani, misi edukatif, yang berakar dalam partisipasi mereka dalam karya penciptaan Allah, memiliki sumber yang baru dan khusus dalam Sakramen Perkawinan, yang membaktikan mereka untuk pendidikan yang sungguh Kristiani bagi anak-anak.» Para orang tua yang beriman, dengan contoh hidup sehari-hari, memiliki kemampuan yang lebih menarik untuk meneruskan keindahan iman Kristiani kepada anak-anak mereka. «Agar keluarga-keluarga semakin menjadi pemeran aktif dalam kerasulan keluarga, diperlukan “suatu upaya evangelisasi dan katekese di dalam keluarga” yang ditujukan kepada keluarga.» Tantangan terbesar, dalam hal ini, adalah bahwa pasangan-pasangan, ibu-ibu dan bapak-bapak, sebagai pelaku aktif katekese, harus mengatasi mentalitas pendelegasian yang sangat umum, yang berpandangan bahwa urusan iman dikhususkan bagi para ahli pendidikan agama. Mentalitas ini kadang-kadang didukung oleh komunitas itu sendiri yang berusaha keras menyelenggarakan katekese dengan gaya keluarga dan bertolak dari keluarga-keluarga itu sendiri. «Gereja dipanggil untuk bekerja sama dengan orang tua melalui tindakan pastoral yang sesuai, membantu dalam pemenuhan misi pendidikan mereka.»19

Bapak dan ibu wali baptis, rekan kerja para orang tua

125. Dalam proses inisiasi ke dalam hidup Kristiani, Gereja mengajak untuk mengevaluasi kembali identitas dan misi dari bapak dan ibu wali baptis, sebagai pendukung bagi tugas pendidikan dari para orang tua. Tugas mereka adalah «dengan semangat kekeluargaan yang bersahabat menunjukkan kepada katekumen praktik Injil dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, membantunya dalam kebimbangan dan dalam kecemasan, memberi kesaksian kepadanya dan memperhatikan perkembangan ke[1]hidupan pembaptisannya.» Disadari bahwa sering kali pilihan itu tidak didorong oleh iman, tetapi didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan keluarga dan masyarakat: hal itu telah menyumbang tidak kecil terhadap kemerosotan nilai figur-figur pendidik. Mengingat tanggung jawab yang dibawa oleh peran ini, komunitas Kristiani hendaklah menunjukkan, dengan disermen dan semangat yang kreatif, kepada para wali baptis proses katekese, yang akan membantu mereka menemukan kembali karunia iman dan rasa menjadi bagian Gereja. Mereka yang ditunjuk untuk peran ini kadang merasa tertantang untuk membangunkan kembali iman pem[1]baptisan dan memulai langkah baru untuk komitmen dan kesaksian. Kemungkinan penolakan untuk melaksanakan tugas itu dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang harus dievaluasi dengan perhatian pastoral yang besar. Dalam kasus-kasus di mana tidak terdapat syarat-syarat objektif bagi seseorang untuk melaksanakan tugas ini, syarat-syarat yang harus ada dalam dialog yang mendahului pemilihan, dalam persetujuan dengan keluarga-keluarga dan menurut disermen para pastor, dapat ditunjuk para wali baptis dari antara para petugas pastoral (katekis, pendidik, animator), yang menjadi saksi iman dan kehadiran gereja.

 

Pelayanan para kakek dan nenek untuk penerusan iman

126. Bersama para orang tua, ada kakek dan nenek, khususnya dalam budaya-budaya tertentu, yang memainkan peran khusus dalam menerus[1]kan iman kepada mereka yang lebih muda. Kitab Suci juga mencatat iman dari kakek-nenek sebagai kesaksian bagi para anak-cucu mereka (bdk. 2Tim 1:5). «Gereja selalu menaruh perhatian khusus kepada para kakek dan nenek, dengan mengakui kekayaan besar mereka, baik dalam aspek kemanusiaan dan sosial, maupun dalam aspek religius dan spiritual.» Ketika berhadapan dengan krisis keluarga-keluarga, para kakek dan nenek, yang sering kali memiliki iman Kristiani yang mendalam dan pengalaman masa lalu yang kaya, menjadi acuan penting. Kenyataannya, kadang-kadang banyak orang menerima dari para kakek dan nenek inisiasi mereka kepada/ke dalam kehidupan Kristiani. Sumbangan para kakek dan nenek penting dalam katekese, baik karena lebih banyak waktu yang dapat mereka dedikasikan maupun karena kemampuan mereka untuk men[1]dorong generasi muda dengan daya afektif mereka. Kebijaksanaan mereka banyak kali menentukan bagi pertumbuhan iman. Doa permohonan dan nyanyian pujian para kakek dan nenek menopang komunitas yang bekerja dan berjuang dalam hidup.

Sumbangan besar kaum perempuan pada/terhadap katekese

127. Kaum perempuan melaksanakan peran yang berharga dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas Kristiani, dengan memberikan pelayanan mereka sebagai istri, ibu, katekis, pekerja dan profesional. Mereka memiliki Maria sebagai teladan, “teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG 65). Yesus dengan Sabda dan sikap-sikap-Nya telah mengajarkan untuk mengakui bernilainya perempuan/bahwa perempuan itu sungguh bernilai. Sesungguhnya, Ia menghendaki mereka menjadi murid-murid (bdk. Mrk 15:40-41) dan mempercayakan kepada Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain kegembiraan untuk mewartakan kepada para Rasul berita tentang kebangkitan-Nya (bdk. Mat 28: 9-10; Mrk 16: 9-10; Luk 24: 8-9; Yoh 20: 18). Komunitas perdana, dengan cara yang sama, telah merasakan kebutuhan untuk memiliki ajaran Yesus dan telah menerima kehadiran kaum perempuan dalam karya evangelisasi sebagai sebuah anugerah yang berharga (bdk. Luk 8: 1-3; Yoh 4: 28-29).128. Komunitas-komunitas Kristiani dijiwai terus-menerus oleh kejeniusan feminin supaya diakui sumbangan mereka dalam mewujudkan kehidupan pastoral sebagai hal yang mendasar dan sangat diperlukan. Katekese adalah salah satu dari pelayanan pastoral ini yang mengantar untuk mengenal sumbangan besar yang diberikan oleh katekis-katekis perem[1]puan yang dengan dedikasi, semangat dan kemampuan membaktikan diri mereka untuk pelayanan ini. Dalam hidup mereka, mereka menyatakan gambaran keibuan, dengan tahu bagaimana memberi kesaksian, juga dalam saat-saat sulit, akan kelembutan dan kasih Gereja. Mereka mampu memahami, dengan suatu kepekaan khusus, teladan Yesus: melayani dalam hal-hal kecil juga dalam hal-hal besar merupakan sikap orang yang telah memahami sedalam-dalamnya kasih Allah kepada manusia dan tidak dapat berbuat lain kecuali mencurahkan kasih itu kepada sesama, dengan memperhatikan orang-orang dan hal-hal dalam dunia.

129. Menghargai kepekaan khusus para perempuan dalam katekese, tidak berarti mengesampingkan kehadiran para laki-laki yang sama pentingnya. Bahkan, dalam terang perubahan-perubahan antropologis, hal itu sungguh perlu. Suatu pertumbuhan manusiawi dan spiritual yang sehat, tidak dapat dilakukan tanpa kedua kehadiran itu, sifat feminin dan maskulin. Oleh karena itu, komunitas Kristiani hendaklah tahu menghargai baik kehadiran para katekis perempuan, yang jumlahnya amat penting untuk katekese, maupun kehadiran para katekis laki-laki yang saat ini memainkan suatu peran tak tergantikan, khususnya bagi para remaja dan orang-orang muda. Perlu diapresiasi secara khusus kehadiran para katekis laki-laki muda, yang membawa sumbangan khusus yakni antusiasme, kreativitas dan 98 Petunjuk untuk Katekesepengharapan. Mereka dipanggil untuk merasa bertanggung jawab dalam penerusan iman.