Daftar Blog Saya

Minggu, 01 Januari 2023

HARAPAN



Perayaan Natal dan Tahun Baru sering dikaitkan dengan harapan. 

Harapan     Keinginan dengan keyakinan akan sesuatu. Harapan menuntut tekat pribadi dan kita harus melakukan sesuatu tindakan untuk mewujudkan keinginan itu; harapan memahami bahwa apa yang diinginkan tidak bisa dicapai dengan mudah atau lancar. Lawan dari harapan adalah putus asa; hilangnya keyakinan sama sekali.

     Dalam Kitab Suci, harapan itu terkait erat dengan iman. Sebagai suatu kebajikan teologis, harapan merupakan keyakinan adi-kodrati bahwa kita akan dapat mencapai kerajaan surga dan hidup kekal dengan percaya kepada janji-janji Kristus dan lebih mengandalkan rahmat Roh Kudus ketimbang kemampuan kita sendiri. Seperti dikatakan dalam Surat Ibrani: “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia” (Ibr 10:23). Harapan Perjanjian Lama mendapatkan pemenuhannya dalam Perjanjian Baru.

 

I.                Harapan Dalam Perjanjian Lama

  1. Abraham sebagai Model Harapan
  2. Harapan akan suatu Perjanjian Baru

II.              Harapan Dalam Perjanjian Baru

  1. Kristus Memenuhi Harapan Perjanjian Lama
  2. Harapan Dalam Pergumulan
  3. Harapan, Iman dan Kasih

 

I.   Harapan Dalam Perjanjian Lama

A.  Abraham sebagai Model Harapan

Keseluruhan PL diliputi oleh  suasana penuh harapan, sebab PL adalah suatu riwayat janji Allah pada Abraham (Kej 12:3; 22:18), suatu janji yang dipegang Allah dengn setia sekalipun berhadapan dengan ketidaksetiaan yang nyata dari pihak Israel terhadap perjanjian (2 Sam 7:9.16). Abraham merupakan teladan harapan dalam seluruh PL, karena  “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa” (Rm 4:18).

 

B. Harapan akan suatu Perjanjian Baru

Tuhan adalah harapan bangsa Israel (Yer 14:8; 17:13) dan semua orang Israel (Yer 17:7; Yes 8:17; 26:8; Mzm 71:5). Kesetiaan Tuhan kepada umatNya di masa lalu (Kej 15:7; Mzm 13:6; 33:18) mengarah pada kepastian akan pemenuhan janji-janjiNya di masa depan (Kej 17:8; Kel 3:8.17; 6:4; Ul 1:18).

      Janji Allah akan terus berlaku sekalipun sebagai kesatuan kerajaan sudah hancur dan terjadilah dua kerajaan: Yehuda dan Israel. Harapan diuji ketika kerajaan Israel jatuh diserbu oleh bangsa Asyur pada tahun 721 SM, dan kerajaan |Yehuda hancur diserang Babilonia pada tahun 587 SM. Tetapi melalui para nabi seperti Elia, Elisa, Amos, Hosea, dan Yesaya, Allah membina umatNya di dalam pengharapan akan keselamatan dengan hasrat akan suatu perjanjian yang baru dan kekal. Harapan akan penebusan radikal dan pengudusan ini hanya terjadi ketika kepercayaan diletakkan pada Tuhan saja, sebab hanya Dialah yang dapat memberikan harapan yang benar (Yer 29:11; 31:17). Barangsiapa menaruh kepercayaannya pada manusia mendapatkan kutuk (Yer 17:5), tetapi barangsiapa berharap kepada Tuhan akan mendapatkan berkat (Yer 17:7).

     Yeremia berbicara tentang harapan sekalipun ancaman dari Babilonia sedang mendatangi kerajaan Yehuda dan ketika Yerusalem akan segera dihancurkan dan orang-orang akan dibuang ke Babilon:  “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman Tuhan: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku” (Yer 31:33; bdk Yer 31:31; 32:38). Harapan akan keselamatan ini dijanjikan kepada semua bangsa (Yeh 36; Yes 49:5-6; 53:11). 

 


II.  Harapan Dalam Perjanjian Baru

A.  Kristus Memenuhi Harapan Perjanjian Lama

Di dalam PB, haparan PL terpenuhi di dalam Kristus.

     Kesetiaan Allah kepada perjanjianNya di seluruh PL merupakan persiapan bagi Inkarnasi dan karya keselamatan Putera Allah. Yesus menunjuk kepada janji yang diberikan kepada Abraham dan pemenuhan akhirnya ketika Ia menyatakan, “Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.... ''Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.'' (Yoh 8:56.58). Di dalam Sabda Bahagia, Kristus memberikan kepada pengikutNya harapan yang penuh keyakinan akan surga sebagai Tanah Terjanji yang baru. Ia meyakinkan para murid agar jangan mencemaskan masa depan; sebaliknya mereka harus terus mengarahkan pandangan kepada kerajaan surga.

  

B.  Harapan Dalam Pergumulan

Surat-surat mengembangkan gagasan Kristen mengenai harapan. Harapan Kristen adalah kemuliaan Allah (Rm 5:2) dan kemerdekaan dari dosa (Rm 8:20). “Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia” (Ibr 10:23). Pengharapan itu adalah “sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita,” (Ibr 6:19-20). Suatu ketopong yang melindungi kita di dalam pergumulan kita “berbajuzirahkan iman dan kasih” demi harapan akan keselamatan itu (1 Tes 5:8). Umat Kristen diselamatkan oleh harapan, tetapi harapan itu adalah atas sesuatu yang tidak kelihatan “pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun” (Rm 8:24-25).

    Harapan bagi santo Paulus bukan sesuatu yang gampang dicapai. Sebaliknya, harapan itu didapatkan dalam penderitaan dan kesulitan dan ditopang dan diperkaya dalam doa: “Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!” (Rm 12:12). Di dalam ziarah hidup Kristen (1 Kor 13:13), kita harus “bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:3-5).

 

C.  Harapan, Iman dan Kasih

Harapan selalu terkait erat dengan iman dan kasih, yaitu kebajikan teologis lainnya. Apa yang diharapkan akan menjadi nyata melalui iman (Ibr 11:1), yang memungkinkan kita memahami realitas yang tidak kelihatan, dan kasih, yang adalah iman yang bekerja. “Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan.” (Gal 5:5). Roh Kudus adalah sumber pengharapan, dan umat Kristen dipanggil untuk menunjukkan iman yang sama seperti Abraham, yang “sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya” (Rm 4:18). Keyakinan didapatkan dalam harapan karena kita percaya kepada Tuhan, yang adalah Tuhan pengharapan (Rm 15:13; bdk 2 Kor 3:12) dan “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita” (Rm 8:18).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar