Satu dasa-warsa yang lalu banyak perusahaan memerlakukan isyu sustenabilitas sekedar embel-embel "bagus jika kita juga punya" dan sekedar ikut-ikut membuat program sustenabilitas dalam kerangka CSR, tanggungjawab sosial perusahaan. Sekarang hal-hal yang terkait dengan sustenabilitas telah merasuk semakin ke dalam ranah "stategis" yang menentukan keberhasilan perusahaan dan menjadi percakapan dewan komisaris dan direksi. Termasuk dalam aspek yang menentukan proses operasi perusahaan mulai dari input-proses pengubahan-output hingga distribusi produk dan jasa sampai pada income perusahaan terutama melalui berkembangnya teknologi yang pro-iklim. Sebagai stakeholsder pemerintah dan masyarakat menuntut dan menilai kesungguhan perusahaan dalam ikut serta mewujudkan sustenabilitas bangsa melalui aktivitas perusahaan. Perusahaan yang peduli dan memasukkan soal sustenabilitas dalam strategi operasi mereka lebih mendapat dukungan semisal kemudahan-kemudahan. Mereka semakin mampu menciptakan nilai-nilai dari isyu sustenabilitas, yang menyumbang pada besaran nilai tambah produk dan jasa yang mereka hasilkan, entah dari penghematan biaya operasi, entah dari perluasan kontak yang mereka dapatkan dari mata-rantai koneksivitas ag bisnis mereka. Peluang-peluang baru lebih banyak terbuka bagi mereka. Sedangkan perusahaan yang kurang tanggap pada isyu sustenabilitas, semakin ketinggalan.
Muncul dan berkembangnya teknologi pro-iklim mengubah pola kerja banyak perusahaan, lembaga dan organisasi dan mengantar mereka pada pendekatan menuju sustenabilitas. Yang semula berjalan sendiri-sendiri dan lambat pun sekarang berjejaring dan melakukan kontribusi secara cepat dan masif.
Ada empat langkah dasar yang dilakukan:
* mengembangkan visi yang jelas sebagai bintang pedoman
* menyiapkan fasilitator dan kapasitas organisasi dan mengembangkan budaya yang selaras
* meluweskan model-operasi dengan model peran kepemimpinan yang bermental berani coba-coba pengalaman baru
* menerapkan pendekatan modal risiko dengan memahami bahwa dampak perubahan pendekatan sustenabilitas pada kinerja produk dan jasa di pasar tidak bersifat segera.
Dikenali ada tiga era sustenabilitas. (1) Menurut suatu survai sejak KTT Bumi Rio hingga tahun 2011 baru sekitar 20% dari perusahaan yang terdaftar dalam S&P 500 memerhatikan sustenabilitas melalui program CSR atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan. (2) Terjadi peningkatan kesadaran dengan cepat setelah Protokol Kyoto 1997 berkenaan dengan perubahan iklim dilaksanakan antara 2008-2012 dan diadakan evaluasi secara global. Penerapan pendekatan sustenabilitas semakin meluas hingga 72% dari perusahaan-perusahaan S&P 500. (3) Selanjutnya perluasan terjadi setelah Persetujuan Iklim Paris 2015. Pendekatan sustenabilitas semakin diakui sebagai pendorong pembentukan nilai tambah, bukan hanya untuk mengerem pemanasan global, tetapi bekerja sebagai perbaikan struktur biaya internal dan peningkatan semangat kerja untuk mendongkrak produktivitas eksternal perusahaan. Organisasi-organisasi semakin memerhatikan parameter-parameter ESG (environment, social, governance) dan di tahun 2020-2021 saja jumlah perusahaan di dunia yang menggunakan parameter ESG menjadi lipat tiga. Muncul perusahaan-perusahaan rintisan baru yang agresif menggunakan pendekatan sustenabilitas dan diakui sebagai "unicorn-unicorn iklim".
Sifat umum mereka: 1. Didorong dengan sungguh oleh tujuan dan gairah untuk mewujudkan sustenabilitas dunia. 2. Memperdalam pemahaman teknologi yang selaras dengan aspirasi tentang masa depan yang teguh. 3. Penerapan teknologi transversal yang menjamin dekarbonasi ruang dan meningkatkan sustenabilitas. 4. Pemberdayaan secara kuat dan kesediaan ambil risiko. 5. Pengembangan mentalitas uji dan coba.
Sejauh ini, topik-topik sustenabilitas yang dimasukkan dalam strategi perusahaan meliputi: (1) keamanan informasi, (2) efisiensi energi, (3) pertumbuhan secara ekonomis, (4) keanekaan dan keterbukaan, (5) desain produk dan jasa, (6) manajemen limbah, (7) memerangi suap dan korupsi, (8) energi terbarukan, (9) hak asasi manusia dan masalah buruh/pekerja, (10) emisi gas rumah-kaca, dan (11) manajemen air.
Suatu survai yang lain menunjukkan 40% responden dari berbagai sektor industri akan melipat duakan komitmen pada sustenabiltas dalam lima tahun yang akan datang.
Semakin banyak perusahaan mengaitkan komitmen pada sustenabilitas dengan soal strategis yaitu tujuan, misi dan nilai-nilai perusahaan; menciptakan dampak positif pada kesejahteraan umum; memenuhi harapan konsumen; mendorong semangat kerja internal; membangun reputasi; mengembangkan peluang pertumbuhan perusahaan; meningkatkan efisiensi operasi perusahaan dan mematuhi peraturan dan mengikuti anjuran kerjasama pemerintah untuk sustenabilitas nasional.
Mereka menerapkan sasaran-sasaran sustenabilitas sebagai pendorong penciptaan nilai tambah di sepanjang mata rantai nilai mulai dari masukan (input) dari pemasok, proses pengubahan dalam instalasi perusahaan, hingga rangkaian distribusi termasuk transportasi.
Komitmen pada sustenabilitas ini merupakan salah satu topik yang ramai dibicarakan dalam Forum Ekonomi Global (World Economic Forum, WEF) di Swiss, 18-22 Januari 2023 yang lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar