Ketika wafat, Paus Emeritus Benediktus XVI berkata: "Tuhan, aku cinta padaMu". Kata-kata itu adalah kunci seluruh hidup Yoseph Ratzinger/Benediktus XVI. Tampaknya dalam konteks ucapan terakhir Benediktus XVI itulah Paus Fransiskus menyampaikan homilinya pada Misa Pemakaman Paus Emeritus Benediktus XVI, 5 Januari 2023. Paus Fransiskus menempatkan renungannya dalam pigura kata-kata yang pernah diucapkan Paus Benediktus XVI di masa awal kepausannya, terutama ketika kepadanya diserahkan palium (kain leher) yang menandakan diserahkannya beban dunia yang ditanggung Kristus ke pundaknya 24 April 2005 untuk karya penggembalaan. Juga ketika Misa Krisma Pertama dalam masa kepausannya (13 April 2006). Tersirat dalam homili Paus Fransiskus, bahwa Paus Benediktus XVI secara konsisten dan konsekuen setia menjalankan apa yang pernah ia katakan dalam melayani Tuhan dan umatNya. He walked the talk. Karena itu sepantasnya beliau mendapat penghormatan kita bersama. Saya sampaikan terjemahan "kasar" saya.
“Bapa, ke
dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Luk 23:46). Inilah kata-kata terakhir yang
diucapkan Tuhan di kayu salib; hembusan napas terakhirNya, yang seolah-olah merangkum
seluruh hidupNya: Ia mempercayakan diri tanpa henti ke tangan Bapa-Nya. Tangan
pengampunan dan kasih sayang, penyembuhan dan belas kasihan, pengurapan dan
berkat, yang membawanya juga untuk mempercayakan Diri ke tangan
saudara-saudaraNya. Tuhan, terbuka untuk setiap orang dan cerita sesiapa saja yang
Dia temui di sepanjang jalan, dan membiarkan diriNya dibentuk oleh kehendak
Bapa. Dia memikul semua konsekuensi dan kesulitan yang ditimbulkan oleh
Injil, bahkan hingga mendapatkan tanganNya ditusuk paku cinta. “Lihatlah tanganKu”,
kataNya kepada Thomas ( Yoh 20:27), dan kepada kita masing-masing: “Lihatlah
tanganKu”. Tangan tertusuk paku itu terus-menerus menjangkau kita, mengundang
kita untuk mengenali cinta Tuhan untuk kita dan untuk percaya kepadaNya (bdk. 1
Yoh 4:16). [Bdk BENEDIKTUS XVI, Deus Caritas Est, 1.]
"Bapa,
ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu". Inilah ajakan dan program hidup yang
Dia inspirasikan pada kita. Seperti seorang tukang tembikar (bdk. Yes 29:16), Ia
ingin membentuk hati setiap pastor, agar selaras dengan hati Kristus Yesus
(bdk. Flp 2:5). Selaras dalam pengabdian yang penuh syukur, dalam pelayanan kepada
Allah dan umat-Nya, suatu pelayanan yang lahir dari ucapan syukur atas karunia
yang sangat murah hati: “Kamu milikku… kamu milik mereka”, Tuhan berbisik,
“kamu di bawah perlindungan tanganKu. Kamu di bawah perlindungan hatiKu.
Tetaplah di tanganKu dan berikan tanganmu”. [Bdk BENEDIKTUS XVI., Homili Misa
Krisma, 13 April 2006.] Di sini kita tangkap “kerendahan hati” dan
kedekatan Tuhan, yang siap mempercayakan diri ke dalam tangan murid-muridNya yang
lemah, agar mereka dapat memberi makan orang-orang dan berkata bersamaNya: Ambil
dan makanlah, ambil dan minumlah, karena inilah tubuhKu yang diserahkan bagimu
(bdk. Luk 22:19). Synkatabasis total Tuhan.
Diselaraskan
dalam devosi doa, devosi yang diam-diam dibentuk dan disempurnakan di tengah
tantangan dan penolakan yang harus dihadapi setiap pastor (bdk. 1 Pet 1:6-7)
dalam ketaatan penuh iman pada kehendak
Tuhan, pada perintahNya untuk memberi makan pada kawanan (bdk. Yoh 21:17).
Seperti Sang Guru, seorang gembala memikul beban berat pengantaraan dan kesulitan
dalam mengurapi umat-Nya, terutama dalam situasi di mana kebaikan harus diperjuangkan
agar menang dan di mana martabat saudara
- saudari kita terancam (bdk. Ibr 5:7-9). Sepanjang karya pengantaraan ini,
Tuhan menganugerahkan roh kelemahlembutan yang siap memahami, menerima, berpengharapan
dan mau ambil risiko, lepas dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Inilah sumber
kesuburan yang tak terlihat dan sulit dipahami, yang lahir dari pengenalan akan
Dia yang dia percaya (lih. 2 Tim 1:12). Kepercayaan itu sendiri lahir dari doa
dan pujian, yang mampu membedakan apa yang diharapkan dari seorang gembala dan
membentuk hati dan keputusannya menurut waktu yang baik dari Tuhan (bdk. Yoh
21:18): “Memberi makan berarti mengasihi, dan mengasihi juga berarti siap
menderita. Penuh kasih berarti memberi domba apa yang sungguh baik, menyampaikan
kebenaran Allah, firman Allah, menyampaikan kehadiranNya”. [Bdk BENEDIKTUS XVI,
HomilI permulaan kepausan, 24 April 2005.]
Diselaraskan
pula dalam devosi yang bertumpu pada penghiburan Roh, yang selalu mendahului gembala
dalam karya misi perutusannya. Dalam usaha giat mewartakan keindahan dan
sukacita Injil (lih. Gaudete et Exsultate, 57). Dalam kesaksian yang subur dari
semua orang yang, seperti Maria, dalam banyak cara berdiri di kaki salib. Dalam
ketabahan menanggung derita namun tidak
mengancam maupun memaksa. Dalam pengharapan yang tekun namun sabar bahwa Tuhan
akan setia pada janjinya, janjiNya kepada nenek moyang kita dan segala keturunan
untuk selama-lamanya (bdk. Luk 1:54-55).
Berpegang
teguh pada kata-kata terakhir Tuhan dan pada kesaksian seluruh hidup-Nya, kita pun
sebagai komunitas gerejawi, hendak mengikuti jejakNya dan mempercayakan saudara
kita ini ke tangan Bapa. Semoga tangan yang murah hati itu memberikan kepadanya
pelita yang menyala oleh minyak Injil yang telah ia wartakan dan menjadi kesaksiannya
seumur hidupnya (bdk. Mat 25:6-7).
Di akhir
Aturan Pastoralnya, Santo Gregorius Agung meminta seorang teman memberikan
kepadanya kekuatan rohani: “Ketika hidupku sedang karam, dukunglah aku, kuraih
engkau, dengan papan doa Anda, sebab bobot saya sendiri membuat saya tenggelam, berkat pertolongan
tanganmu aku akan terangkat”. Di sini kita jumpai kesadaran seorang gembala bahwa
tidak bisa memikul sendiri apa yang sebenarnya mustahil dia pikul sendirian,
dan karenanya mempercayakan diri pada doa dan perhatian orang-orang yang
dipercayakan kepadanya.[Bdk BENEDIKTUS XVI, HomilI permulaan kepausan, 24 April
2005.] Kaum yang beriman kepada Allah, yang sedang berhimpun di sini, saat menemani
dan mempercayakan kepada Dia hidup seorang yang menjadi gembala mereka. Seperti
para wanita di makam, kami juga datang membawa wewangian rasa terima kasih dan
balsem harapan, untuk menunjukkan kepadanya cinta yang tak akan pernah padam.
Kami hendak melakukan ini dengan kebijaksanaan, kelembutan, dan pengabdian yang
sama dengan yang dia berikan kepada kami selama bertahun-tahun. Bersama-sama,
kami ingin berseru: "Bapa, ke dalam tanganMu kami serahkan jiwanya".
Benediktus,
sahabat setia Sang Mempelai, semoga sukacitamu lengkap saat kamu mendengar
suaraNya, sekarang dan selamanya!
Baca Juga: PAUS FRANSISKUS MEMIMPIN PEMAKAMAN PAUS EMERITUS BENEDIKTUS XVI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar