Menurut Santo Yohanes dari Damsyik, “Doa adalah mengangkat
jiwa dan hati kepada Allah atau memohon hal-hal yang baik dari Allah” (De fide
orthodoxa, 3.24). Melalui doa Allah mengundang setiap orang untuk bertemu
secara pribadi dengan Sang Pencipta. Rencana keselamatan dari Allah menawarkan
suatu hubungan timbal-balik antara Allah dan manusia, dan doa adalah bagian
integral yang tak terpisahkan dari ketimbal-balikan itu.
Doa
dalam Kitab Suci meliputi keseluruhan emosi dan ungkapan manusiawi, mulai dari
permohonan, keluhan, sampai pada renungan, terimakasih, syukur, pujian, hingga
penyembahan.
I. Doa Dalam Perjanjian Lama
A. Macam-macam
Doa
B. Percakapan
Dengan Allah
C. Perantaraan
Kepada Allah
D. Doa
Nabi-nabi
II. Doa Dalam
Perjanjian Baru
A.
Yesus, Teladan Doa
B.
Keakraban dengan Allah Bapa
C. Doa
dalam Gereja Awal
I. Doa
Dalam Perjanjian Lama
A. Macam-macam
Doa
Dalam Pentateuch, kita membaca percakapan antara Allah
dengan para Bapa Bangsa dan orang-orang lain. Sementara agama-agama lain
menyampaikan permohonan-permohonan kepada berbagai dewa, doa Israel ditujukan
kepada Yahweh (Kel 20:2-3; Ul 6:4), yang lebih dulu dikenal sebagai Allah yang Mahakuasa (Kel 6:2-3). Percakapan di
antara Allah dan orang perorangan merupakan dasar bagi hubungan perjanjian yang
diadakan Allah dengan para Bapa Bangsa yang ketika berdoa menyerukan “nama”
Tuhan (Kej 12:8; 21:33; 26:25).
Maka
juga ada dimensi sosial dan umum di dalam doa Perjanjian Lama. Tekanan
diberikan kepada waktu dan tempat-tempat suci yang dikhususkan untuk ibadat.
Pentateuch menyataan tempat-tempat ibadat seperti Sikhem (Kej 12:6-7), Betel
(Kej 28:18-22), Mamre (Kej 13:18) dan Bersyeba (Kej 26:23-25) dan waktu-waktu
suci seperti Sabat di setiap pekan (Kej 2:1-3; Kel 20:8-11) dan
perayaan-perayaan tahunan (Kel 23:14-17; Im 23; Ul 16:1-17). Namun tempat utama
bagi doa liturgis adalah Kemah Pertemuan (Kemah Suci) dan kemudian Bait Allah,
sebab di situlah Allah tinggal di tengah-tengah umatNya (Kel 25:8; Ul 12:5-7).
B. Percakapan
Dengan Allah
Doa pertama kali dicantumkan dalam Perjanjian Lama dalam Kej
4:26 pada zaman Enokh ketika “waktu itulah orang mulai memanggil nama Tuhan”.
Namun sebelum ini pun kita lihat Adam bercakap-cakap dengan Allah (Kej 3:9-12).
Begitu pulalah Musa, karena Kel 33:31 menyatakan : “Tuhan berbicara dengan Musa
dengan berhdapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.”
Abraham
dan Musa sungguh tokoh yang penting dalam doa Perjanjian Lama. Abraham
samasekali pasrah kepada kehendak Allah bahkan sampai bersedia mengurbankan
anaknya sendiri sekalipun (Kej 22:8; Ibr 11:9) (KGK 2570-2572). Untuk
kesetiaannya ini, Abraham menerima janji Allah yang kemudian diperbarui lagi
dengan Yakub, yang pergumulannya dengan malaikat dipandang sebagai model doa
bagi perjuangan iman (Kej 32:24-30) (KGK 2573).
C. Perantaraan
Kepada Allah
Doa pengantaraan – yaitu doa untuk dan atas nama orang lain
– juga penting dalam Perjanjian Lama. Abraham berdoa untuk kepentingan Sodom
(Kej 18:20-32) dan Abimelekh (Kej 20:17), tetapi Musa adalah contoh utama untuk
doa pengantaraan. Doa semacam ini merupakan bagian dari peranannya sebgai
pengantara perjanjian antara Allah dan Israel. Ketika bangsa Israel berdosa, ia
memohonkan pengampunan dari Allah (Kel 32:30-32; Bil 14:13-19). Ketika pertanyaan dan keraguan timbul, ia ada
disana untuk bertanya kepada Allah (Bil 27:1-5). Ia kemudian mendapat reputasi
sebagai seorang yang berdiri di hadapan Allah demi orang lain (Yer 15:1).
D. Doa
Nabi-nabi
Nab-nabi adalah pendoa karena mereka sering bercakap-cakap
dengan Allah. Kadang-kadang mereka berseru kepadaNya ketika sedang merasa sedih
tertekan (Yun 2:1-9) dan putus asa (1 Raj 19:4) dan kadang-kadang mereka
menyatakan iman keyakinan mereka kepada Allah sekali pun mereka bergulat untuk
memahami jalan-jalan Allah (Hab 3:1-9). Kadang-kadang mereka mengajar tentang
doa dalam hidup bangsa Israel. Terutama ini jelas dalam Yesaya, yang tidak
sabar karena orang berdoa tetapi hati dan peri-hidupnya jauh dari Allah (Yes
1:15; 29:13). Namun ia terus mendesak umat Allah agar berdoa (Yes 55:6) dengan
keyakinan bahwa Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doa permohonan mereka.
Ia juga melantunkan doa-doa bagi mereka yang mengucap syukur atas keselamatan
dari Allah.
Kitab
Ayub, kitab Ratapan dan yang terutama kitab Mazmur memberikan kepada kita
contoh-contoh doa Perjanjian Lama. Mazmur menekankan tema-tema seperti
pembebasan, ketakjuban, perintah, dan perayaan-perayaan umum. Mazmur juga
menyampaikan cara yang ideal untuk memperkenalkan doa dalam Perjanjian Baru,
terutama karena Mazmur-mazmur itu terpenuhi dalam Kristus (KGK 2596-2597).
II. Doa
Dalam Perjanjian Baru
A. Yesus, Teladan Doa
Yesus adalah model teladan doa yang sempurna dalam Kitab
Suci. Dalam Dia kita lihat doa sendirian, doa malam, doa percakapan, doa
pengulangan, doa persiapan dan doa pengantaraan. Ia sering berdoa di dalam
keheningan di tempat yang sunyi seperti di gunung (Mat 14:23; Mrk 1:35; 6:46;
Luk 5:16) dan berdoa dalam rangka persiapan momen-momen yang paling menentukan
dan paling penting dalam karya dan hidupNya, termasuk pembaptisan (Luk 3:21),
panggilan keduabelas rasul (Luk 6:12), Peralihan Rupa (Transfigurasi) (Luk 9:28)
dan SengsaraNya (Luk 22:41-45; bdk Mat 26:36-44). Pada Perjamuan Malam Terakhir
Yesus menyampaikan doa permohonan yang panjang (Yoh 17:1-26), dan di Taman Getsemani
ia mengucapkan doa yang sama tiga kali berturut-turut (Mat 26:36-44). Di atas
salib, ia mengucapkan doa rangkaian kata yang sudah disiapkan dari Mazmur (Mzm
22:2; bdk Mzm 31:5 dalam Luk 23:46).
B. Keakraban dengan Allah Bapa
Hidup doa Yesus ditandai dengan penggunaan kata “Abba”
(Bahasa Aram untuk “Bapa”) untuk menunjukkan keintiman dan kekeluargaan dengan
Allah (Mrk 14:36). Yesus dengan demikian menjadi model teladan tentang cara
berdoa (Mat 6:5-15; Luk 18:9-14), terutama pada waktu pencobaan dan
penderitaaan (Ibr 5:7). Ketika para murid meminta, “Tuhan, ajarilah kami
berdoa” (Luk 11:1), Yesus menanggapi dengan mengajarkan Doa Bapa Kami. Ia
menekankan perlunya mendekati Allah dengan iman: “Apa saja yang kamu minta dan
doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”
(Mrk 11:24). Seharusnya kita pun berdoa dengan sikap batin yang selalu taat
kepada kehendak Bapa (Mat 7:21) da karenanya bekerja sama dengan rencana
keselamatan. Yesus juga mengajar bahwa iman pada Putera merupakan jalan yang
terbaik untuk mengenal Bapa, sebab Yesus adalah “jalan, kebenaran dan hidup”
(Yoh 14:6).
Hidup
doa Yesus tidak berakhir ketika Ia naik ke surga, sebab sekalipun di sana, di
sisi kanan Bapa, ia menjadi pengantara bagi segenap orang kudus di bumi (Ibr
7:25).
C. Doa dalam Gereja Awal
Doa Kristen awal disampaikan dalam nama Yesus (Yoh 14:13; 1
Kor 1:2), dengan keyakinan bahwa Ia ada menyertai di tengah-tengah para
muridNya (Mat 28:20). Doa dilakukan dalam berbagai-bagai konteks, baik secara
bersama maupun pribadi: Di Bait Allah Yerusalem (Luk 24:52), di rumah (Kis
2:46), di dalam penjara (Kis 16:25); bahkan di atap rumah (Kis 10:9).
Menyerukan nama Yesus merupakan bagian integral dari badat liturgis dan
sakramen (Kis 2:38; 22:16; 1 Kor 6:11; Yak 5:14-15), dan doa-doa syukur jelas terkait
dengan perayaan Ekaristi Kristiani (Kis 2:42; 1 Kor 11:23-26).
Menurut
ajaran para rasul doa harus terus menerus (1 Tes 5:17) dan disampaikan dengan
keyakinan iman akan kuasa Tuhan untuk menyelesaikan segala sesuatu (Yak
1:5-8|). Maka bisa dipahami, hidup doa seseorang saling kait dengan hidup
moralnya, karena doa orang benar sungguh mujarab (Yak 5:16), sedang doa seorang
pendosa mungkin terhambat (1 Ptr 3:7.12).
Secara
teologis, ketika kaum beriman diangkat menjadi anak-anak Allah di dalam Putra
dan melalui Roh Kudus, dikaruniakanlah kepadanya kemampuan untuk menemui Bapa
(Ef 2:18), yang disapanya secara mesra sebagai “Abba” (Rm 8:15-16; Gal 4:6).
Bukan hanya itu, baik Kristus maupun Roh Kudus dikatakan menjadi pengantara
kaum beriman atas kehendak Allah (Rm 8:26-27.34).