Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label UNFCCC. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UNFCCC. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 November 2022

COP 27 PERUBAHAN IKLIM DAN KOMITMEN INDONESIA

 


Pada tanggal 9-10 November 2022, rombongan delegasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu)  dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan Suahazil Nazara, mengikuti rangkaian Pertemuan Tahunan Conference of the Parties (COP)-27 UNFCCC yang dilaksanakan di Sharm El Sheikh, Mesir. Delegasi Kementerian Keuangan memulai pertemuan dalam acara Coalition Meeting at COP27. Tema bahasan kali ini adalah perlunya sinergitas mengatasi dampak perubahan iklim dalam berbagai kebijakan ekonomi makro, khususnya dari sisi fiskal kebijakan ekonomi. Pertemuan juga fokus pada dukungan pengembangan adaptasi perubahan iklim, baik dari aspek substansi maupun keterlibatan institusi pendanaan yang selama ini terlalu dominan dalam kegiatan mitigasi perubahan iklim.

Dalam acara The Coalition of Finance Minister for Climate Action ini, Wamenkeu menyampaikan pidato pembukaan tentang peran Kemenkeu masing-masing negara dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim ke depannya. Indonesia berkomitmen untuk menerapkan rencana adaptasi akibat perubahan iklim dan tujuan utama dari program adaptasi tersebut adalah untuk menurunkan risiko dan kerentanan atas perubahan iklim di berbagai sektor. Usaha tersebut juga difokuskan terhadap ketahanan (resilience) di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan (ecosystem). Sir Nicholas Stern (Chairman Grantham Research Institute) seirama mendukung upaya mainstreaming isu perubahan iklim ke dalam dokumen perencanaan ekonomi makro di masing-masing negara.

Penguatan isu adaptasi perubahan iklim juga disampaikan beberapa panelis lainnya, diantaranya Sigrid Kaag (Menteri Keuangan Belanda), Mohamed Maait (Menteri Keuangan, Mesir), David Malpass (Presiden Direktur Bank Dunia), Kristalina Georgieva (Managing Director, IMF) serta Achim Steiner (Administrator, UNDP). Diskusi dipimpin oleh Pekka Moren, Coalition Co-Chair Sherpa dari Finlandia bersama dengan Masyita Crystallin, Coalition Co-Chair Sherpa dari Indonesia.




Para menteri menyuarakan pentingnya  meningkatkan pendanaan terhadap adaptasi perubahan iklim, kendati tantangan pendanaan global seperti inflasi yang tinggi dan aksesibilitas keuangan. Disinggung dalam pertemuan tersebut perlunya memperkuat dana lingkungan yang menarik lebih banyak modal dari sektor swasta.

Selanjutnya, dalam pertemuan “Unlocking Financial Resources for Investments in Climate Change and Energy Transition” yang digagas oleh Islamic Development Bank (IsDB), OPEC Fund for International Development dan Arab Coordination Group (ACG) diperkenalkan skema finansial baru (sedikitnya US$20 milyar) dan platform mendukung skema transisi energi global. Implementasi skema finansial itu diharapkan dapat dimanfaatkan oleh negara-negara berkembang dalam mencapai target net zero emisi hingga 2050.

Komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim antara lain reformasi penganggaran untuk mendukung upaya mengatasi dampak perubahan iklim antara lain menciptakan berbagai skema pendanaan inovatif berbasis syariah baik melalui skema Souvereign Green Sukuk, Green Sukuk Retail serta SDG Bonds. Prioritas pemerintah dalam mendukung target komitmen NZE 2060 atau lebih cepat, melalui mekanisme Energy Transition Mechanism (ETM) yang adalah percepatan pengakhiran periode masa operasional PLTU batu bara, sekaligus membangun pusat-pusat renewable energy (RE) sebagai  alternatif utama.

Pertemuan selanjutnya adalah UNFCCC Mandated Event: High Level Ministerial on New Collective Quantified Goal on climate finance (NCQG). NCQG membentuk target mobilisasi pendanaan baru,  sebelum 2025, minimal USD 100 miliar (as floor) di tahun 2025 dan seterusnya. Umumnya, para pihak sepakat bahwa komitmen mobilisasi pendanaan dalam NCQG perlu mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif, mencerminkan kebutuhan dan prioritas negara-negara berkembang. Beberapa negara mengungkapkan pentingnya akses pendanaan untuk negara berkembang  dalam kerangka kewajiban dukungan negara maju kepada negara berkembang. Sementara negara-negara maju berpendirian bahwa NCQG adalah komitmen pendanaan global dan semua pihak perlu mengambil peran. Untuk mencapai triliunan dolar dana yang dibutuhkan untuk membatasi kenaikan suhu global 1,5 derajat, pendanaan publik saja tidak cukup, dan sektor swasta perlu untuk berkontribusi.

Pada hari kedua para menteri keuangan dalam Pertemuan Tahunan COP-27 memulai  acara dengan Breakfast Coalition Meeting bersama World Meteorological Organization (WMO).  Climate Coalition  berupaya menghubungkan data keuangan, data iklim, dan kinerja ekonomi. Desain kebijakan ekonomi memang perlu mempertimbangkan data iklim, untuk mengukur dampak perubahan iklim terhadap masyarakat. Perlu capacity building agar para pegawai di Kementerian Keuangan dapat memahami data iklim, dan mengintegrasikannya dalam mendesain kebijakan. Salah satu upaya Indonesia terkait risiko bencana alam, adalah membentuk pooling fund bencana.

Dalam pertemuan bilateral dibahas beberapa topik utama terkait komitmen baru pendanaan iklim untuk menggantikan skema 100 billion USD dalam formasi New Collective Quantified Goal (NCQG), pendanaan adaptasi perubahan iklim, support Climate Coalition untuk COP-27, serta pembahasan potensi kerjasama yang lebih luas dalam mengatasi dampak perubahan iklim dan pembangunan rendah karbon, serta potensi mobilisasi pendanaan swasta.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)  banyak membagi pengalaman dalam membangun kerjasama dan pengelolaan dana iklim, dan hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan donor atau investor. Sesuai arahan Menteri Keuangan BPDLH harus dapat menunjukkan transparansi dan akuntabilitas serta menjaga tatakelola pengelolaan keuangan. Melalui mekanisme ‘soft diplomacy’  diharapkan COP-27 dapat menjadi forum untuk mendapatkan masukan demi perbaikan pengelolaan dana lingkungan hidup ke depannya.