Pada
permulaan September 2022 beberapa teman yang aktif sebagai pewarta di lingkungan
meminta gambaran tentang kota Korintus pada masa Perjanjian Baru dan tentang
Surat Paulus kepada Jemaat Korintus. Pada waktu itu Blog ini belum saya buat.
Jawaban saya sampaikan dengan japri kepada masing-masing teman. Setelah Blog
ini eksis sejak 13 September yang lalu saya pikir ada baiknya menerbitkan jawaban saya
berkenaan dengan Korintus dan Surat Paulus kepada Jemaat Korintus itu sebagai artikel sebagai arsip yang dapat diakses
teman-teman kapan saja.
Korintus
Suatu kota
di Yunani pada Tanah Genting Korintus yang menghubungkan Tanjung Peloponesos
dengan benua Eropa. Letaknya di tanah genting itu membuat Korintus sangat
strategis sebagai lalu lintas terdekat untuk perjalanan dari Laut Adriatik ke
Laut Egea. Korintus mempunyai reputasi buruk sebagai tempat pelesiran (wisata
seks) dan kesenangan, beberapa penulis Yunani menggunakan nama kota itu sebagai
kata dasar untuk membentuk kata baru yang berkonotasi kejahatan seksual
(misalnya, korinthiazomai, artinya “pesta seks”; korinthiastes, “germo”; dan
korinthia kore, “pelacur”).
Korintus dihancurkan pada tahun 146 SM
oleh bangsa Roma ketika mereka mengalahkan Liga Akhaya. Kota itu tinggal
puing-puing sampai tahun 44 SM ketika
Yulius Caesar memutuskan untuk membangunnya kembali dan menetapkan Colonia Laus Julia Corinthus sebagai
ibukota provinsi Roma yang baru di Akhaya.
Pada masa Perjanjian Baru Korintus
sudah menikmati kemajuan sebagai pusat ekonomi dan penuh dengan
bangunan-bangunan besar dan indah termasuk kuil-kuil, ampiteater (Stadion
Besar), teater (tempat-tempat pertunjukan), dan tempat-tempat permandian umum;
kota itu juga menjadi arena pertandingan olahraga di Tanah Genting itu (bdk 1
Kor 9:24-27). Paulus tinggal dan mengajar di Korintus selama delapan belas
bulan (Kis 18:1-18) dan menulis setidaknya dua surat kepada jemaat di situ (1
Kor dan 2 Kor; bdk 1 Kor 5:9.11). Ia tiba di Korintus pada perjalanan misinya
yang kedua dan berjumpa dengan Akwila
dan Priskila. Ia tinggal bersama
dengan mereka sambil melakukan pekerjaan sebagai pembuat tenda dan berkotbah di
sinagoga setempat. Ia menjadikan orang Kristen kepala sinagoga itu, Krispus, tetapi ia pindah ke rumah Titus Yustus sesudah terjadi
perselisihan dengan orang Yahudi di kota itu. Sesudah delapan belas bulan ia
diajukan ke hadapan pengadilan prokonsul Roma, Galio, atas tuduhan “berusaha
meyakinkan orang untuk beribadah kepada Allah dengan jalan yang bertentangan
dengan hukum Taurat” (Kis 18:3). Tetapi Galio menolak campur tangan pada perkara-perkara
yang dianggapnya urusan agama Yahudi (Kis 18:14-15). Beberapa waktu kemudian
sesudah kejadian itu, Paulus pergi ke Efesus
(Kis 18:18). Sesudah Paulus meninggalkan kota itu, Apolos melayani jemaat di Korintus (Kis 18:27-19:1).
Surat Kepada Jemaat Korintus
Dua gulungan
surat Paulus yang dialamatkan kepada gereja setempat di Korintus. Surat yang
pertama dimaksudkan untuk mengoreksi beberapa penyalahgunaan di dalam
komunitas; untuk menyelesaikan perpecahan yang timbul di dalam jemaat; dan
untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dikirimkan kepadanya mengenai
moralitas, perkawinan dan selibat, tentang Ekaristi dan tentang kebangkitan badan.
Surat yang kedua berusaha menanggapi perkembangan setelah surat yang pertama,
khususnya terhadap tuduhan dari beberapa rasul palsu yang berusaha menjelek-jelekkan
nama Paulus di Korintus. Kedua surat itu penuh dengan teologi Paulus, tetapi
juga memberikan gambaran yang hidup tentang komunitas Kristen awal di Korintus dan
tentang kepribadian Paulus sendiri yang cemerlang.
1 Korintus
I. Penulis
dan Waktu Penulisan
Bahwa
Paulus adalah pengarang surat ini tidak pernah disangkal. Sudah sedari Santo
Klemens dari Roma (tahun 95M) 1 Kor disebut sebagai surat yang sah dari sang
Rasul, dan tradisi lama menerima Paulus sebagai penulis surat. Paulus sendiri
menyatakan bahwa ia menulis surat itu ketika ia berada di Efesus (1 Kor 16:8),
mungkin pada waktu perjalanan misinya yang ketiga (tahun 53-58). Karena Paulus waktu
itu berada di Efesus dan punya rencana untuk mengunjungi Korintus, mungkin
surat ini ditulis pada musim semi tahun 56.
II. Isi
I.
Pengantar (1:1-9)
II.
Perpecahan Dalam Gereja Korintus (1:10-4:21)
A. Masalah
Perpecahan dan Perlunya Kesatuan (1:10-17)
B. Hikmat
Kristus (1:18-2:16)
C.
Perpecahan Dalam Gereja Korintus (3:1-23)
D.
Rasul-rasul (4:1-13)
E. Suatu
Seruan (4:14-21)
III.
Pelanggaran Moral Seksual (5:1-6:20)
A. Skandal
Incest (5:1-13)
B. Perkara Di
antara Umat Beriman (6:1-11)
C.
Pelanggaran Moral Seksual dan Tubuh (6:12-20)
IV.
Pertanyaan-pertanyaan Dari Korintus (7:1-14:40)
A. Tentang
Perkawinan dan Hidup Selibat (7:1-40)
B. Makan
Persembahan Berhala (8:1-10:33)
C. Himpunan
Ibadat (11:1-34)
D. Karunia
Rohani (12:1-14:40)
V.
Kebangkitan Orang Mati (15:1-58)
A.
Kebangkitan Kristus (15:1-11)
B.
Kebangkitan Umat Kristen(15:12-58)
VI. Epilog
(16:1-24)
A. Kolekte
Untuk Gereja Yerusalem dan Rencana Kunjungan Paulus (16:1-12)
B.
Nasehat-nasehat (16:13-24).
III. Maksud
dan Tema
A. Latar
Belakang Surat
Paulus
mendirikan Gereja Korintus selama ia berada di sana pada tahun 51, seperti yang
tercatat dalam Kis 18:1-18. Ia diterima dengan baik dan menyenangkan ketika
mewartakan iman di antara orang-orang Korintus sesudah masa-masa sulit yang
dijumpainya di Atena. Jemaat terdiri dari baik bangsa-bangsa lain (1Kor 8:7;
12:2) maupun Yahudi (1 Kor 7:18-20) yang berasal dari semua lapisan masyarakat,
baik yang kaya (1 Kor 11:22), yang miskin (1 Kor 1:26) maupun budak-budak (1
Kor 7:12).
Namun pada tahun-tahun sesudah ia
meninggalkannya, jemat Korintus yang masih muda itu mengalami perpecahan dan
berbagai krisis yang meretakkan persatuan iman. Paulus mendengar berita yang
menyedihkan tentang kelompok-kelompok yang dibentuk jemaat Kristen di sana.
“Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan
Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku
dari golongan Kristus” (1 Kor 1:12). Laporan yang menggelishkan itu bukan hanya
tentang perpecahan (1 Kor 1:12-15) tetapi juga tentang hubungan perkawinan sumbang
sedarah atau incest (1 Kor 5:1-50), kehidupan seksual yang melanggar norma
kesusilaan (1 Kor 6:12-20), perkara-perkara pengadilan di antara anggota jemaat
(1 Kor 6:1-8), dan penyangkalan akan Kebangkitan (1 Kor 15:12). Di samping itu,
jemaat Kristen Korintus juga menenggang berbagai pelanggaran ibadat di dalam
perayaan Ekaristi (1 Kor 11:17-34) dan membuat masalah sehubungan dengan
penggunaan karunia karisma (1 Kor 14:1-40). Suatu pertanyaan juga diterima dari
Korintus mengenai perkawinan dan keperawanan dan apakah boleh memakan makanan
sajian berhala.
Ketika ia tinggal di Efesus, Paulus kiranya
juga menulis kepada jemaat Korintus suatu surat pendek yang tidak diketemukan,
yang dirujuknya dalam 1 Kor 5:9-13, dan Paulus jelas punya rencana untuk
mengunjungi Korintus untuk menyelesaikan berbagai masalah ini (1 Kor 11:34).
Dalam usahanya untuk memberikan penyelesaian pada situasi itulah Paulus
menuliskan apa yang sekarang kita kenal sebagai surat 1 Korintus.
B.
Perpecahan Dalam Jemaat
Surat ini
memberikan kepada kita gambaran rinci mengenai komunitas Kristen awal – dunia
jemaat Kristen awal, pengaturan gereja setempat, berbagai tantangan yang mereka
hadapi. Paulus sungguh sadar akan kesulitan-kesulitan ini, dan ia menerapkan
suatu ancangan kebapakan dan pastoral ketika ia meneguhkan, mengarahkan,
memurnikan dan memperbaiki keadaan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tidak
hanya dihadapi oleh jemaat Korintus saja, sehingga surat ini berharga bagi
semua jemaat Kristen. Surat itu juga sangat berarti di masa sekarang, ketika
Gereja menghadapi berbagai tantangan dan tekanan yang serupa.
Dalam bagian pertama suratnya, Paulus
mengingatkan jemaat Kristen bahwa dia, Apolos, atau bahkan Kefas (Petrus)
mengajar dan melayani hanya semata-mata berdasarkan wewenang ilahi. “Adakah
Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu
dibaptis dalam nama Paulus?” (1 Kor 1:13). Ia selanjutnya membahas persoalan-persoalan
moral yang serius yang muncul dan berkembang, termasuk toleransi atas hubungan
sumbang sedarah dan tragedi di mana jemaat saling memperkarakan sesama dalam
pengadilan umum. Di dalam pernyataannya mengenai moral seksual, Paulus dikenang
menulis, “Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan
manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan
berdosa terhadap dirinya sendiri. Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah
bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah,
--dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya
telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Kor
6:18-20).
C.
Perkawinan dan Hidup Selibat
Paulus
menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh utusan dari
Korintus mengenai perkawinan (1 Kor 7:1), selibat (1 Kor 7:25), makanan bekas
sajian berhala (1 Kor 8:1) dan berbagai karunia rohani (1 Kor 12:1). Ia lebih
menyukai keadaan selibat tidak menikah, karena hal itu memberikan kebebasan
yang lebih besar bagi hal-hal rohani, tetapi perkawinan adalah status hidup
yang mulia sejauh sepenuhnya dihargai oleh pihak suami maupun isteri. Tetapi
suatu perkawinan yang sah menurut hukum negara dan sudah dilengkapi dengan
hubungan badan di antara orang-orang yang belum menikah dapat dapat diceraikan
jika salah satu dari mereka menjadi Kristen dan pihak yang bukan Kristen
menentang iman itu atau bermaksud menceraikan pasangannya yang baru saja
dibaptis (1 Kor 7:12-15). Kekecualian dari prinsip umum perkawinan Kristen ini
– yang oleh para teolog dikenal sebagai “privilege Paulinus” – dinyatakan
Paulus sebagai cara untuk melindungi iman orang Kristen baru.
D. Makanan
yang Dipersembahkan Kepada Berhala
Persoalan
makanan sajian untuk berhala sungguh menarik. Umat Kristen tidak boleh secara
sadar mengikuti penyembahan berhala, tetapi makanan sajian berhala
kadang-kadang dijual di pasar. Perlukah orang Kristen mengetahui asal setiap
makanan yang mereka santap? Jawaban Paulus pada soal itu adalah bahwa makanan
sama sekali tidak menimbulkan kerusakan: “Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak
kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan” (1 Kor 8:8). Maka
tanpa sadar menyantap makanan bekas sajian berhala tidak akan merugikan umat
Kristen. Tetapi umat Kristen yang dengan sadar menyantap makanan bekas sajian
berhala, sekalipun makanan itu tidak merugikan baginya, dapat sangat merugikan
mereka yang lemah imannya. “Karena apabila orang melihat engkau yang mempunyai "pengetahuan",
sedang duduk makan di dalam kuil berhala, bukankah orang yang lemah hati
nuraninya itu dikuatkan untuk makan daging persembahan berhala? Dengan jalan
demikian orang yang lemah, yaitu saudaramu, yang untuknya Kristus telah mati,
menjadi binasa karena "pengetahuan" mu” (1 Kor 8:10-11). Agar tidak
menimbulkan pesan yang keliru, maka umat
Kristen dianjurkan tidak menyantap makanan yang diketahui bekas sajian untuk
berhala. Lebih baik tidak makan daging ketimbang menyebabkan seorang saudara
yang lemah jatuh berdosa (1 Kor 8:13).
E. Tubuh
Kristus
Penyimpangan
dalam hal ibadat menyangkut pakaian para wanita (1 Kor 11:2-16), perayaan
Ekaristi (1 Kor 11-17-34) dan karisma atau karunia yang diberikan Roh Kudus
kepada anggota jemaat (1 Kor 1: - 14:40). Paulus pada pokoknya mengharapkan
liturgi yang tertib dan tepat. Ia menyatakan bahwa karunia-karunia rohani berasal dari Roh yang sama, maka tidak
seharusnya menimbulkan perselisihan dan persaingan. Ekaristi dengan demikian
adalah sakramen persatuan yang menyatukan umat beriman dengan Kristus dan
dengan satu sama lain (1 Kor 10:16-17). “Karena sama seperti tubuh itu satu dan
anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan
satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang
Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis
menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh” (1 Kor 12:12-13).
F. Kasih
Kristiani.
Segala
karunia rohani haruslah diatur menurut kebajikan yang terarah kepada Tuhan
(teologis) yaitu iman, harapan dan kasih. Yang terbesar adalah kasih; tanpa
kasih semua yang lain akan sia-sia (1 Kor 13:1-13). Ajaran Paulus mengenai
kasih (bahasa Yunani agape) merupakan
ajaran yang paling indah dan paling dalam di seluruh Perjanjian Baru. Ia
memerinci sifat-sifat kasih yang terutama (1 Kor 13:4-7): “Kasih itu sabar;
kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri
sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak
bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu.” Berbeda dengan karunia
rohani seperti kemampuan bernubuat dan bahasa roh, kasih berlangsung selamanya.
Paulus memberikan orientasi eskatologis dari kasih dan kedudukan primernya
dengan menyatakan bahwa: “Karena
sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi
nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan
tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku
sendiri dikenal. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan
dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Kor 13:12-13).
Dalam Bab 15 Paulus menghadapi mereka
yang menentang ajaran tentang Kebangkitan. Ia membahas bukti Kebangkitan
Kristus (1 Kor 15:1-11) dan menghubungkannya secara langsung dengan kebangkitan
orang Kristen di masa depan (1 Kor 15:12-58).
2 Korintus
I. Penulis
dan Waktu Penulisan
Hampir
semua ahli menerima Paulus sebagai pengarang 2 Kor. Berbagai Bapa Gereja
meyakini Paulus sebagai pengarang surat ini berdasarkan bahasa dan gayanya. Namun sebagian ahli menyatakan bahwa
2 Kor merupakan kumpulan dari beberapa surat Paulus. Umumnya surat ini
dipandang sebagai gabungan dua surat, dengan surat yang kedua mulai pada Bab
10; mereka menyatakan ada perubahan yang menyolok pada sambungan itu, dari nuansa
yang lembut berubah menjadi keras. Yang lain melihat adanya tiga tambahan yang
dilampirkan pada surat utama, yaitu 2 Kor 6:14-7:1; Bab 9 yang mengulangi isi
Bab 8; dan Bab 10-13, yang kembali pada persoalan Bab 7. Bagaimanapun, apakah
surat ini terjadi dari satu atau beberapa surat, yang pokok adalah bahwa
Pauluslah pengarang seluruh surat ini.
Seperti halnya 1 Kor, Paulus
menuliskan 2 Kor pada masa perjalanan misinya yang ketiga (bdk Kis
18:23-21:16), tak lama sesudah ia mengirimkan suratnya yang pertama. Jika 1 Kor
dituliskan ketika ia berada di Efesus, surat yang kedua ini dikirimkan dari Makedonia di Yunani Utara, yang
dikunjunginya sesudah meninggalkan Efesus (2 Kor 2:13; 7:5; 9:2). Surat ini,
yang jelas ditulis sesudah 1 Kor, mungkin ditulis pada akhir tahun 56 atau awal
57 M.
II. Isi
I.
Pengantar (1:1-11)
A. Salam
(1:1-2)
B. Ucapan
syukur (1:3-11).
II. Karya
Kerasulan Paulus (1:12-7:16)
A.
Perjalanan Paulus (1:12-2:17)
B.
Pelayanan Perjanjian Baru (3:1-14:18)
C. Hidup
Iman (5:1-10)
D.
Pelayanan Pendamaian (5:11-6:10)
E.
Rekonsiliasi di Korintus (6:11-7:16)
III.
Pengumpulan Derma Untuk Yerusalem
A. Gereja
Makedonia (8:1-7)
B.
Kemurahan Hati (8:8-15)
C. Titus
dan Teman-temannya (8:16-24)
D.Kolekte
(9:1-15)
IV. Paulus
Membela Pekerjaannya (10:1-13:10)
A. Ketaatan
(10:1-6)
B.
Tantangan Para Pemecah Belah (10:7-18)
C.
Penderitaan Dalam Melayani Tuhan (11:1-12:13)
D. Rencana
Paulus Untuk Mengunjungi Korintus (12:14-13:10)
V. Salam
Perpisahan dan Berkat (13:11-14)
III. Maksud
dan Tema
A. Latar
Belakang Surat
Ditulis
tidak lama sesudah 1 Kor, surat 2 Kor ini sangat berbeda karena nadanya yang
sangat pribadi dan penuh perasaan. Surat ini diperlukan karena jemaat Korintus
masih mengalami masalah. Kesulitan-kesulitan yang disebutkan dalam suratnya
yang pertama sudah diatasi, tetapi ada ancaman baru yang muncul: ada misionaris
yang mengembalikan tata cara Yahudi (“rasul-rasul palsu”, 2 Kor 11:13) yang
datang dan menyerang wewenang Paulus, kredibilitas dan integritasnya. Karena
lawan-lawan Paulus itu berhasil mendapat pengikut, mereka menciptakan
ketegangan antara Paulus dan anak-anak rohaninya dan mendesak perlunya
kunjungan singkat ke Korintus. Dalam kunjungan itu ia diserang dengan keras
oleh musuh yang tak disebut namanya (2 Kor 2:5; 7:12), dan sang rasul
terguncang mengetahui bahwa ada sementara jemaat Korintus yang tidak mau
membela kehormatan dan wibawanya. Kemudian sebagian besar jemaat Kristen
menyatakan kesetiaannya (2 Kor 7:9) tetapi masih ada sebagian kecil yang vokal
menentangnya (2 Kor 12:20-21).
B. Paulus Membela Pekerjaannya
Sebagian
besar dari surat ini dimaksudkan untuk membela panggilan Paulus sebagai rasul.
Berhadapan dengan tuduhan bahwa ia punya
motif-motif yang kurang murni, Paulus mengingatkan apa yang sudah diketahui jemaat
Korintus tentang dirinya : mereka menjadi saksi bagaimana ia bekerja, dan
mereka dapat menimbang kesungguhannya terhadap mereka sendiri. Ia banyak
mengalami penderitaan ketika berkarya (2 Kor 1:3-11), namun selama itu ia
bertindak dengan sungguh-sungguh tulus (2 Kor 1:12-14). Ia menyesali
perselisihan yang dialaminya dalam kunjungannya yang terdahulu (2 Kor
1:15-2:4), tetapi ia menghimbau jemaat Korintus untuk memaafkan musuh yang
menyebabkan situasi yang buruk itu (2 Kor 2:5-11). Ia yakin bahwa tugas perutusannya
berasal dari Tuhan (2 Kor 1:21; 2:17).
C. Huruf dan Roh
Paulus
yakin, bahkan “penuh keberanian” (2 Kor 3:12) karena Injil yang diwartakannya
adalah amanat kehidupan. Di sini ia kembali pada salah satu tema kesukaannya :
kontras antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, “hukum yang tertulis”
(harfiah “huruf” [pada loh batu]) dan “Roh”. Keyakinan Paulus berasal bukan
dari kemampuan dirinya sendiri, tetapi dari Kristus dan pelayan Perjanjian Baru
yang mendatangkan hidup: “sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh
menghidupkan” (2 Kor 3:6). Hukum adalah “pelayanan yang memimpin kepada
penghukuman” sedang Perjanjian Baru adalah “pelayanan yang memimpin kepada
pembenaran” (2 Kor 3:9), yang diisyaratkan oleh Hukum itu. Sebagaimana Musa
menyelubungi wajahnya di hadapan Israel, demikianlah makna Kitab Suci
Perjanjian Lama disembunyikan dari mereka yang tidak mengancang pendekatannya
melalui Kristus (2 Kor 3:12-18).
Sekalipun mengalami penderitaan dan
penganiayaan Paulus mempunyai kekuatan untuk jalan terus, karena ia tahu bahwa
daya ilahi bekerja semakin efektif melalui kelemahannya (2 Kor 12:9-10). “Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami” (2
Kor 4:17).
Berulangkali Paulus menekankan bahwa
ajarannya bukan berasal dari dirinya sendiri, tetapi dari Tuhan (2 Kor 1:12.21;
4:6; 5:20). Berpegang terus pada tujuan akhir memberi Paulus kekuatan untuk
maju terus, dan hal yang sama seharusnya dialami para pembaca.
D. Amal Kasih untuk Palestina
Setelah
mendamaikan dirinya dengan jemaat Korintus, Paulus merasa cukup yakin untuk
mengemukakan soal donasi uang. Dalam 2 Kor 8-9 Paulus menghimbau jemaat
Korintus agar dengan murah hati memberikan sumbangan yang akan diserahkan
kepada jemaat Kristen yang membutuhkan di Yudea. Ia mengemukakan kemurahan hati
jemaat Makedonia (2 Kor 8:1-5) dan mendorong jemaat Korintus memberikan bantuan
dengan semangat “sukacita” yang sama (2 Kor 9:7).
E. Paulus Menantang Lawan-lawannya.
Paulus
kembali lagi pada pembelaan atas pekerjaannya dalam empat bab terakhir, tetapi
dengan nada yang sangat berbeda. Di sini ia bicara langsung kepada
lawan-lawannya, langsung menanggapi tuduhan mereka (2 Kor 10:10-11; 11:22-23)
dan menggambarkan pekerjaannya yang berat dan penderitaannya dalam melayani
Tuhan (11:1-12:13). Hatinya pasti sangat terluka oleh kejadian-kejadian di
Korintus, dan kemarahannya muncul terutama dalam bab terakhir. Paulus
mengingatkan lawan-lawannya bahwa ia ”tidak akan menyayangkan mereka lagi” (2
Kor 13:2) ketika berhubungan dengan mereka pada waktu kunjungan berikutnya
nanti di Korintus (2 Kor 13:1; bdk 12:4).
Bambang Kussriyanto
Sumber: Scott Hahn