Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Konstitusi tentang Wahyu Ilahi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Konstitusi tentang Wahyu Ilahi. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Januari 2023

DEI VERBUM KONSTITUSI TENTANG WAHYU ILAHI



PAULUS USKUP HAMBA PARA HAMBA ALLAH 

BERSAMA BAPA-BAPA KONSILI SUCI DEMI KENANGAN ABADI 

KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG WAHYU ILAHI 

PENDAHULUAN 

1. Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan khidmat dan mewartakannya penuh kepercayaan, Konsili suci mematuhi amanat S. Yohanes: "Kami mewartakan kepadamu hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah nampak kepada kami: Yang kami lihat dan kami dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu, supaya kamu pun beroleh persekutuan dengan kami, dan persekutuan kita beserta Bapa dan Putera-Nya Yesus Kristus" (1Yoh. 1:2-3). Maka dari itu, sambil mengikuti jejak Konsili Trente dan Konsili Vatikan I, Konsili ini bermaksud menyajikan ajaran yang asli tentang wahyu ilahi dan bagaimana itu diteruskan, supaya dengan mendengarkan pewartaan keselamatan seluruh dunia mengimaninya, dengan beriman berharap, dan dengan berharap mencintainya. 

BAB SATU 

TENTANG WAHYU SENDIRI 

2. Hakikat wahyu 

Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef. 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (lih. Ef.2:18; 2Ptr. 1:4). Maka dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol. 1:15; 1Tim. 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya (lih. Kel. 33:11; Yoh. 15:14-15), dan bergaul dengan mereka (lih. Bar. 3:38), untuk mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka di dalamnya. Tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat terjalin, sehingga karya, yang dilaksanakan oleh Allah dalam sejarah keselamatan, memperlihatkan dan meneguhkan ajaran serta kenyataan-kenyataan yang diungkapkan dengan kata-kata, sedangkan kata-kata menyiarkan karya-karya dan menerangkan rahasia yang tercantum di dalamnya. Tetapi melalui wahyu itu kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita dalam Kristus, yang sekaligus menjadi pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu. 

3. Persiapan wahyu injili Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui Sabda-Nya (lih Yoh. 1:3) serta melestarikannya, dalam makhluk-makhluk senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rom. 1:19-20). Lagi pula karena Ia bermaksud membuka jalan menuju keselamatan di surga, Ia sejak awal mula telah menampakkan Diri kepada manusia pertama. Setelah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Ia mengangkat mereka untuk mengharapkan keselamatan (lih. Kej. 3:15). Tiada putus-putusnya Ia memelihara umat manusia, untuk mengurniakan hidup kekal kepada semua, yang mencari keselamatan dengan bertekun melakukan apa yang baik (lih. Rom. 2:6-7). Adapun pada saat yang ditentukan Ia memanggil Abraham untuk menjadikannya bangsa yang besar (lih. Kej. 12:2). Sesudah para Bapa bangsa Ia membina bangsa itu dengan perantaraan Musa serta para Nabi, supaya mereka mengakui Dirinya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, Bapa Penyelenggara dan hakim yang adil, dan supaya mereka mendambakan Penebus yang dijanjikan. Dengan demikian berabad-abad lamanya Ia menyiapkan jalan bagi Injil. 

4. Kristus kepenuhan wahyu Setelah berulang kali dan dengan pelbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para nabi, "akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera" (Ibr.1:1-2). Sebab Ia mengutus Putera-Nya, yakni Sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal di tengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh. 1:1-18). 

 Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai "manusia kepada manusia", "menyampaikan sabda Allah" (Yoh. 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh. 5:36; 17:4). Oleh karena itu Dia– barangsiapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh. 14:9)–dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat-Nya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal. 

Adapun tata keselamatan kristiani, sebagai perjanjian baru dan tetap, tidak pernah akan lampau; dan sama sekali tidak boleh dinanti-kan lagi wahyu umum yang baru, sebelum Tuhan kita Yesus Kristus menampakkan Diri dalam kemuliaan-Nya (lih. 1Tim. 6:14 dan Tit. 2:13). 

5. Menerima wahyu dalam iman Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan "ketaatan iman" (Rom. 16:26; lih. Rom. 1:5; 2Kor. 10:5- 6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan "kepatuhan akalbudi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan", dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan "pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran". Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya. 

6. Kebenaran-kebenaran yang diwahyukan 

Dengan wahyu ilahi Allah telah mau menampakkan dan membuka diri-Nya sendiri serta keputusan kehendak-Nya yang abadi tentang keselamatan manusia, yakni "untuk mengikutsertakan manusia dalam harta-harta ilahi, yang sama sekali melampaui daya tangkap akal-budi insani". 

Konsili suci mengakui bahwa "Allah, awal dan tujuan segala sesuatu, dapat diketahui dengan pasti dengan terang kodrati nalar manusia dari apa yang diciptakan" (lih. Rom 1:20). Tetapi Konsili mengajarkan juga bahwa berkat wahyu Allah itulah "segala, yang dalam hal-hal ilahi sebetulnya tidak mustahil diketahui oleh akalbudi manusia, dalam keadaan umat manusia sekarang dapat diketahui oleh semua dengan mudah, dengan kepastian yang teguh dan tanpa tercampuri kekeliruan mana pun juga".  

BAB DUA 

MENERUSKAN WAHYU ILAHI 

7. Para Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil 

Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunan. Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (lih.2Kor.1:20; 3:13; 4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya dengan mulut-Nya sendiri, mereka wartakan kepada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan, dan dengan demikian dibagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka. Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari.Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah membukukan amanat keselamatan

Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang "mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar". 

Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana ada-Nya (lih. 1Yoh. 3:2). 

8. Tradisi suci 

Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian yang tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes. 2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lih.Yud. 3). Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya melestarikan serta meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya. 

Tradisi yang berasal dari para Rasul itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam Gereja: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati (lih. Luk. 2:19 dan 51), merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara mendalam pengalaman-pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka, yang sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti. Sebab dalam perkembangan sejarah Gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai terpenuhilah padanya sabda Allah.  

Ungkapan-ungkapan para Bapa Suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu yang menghidupkan, dan yang kekayaannya meresapi praktik serta kehidupan Gereja yang beriman dan berdoa. Berkat Tradisi itu pun Gereja mengenal kanon kitab-kitab suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab Suci sendiri dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif. Demikianlah Allah, yang dulu telah bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui Gereja dalam dunia, mengantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan menyebabkan sabda Kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lih. Kol. 3:16). 

9. Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci 

Jadi Tradisi suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab Suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi suci sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastiannya tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun Kitab Suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama. 

10. Hubungan keduanya dengan seluruh Gereja dan Magisterium 

Tradisi suci dan Kitab Suci merupakan satu perbendaharaan keramat sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja. Dengan berpegang teguh padanya seluruh Umat suci bersatu dengan para Gembala mereka dan tetap bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan, dalam pemecahan roti dan doa-doa (lih. Kis. 2:42  yun). Dengan demikian dalam mempertahankan, melaksanakan dan mengakui iman yang diturunkan itu timbullah kerukunan yang khas antara para Uskup dan kaum beriman. 

 Adapun tugas untuk menafsirkan secara otentik sabda Allah yang tertulis atau diturunkan itu dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus. Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus, didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah. 

Maka jelaslah Tradisi suci, Kitab Suci dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang Mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa. 

BAB TIGA 

ILHAM ILAHI KITAB SUCI DAN PENAFSIRAN 

11. Fakta ilham dan kebenaran Kitab Suci Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus. Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus (lih. Yoh. 20:31; 2Tim. 3:16; 2Ptr. 1:19-20; 3:15-16), dan mempunyai Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja. Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri, supaya–sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka,– semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh. 

Oleh sebab itu, karena segala sesuatu, yang dinyatakan oleh para pengarang yang diilhami atau hagiograf (penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus, maka harus diakui, bahwa buku-buku Alkitab mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam kitab-kitab suci demi keselamatan kita. Oleh  karena itu "seluruh Alkitab diilhami oleh Allah dan berguna untuk mengajar, meyakinkan, menegur dan mendidik dalam kebenaran: supaya manusia (hamba) Allah menjadi sempurna, siap sedia bagi segala pekerjaan yang baik" (2Tim. 3:16-17 yun). 

12. Bagaimana Kitab Suci harus ditafsirkan Adapun karena Allah dalam Kitab Suci bersabda melalui manusia secara manusia, maka untuk menangkap apa yang oleh Allah mau disampaikan kepada kita penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan cermat, apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh para penulis suci, dan apa yang mau ditampakkan oleh Allah dengan kata-kata mereka. 

Untuk menemukan maksud para pengarang suci antara lain perlu diperhatikan juga "jenis-jenis sastra". Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya. Selanjutnya penafsir harus mencari arti, yang hendak diungkapkan dan ternyata jadi diungkapkan oleh pengarang suci dalam keadaan tertentu, sesuai dengan situasi zamannya dan kebudayaannya, melalui jenis-jenis sastra yang ketika itu digunakan. Sebab untuk mengerti dengan saksama apa yang oleh pengarang suci hendak dinyatakan dengan tulisannya, perlu benar-benar diperhatikan baik cara-cara yang lazim dipakai oleh orang-orang pada zaman pengarang itu dalam merasa, berbicara atau bercerita, maupun juga cara-cara yang pada zaman itu biasanya dipakai dalam pergaulan antarmanusia. 

Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga. Maka untuk menggali dengan  tepat arti nas-nas suci, perhatian yang sama besarnya harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan mengindahkan Tradisi hidup seluruh Gereja serta analogi iman. Merupakan kewajiban para ahli Kitab Suci: berusaha menurut norma-norma itu untuk semakin mendalam memahami dan menerangkan arti Kitab Suci, supaya seolah-olah berkat penyelidikan yang disiapkan keputusan Gereja menjadi lebih masak. Sebab akhirnya semua yang menyangkut cara menafsirkan Alkitab itu berada di bawah keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan sabda Allah.

13. Turunnya Allah 

Jadi dalam Kitab Suci–sementara kebenaran dan kesucian Allah tetap dipertahankan–nampaklah "turunnya" Kebijaksanaan yang menakjubkan, "supaya kita mengenal kebaikan Allah yang tak terperikan, dan betapa Ia melunakkan bahasa-Nya, dengan memperhatikan serta mengindahkan kodrat kita". Sebab sabda Allah, yang diungkapkan dengan bahasa manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dulu Sabda Bapa yang kekal, dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia. 

BAB EMPAT 

PERJANJIAN LAMA 

14. Sejarah keselamatan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama 

Allah yang Mahakasih dengan penuh perhatian merencanakan dan menyiapkan keselamatan segenap umat manusia. Dalam pada itu Ia dengan penyelenggaraan yang istimewa memilih bagi diri-Nya suatu bangsa, untuk diserahi janji-janji-Nya. Sebab setelah mengadakan perjanjian dengan Abraham (lih. Kej. 15:18) dan dengan bangsa Israel melalui Musa (lih. Kel. 24:8), dengan sabda maupun karya-Nya Ia mewahyukan Diri kepada umat yang diperoleh-Nya itu sebagai satu-satunya Allah yang benar dan hidup sedemikian rupa, sehingga Israel mengalami bagaimanakah Allah bergaul dengan manusia. Dan ketika Allah bersabda melalui para Nabi, Israel semakin mendalam dan terang memahami itu, dan semakin meluas menunjukkannya di antara para bangsa (lih. Mzm. 21:29; 95:1-3; Yes. 2:1-5; Yer. 3:17). Adapun tata keselamatan, yang diramalkan, diceritakan dan diterangkan oleh para pengarang suci, sebagai sabda Allah yang benar terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Maka dari itu kitab-kitab itu, yang diilhami oleh Allah, tetap mempunyai nilai abadi: "Sebab apa pun yang tertulis, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita karena kesabaran dan penghiburan Kitab Suci mempunyai pengharapan" (Rom. 15:4). 

15. Arti Perjanjian Lama untuk Umat kristiani 

Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia serta Kerajaan Almasih, mewartakannya dengan nubuat-nubuat (lih. Luk. 24:44; Yoh. 5:39; 1Ptr. 1:10), dan menandakannya dengan pelbagai lambang (lih. 1Kor. 10:11). Kitab-kitab Perjanjian Lama, sesuai dengan keadaan umat manusia sebelum zaman pemulihan keselamatan oleh Kristus, mengungkapkan kepada semua orang pengertian tentang Allah dan manusia serta cara-cara Allah yang adil dan rahim bergaul dengan manusia. Meskipun juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. Maka kitab-kitab itu, yang mengungkapkan kesadaran yang hidup akan Allah, yang mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang perihidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung mengemban rahasia keselamatan kita, kitab-kitab itu harus diterima dengan khidmat oleh Umat beriman kristiani.  

16. Kesatuan antara kedua Perjanjian 

Allah, pengilham dan pengarang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, dalam kebijaksanaan-Nya mengatur (Kitab Suci) sedemikian rupa, sehingga Perjanjian Baru tersembunyi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama terbuka dalam Perjanjian Baru. Sebab, meskipun Kristus mengadakan Perjanjian yang Baru dalam darah-Nya (lih. Luk.22:20; 1Kor. 11:25), namun kitab-kitab Perjanjian Lama seutuhnya ditampung dalam pewartaan Injil, dan dalam Perjanjian Baru memperoleh dan memperlihatkan maknanya yang penuh (lih. Mat.5:17; Luk. 24:27; Rom.16:25- 26; 2Kor. 3:14-16). Dan sebaliknya juga menyinari dan menjelaskan Perjanjian Baru. 

BAB LIMA 

PERJANJIAN BARU 

17. Keluhuran Perjanjian Baru 

Sabda Allah, yang merupakan kekuatan Allah demi keselamatan semua orang yang beriman (lih. Rom. 1:16), dalam kitab-kitab Perjanjian Baru disajikan secara istimewa dan memperlihatkan daya kekuatannya. Sebab setelah genap waktunya (lih. Gal. 4:4), Sabda menjadi daging dan diam di antara kita penuh rahmat dan kebenaran (lih. Yoh. 1:14). Kristus mendirikan Kerajaan Allah di dunia, dengan karya dan sabda-Nya menampakkan Bapa-Nya dan diri-Nya sendiri, dan dengan wafat, kebangkitan serta kenaikan-Nya penuh kemuliaan, pun dengan mengutus Roh Kudus menyelesaikan karya-Nya. Setelah ditinggikan dari bumi Ia menarik semua orang kepada diri-Nya (lih. Yoh. 12:32, yun). Dialah satu-satunya, yang mempunyai sabda kehidupan kekal (lih.Yoh. 6:68). Adapun rahasia itu tidak dinyatakan kepada angkatan-angkatan lain, seperti sekarang telah diwahyukan dalam Roh Kudus kepada para Rasul-Nya yang suci serta para Nabi (lih. Ef. 3:4-6 yun), supaya mereka mewartakan Injil, membangkitkan iman akan Yesus Kristus dan Tuhan, dan menghimpun Gereja. Tentang peristiwa-peristiwa itu dalam kitab-kitab Perjanjian Baru terdapat kesaksian kekal dan ilahi. 

18. Asal-usul Injil dari para Rasul 

Semua orang tahu, bahwa di antara semua kitab, juga yang termasuk Perjanjian Baru, Injillah yang sewajarnya menduduki tempat istimewa. Sebab Injil merupakan kesaksian utama tentang hidup dan ajaran Sabda yang menjadi daging, Penyelamat kita. 

Selalu dan di mana-mana Gereja mempertahankan dan tetap berpandangan, bahwa keempat Injil berasal dari para Rasul. Sebab apa yang atas perintah Kristus diwartakan oleh para Rasul, kemudian dengan ilham Roh ilahi diteruskan secara tertulis kepada kita oleh mereka dan orang-orang kerasulan, sebagai dasar iman, yakni Injil dalam keempat bentuknya menurut Mateus, Markus, Lukas dan Yohanes. 

19. Sifat historis Injil 

Bunda Gereja yang kudus di masa lampau mempertahankan dan tetap setia berpegang teguh pada pandangan, bahwa keempat Injil tersebut, yang sifat historisnya diakui tanpa ragu-ragu, dengan setia meneruskan apa yang oleh Yesus Putera Allah selama hidupnya di antara manusia sungguh telah dikerjakan dan diajarkan demi keselamatan kekal mereka, sampai hari Ia diangkat (lih. Kis. 1:1-2). Sesudah kenaikan Tuhan para Rasul meneruskan kepada para pendengar mereka apa yang dikatakan dan dijalankan oleh Yesus sendiri, dengan pengertian yang lebih penuh, yang mereka peroleh karena dididik oleh peristiwa-peristiwa mulia Kristus dan oleh terang Roh kebenaran. Adapun para penulis suci mengarang keempat Injil dengan memilih berbagai dari sekian banyak hal yang telah diturunkan secara lisan atau tertulis; beberapa hal mereka susun secara agak sintetis, atau mereka uraikan dengan memperhatikan keadaan gereja-gereja; akhirnya dengan tetap mempertahankan bentuk pewartaan, namun sedemikian rupa, sehingga mereka selalu menyampaikan kepada kita kebenaran yang murni tentang Yesus. Sebab mereka menulis, entah berdasarkan ingatan dan kenangan mereka sendiri, entah berdasarkan kesaksian mereka "yang dari semula menjadi saksimata dan pelayan sabda", dengan maksud supaya kita mengenal "kebenaran" kata-kata yang diajarkan kepada kita (lih. Luk. 1:2-4). 

20. Kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya 

Kecuali memuat keempat Injil kanon Perjanjian Baru juga mencantum surat-surat Santo Paulus serta tulisan para Rasul lainnya yang dikarang dengan ilham Roh Kudus. Menurut rencana Allah yang bijaksana dalam tulisan-tulisan itu diteguhkan segala sesuatu yang mengenai Kristus Tuhan, ajaran-Nya yang sejati semakin dijelaskan, diwartakan daya kekuatan karya ilahi Kristus yang menyelamatkan, dikisahkan awal mula Gereja dan penyebarannya yang mengagumkan, dan dinubuatkan penyelesaiannya dalam kemuliaan. 

Sebab Tuhan Yesus menyertai para Rasul-Nya seperti telah dijanjikan-Nya (lih. Mat. 28:20), dan Ia mengutus Roh Pembantu kepada mereka, untuk membimbing mereka memasuki kepenuhan kebenaran (lih. Yoh. 16:13). 

BAB ENAM 

KITAB SUCI DALAM KEHIDUPAN GEREJA 

21. Gereja menghormati kitab-kitab suci Kitab-kitab ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang–terutama dalam Liturgi suci–tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama dengan Tradisi suci selalu telah dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tertinggi. Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta tanpa perubahan mana pun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula memperdengarkan suara Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab Suci. Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di sorga penuh cintakasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka. Adapun sedemikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera-putera Gereja menjadi kekuatan iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab Suci berlakulah secara istimewa kata-kata: "Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan" (Ibr. 4:12), "yang berkuasa membangun dan mengurniakan warisan di antara semua para kudus" (Kis. 20:32; lih. 1Tes. 2:13). 

22. Dianjurkan terjemahan-terjemahan yang tepat 

Bagi kaum beriman kristiani jalan menuju Kitab Suci harus terbuka lebar-lebar. Oleh karena itu sejak semula Gereja mengambil alih terjemahan Yunani Perjanjian Lama yang amat kuno, yang disebut "Septuaginta". Gereja selalu menghormati juga terjemahan-terjemahan lain ke dalam bahasa Timur dan Latin, terutama yang disebut "Vulgata". Tetapi karena sabda Allah harus tersedia pada segala zaman, Gereja dengan perhatian keibuannya mengusahakan, supaya dibuat terjemahan-terjemahan yang sesuai dan cermat ke dalam pelbagai bahasa, terutama berdasarkan teks asli Kitab Suci. Bila terjemahan-terjemahan itu –sekiranya ada kesempatan baik dan pimpinan Gereja menyetujuinya– diselenggarakan atas usaha bersama dengan saudara-saudara terpisah, maka terjemahan-terjemahan itu dapat digunakan oleh semua orang kristiani. 

23. Tugas kerasulan para ahli katolik 

Mempelai Sabda yang menjadi daging, yakni Gereja, dengan bimbingan Roh Kudus berusaha memperoleh pengertian yang semakin mendalam tentang Kitab Suci, supaya tiada hentinya menyediakan santapan sabda-sabda ilahi bagi para puteranya. Oleh karena itu Gereja dengan tepat pula memajukan usaha mempelajari para Bapa Gereja yang suci dari Timur maupun Barat serta liturgi-liturgi suci. Para ahli Kitab Suci katolik dan ahli teologi lainnya dalam kerja sama yang erat harus berusaha, supaya mereka di bawah pengawasan Wewenang Mengajar yang suci dan dengan upaya-upaya yang tepat menyelidiki dan menguraikan Kitab Suci sedemikian rupa, sehingga sebanyak mungkin pelayan sabda ilahi dengan hasil yang baik dapat menyajikan santapan Kitab Suci kepada Umat Allah, untuk menerangi budi, meneguhkan kehendak, dan mengobarkan hati sesama untuk mengasihi Allah. Konsili suci mendorong para putera Gereja, para ahli Kitab Suci, supaya mereka dengan tenaga yang selalu segar dan dengan sangat tekun meneruskan karya yang telah dimulai dengan baik, menurut kehendak Gereja. 

24. Pentingnya Kitab Suci bagi teologi 

Teologi suci bertumpu pada sabda Allah yang tertulis, bersama dengan Tradisi suci, sebagai landasannya yang tetap. Di situlah teologi amat sangat diteguhkan dan selalu diremajakan, dengan menyelidiki dalam terang iman segala kebenaran yang tersimpan dalam rahasia Kristus. Adapun Kitab Suci mengemban sabda Allah, dan karena diilhami memang sungguh-sungguh sabda Allah. Maka dari itu pelajaran Kitab Suci hendaklah bagaikan jiwa Teologi suci. Namun dengan sabda Alkitab juga pelayanan sabda, yakni pewartaan pastoral, katekese dan semua pelajaran kristiani–di antaranya homili liturgis harus sungguh diistimewakan–mendapat bahan yang sehat dan berkembang dengan suci. 

25. Dianjurkan pembacaan Kitab Suci 

Oleh sebab itu semua rohaniwan, terutama para imam Kristus serta lain-lainnya, yang sebagai diakon atau katekis secara sah menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada Alkitab dengan membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama. Maksudnya jangan sampai ada seorang pun di antara mereka yang menjadi "pewarta lahiriah dan hampa sabda Allah, tetapi tidak mendengarkannya sendiri dalam batin". Padahal ia wajib menyampaikan kepada kaum beriman yang dipercayakan kepadanya kekayaan sabda Allah yang melimpah, khususnya dalam liturgi suci. Begitu pula Konsili suci mendesak dengan sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan seringkali membaca kitab-kitab ilahi memperoleh "pengertian yang mulia akan Yesus Kristus" (Flp 3:8). "Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus". Maka hendaklah mereka dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh, entah melalui lembaga-lembaga yang cocok untuk itu serta bantuan-bantuan lain, yang berkat persetujuan dan usaha para Gembala Gereja dewasa ini tersebar di mana-mana dengan amat baik. Namun hendaklah mereka ingat, bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia. Sebab "kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila membaca amanat-amanat ilahi". 

Adalah tugas para Uskup, "yang mengemban ajaran para Rasul", untuk membina dengan baik Umat beriman yang dipercayakan kepada mereka, supaya dengan tepat menggunakan kitab-kitab ilahi, terutama Perjanjian Baru dan lebih khusus lagi Injil-Injil, dengan menyediakan terjemahan-terjemahan kitab-kitab suci. Terjemahan-terjemahan itu hendaklah dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang diperlukan dan sungguh memadai, supaya putera-putera Gereja dengan aman dan berguna memakai Kitab Suci, dan diresapi dengan semangatnya. 

Selain itu hendaknya diusahakan terbitan-terbitan Kitab Suci, dibubuhi dengan catatan-catatan yang sesuai, supaya digunakan juga oleh mereka yang bukan kristiani, dan yang cocok dengan keadaan mereka. Hendaknya para Gembala jiwa, serta Umat kristiani dalam keadaan mana pun juga, berusaha untuk dengan pelbagai cara menyebarluaskan terbitan-terbitan itu dengan bijaksana. 

26. Akhir kata 

Maka semoga dengan demikian melalui pembacaan dan studi Kitab Suci "sabda Allah berjalan terus dan dimuliakan" (2Tes. 3:1), dan perbendaharaan wahyu yang dipercayakan kepada Gereja semakin memenuhi hati orang-orang. Seperti hidup Gereja berkembang karena Umat sering dan dengan rajin menghadiri misteri Ekaristi, begitu pula boleh diharapkan dorongan baru dalam hidup rohani karena sabda Allah yang "tinggal selama-lamanya" (Yes. 40:8; lih. 1Ptr. 1:23-25) semakin dihormati. 

Semua itu dan setiap hal yang dinyatakan dalam Konstitusi ini berkenan kepada para Bapa Konsili suci. Adapun kami, atas kekuasaan rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada kami, bersama dengan para Bapa yang terhormat, dalam Roh Kudus mengesahkan, menetapkan serta mengundangkan Konstitusi ini, dan kami memerintahkan, supaya apa yang telah ditetapkan dalam Konsili ini diumumkan demi kemuliaan Allah. 

Roma, di gereja Santo Petrus, tanggal 18 November 1965 

Saya PAULUS 

Uskup Gereja Katolik 

(Menyusul tandatangan para Bapa Konsili)