Samaria adalah ibukota kerajaan
utara Israel di bawah dinasti Omri pada awal abad kesembilan SM (1 Raj
16:23-24), sampai kota itu ditaklukkan oleh bangsa Asyur sekitar tahun 722 SM.
Sekarang kota Samaria disamakan dengan kota modern Sebastiya (Sebaste).
Orang-orang Samaria adalah penduduk Kanaan tengah, wilayah di sekeliling
Samaria. Para ahli menduga nama penduduk itu berasal dari nama kotanya, tetapi
ada ahli lain yang mengaitkannya dengan kata Ibrani yang berarti “penjaga” atau
“pemelihara” .
I. Samaria
A. Kota
B. Wilayah
II. Orang Samaria
A. Perdebatan tentang
Asal-usul
B. Agama Samaria
C. Orang Samaria dan
Orang Yahudi
D. Yesus Di antara
Orang-orang Samaria
I. Samaria
A. Kota
Tentang didirikannya kota
Samaria dilukiskan dalam 1 Raj 16:24: “Kemudian ia [Omri] membeli gunung
Samaria dari pada Semer dengan dua talenta perak. Ia mendirikan suatu kota di
gunung itu dan menamainya Samaria, menurut nama Semer, pemilik gunung itu”.
Sejak tahun ketujuh pemerintahan Omri, kota Samaria menjadi ibukota kerajaan
utara, Israel.
Samaria meluas dan diperindah oleh Raja Ahab (memerintah
874-853 SM), yang menambahkan istana gading (1 Raj 22:39; Am 6:4). Tetapi
Dinasti Omri surut ke dalam bencana, dan kota Samaria mengikuti nasib kerajaan
yang tak menentu. Samaria rusak berat oleh berbagai pengepungan selama
pertempuran dengan Aram (1 Raj 20:1-2), dan pemberontakan Yehu (2 Raj
10:1-36). Akhirnya kota Samaria jatuh ke tangan Asyur di bawah Salmaneser V
dan Sargon II (2 Raj 17:1-6) sesudah dikepung selama tiga tahun dari 725
dampai dengan 722 SM.
B. Wilayah
Catatan kronik Asyur
menegaskan bahwa Sargon mengirim penduduk kota Samaria dan kawasan sekitarnya
(sekitar 27 000 orang) ke tempat lain dan mendatangkan penduduk-penduduk baru
dari tempat lain di Samaria dan sekitarnya: “Raja Asyur mengangkut orang dari Babel, dari Kuta,
dari Awa, dari Hamat dan Sefarwaim, lalu menyuruh mereka diam di kota-kota
Samaria menggantikan orang Israel; maka orang-orang itupun menduduki Samaria
dan diam di kota-kotanya” (2 Raj 17:24; bdk Ezr 4:2.6). Pengaturan kependudukan
ini menghasilkan sinkretisme agama dan budaya: penduduk baru terus beribadat
kepada dewa-dewa dari negeri asal mereka, tetapi mereka juga beribadat kepada
Allah sebagai dewa lokal (2 Raj 17:26-28). Selanjutnya Raja Hizkia
mencoba mengubah praktek kultis Samaria (2 Taw 30:1-11), dan Samaria
diikutsertakan dalam program reformasi Yosia yang luas (2 Raj 23:19).
Samaria dikenal buruk karena kejahatannya.
Para nabi tidak mengucapkan hal-hal yang baik tentang kota itu, tetapi
mengecamnya dengan kata-kata yang paling keras. Yesaya menyebut Samaria sebagai
“Mahkota kemegahan pemabuk-pemabuk Efraim” (Yes 28:3). Ia juga
menubuatkan kebinasaannya: “dan bunga yang sudah mulai layu di perhiasan kepala
mereka yang indah-indah itu--yaitu kota yang terletak tinggi di atas bukit, di
atas lembah yang subur--nasibnya akan seperti nasib buah ara yang masak duluan
sebelum musim kemarau: baru saja dilihat orang terus dipetik dan ditelan” (Yes
28:4). Ia berbicara tentang penaklukkan oleh Asyur (Yes 9:8-12; 10:9-11;
36:19). Amos menggambarkan para wanita Samaria sebagai: “lembu-lembu Basan, yang ada di gunung Samaria,
yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang mengatakan kepada
para suami mereka: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum!” (Am 4:1). Hosea
7:1 dan 8:5 serta Mi 1:5-7 menyebut kejahatan kota ini; Mikha membandingkan
Samaria dan Yerusalem dalam arti bahwa Samaria menjadi pusat kedosaan Israel,
sedang Yerusalem menjadi pusat kedosaan Yehuda.
Setelah Samaria ditaklukkan Asyur pada 722 SM kota itu lalu
beralih ke tangan kerajaan-kerajaan lain selanjutnya, termasuk Persia, Seleukus
dan Roma. Akhirnya Sikhem menggantikan Samaria sebagai kota utama di
daerah Samaria, namun kota Samaria tetap penting secara strategis. Pada tahun
109 SM kota Samaria dihancurkan dalam pengepungan yang dilakukan Yohanes
Hirkanus dan di kemudian hari dibangun lagi oleh bangsa Roma. Herodes
Agung meluaskan dan membuatnya lebih indah pada tahun 25 SM dan memberinya
nama baru Sebaste, atau dalam bahasa Latin, Augustus, kaisar pelindung
Herodes). Herodes menempatkan beberapa ribu veteran prajurit Roma di kota itu.
Distrik Samaria kemudian disatukan dengan Yudea dan membentuk bagian dari
daerah kekuasaan Arkhelaus, tetapi setelah pemerintahan Arkhelaus jatuh, pemerintahan
atas Samaria dilakukan oleh prokurator (Roma) untuk Yudea.
Dalam Perjanjian Baru disebutkan beberapa tempat dalam kawasan
itu termasuk Samaria (Sebaste), Sikhem, Sumur Yakub, dan Gunung Gerizim (Yoh
4:20, hanya disebut “Gunung”). Samaria menjadi penting pada hari-hari awal
Gereja (Kis 1:8; 8:4-24)
II. Orang Samaria
A. Perdebatan tentang
Asal-usul
Perkataan “Orang Samaria”
muncul dalam PL hanya dalam 2 Raj 17:29, yang menggambarkan mereka sebagai kaum
pemuja berhala. Orang Yahudi Palestina mamandang semua orang Samaria sebagai
keturunan penduduk yang berasal dari daerah asing yang ditanamkan oleh bangsa
Asyur – dan asal-usul itu membuat orang Yudea merendahkan derajat orang
Samaria. Di pihak lain, orang Samaria menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
Israel dari suku Efraim dan Manasye yang lolos dari kehancuran kota yang
dilakukan Asyur.
Dalam penilaian kitab 2 Raja-raja, agama Samaria adalah
blasteran antara penyembahan berhala dan ibadat kepada Yahweh (2 Raj 17:29-34).
Karena kerusakan iman ini, orang Samaria dan Yudea bermusuhan selama
berabad-abad. Misalnya, ketika gelombang pertama kepulangan orang Yahudi dari
tanah pembuangan bekerja dan akan bekerja membangun kembali Bait Allah,
orang Samaria yang mau membantu upaya pemugaran itu dihina oleh para pejabat
Yahudi (Ezr 4:1-4). Orang Samaria yang sakit hati kemudian mengusahakan untuk
menghentikan proyek pembangunan itu dengan melakukan intimidasi dan gangguan
politik (Ezr 4:5). Begitu pula nanti ketika Nehemia akan membangun kembali
tembok-tembok kota Yerusalem, ia menghadapi oposisi keras dari musuh-musuh,
termasuk di antaranya orang-orang Samaria (Ezr 4:7-24; Neh 4:1-9).
Sejarah selanjutnya dari orang Samaria tidak bagus. Pada masa
pemberontakan Makabe, orang-orang Samaria bersekutu dengan kaum Seleukus (1 Mak
3:10). Pada tahun 108 SM, Yohanes Hirkanus menghancurkan Bait Allah Samaria
yang dibangun di atas Gunung Gerizim. Ketika di bawah pendudukan Roma, orang
Samaria mengalami pembantaian besar-besaran atas perintah Pontius Pilatus pada
tahun 35 M; peristiwa berdarah itu amat berlebihan dan menyebabkan Pilatus
dicopot dari jabatannya sebagai prokurator.
B. Agama Samaria
Pada masa Yesus, orang
Samara menjalankan agama Musa yang khas; yang tidak mau menerima semua tradisi
yang berasal dari Daud. Mereka hanya mengakui Kitab Suci bagian Pentateukh
Ibrani saja, dan mungkin juga kitab Yosua dan Hakim-hakim, tetapi bagian
Nabi-nabi dan kitab-kitab lainnya mereka tolak. Mereka menunggu kedatangan
Mesias (Yoh 4:25), menerima Sabat, perayaan-perayaan dan sunat. Tetapi mereka
menolak Bait Allah Yerusalem dan keimaman dan mendirikan Bait Allah sendiri di
Gunung Gerizim (Yoh 4:20).
C. Orang Samaria dan Orang
Yahudi
Dalam perjumpaan Yesus
dengan wanita Samaria (Yoh 4:4-42), wanita itu heran bahwa ada seorang Yahudi
mau bercakap-cakap dengan seorang Samaria. “Masakan Engkau, seorang
Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?'' Hal itu jelas aneh, ”Sebab
orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria” (Yoh 4:9). Bahkan para rasul
sendiri terheran-heran karena Yesus
bercakap-dengan dengan wanita itu (Yoh
4:27). Sejarawan Yosephus menceritakan bahaya dari orang Samaria yang dihadapi
para peziarah Yahudi dari Galilea yang hendak pergi ke Yerusalem melalui daerah
Samaria. Pada suatu kali orang Samaria tidak mau bersikap ramah tamah terhadap
Yesus dan para muridNya dalam perjalanan mereka dari Galilea menuju Yerusalem
(Luk 9:52-56). Yesus mengecam amarah Yakobus dan Yohanes sehubungan dengan itu.
D. Yesus Di antara
Orang-orang Samaria
Kendati permusuhan
tradisional di antara orang Yahudi dan orang Samaria, Yesus berbicara baik
mengenai orang Samaria dan mendapatkan beberapa dari mereka terbuka mau
menerima pesanNya. Ia menggunakan seorang Samaria di dalam suatu kisah
perumpamaan yang penting (Luk 10:30-37), menunjukkan gambaran kontras antara
orang Samaria yang Baik Hati dengan imam dan orang Lewi di dalam contoh
mengenai mengasihi sesama. Penderita kusta yang orang Samaria adalah
satu-satunya yang mengucapkan terima kasih kepada Yesus dari antara kesepuluh
orang kusta yang disembuhkan (Luk 17:16). Pada mulanya Yesus melarang para
muridnya mewartakan Injil kepada orang Samaria (Mat 10:5), hal itu karena Injil
harus diwartakan lebih dahulu kepada orang Israel. Ketika para rasul di kemudian
hari mewartakan Injil kepada orang Samaria, mereka berhasil, dan salah satu
jemaat Kristen yang didirikan pada masa awal adalah jemaat Kristen Samaria (Kis
8:4-17; 9:31; 15:3).
Di dalam ajaran Yesus, orang Samaria menjadi sarana yang sangat
kuat untuk mengungkapkan seruan radikal yang disampaikanNya di dalam Injil.
Maka Injil adalah untuk orang Samaria juga, dan kasih Kristen berhasil
menjembatani permusuhan yang sudah menahun dan menjangkau semua orang. Karena
pada abad pertama tidak ada permusuhan yang lebih sengit dari pada permusuhan
antara orang Yahudi dan orang Samaria, Yesus membuat tuntutan yang
mencengangkan bahwa kasih kepada sesama juga berarti mengasihi orang Samaria,
dan bahwa membangun persaudaraan termasuk dengan musuh besar itu. Yesus Sang Mesias
menyatukan kerajaan Yehuda dan Israel yang terpisah di bawah kerajaan yang
dipulihkan ketika Ia meresmikannya dengan Perjanjian Baru.
Namun suatu kelompok kecil kaum Samaria terus bertahan
melangsungkan tradisi agamanya dari abad ke abad. Mereka terus merayakan Paskah
setiap tahun di Gunung Gerizim.