Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Bapa Keluarga Allah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bapa Keluarga Allah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 05 Oktober 2022

DOA

 


Menurut Santo Yohanes dari Damsyik, “Doa adalah mengangkat jiwa dan hati kepada Allah atau memohon hal-hal yang baik dari Allah” (De fide orthodoxa, 3.24). Melalui doa Allah mengundang setiap orang untuk bertemu secara pribadi dengan Sang Pencipta. Rencana keselamatan dari Allah menawarkan suatu hubungan timbal-balik antara Allah dan manusia, dan doa adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari ketimbal-balikan itu.

                Doa dalam Kitab Suci meliputi keseluruhan emosi dan ungkapan manusiawi, mulai dari permohonan, keluhan, sampai pada renungan, terimakasih, syukur, pujian, hingga penyembahan.

 

I. Doa Dalam Perjanjian Lama

A.            Macam-macam Doa

B.            Percakapan Dengan Allah

C.            Perantaraan Kepada Allah

D.            Doa Nabi-nabi

II.  Doa Dalam Perjanjian Baru

                A. Yesus, Teladan Doa

                B. Keakraban dengan Allah Bapa

                C. Doa dalam Gereja Awal

 

I.             Doa Dalam Perjanjian Lama

A.            Macam-macam Doa

Dalam Pentateuch, kita membaca percakapan antara Allah dengan para Bapa Bangsa dan orang-orang lain. Sementara agama-agama lain menyampaikan permohonan-permohonan kepada berbagai dewa, doa Israel ditujukan kepada Yahweh (Kel 20:2-3; Ul 6:4), yang lebih dulu dikenal sebagai Allah  yang Mahakuasa (Kel 6:2-3). Percakapan di antara Allah dan orang perorangan merupakan dasar bagi hubungan perjanjian yang diadakan Allah dengan para Bapa Bangsa yang ketika berdoa menyerukan “nama” Tuhan (Kej 12:8; 21:33; 26:25).

                Maka juga ada dimensi sosial dan umum di dalam doa Perjanjian Lama. Tekanan diberikan kepada waktu dan tempat-tempat suci yang dikhususkan untuk ibadat. Pentateuch menyataan tempat-tempat ibadat seperti Sikhem (Kej 12:6-7), Betel (Kej 28:18-22), Mamre (Kej 13:18) dan Bersyeba (Kej 26:23-25) dan waktu-waktu suci seperti Sabat di setiap pekan (Kej 2:1-3; Kel 20:8-11) dan perayaan-perayaan tahunan (Kel 23:14-17; Im 23; Ul 16:1-17). Namun tempat utama bagi doa liturgis adalah Kemah Pertemuan (Kemah Suci) dan kemudian Bait Allah, sebab di situlah Allah tinggal di tengah-tengah umatNya (Kel 25:8; Ul 12:5-7).

B.            Percakapan Dengan Allah

Doa pertama kali dicantumkan dalam Perjanjian Lama dalam Kej 4:26 pada zaman Enokh ketika “waktu itulah orang mulai memanggil nama Tuhan”. Namun sebelum ini pun kita lihat Adam bercakap-cakap dengan Allah (Kej 3:9-12). Begitu pulalah Musa, karena Kel 33:31 menyatakan : “Tuhan berbicara dengan Musa dengan berhdapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.”

                Abraham dan Musa sungguh tokoh yang penting dalam doa Perjanjian Lama. Abraham samasekali pasrah kepada kehendak Allah bahkan sampai bersedia mengurbankan anaknya sendiri sekalipun (Kej 22:8; Ibr 11:9) (KGK 2570-2572). Untuk kesetiaannya ini, Abraham menerima janji Allah yang kemudian diperbarui lagi dengan Yakub, yang pergumulannya dengan malaikat dipandang sebagai model doa bagi perjuangan iman (Kej 32:24-30) (KGK 2573).

C.            Perantaraan Kepada Allah

Doa pengantaraan – yaitu doa untuk dan atas nama orang lain – juga penting dalam Perjanjian Lama. Abraham berdoa untuk kepentingan Sodom (Kej 18:20-32) dan Abimelekh (Kej 20:17), tetapi Musa adalah contoh utama untuk doa pengantaraan. Doa semacam ini merupakan bagian dari peranannya sebgai pengantara perjanjian antara Allah dan Israel. Ketika bangsa Israel berdosa, ia memohonkan pengampunan dari Allah (Kel 32:30-32; Bil 14:13-19).  Ketika pertanyaan dan keraguan timbul, ia ada disana untuk bertanya kepada Allah (Bil 27:1-5). Ia kemudian mendapat reputasi sebagai seorang yang berdiri di hadapan Allah demi orang lain (Yer 15:1).

D.            Doa Nabi-nabi

Nab-nabi adalah pendoa karena mereka sering bercakap-cakap dengan Allah. Kadang-kadang mereka berseru kepadaNya ketika sedang merasa sedih tertekan (Yun 2:1-9) dan putus asa (1 Raj 19:4) dan kadang-kadang mereka menyatakan iman keyakinan mereka kepada Allah sekali pun mereka bergulat untuk memahami jalan-jalan Allah (Hab 3:1-9). Kadang-kadang mereka mengajar tentang doa dalam hidup bangsa Israel. Terutama ini jelas dalam Yesaya, yang tidak sabar karena orang berdoa tetapi hati dan peri-hidupnya jauh dari Allah (Yes 1:15; 29:13). Namun ia terus mendesak umat Allah agar berdoa (Yes 55:6) dengan keyakinan bahwa Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doa permohonan mereka. Ia juga melantunkan doa-doa bagi mereka yang mengucap syukur atas keselamatan dari Allah.

                Kitab Ayub, kitab Ratapan dan yang terutama kitab Mazmur memberikan kepada kita contoh-contoh doa Perjanjian Lama. Mazmur menekankan tema-tema seperti pembebasan, ketakjuban, perintah, dan perayaan-perayaan umum. Mazmur juga menyampaikan cara yang ideal untuk memperkenalkan doa dalam Perjanjian Baru, terutama karena Mazmur-mazmur itu terpenuhi dalam Kristus (KGK 2596-2597).

II.            Doa Dalam Perjanjian Baru

A. Yesus, Teladan Doa

Yesus adalah model teladan doa yang sempurna dalam Kitab Suci. Dalam Dia kita lihat doa sendirian, doa malam, doa percakapan, doa pengulangan, doa persiapan dan doa pengantaraan. Ia sering berdoa di dalam keheningan di tempat yang sunyi seperti di gunung (Mat 14:23; Mrk 1:35; 6:46; Luk 5:16) dan berdoa dalam rangka persiapan momen-momen yang paling menentukan dan paling penting dalam karya dan hidupNya, termasuk pembaptisan (Luk 3:21), panggilan keduabelas rasul (Luk 6:12), Peralihan Rupa (Transfigurasi) (Luk 9:28) dan SengsaraNya (Luk 22:41-45; bdk Mat 26:36-44). Pada Perjamuan Malam Terakhir Yesus menyampaikan doa permohonan yang panjang (Yoh 17:1-26), dan di Taman Getsemani ia mengucapkan doa yang sama tiga kali berturut-turut (Mat 26:36-44). Di atas salib, ia mengucapkan doa rangkaian kata yang sudah disiapkan dari Mazmur (Mzm 22:2; bdk Mzm 31:5 dalam Luk 23:46).

B. Keakraban dengan Allah Bapa



Hidup doa Yesus ditandai dengan penggunaan kata “Abba” (Bahasa Aram untuk “Bapa”) untuk menunjukkan keintiman dan kekeluargaan dengan Allah (Mrk 14:36). Yesus dengan demikian menjadi model teladan tentang cara berdoa (Mat 6:5-15; Luk 18:9-14), terutama pada waktu pencobaan dan penderitaaan (Ibr 5:7). Ketika para murid meminta, “Tuhan, ajarilah kami berdoa” (Luk 11:1), Yesus menanggapi dengan mengajarkan Doa Bapa Kami. Ia menekankan perlunya mendekati Allah dengan iman: “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mrk 11:24). Seharusnya kita pun berdoa dengan sikap batin yang selalu taat kepada kehendak Bapa (Mat 7:21) da karenanya bekerja sama dengan rencana keselamatan. Yesus juga mengajar bahwa iman pada Putera merupakan jalan yang terbaik untuk mengenal Bapa, sebab Yesus adalah “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6).

                Hidup doa Yesus tidak berakhir ketika Ia naik ke surga, sebab sekalipun di sana, di sisi kanan Bapa, ia menjadi pengantara bagi segenap orang kudus di bumi (Ibr 7:25).

C. Doa dalam Gereja Awal

Doa Kristen awal disampaikan dalam nama Yesus (Yoh 14:13; 1 Kor 1:2), dengan keyakinan bahwa Ia ada menyertai di tengah-tengah para muridNya (Mat 28:20). Doa dilakukan dalam berbagai-bagai konteks, baik secara bersama maupun pribadi: Di Bait Allah Yerusalem (Luk 24:52), di rumah (Kis 2:46), di dalam penjara (Kis 16:25); bahkan di atap rumah (Kis 10:9). Menyerukan nama Yesus merupakan bagian integral dari badat liturgis dan sakramen (Kis 2:38; 22:16; 1 Kor 6:11; Yak 5:14-15), dan doa-doa syukur jelas terkait dengan perayaan Ekaristi Kristiani (Kis 2:42; 1 Kor 11:23-26).

                Menurut ajaran para rasul doa harus terus menerus (1 Tes 5:17) dan disampaikan dengan keyakinan iman akan kuasa Tuhan untuk menyelesaikan segala sesuatu (Yak 1:5-8|). Maka bisa dipahami, hidup doa seseorang saling kait dengan hidup moralnya, karena doa orang benar sungguh mujarab (Yak 5:16), sedang doa seorang pendosa mungkin terhambat (1 Ptr 3:7.12).

                Secara teologis, ketika kaum beriman diangkat menjadi anak-anak Allah di dalam Putra dan melalui Roh Kudus, dikaruniakanlah kepadanya kemampuan untuk menemui Bapa (Ef 2:18), yang disapanya secara mesra sebagai “Abba” (Rm 8:15-16; Gal 4:6). Bukan hanya itu, baik Kristus maupun Roh Kudus dikatakan menjadi pengantara kaum beriman atas kehendak Allah (Rm 8:26-27.34).