Sebagian teman menyiapkan renungan untuk doa Rosario bulan Oktober. Ada yang meminta penjelasan singkat tentang Galatia dan Surat Paulus kepada Jemaat Galatia, yang merupakan bacaan pertama antara 3-12 Oktober 2022, (seluruh hari biasa pekan ke XXVII dan tiga hari biasa pekan ke XXVIII tahun genap). Semoga ikhtisar berikut ini bermanfaat.
Galatia
Bahasa Yunani Galatia. Suatu
provinsi Roma di kawasan Asia Kecil tengah. Sudah sejak lama merupakan kawasan
bangsa Keltik yang dikenal sebagai orang-orang Galatia, yang menyerbu daerah
itu pada abad ketiga SM. Sekitar tahun 25 SM, kawasan itu ditaklukkan
bangsa Roma dan dijadikan bagian dari Kekaisaran Roma asebagai Provinsi Galatia, dengan ibukotanya Ankira.
Perbatasan daerah itu tidak pasti, meliputi kawasan Pamfilia dan Pisidia.
Perbatasan yang tidak jelas itu menimbulkan kesulitan dalam menentukan siapa
sebenarnya alamat Surat Paulus yang ditujukan
“kepada Jemaat Galatia” (Gal 1:2; 1 Kor 16:1). Namun diketahui bahwa
Paulus mewartakan Injil di sebelah selatan Galatia (Kis 16:6; 18:23) dan Petrus
tampaknya mengirimkan suratnya yang pertama kepada khalayak yang meliputi
Galatia utara (1 Ptr 1:1).
Galatia, Surat
Kepada Jemaat
Sepucuk surat yang ditulis
oleh rasul Paulus kepada jemaat di Galatia untuk menangkal pendapat-pendapat
yang ingin me-yahudi-kan jemaat dan merongrong wibawanya; surat ini menegaskan
asal-usul wewenang dan ajaran Paulus yang berasal dari Tuhan, dan menyatakan
bahwa pembenaran bukan didapat melalui Hukum Musa, melainkan melalui iman dalam Kristus, serta mendorong praktik-praktik yang selaras dengan nasehat injili,terutama amal kasih.
I.
PENGARANG DAN WAKTU
PENULISAN
Baris pertama surat ini
menyatakan bahwa penulisnya adalah Paulus (1:1), sedang penutupan surat
menegaskan bahwa surat ini ditulis dengan tangannya sendiri (Gal 6:11). Maka,
bahwa Paulus adalah pengarang surat ini tidak pernah dipermasalahkan secara
serius.
Soal waktu penulisan surat ini agak rumit. Paulus menyampaikan salam kepada “jemaat-jemaat
di Galatia” dan menyebut “jemaat-jemaat Galatia”, tetapi sebenarnya orang-orang
Galatia manakah yang menjadi alamat surat ini? Provinsi Galatia pada masa
Paulus merupakan suatu wilayah yang sangat luas di Asia Kecil. Perkataan
“jemaat-jemaat Galatia” mungkin merujuk kepada etnik Galatia di Galatia utara,
tetapi sebutan itu mungkin juga merujuk kepada mereka yang tinggal di dalam
batas-batas provinsi, baik di utara maupun di selatan.
Kisah Para rasul merekam kegiatan Paulus mewartakan Injil di kota-kota
Galatia sebelah selatan selama perjalanan misinya yang pertama (Kis 13:13 –
14:24) dan mungkin ia juga berusaha memasuki kota-kota di Galatia utara dalam
perjalanan misinya yang kedua (Kis 16:6). Maka waktu penulisan surat terutama
bergantung kepada waktu kunjungan Paulus ke Yerusalem yang disebutkan dalam Gal
2;1-10. Para ahli yang lebih menyukai waktu penulisan yang lebih awal dari
surat ini menyatakan bahwa Paulus merujuk pada kunjungan yang disebutkan dalam
Kis 11:29-30, sementara mereka yang menyukai waktu penulisan yang lebih
kemudian menyatakan bahwa Paulus mengingat Konsili Yerusalem dalam Kis 15:1-29
yang diselenggarakan pada tahun 49 M. Argumen yang terakhir itu rasanya lebih
meyakinkan, sehingga yang paling aman adalah menetapkan waktu penulisan surat
ini awal tahun 50 M.
II.
ISI
I.
Salam (1:1-5)
II. Injil Palsu
(1:6-9)
III. Wewenang Rasul
Paulus (1:10-2:21)
A. Tuduhan Pada
Paulus (1:10-24)
B. Paulus dan
Rasul-rasul (2:1-11)
C. Paulus dan Petrus
di Antiokhia (2:12-14)
D. Yahudi dan Bangsa
Lain (2:13-21)
IV. Hukum dan Iman(3:1-4:31)
A. Mengingatkan
Pengalaman Jemaat (3:6-18)
B. Perjanjian Abraham
(3:6-18)
C. Maksud dari Hukum
(3:19-28)
D. Kedewasaam Kristen
(4:1-20)
E. Pelajaran tentang
Sara dan Hagar (4:21-31)
V. Kebebasan Kristen
(5:1-6:10)
A. Hakekat Kebebasan
Kristen (5:1-15)
B. Hidup dalam Roh
(5:16-26)
C. Memikul Beban
(6:1-10)
VI. Ajakan dan Berkat
(6:11-18)
III.
MAKSUD DAN TEMA
Jemaat Galatia diliputi ketegangan. Lawan-lawan Paulus menentang wewenangnya sebagai rasul. Lawan-lawan ini disebut fanatik Yahudi yang menuntut agar orang Kristen bangsa lain mengikuti peraturan ritual Hukum Musa, terutama Sunat, yang oleh kaum fanatik Yahudi itu dianggap persyaratan menjadi Kristen sepenuhnya (Gal 4:10; 5:2-12; 6:13). Mereka menyangkal bahwa “dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6). Sebaliknya, mereka terus memertahankan tuntutan Perjanjian Lama. Keberhasilan orang-orang fanatik Yahudi itu memaksa Paulus menulis surat ini, yang membela wewenangnya sendiri dan membantu jemaat Galatia menghindar dari cara hidup yang keliru (3:1-4).
Dengan keras Paulus membela dirinya sendiri dan Injil. Ia
berangkat dengan pernyataan keheranannya bahwa ajaran palsu kaum fanatik Yahudi
itu mendapat tempat di kalangan jemaat Galatia (1:6-10), lalu ia beranjak pada
pembelaan kerasulannya yang berasal langsung dari Kristus (1:11-17) dan yang
dilakukan atas pengakuan dari para pemimpin Gereja (2:1-10).
Paulus kemudian masuk dalam inti percakapannya: manusia
diselamatkan oleh iman dalam Yesus Kristus dan bukan oleh kepatuhan pada Hukum
Yahudi (3:15-20). Ia menyatakan bahwa sejak awal jemaat Galatia sudah menerima
Roh dari iman (3:1-5). Tak seorang pun dibenarkan di hadapan Tuhan karena
Hukum, sebab Hukum menyebabkan orang menjadi jelas berdosa (3:10-14). Hukum
adalah persiapan bagi keselamatan, dan keselamatan itu sekarang diperoleh
melalui Kristus (3:19-21). Hukum menjadi wali pembimbing sementara saja selama
kita menjadi minimalis yang miskin secara rohani; tetapi sekarang kita adalah
ahli waris bersama Kristus, dan kita tidak lagi memerlukan wali pembimbing itu
(3:23-29). Kristus telah menebus kita dari kutuk Hukum dan membebaskan kita
dari perbudakan akibat Hukum (4:1-11).
Yang hendak dijelaskan Paulus adalah kontras antara Perjanjian
Baru dengan Perjanjian Lama yang menjadi pendahulunya, dengan contoh utama
dalam hal sunat. Sunat dipertahankan kaum fanatik Yahudi sebagai cara memasuki
perjanjian Allah dengan Abraham (Kej 17:9-14) dan keluarga Israel (Im 12:3).
Namun Paulus menegaskan bahwa Perjanjian Baru telah menyisihkan tuntutan Hukum
Musa, termasuk sunat. Menurut Paulus, Kristus “telah menebus kita dari
kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita” (Gal 3:13). Dengan
wafayNya di salib, Kristus menanggung kutuk dari Perjanjian Lama. Kristus telah
mengesahkan Perjanjian Baru, dan dengan itu Ia telah memenuhi perjanjian
Abraham sebagai berkat bagi segala bangsa
dan menghentikan perjanjian Musa. Maka Paulus mengutip teladan Abraham
sebagai teladan klasik pembenaran oleh iman bagi kaum beriman (3:6-9). Melalui
Kristus, “mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham” (3:7).
Paulus menulis: “Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan
takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada
hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (4:4-5).
Bambang Kussriyanto (Sumber: Scott Hahn)