Suatu komisi Kongres AS dipimpin Chris
Smith, dari New Jersey, Kamis 2 Februari 2023 mengumumkan nominasi enam warga Hong Kong, untuk calon penerima Hadiah Nobel Perdamaian atas upaya mereka menegakkan hak asasi manusia.
“Jimmy Lai, Kardinal Joseph Zen, Tonyee Chow Hang-tung,
Gwyneth Ho, Lee Cheuk-Yan, dan Joshua Wong dinominasikan karena mereka adalah
pendukung kuat otonomi Hong Kong, hak asasi manusia, dan supremasi hukum
sebagaimana dijamin di bawah Deklarasi Sino-Inggris dan Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik,” demikian bunyi pengumuman dari Komisi Eksekutif Kongres
AS tentang China.
“Para calon mewakili jutaan warga Hong Kong yang secara
damai menentang pengikisan kebebasan demokrasi kota oleh pemerintah Hong Kong
dan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok. Melalui pencalonan itu, para
anggota Kongres bermaksud
menghormati semua orang di Hong Kong yang dengan keberanian dan tekadnya telah menginspirasi dunia dalam menghadapi represi.”
Mereka yang dinominasikan terlibat dalam gerakan
pro-demokrasi Hong Kong, terutama sejak 2019, ketika protes besar-besaran
terhadap pemerintahan otoriter China meletus di wilayah tersebut, yang
merupakan wilayah administrasi khusus China.
Penduduk Hong Kong secara historis menikmati kebebasan
beragama yang lebih besar daripada penduduk di daratan China, di mana pemeluk agama dari
semua lapisan secara rutin diawasi dan dibatasi oleh pemerintah komunis. Namun
dalam beberapa tahun terakhir, Beijing berusaha memperketat kontrol atas
praktik keagamaan di Hong Kong dengan kedok melindungi keamanan nasional.
Kardinal Joseph Zen Ze-kiun, 91, adalah uskup emeritus Hong
Kong, yang telah memimpin umat Katolik di wilayah itu dari tahun 2002 hingga
2009. Seorang pembela kebebasan beragama dan demokrasi, Zen juga merupakan
pengkritik tajam terhadap perjanjian Vatikan tahun 2018 dengan Beijing tentang
pengangkatan uskup, yang diperbarui pada Oktober 2022 untuk masa dua tahun
berikutnya.
Zen ditangkap Mei lalu oleh otoritas Hong Kong dan diadili
karena diduga gagal mendaftarkan dana pro-demokrasi secara sipil. Dia
dinyatakan bersalah dan diperintahkan untuk membayar denda, namun dia berusaha naik banding.
Kardinal itu menulis di blognya pada 31 Januari bahwa,
setelah kembali dari Roma menghadiri pemakaman Paus Benediktus XVI, dia
menerima perawatan di rumah sakit karena mengalami kesulitan bernapas.
Jimmy Lai Chee-ying adalah pengusaha miliarder dan mogul
media yang masuk Katolik pada tahun 1997. Lai telah mendukung gerakan
pro-demokrasi Hong Kong selama lebih dari 30 tahun dan mengatakan bahwa iman
Katolik adalah faktor pendorong utama dalam advokasi pro demokrasi. Surat
kabar yang dia dirikan, Apple Daily, telah membedakan dirinya selama
bertahun-tahun sebagai publikasi pro-demokrasi yang sangat kritis terhadap
pemerintah China di Beijing sebelum media itu ditutup dengan paksa.
Lai telah dipenjara sejak Desember 2020 karena
keterlibatannya dalam protes pro-demokrasi dan berhadapan dengan kemungkinan dijatuhi
hukuman penjara seumur hidup atas dasar tuduhan keamanan nasional. Pada 13 Desember
2022, pengadilan Hong Kong menunda persidangan Lai dengan alasan keamanan nasional yang awalnya
dijadwalkan pada bulan itu, hingga September 2023.
Dua calon lainnya juga mendapat hukuman penjara bersama
Lai. Salah satunya adalah Tonyee Chow Hang-tung, seorang pengacara dan wakil
ketua kelompok masyarakat sipil yang sekarang dibubarkan, ditangkap 2020 sehubungan
dengan kegiatan memperingati
pembantaian Lapangan Tiananmen 1989. Gwyneth Ho Kwai-lam, seorang jurnalis,
ditahan atas tuduhan keamanan nasional karena berpartisipasi secara damai dalam
jajak pendapat menjelang pemilihan umum.
Calon
lainnya Lee Cheuk-yan, seorang advokat hak-hak buruh veteran dan
mantan legislator yang dihukum karena bergabung dengan DPR ilegal; ia menghadapi tuduhan
pidana tambahan atas dasar keamanan nasional.
Terakhir, Joshua Wong Chi-fung sebelumnya pernah dipenjara
karena perannya mengorganisir protes di Hong Kong pada 2014. Pada musim panas
2019, ia berpartisipasi dalam protes prodemokrasi berskala besar di Hong Kong.
Pada November 2021, tiga aktivis prodemokrasi, termasuk Wong, mengaku bersalah
atas dakwaan terkait peran mereka dalam “DPR ilegal” pada 2019. Bulan berikutnya, mereka masing-masing
dijatuhi hukuman penjara berbulan-bulan, dengan kemungkinan akan menghadapi tuduhan lebih lanjut.
Pengorganisir pro-demokrasi Katolik lainnya di Hong Kong
telah diakui atas karya mereka dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2021,
Martin Lee Chu-ming, seorang pengacara Katolik yang membantu mendirikan gerakan
pro-demokrasi di Hong Kong, termasuk yang dinominasikan untuk penghargaan Nobel tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar