Daftar Blog Saya

Tampilkan postingan dengan label Ajaran Tomisme dalam Gereja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ajaran Tomisme dalam Gereja. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Januari 2023

St Tomas Aquinas dan Ajarannya Dalam Gereja

 Pada 28 Januari kita merayakan peringatan wajib St Tomas Aquinas, imam dan Pujangga Gereja. Mengingat kaitan khusus kontribusi St Tomas Aquinas dalam perkembangan filsafat dan teologi Gereja saya usahakan menyajikan tulisan baik yang menyangkut riwayat hidup maupun perkembangan wawasan filsafat-teologinya dalam Gereja. Semoga berguna. 

 


Tomas Aquinas, Tomisme dan Tempatnya dalam Gereja Katolik

Pengantar

Tidak mudah untuk mendefinisikan Tomisme sebagai aliran pemikiran yang tegas, karena begitu banyak pemikir yang mengusungnya sepanjang 700 tahun sejarahnya, tidak pernah mengidentifikasi diri sebagai anggota satu gerakan. Demikian pula, tentang siapa yang dapat disebut sebagai seorang Tomist dan apa kriteria penentuan isi ajaran Tomistik sangat sering diperdebatkan dan berubah seiring perkembangan zaman. Cessario [1] memberikan definisi Tomisme yang paling sederhana sebagai "kumpulan ajaran baik dalam filsafat maupun teologi yang berasal dari dan dianggap mewakili dengan setia ajaran Tomas Aquinas." Wheisheipl menyatakan mereka yang mengikuti filosofi Tomisme tidak hanya menerangkan ajaran Aquinas tetapi mengembangkannya dan mencoba menggunakannya untuk mengolah masalah teologis di setiap zaman. [2]

Dalam arti luas, istilah "Thomisme" diterapkan pada siapa saja yang sebagian mengambil filsafat Tomas Aquinas sebagai sumber induk, menggabungkannya dengan unsur-unsur dari aliran pemikiran lain, menciptakan berbagai jenis Tomisme dan kadang-kadang bahkan menghasilkan wawasan yang sangat berbeda dari ajaran Tomas Aquinas. Sebenarnya, hampir setiap tradisi pemikiran Kristiani dari periode akhir abad pertengahan sampai batas tertentu dipengaruhi oleh ide-ide Tomas Aquinas.

Dalam pengertian yang sempit, Tomisme hanya berlaku bagi mereka yang secara murni berpegang pada prinsip-prinsip sentral filsafat dan teologi Tomas Aquinas seperti yang disajikan dalam karya-karyanya.



Tomas Aquinas

Tomas lahir pada tahun 1225 [3] di Roccasecca, Italia, dari keluarga bangsawan rendah Landolfo dan Theodora d'Aquino. Tomas adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara dan diharapkan keluarganya masuk biara Benediktin di Monte Casino dan dapat menjadi kepala biara, seperti pamannya. Maka, pada usia 5 tahun ia sudah dikirim untuk dididik di biara. Dia menghabiskan 8 tahun di sana dan kemudian melanjutkan studinya di Universitas Naples di mana dia berkenalan dengan filsafat Aristoteles dan ordo Dominikan, yang menentukan jalan hidupnya selanjutnya.

Pada tahun 1243, ia membuat keluarganya kecewa beratkarena dia diam-diam bergabung dengan ordo Dominikan, dan menerima jubah Dominikan setahun kemudian. Suatu legenda mengatakan bahwa ayahnya, setelah mengetahui hal ini, mengambil dan memenjarakan dia di rumah, bahkan  menggunakan perempuan penggoda untuk membujuk agar Tomas kembali ke Benediktin dan melanjutkan tradisi keluarga. Mereka menahannya selama dua tahun dan membebaskannya karena  desakan Paus Innosensius IV dan Raja Frederick II.

Setelah itu, Tomas melanjutkan studinya dengan para Dominikan di Naples, Paris, dan Cologne. Ia ditahbiskan pada tahun 1250. Dia menjadi pengajar di universitas di Paris, dan di bawah pengawasan Albertus Agungdan menyelesaikan studi doktoral di bidang teologi. Sebagai mahasiswa, Tomas sederhana dan pendiam, tipe pemikir, sering dikira bodoh, tetapi kejeniusannya muncul dalam tesisnya. Tutornya berkomentar bahwa "doktrinnya suatu hari akan bergema nyaring di seluruh dunia!". [4]

Selama tahun 1250-an, ia menjadi profesor dan pengajar terkenal di Paris, mengabdikan dirinya untuk menyelidiki kemungkinan rekonsiliasi antara teologi dan filsafat, yang merupakan objek utama konflik dan perselisihan dalam masyarakat pada saat itu, juga di antara berbagai ordo monastik. Kemampuan kritisnya membuat dirinya diterima dalam konsorsium magisterium, bersama dengan tokoh besar Fransiskan, Santo Bonaventura. Ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 1257.

Pada tahun 1259, Aquinas kembali ke Italia, dan mulai menulis karyanya yang paling terkenal, Summa Theologica, setelah menolak untuk menulis ulang dan memperbarui komentarnya atas “Sentences” karya Petrus Lombardus , yang ia tulis selama tahun-tahun terakhirnya di Cologne.



Untuk memahami tekatnya untuk memberikan semacam pedoman umum teologis-filosofis, perlu diperhatikan situasi sosial secara keseluruhan pada waktu itu. Abad ke-13 bukan hanya masa konflik antara otoritas gerejawi dan sipil (di Italia antara Paus Gregorius IX dan Frederick II, Raja Sisilia dan Kaisar Roma, yang dikucilkan Paus karena menyerang Negara Gereja)  di berbagai negara bagian maupun di lingkungan universitas; tetapi juga terjadi antagonisme antara Gereja Timur dan Gereja Barat; konflik antara imam diosesan dan ordo religius; juga di antara ordo-ordo satu sama lain (Fransiskan, Benediktin, Dominikan) atau bahkan di dalam diri mereka sendiri; ditambah pertentangan di antara iman yang diusung teologi dengan akal dan hukum kodrat yang diusung  filsafat, terutama antara teologi Agustinus dan filsafat Aristoteles. Karya-karya Aquinas entah bagaimana menjawab semua masalah ini.

Masalah terbesar dari konflik teologi-filsafat adalah bagaimana menyatukan pengetahuan yang diperoleh dari wahyu dengan informasi yang diterima manusia dengan mengamati prinsip-prinsip alam menggunakan pikiran dan indera mereka. Yang paling radikal adalah pendapat pengikut Ibn Rushdi (Averroes, 1126–1198) [5] bahwa kedua jenis pengetahuan ini secara langsung bertentangan satu sama lain, yang ditolak Aquinas, dengan keyakinan bahwa keduanya berasal dari Tuhan, sehingga keduanya bersesuaian dan pada akhirnya harus mengarah pada hasil yang sama. Selanjutnya, Aquinas juga harus melawan para teolog yang sama sekali menolak ajaran para filsuf Yunani klasik, atau yang menolak keras kemungkinan bahwa kebenaran abadi bisa saja diungkapkan juga dalam bentuk lain kepada orang bukan Yahudi, dan dengan demikian mereka dapat diselamatkan. Ini dituangkan dalam karyanya, Summa contra Gentiles.

Keunggulan Tomas Aquinas adalah bahwa dia “menyatukan pengetahuan teologi yang sangat komprehensif dengan pikiran filosofis yang sangat tajam.” [6] Hasil karyanya terbilang luar biasa besar, mengingat sebagian besar tulisannya ia susun hanya dalam rentang waktu hanya sekitar 20 tahun.

Antara 1268 dan 1272, Tomas dipanggil mengajar di Paris lagi, setelah itu kembali ke Naples. Ketika Pesta Santo Nikolas pada tahun 1273, dia mendapat visiun mistis, suara dari salib memuji dia untuk semua tulisannya demi untuk kemuliaan Tuhan, setelah itu dia malah berhenti menulis sama sekali. Kesehatannya menurun, tetapi ketika Paus Gregorius X memanggilnya untuk ikut serta dalam Konsili Lyons yang direncanakan diselenggarakan pada tanggal 1 Mei 1274, dia berangkat mendahului ke sana pada bulan Januari. Undangan ini adalah karena ringkasan argumen yang ditulis Aquinas sebelumnya, digunakan para teolog kepausan untuk berdialog dengan Gereja Timur, dan maksud konsili ini adalah untuk mencapai saling pengertian dengan pihak Ortodoks Yunani. Namun, kesehatan Aquinas memburuk dengan cepat dan dia terpaksa tinggal di biara Cistercian di Fossanova, Italia, tempat dia meninggal pada tanggal 7 Maret 1274. Mulanya ia dimakamkan di sana, tetapi pada tanggal 28 Januari 1369 jenazahnya dipindah ke Tolouse. Tanggal pemindahan jenasahnya menjadi tanggal yang ditetapkan Gereja sekarang untuk mengenangnya.

Tomas Aquinas dikanonisasi pada tanggal 18 Juli 1323 oleh Paus Yohanes XXII, dan pada tahun 1567 Paus Pius V menyatakannya sebagai Pujangga Gereja. Dia menjadi santo pelindung sekolah/ universitas, siswa, dan teolog.

Selintas Sejarah Tomisme

Tomas Aquinas, meskipun seorang teolog yang dihormati, namun tidak menganggap dirinya sebagai sumber suatu aliran baru, juga tidak mempunyai murid-murid langsung. Tetapi perkembangan  karya-karyanya menarik, dan terus menarik banyak pengikut. Leonard A. Kennedy mencatat total ada 2.034 Tomis yang aktif antara tahun 1270 dan 1900. Katalog Kennedy menunjukkan adanya minat yang terus berlanjut pada karya-karya Aquinas, bahkan pada periode kemunduran praktik aktif teologi; terutama di kalangan para Dominikan, diikuti oleh Jesuit, dan sejak abad ke-19 bahkan diminati semakin banyak orang awam. Selain itu, fenomen menunjukkan bahwa setiap kemunduran praktik teologi sejauh yang pernah terjadi semata-mata akibat dari kemunduran agama secara keseluruhan; bukannya oleh ketidakmampuan filosofi untuk mengatasi situasi sosial saat ini melainkan karena faktor eksternal, seperti konflik di dalam gereja, perpecahan dan pembentukan denominasi reformasi baru (misalnya berbagai bentuk Protestantisme), pecahnya Revolusi Prancis, Pencerahan, perang, atau pandemi.

Sejarawan umumnya mengenali tiga atau empat [7] periode dalam perkembangan Tomisme: pertama, era awal Tomist dan pembelanya (abad ke-13-15); kedua, era komentator (abad 15-17); ketiga, era pasca Reformasi (abad 17-18); dan keempat, Neo-Tomisme (sejak abad ke-19).

Aquinas sudah menerima banyak kritik selama hidupnya, terutama dari para teolog yang menentang segala kemungkinan untuk mengkonsolidasikan filsuf Yunani atau Arab dengan agama Kristen. Penentang utama Tomisme adalah kelompok Fransiskan. Pada tahun 1277, uskup Fransiskan dari Paris, Stephen Tempier, mengeluarkan kecaman terhadap 219 proposisi yang diyakini bertentangan dengan teologi tradisional Augustinian, termasuk 20 yang berasal dari Tomas, yang membuat reputasinya memburuka. Kecaman ini bahkan diadopsi oleh gereja Inggris. Namun, ajaran Aquinas segera dipertahankan oleh beberapa Dominikan, termasuk mantan guru Aquinas, Albertus Agung, yang menyelamatkan tesisnya dari anatema.

Sejak itu ajarannya diadopsi dan dipromosikan oleh ordo Dominikan, yang segera meluas ke Inggris, mendirikan biara di Canterbury, London, dan Oxford. Berkat mereka, pada akhir abad ke-13, Tomisme mengakar sangat kuat di Inggris, berkembang terutama di Oxford hingga perpecahan Anglikan. Namun, konflik Dominikan-Fransiskan di sana sangat intens. Uskup Agung Canterbury John Peckham yang seorang Fransiskan pada tahun 1286 mengucilkan tokoh Dominikan Richard Knapwell karena mempromosikan pandangan Tomistik [8], dan Paus Nicholas IV (juga Fransiskan) menolak untuk menarik Kembali pengucilan ituNamun hal ini justru mendorong para Dominikan untuk semakin aktif mendukung ajaran Aquinas. Dominikan Inggris terkemuka lainnya adalah Thomas Sutton, yang menyelesaikan dua komentar Aquinas yang belum tuntas tentang Aristoteles.

Setelah kanonisasi Aquinas (1323), Tomisme berkembang pesat didukung oleh para profesor yang memahami terobosan yang dicapai Tomas dalam teologi Kristen. Ajaran Tomas juga diakui sebagai sumber kebijaksanaan praktis untuk hidup sehari-hari. Teologi Aquinas disahkan pada tahun 1325 oleh uskup Paris Stephen Bourret.

Perpecahan Besar di Barat (adanya dua dan kemudian tiga Paus di masa yang sama 1378-1417) dan wabah Black Death pada abad ke-14 menyebabkan penurunan praktik kehidupan intelektual dan teologis di Eropa Barat. Sebaliknya, Tomisme malah tumbuh subur di Eropa Timur, seperti Bohemia, Polandia, Skandinavia, dan Byzantium, bahkan mencapai Rusia dan Cina pada abad ke-17. Penyebaran Tomisme menjadi semakin dimudahkan dengan penemuan mesin cetak dan konsolidasi politik sebagian besar Eropa di bawah pemerintahan Habsburg yang menjalankan komitmen kuat pada Gereja Katolik. Pada akhir abad ke-15, Summa Theologica digunakan sebagai buku teks standar teologi, khususnya di universitas-universitas tempat para Dominikan mengajar. Selama Renaisans, sebagai masa kembalinya dan kebangkitan filsafat Yunani kuno, karya Aquinas dihargai karena hubungannya dengan Aristoteles, dan Tomisme Dominikan semakin luas pengaruhnya bahkan di luar karya pelayanan Ordo. Namun, tidak semua tokoh humanis menyukai hal itu, misalnya Erasmus dari  Rotterdam yang terkenal mengkritik tajam Aquinas.

Kemunduran Tomisme terjadi selama masa pergolakan reformasi Protestan di abad ke-16. Namun, karya-karya Tomis dari masa sebelumnya maupun dari masa itu (misalnya terutama dari: John Capreolus dan Thomas Cajetan) digunakan untuk membantu melestarikan iman yang benar dan melawan ide-ide para reformis. Dalam masa ini, Tomisme justru makin jelas posisinya dan mulai dianggap sebagai teologi resmi Katolik, yang kemudian tercermin dalam Konsili Trente (1545-1563) yang mewadahi gerakan Kontra-Reformasi. Mayoritas teolog yang dipanggil dalam Konsili mendukung ajaran Aquinas dan memiliki pengaruh tidak hanya pada dekrit yang dihasilkan Konsili tetapi juga pada Katekismus Romawi yang dikeluarkan oleh Paus Pius V, yang juga seorang Dominikan, pada tahun 1566.

Konsili Trente menandai periode Reformasi Katolik dan kebangkitan Tomisme. Banyak ordo monastik baru yang didirikan pada masa itu menganut ajaran Aquinas, meskipun mungkin tidak secara keseluruhan. Misalnya, St Ignatius dari Loyola, pendiri ordo Jesuit, dipengaruhi oleh guru Dominikan dan mempromosikan sejenis Tomisme eklektik. Jesuit menjadi pendukung terbesar kedua bagi  teologi Aquinas pada abad ke-17 dan ke-18, meskipun kadang-kadang mereka berselisih paham dengan para Dominikan mengenai poin-poin tertentu di dalamnya.

Sayangnya, kebangkitan teologis ini hanya berlangsung sampai gelombang revolusi menyebar ke seluruh Eropa, dimulai dari Revolusi Prancis di akhir abad ke-18, diikuti oleh pendudukan Napoleon, ketika banyak gereja ditutup. Ancaman lain berasal dari para filsuf modern non-Katolik, yang pengaruhnya mulai menonjol bahkan di universitas dan seminari Katolik. Abad Pencerahan  menyisihkan paham skolastik abad pertengahan demi ilmu alam dan filsafat spekulatif, yang diwakili oleh nama-nama seperti Descartes, Kant, Hegel, dan lain-lain. Filsafat Katolik saat ini menjadi sangat apologetis, mencoba memasukkan pengetahuan modern ke dalam beberapa bentuk rasionalisme teologis. Namun, upaya teologis baru ini tidak memiliki dasar yang cukup kuat, Sebagian malah jatuh ke dalam gagasan sesat.

Hanya Ordo Dominikan, yang ternyata waktu itu paling aktif terutama di Italia, yang masih menjalankan teologi sejati Aquinas dan pertama kali menyerukan perlunya untuk kembali mengajarkannya di seminari. Empat orang secara khusus mempunyai kontribusi besar pada kebangkitan kembali Tomisme, dengan pembentukan yang disebut Neo-Tomisme: Vincento Buzzeti, yang menggunakan ajaran Aquinas dalam menyangkal posisi filsafat modern yang tidak cocok untuk menjelaskan teologi kekristenan.; dan murid-muridnya, Sordi bersaudara, dan Joseph Pecci, saudara dari Gioacchino, yang kemudian menjadi Paus Leo XIII.

Dua bersaudara Sordi bergabung dengan Jesuit dan membentuk perkumpulan rahasia untuk  kebangkitan skolastik, mencoba meyakinkan para konfrater bahwa Aquinas adalah pemandu yang dapat dipercaya untuk memperbarui teologi Katolik. Jesuit pertama yang menerimanya adalah orang-orang di kolese Roma di mana Gioacchino muda juga belajar, dan dia juga kemudian mendukung Aquinas. Setelah menjadi uskup, dia kemudian menghadiri Sinode Provinsi Spoleto pada tahun 1849, yang meminta Paus mengeluarkan kecaman atas bidat-bidat masa ituSaran itu diwujudkan oleh Paus Pius IX pada tahun 1864 [9], dan kesesatan menjadi perhatian utama Konsili Vatikan Pertama. Konstitusi Konsili, Dei Filius, dipengaruhi oleh studi tentang Aquinas dari Jesuit lain, Kleutgen.

Setelah menjadi Paus, Gioacchino, atau Leo XIII, mengeluarkan ensiklik Aeterni Patris yang "menyerukan pemulihan ajaran dasar St. Tomas sebagai satu-satunya filsafat Kristen yang sehat yang mampu menjawab kebutuhan moder."[10] pada tahun 1879,  dan di tahun yang sama ia mendirikan Akademi Roma St. Tomas. Leo menyebarkan filosofi Aquinas dengan segala cara yang memungkinkan dan menggunakannya dalam ensiklik berikutnya untuk memecahkan masalah modern.

Terlepas dari usahanya itu, banyak imam muda ingin memperbarui ajaran Gereja agar sesuai dengan semangat zaman, dan setelah Leo XIII wafatjumlah mereka berlipat ganda. Ini menyebabkan Paus Pius X mengeluarkan daftar anatema modernis dan menerbitkan beberapa dekrit tentang pembinaan klerus. Dalam surat Motu Proprio 29 Juni 1914, dia mendesak agar Summa Theologica digunakan sebagai buku teks teologi di semua institusi yang memberikan gelar kepada imam. Sebulan kemudian, Kongregasi Studi memberikan daftar 24 tesis fundamental yang harus dipahami sebagai ajaran utama St. Thomas Aquinas dan norma arahan yang aman bagi Gereja.[11] Kedua rekomendasi ini dikukuhkan pada tanggal 7 Maret 1916.

Pecahnya Perang Dunia I menyebabkan semakin goyahnya iman dan kepercayaan dalam agama serta kemanusiaan dalam masyarakat umum, dan membuat semakin mendesaknya kebutuhan untuk memberikan pedoman teologis yang jelas namun tegas “melayani panggilan umum untuk kekudusan." [12] Maka Kitab Hukum Kanonik yang dikeluarkan pada bulan Mei 1917 di bawah Paus Benediktus XV akhirnya menyatakan ajaran Aquinas sebagai doktrin resmi Gereja Katolik, juga mewajibkan “semua profesor filsafat dan teologi harus memertahankan dan mengajarkan metode, ajaran dan prinsip-prinsip Pujangga Gereja Tomas Aquinas.”[13]

Meskipun Konstitusi Apostolik menyajikan kurikulum studi yang rinci untuk seminari-seminari yang dipaksakan dengan otoritas apostolik sepenuhnyanamun pedoman ini tidak sepenuhnya diterapkan di semua institusi sejenissebaliknya terbentuk semacam "teologi bawah tanah", terutama di Prancis, yang menyerukan pembaruan teologi, yang cenderung mempopulerkan Tomisme transendental dan ragam Tomisme lainnya yang dipengaruhi oleh evolusionisme dan eksistensialisme. Untungnya, teologi versi baru ini tidak mempengaruhi Konsili Vatikan II antara tahun 1962 dan 1965, maupun Katekismus Gereja Katolik yang baru. Posisi Tomas Aquinas dalam teologi Katolik ditegaskan kembali oleh beberapa ensiklik lainnya, seperti Humani Generis dari Paus Pius XII, atau yang beberapa ensiklik dari Paus Yohanes Paulus II terutama yang terbaru dan paling jelas, Fides et Ratio.

Pada akhir abad ke-20, studi sejarah Tomisme dipopulerkan tidak hanya di Eropa tetapi juga di Amerika. Karya Aquinas masih dipelajari di universitas-universitas ternama di Paris, Oxford, Bologne, Cracow, dan lain-lain. Menurut Cessario [14]: “Tomisme tetap menjadi tradisi intelektual yang aktif baik di kalangan sekuler maupun agama,” bahkan di abad ke-21.

BIBLIOGRAFI

24 Tesis Tomistihttp://www.u.arizona.edu/~aversa/scholastic/24Thomisticpart2.htm

CESSARIO, R., A Short History of Thomism. Baltimore: Catholic University of America Press, 2005. 122 p. ISBN 081321386XR.

MCINERNY, R.; O’CALLAGHAN, J., 2015. Saint Thomas Aquinas. The Stanford Encyclopedia of Philosophy [online]. Spring 2015, Edward N. Zalta (ed.), online padahttp://plato.stanford.edu/archives/spr2015/entries/aquinas/>.

St. Thomas Aquinas, Biography.com

Tomáš Akvinský, v: https://www.zivotopisysvatych.sk/tomas-akvinsky/

Thomas Aquinas, v: http://www.catholic.org/saints/saint.php?saint_id=2530

WEISHEIPL, J. A., 2012, The Revival of Thomism: An Historical Survey [online]. Online padahttp://opcentral.org/resources/2012/09/03/the-revival-of-thomism-an-historical-survey-weisheipl/

[1] CESSARIO, R., A Short History of Thomism. Baltimore: Catholic University of America Press, 2005, p. 1

[2] CESSARIO, R., A Short History of Thomism. Baltimore: Catholic University of America Press, 2005, p. 14

[3] Boleh jadiTahun kelahirannya tidak pastisumber yang berbeda-beda memberi data antara 1224 dan 1226.

[4] St. Thomas Aquinas, Biography.com

[5] Averroism adalah aliran filsafat berdasarkan karya filsuf Arab abad ke-12 Averroe, yang aslinya bernama Ibn Rushid, mewakili tafsir radikal Aristoteles disesuaikan dengan iman IslamTerutama keyakinan akan monopsichisme dan panpsichisme.

[6] CESSARIO, R., A Short History of ThomismBaltimore: Catholic University of America Press, 2005, p. 2

[7] Sebagian menggabungkan dua periode pertama menjadi satu; Sebagian menggabungkan kedua periode terakhir.

[8] Di latar belakang adalah mekanisme intrik politik.

[9] Beberapa sejarawan mengira daftar ini disusun Gioacchino sendiri.

[10] WEISHEIPL, J. A., The Revival of Thomism: An Historical Survey (Kebangkitan Tomisme: Suatu Survei Sejarah). 2012.

[11] 24 tesis tercantum di sini: http://www.u.arizona.edu/~aversa/scholastic/24Thomisticpart2.htm

[12] CESSARIO, R., A Short History of Thomism. (Sejarah Singkat Tomisme). Baltimore: Catholic University of America Press, 2005, hal. 26.

[13] WEISHEIPL, J. A., The Revival of Thomism: An Historical Survey (Kebangkitan Tomisme: Suatu Survei Sejarah). 2012.

[14] CESSARIO, R., A Short History of Thomism(Sejarah Singkat Tomisme). Baltimore: Catholic University of America Press, 2005, hal. 12..