Daftar Blog Saya

Jumat, 13 Januari 2023

GAIRAH EVANGELISASI - KATEKESE PAUS FRANSISKUS (1)


Audiensi Umum Katekese Paus Fransiskus pada Rabu, 11 Januari. Ruang Audiensi Paulus VI, Vatikan.

Hari ini kita memulai siklus katekese baru, untuk suatu tema yang mendesak dan menentukan bagi kehidupan Kristiani: gairah evangelisasi, yang adalah semangat kerasulan. Ini merupakan dimensi  penting bagi Gereja: bahwa komunitas murid-murid Yesus sebenarnya dari awalnya adalah kerasulan,  misionaris, bukan mencari anggota baru untuk kelompok. Dan dari awal kita harus membedakan: menjadi misionaris, merasul, menginjili, tidak sama dengan mencari anggota baru, tidak ada hubungannya dari yang lain. Ini menyangkut dimensi penting dari Gereja. Komunitas para murid Yesus adalah rasul dan misionaris dari awal. Roh Kudus membawa mereka keluar – Gereja bergerak keluar, kerasulan itu keluar – maka tidak tertutup pada dirinya sendiri, melainkan terarah ke luar, menularkan kesaksian Yesus  – iman juga menular – keluar untuk memancarkan cahaya-Nya sampai ke ujung bumi. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa semangat apostolik, yaitu keinginan untuk menjangkau orang lain dengan kabar baik Injil, berkurang, menjadi suam-suam kuku. Terkadang seperti gerhana; ada orang Kristiani yang “tertutup”, mereka tidak memikirkan orang lain. Tetapi ketika kehidupan Kristiani kehilangan cakrawala evangelisasi, cakrawala pewartaan, kehidupan itu sakit: tertutup pada diri sendiri, merujuk pada diri sendiri, menjadi kerdil. Tanpa semangat kerasulan, iman akan layu. Misi, di sisi lain, adalah oksigen bagi hidup orang Kristiani: menyegarkan dan memurnikannya. Maka, marilah kita memulai proses menemukan kembali semangat evangelisasi, mulai dengan Kitab Suci dan ajaran Gereja, untuk menimba semangat kerasulan dari sumbernya. Kemudian kita akan mendekati sumber-sumber yang hidup, beberapa saksi yang telah mengobarkan lagi gairah Gereja pada Injil, untuk membantu kita menyalakan kembali api yang dikehendaki Roh Kudus agar tetap menyala di dalam diri kita.



Dan hari ini saya ingin memulai dengan episode Injil yang agak simbolis yang tadi kita dengarkan, panggilan Rasul Matius. Dia sendiri menceritakan kisah itu dalam Injilnya, yang telah kita dengar (Mat. 9:9-13).

Semuanya dimulai dari Yesus, yang dalam teks itu, "melihat seorang." Hanya sedikit orang yang melihat Matius apa adanya: mereka mengenalnya sebagai orang yang “duduk di rumah cukai” (ayat 9). Dia memang seorang pemungut pajak: yaitu, seseorang yang memungut pajak atas nama kekaisaran Roma yang menjajah Palestina. Dengan kata lain, dia adalah kolaborator, seorang pengkhianat bagi rakyat. Kita bisa membayangkan sikap menghina orang-orang padanya: dia adalah seorang "pemungut cukai", demikian mereka menyebutnya. Tetapi di mata Yesus, Matius adalah seorang manusia, dengan kekurangan dan kelebihannya. Perhatikan ini: Yesus tidak berhenti pada kata sifat – Yesus selalu mencari kata benda. “Dia orang berdosa, …” ini adalah kata sifat: Yesus melihat orangnya,  hatinya, “Dia seorang pribadi, dia laki-laki, dia perempuan." Yesus memandang subjek, kata benda, tidak pernah kata sifat, Dia mengesampingkan kata sifat. Dan sementara ada jarak antara Matius dan orang-orang di sekitarnya – karena mereka terpaku pada kata sifat, “pemungut cukai” – Yesus menarik dia mendekat kepadaNya, karena setiap manusia dicintai oleh Allah. "Bahkan orang malang ini?" Ya, bahkan orang celaka ini. Injil mengatakan Dia datang untuk orang celaka ini: "Aku datang untuk orang berdosa, bukan untuk orang benar." Tatapan Yesus ini sungguh indah. Memandang yang lain, siapa pun dia, sebagai penerima cinta, adalah awal dari gairah evangelisasi. Semuanya dimulai dari pandangan ini, yang kita pelajari dari Yesus.

Kita dapat bertanya pada diri sendiri: bagaimana kita memandang orang lain? Seberapa sering kita melihat kesalahan mereka dan bukan kebutuhan mereka; betapa sering kali kita melabeli orang menurut apa yang mereka lakukan atau apa yang mereka pikirkan! Bahkan sebagai orang Kristiani kita berkata kepada diri kita sendiri: apakah dia salah satu dari kita atau bukan? Ini bukan tatapan Yesus: Dia selalu memandang setiap orang dengan belas kasihan dan sungguh dengan kasih. Dan orang Kristiani dipanggil untuk bertindak seperti yang Kristus lakukan, memandang seperti Dia terutama pada mereka  "yang dijauhi." Maka catatan Matius tentang panggilan itu berakhir dengan perkataan Yesus, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa” (ayat 13). Dan jika ada di antara kita yang menganggap diri kita sendiri benar, Yesus jauh. Dia datang mendekat pada titik keterbatasan kita, kekurangan kita, untuk menyembuhkan.

Maka semuanya berawal dari pandangan Yesus. "Dia melihat seorang," Matius. Selanjutnya - langkah kedua - suatu gerakan. Pertama tatapan: Yesus melihat. Kedua, gerakan. Matius sedang duduk di rumah cukai; kata Yesus kepadanya: "Ikutlah Aku." Maka “berdirilah Matius, lalu mengikut Dia” (ayat 9). Kita perhatikan teks itu menekankan “berdirilah Matius.” Mengapa detail ini begitu penting? Karena pada masa itu orang yang duduk memiliki otoritas di atas yang lain, yang berdiri di hadapannya untuk mendengarkan dia atau, seperti dalam kasus itu, untuk membayar pajak. Dia yang duduk, singkatnya, memiliki kekuatan. Yang pertama-tama Yesus lakukan adalah melepaskan Matius dari kekuasaan: dari duduk untuk menerima orang lain, Yesus mengarahkan Matius ke arah yang lain, bukan menerima, tidak: dia pergi kepada orang lain. Yesus membuat Matius meninggalkan posisi supremasi dan menempatkannya sejajar dengan saudaranya dan saudarinya, dan membuka cakrawala pelayanan untuknya. Inilah yang Kristus lakukan, dan ini mendasar bagi umat Kristiani: apakah kita para murid Yesus, Gereja, duduk-duduk menunggu orang datang, atau apakah kita tahu bagaimana berdiri, pergi bersama orang lain, mencari orang lain? Berkata, “Tetapi biarklah mereka datang kepadaku, Saya di sini, biarlah mereka datang,” adalah pendirian tidak-Kristiani. Tidak, Pergilah mendapatkan mereka, Ambillah langkah pertama.

Pandangan – Yesus melihat; lalu suatu gerakan – “berdirilah”; dan ketiga, tujuan. Setelah berdiri dan mengikutiYesus, kemana Matius akan pergi? Kita mungkin membayangkan bahwa, setelah mengubah hidup orang itu, Guru akan menuntunnya pada penemuan baru, pengalaman spiritual baru. Tidak begitu, atau setidaknya tidak segera. Pertama, Yesus pergi ke rumahnya; di sana Matius mengadakan suatu "perjamuan besar" untuk-Nya, di mana "sejumlah besar pemungut cukai" - yaitu, orang-orang seperti Matius - "turut" ambil bagian (Luk 5:29). Matius kembali ke lingkungannya, tetapi dia kembali ke sana telah berubah dan bersama Yesus. Semangat kerasulannya tidak dimulai di tempat lain yang baru, murni, tempat yang ideal, jauh, tetapi justru dimulai di tempat di mana dia tinggal, dengan orang-orang yang dia kenal. Inilah pesannya untuk kita: kita tidak perlu menunggu sampai kita sempurna dan telah datang jauh mengikuti Yesus untuk bersaksi tentang Dia, tidak. Pewartaan kita dimulai hari ini, di sini di tempat kita hidup. Dan itu tidak dimulai dengan mencoba meyakinkan orang lain, tidak, bukan untuk meyakinkan: dengan setiap hari menyampaikan keindahan Kasih yang telah memandang kita dan mengangkat kita. Dan keindahan inilah, dengan mengomunikasikan keindahan inilah yang akan meyakinkan orang – bukan mengkomunikasikan diri kita sendiri, melainkan Tuhan sendiri. Kita adalah orang-orang yang memberitakan Tuhan, kita tidak menyatakan diri kita sendiri, kita tidak memproklamirkan partai politik, suatu ideologi. Tidak: kita memberitakan Yesus. Kita perlu menempatkan Yesus dalam kontak dengan orang-orang, tanpa meyakinkan mereka, tetapi menyilakan Tuhan sendiri melakukan peyakinan.

Demikianlah diajarkan Paus Benediktus kepada kita, “Gereja tidak terlibat dalam upaya proselitisme. Sebaliknya, dia bertumbuh melalui 'ketertarikan'” (Homili pada Misa Pembukaan Sidang Umum  Kelima Konferensi Para Uskup Amerika Latin dan Karibia, Aparecida, 13 Mei 2007). Jangan lupakan ini: jika Anda melihat orang Kristen melakukan proselitisasi, buatlah daftar orang-orang yang datang... mereka ini bukan orang Kristiani, mereka adalah kafir yang menyamar sebagai orang Kristiani, karena hatinya tetap kafir. Gereja tumbuh bukan karena proselitisme, melainkan tumbuh karena ketertarikan.

Saya ingat di suatu rumah sakit di Buenos Aires, para biarawati yang bekerja di sana pada pergi karena jumlah orang sakit terlalu sedikit, dan mereka tidak bisa menjalankan rumah sakit. Lalu suatu  komunitas suster dari Korea datang. Dan ketika mereka tiba, katakanlah pada hari Senin misalnya (saya tidak ingat harinya) mereka mengambil alih rumah para suster di rumah sakit, lalu pada hari Selasa mereka mengunjungi orang sakit di rumah sakit, tanpa bicara sepatah kata pun bahasa Spanyol. Mereka hanya bisa bicara dalam bahasa Korea dan para pasien senang, mereka berkomentar: “Bagus sekali ini biarawati, bravo, bravo!” "Tapi apa yang suster itu katakan padamu?" “Tidak ada, tapi dengan tatapannya dia bicara kepadaku, mereka mengkomunikasikan Yesus,” bukan diri mereka sendiri, dengan pandangan mereka, dengan gerak tubuh mereka. Mengkomunikasikan Yesus, bukan diri kita sendiri: Inilah daya tariknya, kebalikan dari proselitisme.

Kesaksian yang berdayatarik ini, kesaksian yang penuh sukacita, adalah sasaran yang Yesus bawa pada kita melalui tatapan kasih-Nya dan dengan gerak keluar yang dibangkitkan Roh-Nya di dalam hati kita. Dan kita dapat bertanya apakah pandangan kita menyerupai tatapan Yesus, untuk menarik orang-orang, untuk membawa mereka lebih dekat kepada Gereja. Marilah kita renungkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar