Daftar Blog Saya

Rabu, 25 Januari 2023

DIASPORA

 



Diaspora bahasa Yunani, diterjemahkan dalam kata bahasa Inggris dispersion (tersebar). Nama itu digunakan untuk semua komunitas-komunitas Yahudi yang tinggal di luar Palestina. (Bahasa Indonesia mengenal istilah padanan: “dalam perantauan”). Diaspora berawal dari akibat deportasi (pembuangan) yang dilakukan Asyur (abad kedelapan SM) dan kemudian Babilon (abad keenam SM). Setelah ditaklukkannya Galilea dan Samaria oleh Asyur kurang lebih pada tahun 732 dan 722 SM, sisa-sisa bangsa Israel dipindahkan keluar dari Palestina. Deportasi (pembuangan) yang kedua terjadi di bawah Babilonia setelah Nebukadnezar menguasai Yerusalem pada tahun 586 SM. Orang-orang Israel yang dideportasi dari Samaria tidak pernah pulang secara besar-besaran, tetapi orang Yahudi yang berasal dari Babilonia pulang bersama-sama, dan mereka kemudian menjadi inti bagi pemugaran Bait Allah dan tradisi keagamaan Yahudi di Yudea setelah repatriasi diizinkan di bawah pemerintahan raja Persia Koresy Agung.



      Pemukiman Yahudi didirikan tersebar di mana-mana pada abad keenam SM, terutama di Mesir. Lari dari amukan Nebukadnezar, suatu kelompok besar pengungsi dari Yehuda memasuki Mesir, sambil membawa serta nabi Yeremia dengan mereka (Yer 43:5-7). Dinasti Ptolemeus yang memerintah Mesir dari abad keempat hingga abad pertama SM menerima imigrasi itu dengan baik. Sungguh, penduduk Yahudi di Mesir – terutama di Aleksandria, di mana seperempat bagian dari kota itu seluruhnya adalah Yahudi – menjadi komunitas Yahudi yang paling kaya dan berpengaruh di luar Palestina, sambil terus menjalin hubungan erat dengan Yerusalem. Komunitas-komunitas Yahudi lainnya muncul di seluruh dunia yang berbudaya Yunani (Helenis) dan kemudian dunia Kekaisaran Roma, termasuk di Antiokhia, kemudian menyeberang ke pulau-pulau Laut Tengah, lalu memasuki Italia dan Roma. Ada sinagoga-sinagoga di kebanyakan kota-kota besar dunia Romawi, dan orang-orang Yahudi dari kekaisaran dan di luarnya melakukan peziarahan ke Yerusalem (Kis 2:9-10).

      Bangsa Yahudi Diaspora  pada umumnya makmur, pekerja keras, dan suka damai, dan negara-negara Helenis dan terutama pemerintahan kekaisaran Roma memberikan simpati besar pada mereka. Mereka adalah pedagang-pedagang dan pebisnis yang terhormat, dan mereka menikmati toleransi keagamaan, kebebasan, serta hak-hak politik terbatas; banyak di antara mereka, misalnya Paulus, adalah warga negara Roma dan mendapat hak-hak istimewa. Selain itu, bangsa Yahudi dibebaskan dari wajib militer karena alasan-alasan keagamaan dan juga diizinkan membayar pajak Bait Allah di Yerusalem. Setiap komunitas Diaspora mempunyai sinagoga sendiri, dan ketika mulai mewartakan Injil, para rasul membuat sinagoga-sinagoga ini menjadi forum pertama bagi misi penyebaran Kabar Gembira.

Lihat juga: Pertobatan Paulus



      Sekalipun sudah lama diterima sebagai pemeran-serta yang produktif dalam kehidupan ekonomi dan budaya pada masa itu, orang-orang Yahudi Diaspora tetap menghadapi sikap yang tidak bersahabat. Huru-hara sering terjadi di Aleksandria, terdorong oleh kecemburuan bangsa-bangsa lain yang tidak suka pada kemakmuran orang-orang Yahudi Aleksandria. Keberhasilan mereka, bersama dengan sikap eksklusif masyarakat Yahudi, memicu sikap bermusuh di beberapa tempat lain, seperti yang kita baca dalam tulisan-tulisan Cicero, Seneca, dan Tacitus. Penganiayaan formal di Aleksandria dilancarkan oleh Kaisar Gayus Caligula, yang juga meminta agar gambarnya dipasang di Bait Allah. Huru-hara yang lebih besar berhasil dicegah dengan kematian Caligula pada tahun 41 M karena dibunuh. Pada tahun 49 orang Yahudi diusir keluar kota Roma oleh Kaisar Claudius sebagai bagian dari tentangannya yang lebih luas terhadap agama-agama  asing (Kis 18:2). Tetapi mereka segera kembali lagi bersama dengan sebagian besar penganut agama-agama lain yang dicoba direnggut akarnya oleh Claudius.

      Perang Yahudi (tahun 66-70 dan 132-135) membuat orang Yahudi Diaspora lebih dicurigai di mata para pejabat Roma. Sesudah Yerusalem dihancurkan pada tahun 70 M, tinggal orang-orang Yahudi Diaspora-lah yang melanjutkan terus tradisi Yahudi, dan akhirnya membangun ulang agama Yahudi sedemikian, sehingga pelajaran Hukum Taurat menggantikan ibadat di Bait Allah, sebagai pusat agama Yahudi yang bercorak rabinik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar