Bambang Kussriyanto
24 September diperingati sebagai Hari Tani Nasional. Hari Tani 24 September ditetapkan dalam dalam UU Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960. Maka Hari Tani Nasional tidak terpisahkan dari keberadaan UUPA/1960. Memeringati Hari Tani Nasional dengan demikian juga memeringati UUPA/1960 yang hingga sekarang belum dilaksanakan. Kentunganensis Francis Wahono pada hari ini melalui tulisannya di Harian Kompas 24 September 2022 halaman 6 berjudul "Janji yang Merindu Ditepati" menggugat pelaksanaan UUPA/1960 tentang Pembaruan Agraria dan hak-hak Petani. Ia menekankan "jiwa" nasionalis UUPA, bukan "komunis" walau UUPA/1960 pernah digunakan PKI untuk melakukan aksi sepihak yang melibatkan kekerasan dalam memaksakan pemberlakuan reforma agraria antara 1962-1964. Aksi sepihak itu menyebabkan kebencian pada PKI yang menimbulkan pembalasan dendam berdarah ketika PKI dinyatakan melakukan pemberontakan pada 1965. Jiwa "nasionalis" UUPA/1960 tetap memancar murni dan menagih "janji" reforma agraria agar "ditepati" dalam arti dilaksanakan.
Semua
manusia makan dari hasil usaha tani, itu fakta. Meski teknologi industri
berkembang begitu pesat, usaha tani masih menjadi pokok kegiatan
manusia di muka bumi. Terlebih lagi di Indonesia, yang setengah rakyatnya
hidup dan bergantung pada sektor pertanian.
Dengan
demikian pertanian bukanlah sekadar suatu sektor usaha ekonomi. Usaha pertanian adalah pilar kehidupan itu sendiri.
Oleh karena itu, kelangsungan hidup manusia sangat ditentukan oleh keberlanjutan budaya pertanian. Melindungi dan memenuhi hak-hak asasi petani sebagai produsen pertanian merupakan suatu keharusan untuk kelangsungan kehidupan manusia itu. Termasuk di dalamnya hak atas sumber-sumber agraria termasuk tanah.
Suatu proposal untuk konvensi tentang hak-hak petani atas sumber-sumber agraria menyatakan:
1. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak memiliki tanah secara layak adil untuk tempat tinggal maupun untuk tanah pertanian baik secara individu maupun kolektif.
2. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk menggarap atas tanah-tanah milik atau yang dibebani hak lainnya
3. Hak hak dari petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya atas kepemilikan atau akses kepada sumber-sumber agraria dan kemampuan pribadi dalam hukum dan pelaksanaannya tidak membedakan jenis kelamin, agama, golongan, suku dan budayanya.
4. Hak-hak dari petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya atas kepemilikan atau akses kepada sumber-sumber agraria dan kemampuan pribadi dalam hukum dan pelaksanaanya tanpa membedakan jenis, umur atau senioritas berdasarkan hukum dan praktek adat dan kebiasaan yang berlaku tanpa melanggar rasa keadilan dan kebenaran
5. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk menggarap dan/atau memiliki tanah negara (non produktif) yang sudah menjadi sumber pokok kehidupan ekonomi dan kehidupan masyarakat
6. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak mendapatkan air bersih
7. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber air untuk kepentingan usaha pertanian
8. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak mengelola sumber-sumber air yang berada di wilayah kekuasaan petani
9. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk mengelola, memelihara dan menikmati hasil hutan
10. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak untuk menolak segala bentuk konversi tanah pertanian untuk kepentingan industrialisasi
11. Petani baik laki-laki maupun perempuan dan keluarganya berhak atas jaminan dan perlindungan hukum atas lahan pertaniannya dan tempat tinggalnya serta sumber-sumber agraria lainnya dari perampokan dan klaim masyarakat lain atau institusi lain serta dari kontaminasi dan pengotoran lingkungan oleh aktivitas lain.
Tentu saja bukan hanya hak-hak tani atas sumber-sumber agraria yang perlu diperjuangkan, tetapi juga sejumlah hak lainnya'
Selamat merayakan Hari Tani Nasional!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar