Daftar Blog Saya

Kamis, 06 Oktober 2022

KHK kan 1- kan 34 Buku I Norma-norma Umum

 

 


BUKU I NORMA-NORMA UMUM

Kan. 1 - Kanon-kanon Kitab Hukum ini berlaku hanya untuk Gereja Latin.

Kan. 2 - Pada umumnya Kitab Hukum tidak menentukan ritus yang harus ditepati dalam perayaan-perayaan liturgis; karena itu, undang-undang liturgis yang berlaku sampai sekarang tetap mempunyai kekuatan hukum, kecuali kalau ada yang bertentangan dengan kanon-kanon Kitab Hukum ini.

Kan. 3 - Kanon-kanon Kitab Hukum ini tidak menghapus seluruhnya atau sebagian perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh Takhta Apostolik dengan negara atau masyarakat politik lain. Karena itu, perjanjian-perjanjian tersebut masih tetap berlaku seperti sekarang, walaupun bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum ini.

Kan. 4 - Hak-hak yang telah diperoleh tetap utuh; demikian juga privilegi-privilegi yang sampai sekarang diberikan Takhta Apostolik kepada perorangan atau badan hukum dan yang masih berlaku serta tidak dicabut, kecuali dengan jelas dicabut oleh kanon-kanon Kitab Hukum ini.

Kan. 5 - § 1. Kebiasaan-kebiasaan, baik universal maupun partikular, yang berlaku sampai sekarang dan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan kanon-kanon ini serta ditolak oleh kanon-kanon Kitab Hukum ini, dinyatakan hapus sama sekali dan selanjutnya jangan dibiarkan hidup kembali; juga yang lain-lain hendaknya dinyatakan hapus, kecuali Kitab Hukum ini dengan jelas menyatakan lain, atau sudah berumur lebih dari seratus tahun, atau tidak diingat lagi awalmulanya, yang menurut penilaian Ordinaris dapat dibiarkan, mengingat keadaan tempat dan orang-orangnya, tidak dapat ditiadakan.

§ 2. Kebiasaan-kebiasaan di luar hukum yang berlaku sampai sekarang, baik universal maupun partikular, tetap berlaku.

Kan. 6 - § 1. Dengan berlakunya Kitab Hukum ini dihapuslah seluruh-nya:

1° Kitab Hukum Kanonik yang diundangkan pada tahun 1917;

2° juga undang-undang, baik universal maupun partikular, yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum ini, kecuali mengenai undang-undang partikular dengan jelas ditentukan lain;

3° hukum pidana apapun, baik universal maupun partikular, yang dikeluarkan Takhta Apostolik, kecuali dimasukkan dalam Kitab Hukum ini;

4° juga undang-undang disipliner universal lain, yang bahannya secara menyeluruh telah diatur oleh Kitab Hukum ini.

§ 2. Kanon-kanon Kitab Hukum ini, sejauh diambil dari hukum lama, harus ditafsirkan menurut tradisi kanonik.

JUDUL I UNDANG-UNDANG GEREJAWI

Kan. 7 - Undang-undang mulai ada pada saat diundangkan.

Kan. 8 - § 1. Undang-undang gerejawi universal diundangkan dengan diterbitkannya dalam lembaran Acta Apostolicae Sedis, kecuali untuk kasus tertentu cara pengundangannya ditentukan lain. Undang-undang itu baru mulai mempunyai kekuatan setelah tiga bulan, terhitung dari tanggal yang tercatat pada nomor Acta itu, kecuali dari hakikatnya serta merta mengikat atau dalam undang-undang itu sendiri secara khusus dan jelas ditentukan masa tenggang yang lebih pendek atau lebih panjang.

§ 2. Undang-undang partikular diundangkan dengan cara yang ditentukan oleh pembuat undang-undang itu dan mulai mewajibkan setelah satu bulan, terhitung dari hari pengundangannya, kecuali dalam undang-undang itu sendiri ditentukan batas waktu yang lain.

Kan. 9 - Undang-undang berlaku mengenai hal-hal yang akan datang dan tidak mengenai hal-hal yang sudah lewat, kecuali disebut jelas-jelas di dalamnya bahwa berlaku juga untuk hal-hal yang sudah lewat.

Kan. 10 - Yang harus dipandang sebagai undang-undang yang menjadikan-tindakan-tidak-sah (lex irritans) atau menjadikan-orang-tidak-mampu (lex inhabilitans), hanyalah undang-undang yang menen-tukan dengan jelas, bahwa tindakan tidak sah atau orang tidak mampu.

Kan. 11 - Yang terikat oleh undang-undang yang semata-mata gerejawi ialah orang yang dibaptis di dalam Gereja katolik atau diterima di dalamnya, dan yang menggunakan akal-budinya dengan cukup, dan jika dalam hukum dengan jelas tidak ditentukan lain, telah berumur genap tujuh tahun.

Kan. 12 - § 1. Undang-undang universal mengikat di mana saja semua orang baginya undang-undang itu dibuat.

§ 2. Namun, dari undang-undang universal yang tidak berlaku di wilayah tertentu, dibebaskan semua orang yang sedang berada di wilayah itu.

§ 3. Undang-undang yang dibuat untuk wilayah tertentu, mengikat mereka, yang baginya undang-undang itu dibuat, dan yang mempunyai domisili atau kuasi-domisili di tempat tersebut, dan serentak sedang berada di situ, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 13.

Kan. 13 - § 1. Undang-undang partikular tidak diandaikan bersifat personal melainkan teritorial, kecuali ditentukan lain.

§ 2. Para pendatang tidak terikat:

1° oleh undang-undang partikular wilayah sendiri selama mereka tidak berada di tempat, kecuali pelanggarannya menyebabkan kerugian di wilayah sendiri atau undang-undang itu bersifat personal;

2° oleh undang -undang wilayah tempat mereka berada, kecuali yang mengenai tata-tertib umum atau yang menentukan formalitas untuk tindakan tertentu atau yang mengenai benda tak-bergerak di wilayah itu.

§ 3. Pengembara terikat oleh undang-undang baik universal maupun partikular, yang berlaku di wilayah tempat mereka berada.

Kan. 14 - Undang-undang, juga yang menjadikan-tindakan-tidak sah atau menjadikan-orang-tidak-mampu, tidak mewajibkan kalau ada keraguan hukum; kalau ada keraguan fakta, Ordinaris dapat memberi dispensasi dari padanya, asalkan mengenai dispensasi yang direservasi, biasa diberikan oleh kuasa yang mereservasi.

Kan. 15 - § 1. Ketidaktahuan atau kekeliruan mengenai undang- undang yang-menjadikan-tindakan-tidak-sah atau yang menjadikan orang-tidak-mampu, tidak mencegah akibatnya, kecuali dengan jelas dinyatakan lain.

§ 2. Adanya ketidaktahuan atau kekeliruan mengenai Undang-undang, hukuman atau mengenai fakta dirinya sendiri, atau fakta tentang orang lain yang diketahui umum, tidak diandaikan; sedangkan fakta tentang orang lain yang tidak diketahui umum diandaikan, sampai terbukti kebalikannya.

Kan. 16 - § 1. Undang-undang ditafsirkan secara otentik oleh pembuat undang-undang dan oleh orang yang diberi kuasa olehnya untuk menafsirkan secara otentik.

§ 2. Penafsiran otentik yang diberikan dalam bentuk Undang-undang mempunyai kekuatan yang sama seperti undang-undang itu sendiri dan harus diundangkan; kalau hanya menerangkan kata-kata undang-undang, yang pada dirinya pasti, penafsiran itu berlaku surut; kalau mempersempit, memperluas, atau memperjelas keraguan Undang-undang, penafsiran tidak berlaku surut.

§ 3. Namun, penafsiran dalam bentuk putusan pengadilan atau tindakan administratif dalam kasus tertentu, tidak mempunyai kekuatan undang-undang dan mengikat hanya orang-orang dan mengenai perkara-perkara yang bersangkutan.

Kan. 17 - Undang-undang gerejawi harus dimengerti menurut arti kata-katanya sendiri, dalam teks dan konteksnya; kalau itu tetap meragukan dan kabur, maka orang harus mengacu pada tempat-tempat yang paralel, kalau ada, pada tujuan serta hal-ikhwal undang-undang, dan pada maksud pembuat undang-undang itu.

Kan. 18 - Undang-undang yang menentukan hukuman atau yang mem-persempit penggunaan bebas hak-hak atau yang memuat pengecualian dari undang-undang, ditafsirkan secara sempit.

Kan. 19 - Jika mengenai hal tertentu tidak ada ketentuan jelas dari undang-undang, baik universal maupun partikular, atau tidak ada juga kebiasaan, maka hal itu, kecuali mengenai hukuman, harus diselesaikan dengan memperhatikan undang-undang yang diberikan dalam kasus-kasus yang mirip, prinsip-prinsip yuridis umum yang diterapkan dengan kewajaran kanonik, yurisprudensi dan praksis Kuria Roma, dan penda-pat yang umum dan tetap dari para ahli.

Kan. 20 - Undang-undang yang dikeluarkan kemudian menghapus undang-undang yang sebelumnya, seluruhnya atau sebagian, jika hal itu dikatakan dengan jelas atau langsung bertentangan dengannya, atau jika undang-undang itu mengatur kembali seluruh materi undang-undang sebelumnya secara menyeluruh; tetapi undang-undang universal sama sekali tidak mengurangi hukum partikular atau khusus, kecuali dengan jelas ditentukan lain dalam hukum.

Kan. 21 - Dalam keraguan, pencabutan undang-undang yang terdahulu tidak diandaikan, tetapi undang-undang yang kemudian harus dikaitkan dengan yang terdahulu, dan sedapat mungkin diserasikan dengannya.

Kan. 22 - Undang-undang sipil yang dirujuk oleh hukum Gereja harus ditepati dengan efek-efek yang sama dalam hukum kanonik, sejauh tidak bertentangan dengan hukum ilahi, dan tidak ditentukan lain dalam hukum kanonik.



JUDUL II KEBIASAAN

Kan. 23 - Hanyalah kebiasaan yang dimasukkan oleh suatu kelompok orang beriman mempunyai kekuatan undang-undang, kalau telah disetujui oleh pembuat undang-undang, menurut norma kanon-kanon berikut.

Kan. 24 - § 1. Tiada kebiasaan dapat memperoleh kekuatan undang-undang, kalau bertentangan dengan hukum ilahi.

§ 2. Tidak juga dapat memperoleh kekuatan undang-undang suatu kebiasaan, yang melawan atau yang di luar hukum kanonik, kecuali yang masuk akal; tetapi suatu kebiasaan yang dengan jelas ditolak dalam hukum, tidaklah masuk akal.

Kan. 25 - Tak satu kebiasaan pun memperoleh kekuatan Undang-undang, kecuali dilaksanakan oleh suatu kelompok, yang sekurang-kurangnya mampu untuk menerima undang-undang, dengan maksud untuk memasukkannya sebagai hukum.

Kan. 26 - Kecuali disetujui secara khusus oleh pembuat Undang-undang yang berwenang, suatu kebiasaan yang melawan hukum kanonik yang berlaku atau yang berada di luar hukum kanonik, hanya memperoleh kekuatan undang-undang, kalau telah dilaksanakan dengan legitim secara terus-menerus selama genap tigapuluh tahun; tetapi suatu kebiasaan, yang melawan undang-undang kanonik dengan klausul yang melarang kebiasaan di masa mendatang, hanya dapat dipertahankan kalau sudah berumur seratus tahun atau awal-mulanya tidak diingat lagi.

Kan. 27 - Kebiasaan adalah penafsir yang paling baik dari Undang-undang.

Kan. 28 - Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 5, kebiasaan, baik yang melawan maupun yang di luar undang-undang, dicabut melalui suatu kebiasaan atau undang-undang yang berlawanan; tetapi, kecuali disebut dengan jelas, undang-undang tidak mencabut suatu kebiasaan yang ber-umur seratus tahun atau awal-mulanya tidak diingat lagi, dan undang-undang universal tidak mencabut kebiasaan-kebiasaan partikular.

JUDUL III DEKRET UMUM DAN INSTRUKSI

Kan. 29 - Dekret-dekret umum dengannya pembuat Undang-undang yang berwenang memberikan aturan-aturan umum bagi suatu kelompok yang mampu menerima undang-undang, adalah sama dengan undang-undang dan diatur oleh ketentuan kanon-kanon mengenai undang-undang.

Kan. 30 - Yang mempunyai kuasa eksekutif saja tidak dapat mengeluar-kan dekret umum seperti yang disebut dalam kan. 29, kecuali dalam kasus-kasus partikular sesuai dengan norma hukum, kuasa itu dengan jelas diberikan kepadanya oleh pembuat undang-undang dan syarat-syarat yang ditentukan dalam pemberian itu ditepati.

Kan. 31 - § 1. Dekret-dekret umum eksekutif, dengannya ditentukan secara lebih persis cara-cara yang harus dipakai dalam menerapkan undang-undang atau yang mendesak pelaksanaan Undang-undang, dapat diberikan dalam batas kewenangannya oleh mereka yang mempunyai kuasa eksekutif.

§ 2. Mengenai pengundangan dan masa tenggang dekret-dekret yang disebut dalam § 1, hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan kan. 8.

Kan. 32 - Dekret-dekret umum eksekutif mewajibkan mereka yang terikat oleh undang-undang, yang cara-cara penerapannya ditentukan atau keharusan pelaksanaannya ditandaskan oleh dekret-dekret itu.

Kan. 33 - § 1. Dekret-dekret umum eksekutif, biarpun dikeluarkan dalam pedoman-pedoman atau dalam dokumen-dokumen dengan nama lain, tidak mengurangi undang-undang, dan ketentuan-ketentuannya yang bertentangan dengan undang-undang tidak mempunyai kekuatan apapun.

§ 2. Dekret-dekret itu berhenti mempunyai kekuatan dengan dicabutnya secara eksplisit atau implisit oleh otoritas yang berwenang, dan dengan berhentinya undang-undang, yang pelaksanaannya diatur oleh dekret-dekret itu, tetapi tidak berhenti dengan berakhirnya hak orang yang menentukan, kecuali dengan jelas ditentukan kebalikannya.

Kan. 34 - § 1. Instruksi-instruksi, yaitu yang menjelaskan ketentuan undang-undang serta menjabarkan dan menentukan cara-cara yang harus ditepati dalam pelaksanaannya, diberikan supaya dipakai oleh mereka yang bertugas mengusahakan agar undang-undang dilaksanakan dan mewajibkan mereka dalam pelaksanaan Undang-undang. Instruksi-instruksi itu dikeluarkan dengan sah, dalam batas kewenangannya, oleh mereka yang mempunyai kuasa eksekutif.

§ 2. Aturan-aturan instruksi tidak mengurangi undang-undang dan kalau tidak dapat disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan Undang-undang, tidak mempunyai kekuatan apapun.

§ 3. Instruksi-instruksi berhenti mempunyai kekuatan, tidak hanya dengan dicabutnya secara eksplisit atau implisit oleh otoritas yang berwenang yang mengeluarkannya atau oleh atasannya, tetapi juga dengan berhentinya undang-undang yang dijelaskannya atau yang pelaksanaannya diperintahkannya.


Dipetik untuk keperluan studi dari Kitab Hukum Kanonik 1983 edisi terjemahan Bahasa Indonesia, KWI 2005.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar