Buku I Norma-norma Umum
JUDUL VI PERSEORANGAN (PERSONA PHYSICA) DAN BADAN HUKUM
(PERSONA IURIDICA)
BAB I KEDUDUKAN KANONIK PERSEORANGAN
Kan. 96 - Dengan baptis seseorang digabungkan pada Gereja
Kristus dan menjadi persona di dalamnya, dengan tugas-tugas dan hak-hak yang
khas bagi orang kristiani menurut kedudukan masing-masing, sejauh mereka berada
dalam kesatuan gerejawi dan kalau tidak terhalang oleh hukuman yang dikenakan
secara legitim.
Kan. 97 - § 1. Persona yang berumur genap delapanbelas tahun
adalah dewasa; sedangkan yang di bawah umur itu, belum dewasa.
§ 2. Yang belum dewasa, sebelum genap tujuh tahun, disebut
kanak-kanak dan dianggap belum dapat bertanggungjawab atas tindakannya sendiri
(non sui compos); tetapi setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat
menggunakan akal-budinya.
Kan. 98 - § 1. Persona dewasa mempunyai pelaksanaan penuh
dari hak-haknya.
§ 2. Persona yang belum dewasa dalam melaksanakan haknya
tetap dibawah kuasa orangtua atau wali, kecuali dalam hal-hal persona yang
belum dewasa menurut hukum ilahi atau hukum kanonik bebas dari kuasa mereka;
mengenai pengangkatan para wali dan kewenangan mereka hendaknya ditepati
ketentuan hukum sipil, kecuali dalam hukum kanonik ditentukan lain, atau Uskup
diosesan dalam kasus-kasus terten-tu atas alasan yang wajar berpendapat bahwa
harus ditunjuk seorang wali lain.
Kan. 99 - Siapa pun yang secara terus-menerus tidak dapat
memakai akal-budinya, dianggap sebagai tidak dapat bertanggungjawab atas
tindakannya sendiri dan disamakan dengan kanak-kanak.
Kan. 100 - Persona disebut penduduk di tempat ia
berdomisili; pendu-duk sementara di tempat ia mempunyai kuasi-domisili;
pendatang, kalau ia berada di luar domisili dan kuasi-domisili yang masih ia
pertahankan; pengembara, kalau ia tidak mempunyai domisili atau kuasi-domisili
di manapun.
Kan. 101 - § 1. Tempat asal seorang anak, juga seorang yang
baru dibaptis, ialah tempat domisili orangtua ketika anak itu lahir atau, kalau
domisili itu tidak ada, kuasi-domisili orangtuanya, atau jika orangtuanya tidak
mempunyai domisili atau kuasi-domisili yang sama, tempat asal anak ialah
domisili atau kuasi-domisili ibunya.
§ 2. Mengenai anak orang-orang pengembara, tempat asal ialah
tempat ia dilahirkan; dalam hal anak yang ditemukan, tempat asal ialah tempat
ia ditemukan.
Kan. 102 - § 1. Domisili diperoleh dengan bertempat-tinggal
di wilayah suatu paroki atau sekurang-kurangnya keuskupan, dengan maksud untuk
tinggal secara tetap di sana dan tidak ada alasan untuk berpindah, atau sudah
berada di situ selama genap lima tahun.
§ 2. Kuasi-domisili diperoleh dengan bertempat-tinggal di
wilayah suatu paroki atau sekurang-kurangnya keuskupan, dengan maksud untuk
tinggal di sana sekurang-kurangnya selama tiga bulan dan tidak ada alasan untuk
berpindah, atau kalau ternyata sudah berada di situ selama tiga bulan.
§ 3. Domisili atau kuasi-domisili di wilayah paroki disebut
domisili atau kuasi-domisili parokial, di wilayah keuskupan disebut domisili
atau kuasi-domisili diosesan, walaupun tidak di paroki.
Kan. 103 - Anggota-anggota tarekat religius dan serikat
hidup kerasulan memperoleh domisili di tempat di mana rumah terletak dan mereka
terdaftar; kuasi-domisili, di rumah mereka sedang berada, sesuai dengan norma
kan. 102, § 2.
Kan. 104 - Suami-istri mempunyai domisili atau kuasi-domisili
bersama; karena perpisahan yang legitim atau karena alasan lain yang wajar,
keduanya dapat mempunyai domisili atau kuasi-domisili sendiri-sendiri.
Kan. 105 - § 1. Persona yang belum dewasa dengan sendirinya
mempunyai domisili dan kuasi-domisili orang yang berkuasa atas dirinya. Kalau
sudah melewati usia kanak-kanak, ia dapat juga memper-oleh kuasi-domisili
sendiri; malahan domisili, kalau ia secara legitim telah berdiri sendiri
menurut norma hukum sipil.
§ 2. Barangsiapa secara legitim diserahkan dibawah perwalian
atau pengawasan orang lain tidak karena alasan belum dewasa, mempunyai domisili
atau kuasi-domisili wali atau penanggungjawabnya.
Kan. 106 - Domisili dan kuasi-domisili hilang dengan
perginya seseorang dari tempat itu dengan niat untuk tidak kembali lagi, dengan
tetap berlaku ketentuan kan. 105.
Kan. 107 - § 1. Baik melalui domisili maupun melalui
kuasi-domisili setiap orang mendapat Pastor Paroki dan Ordinarisnya.
§ 2. Pastor Paroki atau Ordinaris dari pengembara ialah
Pastor Paroki atau Ordinaris tempat ia sedang berada.
§ 3. Pastor Paroki dari orang yang hanya mempunyai domisili
atau kuasi-domisili diosesan ialah Pastor Paroki tempat ia sedang berada.
Kan. 108 - § 1. Hubungan darah dihitung dengan garis dan
tingkat.
§ 2. Dalam garis lurus jumlah tingkat sama dengan jumlah
keturunan atau pun jumlah orang tanpa menghitung pokoknya.
§ 3. Dalam garis menyamping jumlah tingkat sama dengan
jumlah orang dalam kedua garis bersama-sama, tanpa menghitung pokoknya.
Kan. 109 - § 1. Hubungan semenda timbul dari perkawinan yang
sah, walaupun tidak consummatum, dan berlaku antara suami dan orang yang
mempunyai hubungan darah dengan istrinya, demikian juga antara istri dan orang
yang mempunyai hubungan darah dengan suaminya.
§ 2. Hubungan semenda dihitung demikian sehingga orang yang
mempunyai hubungan darah dengan suami merupakan keluarga semenda istri dalam
garis dan tingkat yang sama, dan sebaliknya.
Kan. 110 - Anak yang diadopsi menurut norma hukum sipil,
dianggap sebagai anak dari orang atau orang-orang yang mengadopsinya.
Kan. 111 - § 1. Dengan menerima baptis tercatatlah sebagai
anggota Gereja Latin anak dari orangtua yang keduanya anggota Gereja itu, atau
kalau salah satu dari orangtuanya bukan anggota Gereja itu, keduanya sepakat
supaya anak dibaptis dalam Gereja Latin; kalau mereka tidak sepakat, anak itu
tercatat pada Gereja ritus ayahnya.
§ 2. Setiap calon baptis yang telah berumur genap empatbelas
tahun, dapat memilih dengan bebas untuk dibaptis dalam Gereja Latin atau dalam
Gereja ritus lain yang mandiri (sui iuris); dalam kasus itu, ia menjadi anggota
Gereja yang dipilihnya.
Kan. 112 - § 1. Yang menjadi anggota Gereja ritus lain yang
mandiri sesudah penerimaan baptis, ialah:
1° yang mendapat izin dari Takhta Apostolik;
2° pasangan yang pada waktu melangsungkan perkawinan atau
selama hidup perkawinannya menyatakan bahwa ia mau pindah ke Gereja ritus yang
mandiri dari pasangannya; tetapi kalau perkawinan berakhir, ia dapat dengan
bebas kembali ke Gereja Latin;
3° anak-anak dari mereka yang disebut dalam no. l dan 2,
sebelum berumur genap empatbelas tahun, dan juga anak-anak dari pihak katolik
dalam perkawinan campur yang secara legitim pindah ke Gereja ritus lain; tetapi
kalau mereka sudah mencapai umur itu, mereka dapat kembali ke Gereja Latin;
§ 2. Kebiasaan, walaupun lama, untuk menerima
sakramen-sakramen menurut ritus suatu Gereja ritus yang mandiri, tidak
mengakibatkan orang menjadi anggotanya.
BAB II BADAN HUKUM
Kan. 113 - § 1. Gereja katolik dan Takhta Apostolik
merupakan persona moral (moralis persona) atas penetapan hukum ilahi sendiri.
§ 2. Selain perseorangan, dalam Gereja juga ada badan hukum
yakni subyek kewajiban dan hak dalam hukum kanonik sesuai dengan sifat khas
masing-masing.
Kan. 114 - § 1. Menurut ketentuan hukum sendiri atau
berdasarkan pemberian khusus oleh otoritas yang berwenang melalui suatu dekret,
badan hukum dibentuk dari kelompok orang atau kelompok benda yang terarah pada
tujuan yang sesuai dengan misi Gereja dan yang mengatasi tujuan masing-masing
anggota.
§ 2. Tujuan yang disebut dalam § 1 ialah yang berkaitan
dengan karya kesalehan, kerasulan atau amal, baik spiritual maupun keduniaan.
§ 3. Otoritas Gereja yang berwenang jangan memberikan status
badan hukum kecuali kepada kelompok orang atau kelompok benda dengan tujuan
yang nyata-nyata berguna dan yang, sesudah dipertim-bangkan segala sesuatunya,
mempunyai sarana-sarana yang diperkira-kan dapat mencukupi untuk mencapai
tujuan yang ditentukan.
Kan. 115 - § 1. Badan hukum dalam Gereja adalah kelompok
orang atau kelompok benda.
§ 2. Kelompok orang yang hanya dapat dibentuk sebagai badan
hukum sekurang-kurangnya dari tiga orang, adalah kolegial, kalau kegiatannya
ditentukan oleh anggota-anggota yang bersama-sama mengambil keputusan, baik
dengan hak yang sama maupun tidak, menurut norma hukum dan statuta; kalau
tidak, disebut non-kolegial.
§ 3. Kelompok benda atau fundasi (fundatio) yang otonom
terdiri dari harta atau kekayaan, baik spiritual maupun materiil, dan, sesuai
dengan norma hukum dan statuta, dipimpin oleh satu atau beberapa orang ataupun
kolegium.
Kan. 116 - § 1. Badan hukum publik adalah kelompok orang
atau kelompok benda yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang agar
dalam batas-batas yang ditentukan melaksanakan tugas yang dipercayakan
kepadanya atas nama Gereja demi kesejahteraan umum, menurut norma ketentuan
hukum; badan hukum lain disebut privat.
§ 2. Badan hukum publik diberi status badan hukum, baik
menurut hukum sendiri maupun oleh dekret khusus yang memberikannya secara jelas
dari otoritas yang berwenang; badan hukum privat diberi status badan hukum
tersebut hanya melalui dekret khusus yang memberikannya secara jelas dari
otoritas yang berwenang.
Kan. 117 - Tiada kelompok orang atau kelompok benda yang
bermaksud memperoleh status badan hukum dapat memperolehnya, kecuali statutanya
disetujui oleh kuasa yang berwenang.
Kan. 118 - Yang mewakili badan hukum publik dan bertindak
atas namanya ialah mereka yang kompetensinya diakui oleh hukum universal atau
partikular atau oleh statutanya sendiri; badan hukum privat diwakili oleh
mereka yang kompetensinya itu diberikan melalui statuta.
Kan. 119 - Untuk tindakan-tindakan kolegial, kecuali
ditentukan lain dalam hukum atau statuta, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1° dalam hal pemilihan, hasil yang disetujui mayoritas
mutlak dari mereka yang hadir mempunyai kekuatan hukum, asalkan hadir mayoritas
dari mereka yang harus dipanggil; sesudah dua kali pemungutan suara tanpa
hasil, pemungutan suara harus dilaku-kan atas dua calon yang memperoleh suara
terbanyak, atau, kalau lebih dari dua, atas dua calon yang tertua; kalau
sesudah pemungutan suara ketiga jumlah suara tetap sama, dianggap sebagai
terpilih orang yang lebih tua menurut umur.
2° dalam hal urusan-urusan lainnya, hasil yang disetujui
oleh mayoritas mutlak dari mereka yang hadir mempunyai kekuatan hukum, asalkan
hadir mayoritas dari mereka yang harus dipang-gil; kalau sesudah pemungutan
suara kedua jumlah suara sama, ketua dapat mengatasinya dengan suaranya;
3° namun dalam hal yang menyangkut semua sebagai
perse-orangan, harus disetujui oleh semua.
Kan. 120 - § 1. Badan hukum menurut hakikatnya bersifat
tetap; namun terhenti kalau dibubarkan secara legitim oleh otoritas yang
berwenang atau selama seratus tahun berhenti melakukan kegiatan; selain itu badan
hukum privat terhenti juga, kalau badan itu sendiri dibubarkan menurut norma
statuta, atau kalau fundasi itu sendiri menurut penilaian otoritas yang
berwenang tidak ada lagi menurut norma statuta.
§ 2. Bahkan jika dari anggota-anggota badan hukum kolegial
itu tinggal satu orang, dan kelompok orang itu menurut statuta tidak berhenti
ada, maka anggota itu berwenang melaksanakan semua hak kelompok.
Kan. 121 - Kalau kelompok orang atau kelompok benda yang
adalah badan hukum publik dipersatukan sedemikian sehingga darinya terben-tuk
satu kelompok badan hukum, maka badan hukum baru itu mewarisi segala harta dan
hak yang merupakan milik kelompok-kelompok terdahulu dan menerima segala beban
yang ditanggungnya; tetapi terutama mengenai peruntukan harta dan pemenuhan
bebanbeban, kehendak para pendiri serta penderma dan hak-hak yang telah
diperoleh haruslah diamankan.
Kan. 122 - Jika suatu kelompok yang memiliki status badan
hukum publik dibagi sedemikian sehingga sebagian dari padanya digabungkan
dengan badan hukum lain, atau bagian yang dipisahkan itu didirikan menjadi
badan hukum publik tersendiri, maka otoritas gerejawi yang berwenang untuk
pembagian itu, dengan mengamankan pertama-tama, baik kehendak para pendiri
serta penderma dan hak-hak yang telah diperoleh, maupun statuta yang telah
disetujui, entah secara pribadi atau dengan perantaraan seorang pelaksana,
harus mengusahakan:
1° agar harta-benda dan hak warisan bersama yang dapat
dibagi, demikian juga utang dan tanggungan lainnya, dibagi di antara badan-badan
hukum yang bersangkutan secara adil dengan keseimbangan yang tepat, dengan
memperhatikan seluruh keadaan dan kepentingan keduanya;
2° agar penggunaan dan pemanfaatan hasil dari harta bersama
yang tidak dapat dibagi, jatuh pada kedua badan hukum, dan tanggungan yang ada
padanya dibebankan kepada keduanya, dengan tetap memperhatikan keseimbangan
yang tepat yang harus ditentukan secara adil.
Kan. 123 - Kalau suatu badan hukum publik berhenti ada,
peruntukan harta dan hak warisan serta tanggungannya diatur oleh hukum dan
statuta; kalau hukum dan statuta tidak menentukan apa-apa, semuanya itu jatuh
pada badan hukum yang langsung berada diatasnya, dengan tetap diamankan
kehendak para pendiri serta penderma dan hak-hak yang telah diperoleh; kalau
suatu badan hukum privat berhenti ada, peruntukan harta dan tanggungan diatur
oleh statutanya sendiri.
JUDUL VII TINDAKAN YURIDIS
Kan. 124 - § 1. Untuk sahnya tindakan yuridis dituntut agar
dilakukan oleh orang yang mampu untuk itu, dan agar dalam tindakan itu terdapat
hal-hal yang merupakan unsur hakikinya, dan juga agar ada segala formalitas
serta hal-hal yang dituntut oleh hukum untuk sahnya tindakan itu.
§ 2. Suatu tindakan yuridis diandaikan sah sejauh
unsur-unsur lahiriahnya dilaksanakan menurut aturan.
Kan. 125 - § 1. Tindakan yang dilakukan karena paksaan dari
luar yang dikenakan pada orang yang sama sekali tidak dapat melawannya,
dianggap tidak dilakukan.
§ 2. Tindakan yang dilakukan karena ketakutan yang besar dan
yang dikenakan secara tak adil, atau pun karena penipuan, berlaku, kecuali
ditentukan lain dalam hukum; tetapi tindakan itu dapat dibatal-kan melalui
putusan hakim, entah atas permohonan pihak yang dirugikan atau para
penggantinya menurut hukum, entah atas dasar jabatan.
Kan. 126 - Tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan atau
kekeliruan tentang sesuatu yang merupakan substansi tindakan itu, atau yang
merupakan syarat yang harus ada (conditio sine qua non), adalah tidak sah
(irritus); kalau tidak demikian, tindakan itu berlaku, kecuali ditentukan lain
dalam hukum; tetapi tindakan yang dilakukan karena ketidaktahuan atau
kekeliruan, dapat memberi kemungkinan bagi tindakan pembatalan sesuai dengan
norma hukum.
Kan. 127 - § 1. Apabila hukum menentukan bahwa untuk
melakukan tindakan tertentu pemimpin membutuhkan persetujuan atau nasihat dari
suatu kolegium atau kelompok orang, kolegium atau kelompok itu harus dipanggil
sesuai dengan norma kan. 166, kecuali dalam hal minta nasihat saja ditentukan
lain dalam hukum partikular atau khusus; tetapi supaya tindakan itu sah,
dituntut supaya diperoleh persetujuan mayoritas mutlak dari mereka yang hadir,
atau diminta nasihat dari semua.
§ 2. Apabila hukum menentukan bahwa untuk melakukan tindakan
tertentu seorang pemimpin membutuhkan persetujuan atau nasihat dari beberapa
orang sebagai individu:
l° kalau dituntut persetujuan, tidak sahlah tindakan
pemimpin, yang tidak minta persetujuan dari orang-orang itu atau yang bertindak
berlawanan dengan pendapat mereka atau salah seorang dari mereka;
2° kalau dituntut nasihat, tidak sahlah tindakan pemimpin
kalau ia tidak mendengarkan orang-orang itu; walaupun pemimpin tidak wajib
menyetujui pendapat mereka biarpun sudah sepakat, namun tanpa alasan yang
menurut penilaiannya sendiri lebih kuat, janganlah ia menyimpang dari pendapat
mereka, terutama kalau mereka sepakat.
§ 3. Mereka semua yang persetujuan atau nasihatnya
diperlukan, wajib menyatakan pendapatnya dengan tulus dan, kalau dituntut
beratnya perkara, wajib menyimpan rahasia dengan cermat; kewajiban ini dapat
dipertegas oleh pemimpin.
Kan. 128 – Barangsiapa dengan tindakan yuridis, bahkan
dengan setiap tindakan lain yang dilakukan dengan penipuan atau kesalahan,
menimbulkan kerugian bagi orang lain secara tidak legitim, terikat kewajiban
untuk mengganti kerugian yang diakibatkan.
JUDUL VIII KUASA KEPEMIMPINAN
Kan. 129 - § 1. Menurut norma ketentuan hukum, yang mampu
mengemban kuasa kepemimpinan yang oleh penetapan ilahi ada dalam Gereja dan
juga disebut kuasa yurisdiksi, ialah mereka yang telah menerima tahbisan suci.
§ 2. Dalam pelaksanaan kuasa tersebut, orang-orang beriman
kristiani awam dapat dilibatkan dalam kerja-sama menurut norma hukum.
Kan. 130 - Kuasa kepemimpinan dari sendirinya dilaksanakan
untuk tata-lahir, namun kadang-kadang hanya untuk tata-batin, sedemikian
sehingga efek-efek pelaksanaan yang sebenarnya berlaku untuk tata-lahir, tidak
diakui untuk tata-lahir itu, kecuali sejauh hal itu ditentukan dalam hukum
untuk kasus-kasus tertentu.
Kan. 131 - § 1. Kuasa kepemimpinan berdasarkan jabatan
(potestas ordinaria) ialah kuasa yang oleh hukum sendiri dikaitkan pada suatu
jabatan tertentu; kuasa yang didelegasikan (potestas delegata) ialah kuasa yang
diberikan kepada orang itu tidak berdasarkan jabatan.
§ 2. Kuasa kepemimpinan berdasarkan jabatan dapat berupa baik
kuasa yang dilaksanakan atas nama sendiri (potestas ordinaria propria) ataupun
atas nama orang lain yang diwakilinya (potestas ordinaria vicaria).
§ 3. Seorang yang menyatakan dirinya mendapat delegasi,
wajib membuktikan delegasi itu.
Kan. 132 - § 1. Kewenangan-kewenangan habitual diatur
menurut ketentuan-ketentuan mengenai kuasa yang didelegasikan.
§ 2. Kecuali dalam pemberiannya dengan jelas ditentukan lain
atau orang itu dipilih demi pribadinya, kewenangan habitual yang diberikan
kepada seorang Ordinaris tidak hilang bila berhenti hak Ordinaris yang diberi
kewenangan itu, walaupun ia telah mulai melaksanakannya; tetapi kewenangan itu
beralih kepada Ordinaris yang menggantikannya di dalam kepemimpinan.
Kan. 133 - § 1. Kalau seseorang yang diberi delegasi
bertindak melampaui batas-batas mandatnya baik mengenai hal-hal maupun mengenai
orang-orang, tindakannya tidak berlaku.
§ 2. Tetapi tidak dianggap melanggar batas-batas mandatnya
kalau seseorang yang diberi delegasi melaksanakan mandatnya itu dengan cara lain
dari yang ditentukan dalam mandat, kecuali cara itu ditentukan oleh pemberi
delegasi demi keabsahannya.
Kan. 134 - § 1. Yang dimaksud dengan sebutan Ordinaris dalam
hukum, selain Paus di Roma, juga para Uskup diosesan dan orang-orang lain,
yang, walaupun untuk sementara saja, diangkat menjadi pemimpin suatu Gereja
partikular atau suatu jemaat yang disamakan dengannya menurut norma kan. 368;
dan juga mereka yang di dalam Gereja partikular atau jemaat tersebut mempunyai
kuasa eksekutif berdasarkan jabatan, yaitu Vikaris Jenderal dan Episkopal;
demikian juga terhadap para anggotanya, pemimpin tinggi tarekat religius
klerikal tingkat kepausan dan serikat hidup kerasulan klerikal tingkat kepausan
yang sekurang-kurangnya memiliki kuasa eksekutif berdasarkan jabatan.
§ 2. Yang dimaksud dengan sebutan Ordinaris wilayah ialah
semua orang yang disebut dalam § 1, kecuali para pemimpin tarekat religius dan
serikat hidup kerasulan.
§ 3. Apa yang dalam kanon-kanon disebut dengan tegas
diberikan kepada Uskup diosesan di bidang kuasa eksekutif, dianggap merupakan
kewenangan Uskup diosesan saja dan orang-orang lain yang dalam kan. 381, § 2
disamakan dengannya, dan tidak merupakan kewenangan Vikaris jenderal dan
episkopal, kecuali dengan mandat khusus.
Kan. 135 - § 1. Kuasa kepemimpinan dibedakan dalam kuasa
legislatif, eksekutif dan yudisial.
§ 2. Kuasa legislatif harus dilaksanakan dengan cara yang
ditentukan dalam hukum, dan kuasa itu yang dalam Gereja ada pada seorang
pembuat undang-undang dibawah otoritas tertinggi, tidak dapat didelegasikan
dengan sah, kecuali secara eksplisit ditentukan lain dalam hukum; seorang
pembuat undang-undang yang lebih rendah tidak dapat membuat dengan sah suatu
undang-undang yang bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.
§ 3. Kuasa yudisial yang dimiliki oleh para hakim atau
majelis-majelis pengadilan, harus dilaksanakan dengan cara yang ditentukan
dalam hukum, dan tidak dapat didelegasikan, kecuali untuk melakukan
tindakan-tindakan persiapan suatu dekret atau putusan.
§ 4. Dalam pelaksanaan kuasa eksekutif hendaknya ditepati
ketentuan-ketentuan kanon berikut.
Kan. 136 - Kuasa eksekutif dapat dilaksanakan oleh
seseorang, walaupun ia berada di luar wilayahnya, terhadap para bawahan, juga
kalau mereka di luar wilayahnya, kecuali pasti lain dari hakekat halnya atau
dari ketentuan hukum; kuasa itu juga dapat dilaksanakan terhadap para pendatang
yang sedang berada di wilayahnya, kalau menyangkut pemberian hal-hal yang
menguntungkan atau pelaksanaan perintah baik undang-undang universal maupun partikular
yang mengikat mereka menurut norma kan. 13, § 2, no.2.
Kan. 137 - § 1. Kuasa eksekutif berdasarkan jabatan dapat
didelegasi-kan baik untuk satu tindakan saja maupun untuk keseluruhan kasus,
kecuali ditentukan lain dengan jelas dalam hukum.
§ 2. Kuasa eksekutif yang didelegasikan oleh Takhta
Apostolik, dapat disubdelegasikan, baik untuk satu tindakan saja maupun
keselu-ruhan kasus, kecuali orang itu dipilih demi pribadinya atau kalau
sub-delegasi itu dengan jelas dilarang.
§ 3. Kuasa eksekutif yang didelegasikan oleh otoritas lain
yang memiliki kuasa berdasarkan jabatan, kalau didelegasikan untuk keseluruhan
kasus, dapat disubdelegasikan hanya untuk kasus per kasus; tetapi kalau
didelegasikan untuk satu tindakan atau tindakan-tindakan tertentu, tidak dapat
disubdelegasikan, kecuali dengan jelas diizinkan oleh otoritas yang memberi
delegasi itu.
§ 4. Tiada kuasa yang diterima dengan subdelegasi dapat
disub-delegasikan lagi, kecuali hal itu dengan jelas diizinkan oleh yang
memberikan delegasi.
Kan. 138 - Kuasa eksekutif berdasarkan jabatan dan juga
kuasa yang didelegasikan untuk keseluruhan kasus, harus ditafsirkan secara
luas, tetapi kuasa lain manapun harus secara sempit; namun kalau kuasa
didelegasikan kepada seseorang, dimaksudkan juga bahwa ia telah diberi segala
sesuatu yang perlu untuk melaksanakan kuasa itu.
Kan. 139 - § 1. Kecuali ditentukan lain dalam hukum, hal
bahwa seseorang menghadap otoritas yang berwenang, juga yang lebih tinggi,
tidak menangguhkan kuasa eksekutif dari otoritas lain yang berwenang, baik itu
kuasa berdasarkan jabatan maupun kuasa berdasarkan delegasi.
§ 2. Namun, janganlah suatu otoritas yang lebih rendah
campur-tangan dalam perkara yang telah diajukan kepada otoritas yang lebih
tinggi, kecuali karena alasan yang berat dan mendesak; dalam kasus itu
hendaklah ia segera memberitahukannya kepada otoritas yang lebih tinggi.
Kan. 140 - § 1. Kalau beberapa orang diberi delegasi in
solidum (masing-masing-secara-penuh dalam kebersamaan) untuk menangani suatu
urusan yang sama, maka orang pertama yang mulai menangani urusan itu
menyisihkan yang lain, kecuali kemudian ia berhalangan atau dalam menangani
urusan itu ia tidak mau melanjutkannya lagi.
§ 2. Kalau beberapa orang diberi delegasi untuk menangani
suatu urusan secara kolegial, maka semuanya harus bekerja menurut norma kan.
119, kecuali dalam mandat ditentukan lain.
§ 3. Kuasa eksekutif yang didelegasikan kepada beberapa
orang, diandaikan diberikan in solidum.
Kan. 141 - Kalau beberapa orang diberi delegasi
berturut-turut, maka urusan itu hendaknya ditangani oleh orang yang diberi
mandat lebih dahulu, yang kemudian tidak dicabut.
Kan. 142 - § 1. Kuasa yang didelegasikan terhenti: kalau
mandat telah diselesaikan; kalau waktunya telah lewat atau jumlah kasus untuk
mana delegasi diberikan telah habis; kalau alasan yang merupakan tujuan
delegasi itu telah terhenti; kalau orang yang memberi delegasi mencabutnya
kembali dan memberitahukan hal itu langsung kepada orang yang diberi delegasi;
dan juga kalau orang yang diberi delegasi melepaskannya dan memberitahukannya
kepada orang yang memberi delegasi dan hal itu diterima olehnya; tetapi kuasa
itu tidak terhenti kalau hak orang yang memberi delegasi terhenti, kecuali
nyata dari klausul yang disertakan.
§ 2. Namun tindakan berdasarkan kuasa delegasi yang
dilaksanakan untuk tata-batin saja, kalau dilakukan tanpa menyadari bahwa waktu
yang ditentukan sudah lewat, adalah sah.
Kan. 143 - § 1. Kuasa berdasarkan jabatan terhenti bila
jabatan yang dikaitkan dengannya hilang.
§ 2. Kecuali dalam hukum ditentukan lain, kuasa berdasarkan
jabatan ditangguhkan, jika secara legitim diajukan banding atau rekursus
melawan pencabutan atau pemecatan dari jabatan.
Kan. 144 - § 1. Dalam kekeliruan umum mengenai fakta atau
hukum, demikian juga dalam keraguan yang positif dan probabel, baik mengenai
hukum maupun mengenai fakta, Gereja melengkapi kuasa kepemimpinan eksekutif,
baik untuk tata-lahir maupun untuk tata-batin.
§ 2. Norma yang sama diterapkan pada kewenangan-kewenangan
yang disebutkan dalam kan. 882, 883, 966, dan 1111, § 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar