Pada hari Sabtu 15 Oktober 2022 Ikatan Alumni Filsafat Teologi Sanata Dharma mempersembahkan Ekaristi sebagai ungkapan syukur atas 60 tahun Konsili Vatikan II di Kapel Seminari Tinggi St Paulus, Kentungan, Jl. Kaliurang km 7, Yogyakarta. Misa konselebrasi dilaksanakan dengan konselebran utama Mgr Yustinus Harjosusanto MSF Uskup Agung Samarinda dan Mgr Dr Piet Boddeng Timang Pr Uskup Keuskupan Banjarmasin.
Perayaan syukur yang dimulai dari pukul 10.00 ini dihadiri sekitar 450 orang memenuhi kapel dan tenda di luar.
Sebelum Misa dimulai, disampaikan Video Sambutan Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta dan Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Isinya sebagai berikut:
"Saya sungguh sangat menghargai prakarsa yang dilakukan oleh Ikatan Alumni Filsafat dan Teologi Universitas Sanata Dharma atau yang juga dikenal sebagai Fakultas Teologi Wedabhakti, untuk mensyukuri anugerah
Konsili Vatikan II genap 60 tahun. Kita semua tahu, salah satu kata kunci dalam Konsili Vatikan II adalah aggiornamento, yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti pembaharuan. Semoga acara yang dibuat oleh alumni Filsafat dan Teologi Universitas Sanata Dharma ini mengingatkan kita semua, mengingatkan seluruh gereja, khususnya Gereja Katolik di Indonesia, untuk terus membaharui diri.
Akhir-akhir ini pembaharuan itu menjadi sangat jelas bagi kita semua. Saya menyebut misalnya proses Sinode yang sedang berjalan untuk menyiapkan Sinode pada tahun 2023. Temanya sangat jelas : “Menuju Gereja Sinodal
: Persekutuan, Keterlibatan dan Misi” Di balik rumusan itu, ada pembaharuan yang sungguh sangat mendasar. Kalau disederhanakan, menjadi gereja yang mengajar, menjadi gereja yang berjalan bersama-sama. Tidak asal berjalan bersama-sama, tetapi berjalan bersama-sama untuk menemukan kehendak Tuhan di dalam realitas dunia yang semakin kompleks ini.
Maka tidak mengherankan kalau katekese yang dilakukan oleh Paus Fransiskus akhir-akhir ini, secara berseri adalah mengenai pembedaan roh.
Itulah yang harus dilakukan di dalam berjalan bersama itu. Ketika berjalan bersama itu, sungguh-sungguh menjadi upaya untuk membedakan roh, menemukan kehendak Tuhan, kebersamaan itu pasti akan membuahkan
persekutuan atau communio. Kalau communio itu bertambah buat, dengan sendirinya keterlibatan akan tumbuh pula. Keterlibatan semakin tumbuh, persekutuan semakin kuat dan begitu terus dan proses ini buah-buahnya
menjadi misi, menjadi kesaksian. Jelas sekali pembaruan yang seperti itu dilakukan di dalam proses menuju Sinode 2023 yang belum pernah ada sebelumnya.
Pembaharuan yang kedua menjadi sangat jelas pula di dalam Konstitusi Apostolik Praedicate Evangelium yang ditulis dan diumumkan oleh Paus Fransiskus. Isinya adalah pembaharuan dalam lingkup Kuria Romana.
Pembaharuannya menjadi sangat konkrit. Misalnya nama Kongregasi Suci, sekarang tidak dipakai lagi. Yang dipakai untuk semua adalah dicasteri.
Artinya sangat umum, itu berarti departemen atau kementerian atau pelayanan. Dua hal yang sangat berbeda. Kalau Konggregasi Suci biasanya dipimpin oleh seorang Kardinal. Tetapi ketika menjadi dicasteri, siapapun
bisa memimpin. Awam bisa, termasuk awam perempuan, bisa memimpin dicasteri itu kalau sesuai dengan profesionalitasnya. Suatu langkah yang sangat besar.
Yang kedua, di dalam Praedicate Evangelium itu, juga ada daftar dicasteridicasteri. Ada yang menarik di dalam daftar itu. Yang pertama di dalam daftar itu tidak lagi diletakkan dicasteri untuk Ajaran Iman tetapi dicasteri
untuk Pewartan Injil. Baru pada nomor dua diletakkan dicasteri untuk Pengajaran Iman. Dan yang nomor tiga adalah suatu dicasteri baru, yang diberi nama dicasteri Pelayanan Kasih. Itulah satu, dua, tiga di dalam daftar
dicasteri di Kuria Romana sekarang. Waktu pertemuan dengan Paus ada yang bertanya, lha dicasteri Liturgi diletakkan di mana. Jawabannya sederhana. Semua dicasteri mempunyai tempat yang sejajar. Hanya, sekarang yang menjadi perhatian utama adalah tiga dicasteri itu. Inipun sesuatu yang sangat istimewa karena ada tambahan dicasteri untuk Pelayanan Kasih.
Tentu ini bukan sekedar pembaharuan organisasi di dalam Kuria. Bukan sekedar menempatkan orang-orang baru sebagai pimpinan dari dicasteri itu. Dengan sangat jelas dikatakan, ini bukan sekedar new (baru), tetapi renewal (pembaharuan). Dan pembaharuan itu menyangkut tiga bidang.
Pertama pembaharuan spiritual, pasti. Kedua pembaharuan di dalam keunggulan kualitas manusiawi dan yang ketiga adalah keunggulan profesionalitas. Yang jarang disebut yang nomor tiga ini. Masih banyak diskusi, masih banyak pertanyaan tetapi sudah diputuskan di dalam Konstitusi Apostolik itu dan akan berjalan.
Paus Fransiskus sangat menekankan bahwa pembaharuan itu pertama-tama adalah pertobatan. Kalau kita melihat di dalam hidup Paus Fransiskus sendiri, pertobatan itu dalam arti yang seluas-luasnya bukan sekedar mengaku dosa, tetapi mengarahkan hidup kepada Allah, menjadi sangat jelas pada waktu Paus Fransiskus berusia 17 tahun mengalami wajah Allah yang maharahim. Di dalam peristiwa panggilan Mateus, yang sekarang masih tertulis di dalam banner atau semboyan untuk setiap Paus dan setiap Uskup juga punya. Semboyan Paus Fransiskus adalah “Miserando atque eligendo". Rumusan bebasnya, ketika Yesus memandang Mateus dengan wajah penuh kerahiman, Ia memanggil dia. Pengalaman akan Allah yang maharahim itu menentukan seluruh hidup Paus Fransiskus. Pada usia 17 tahun, ia memutuskan untuk menjadi imam di dalam Serikat Jesus.
Yang sangat terkenal tentu adalah pembaharuan itu tampak di dalam pilihan-pilihannya. Saya sebut satu, yang kita semua tahu. Pada hari Kamis Putih ada upacara pembasuhan kaki para rasul. Dulu yang dibasuh adalah kaki semua laki-laki dan diambil dari biasanya orang-orang yang terpandang. Paus Fransiskus karena pengalamannya akan Allah yang maharahim itu membuatnya berbeda. Ada orang di penjara, ada orang yang tidak Kristiani, perempuan dibasuh kakinya. Kenapa ? Pilihan atas dasar pengalaman akan Allah, bahwa wajah Allah itu maharahim. Jadi pengalaman akan Allah, transformasi pribadi yang tampak di dalam pilihan-pilihannya dan sekarang buahnya adalah transformasi institusi : gereja yang berubah gereja yang membaharui diri.
Semoga acara syukur 60 tahun Anugerah Konsili Vatikan II mengajak kita mencari jalan-jalan baru supaya gereja katolik di Indonesia khususnya, sungguh-sungguh menjadi gereja yang relevan bagi umatnya sendiri dan
menjadi gereja yang sungguh berarti bagi masyarakat yang luas. Selamat mengadakan acara. Semoga pada waktunya ada buah-buah yang sungguh dapat kita petik, kita persembahkan kepada Tuhan, kita jadikan berkat bagi
gereja. Terima Kasih."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar