Pepatah Latin mens sana in corpore sano mengisyaratkan harapan jiwa yang sehat ada pada badan yang sehat. Namun banyak orang sekarang lebih mengaitkan kesehatan dengan situasi fisik. Sesungguhnya dalam pendekatan modern holistik ada 4 dimensi kesehatan yang memerlukan perhatian seimbang: kesehatan fisik, kesehatan mental, kesehatan sosial dan kesehatan rohani. Menurut WHO kesehatan meliputi dimensi-dimensi fisik, mental dan sosial (1948). Suatu riset (2022) menunjukkan rata-rata 75% responden dari 19 negara mengaitkan kesehatan melulu pada fisik. Dimensi kesehatan mental, sosial dan rohani kurang diperhatikan.
Perhatian pada keempat dimensi kesehatan itu di Indonesia cukup seimbang.
Dengan mengadopsi pendekatan 4 dimensi yang holistik, responden memaknai hidupnya lebih penuh tidak terkendala oleh ada tidaknya penyakit. Walau 85% responden menganggap kesehatan fisik dan mental sangat dan amat sangat penting, namun antara 70-62% menganggap kesehatan sosial dan rohani juga sangat dan amat sangat penting. Perasaan kesendirian dan terisolasi dinilai berisiko tinggi terhadap stroke, sedang kaitan hidup dengan tujuan yang lebih tinggi mengurangi risiko stroke.
Dari laporan riset, ada tidaknya penyakit tidak selalu terkait dengan persepsi kesehatan. 40 persen responden yang mengidap sakit memandang kesehatan mereka baik dan sangat baik. Sebaliknya 20% responden yang tidak punya penyakit memandang kesehatan mereka buruk atau sangat buruk. Sedang 25% responden yang mengidap penyakit memandang diri mereka masih sanggup melakukan pekerjaan fisik yang berat.
Usia juga tidak selalu terkait dengan persepsi kesehatan. Kelompok usia 18-24 memandang diri mereka sehat dan sangat sehat, begitu juga kelompok usia 70-85. Dalam kesehatan mental, lansia usia 65 tahun ke atas merasa sehat dan sangat sehat, seperti kelompok 24 tahun ke bawah. Namun Generasi Z melaporkan kondisi kesehatan mental yang lebih buruk. Pangsa usia 24 tahun ke bawah lebih banyak yang kondisi kesehatan sosialnya cukup atau lebih buruk dibanding pangsa lansia 65 tahun ke atas.
Nilai harapan hidup pada waktu kelahiran berkorelasi negatif dengan persepsi kesehatan. Responden dari negara yang angka harapan hidupnya tinggi seperti Jepang dan Australia, menganggap situasi kesehatan mereka buruk. Kondisi hidup yang lebih baik menyumbang kenaikan harapan hidup dan persepsi kesehatan, seperti yang dialami responden dari India, Turki dan beberapa negara Afrika. Angka harapan hidup di Indonesia mengalami kenaikan, dan persepsi kesehatan masyarakat juga meningkat.
Responden secara umum menganggap dukungan kerabat dan sahabat sangat penting untuk kesehatan, bahkan lebih penting ketimbang sistem-sistem pendukung kesehatan lainnya, entah swasta, pemerintah atau pun komunitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar