Belakangan ini marak gerakan menggunakan kemasan ramah lingkungan (eco-friendly packaging). Penggunaan ulang wadah kemasan (isi ulang) bukan ide baru. Pada tahun 1950-an masyarakat kita menggunakan botol beling bekas limun atau bir untuk membeli minyak kelapa atau minyak tanah. Sekarang ide reuse kemasan (isi ulang) itu menjadi gerakan dalam rangka kesadaran untuk keberlanjutan bumi (earth sustainability). Mendapatkan dimensi pemasaran pembedaan merk, konveniensi dan penghematan biaya. Namun ada juga faktor yang menghambat atau membatasi penerimaan penggunaan kemasan refill atau reuse, yaitu kurangnya prasarana, segi peraturan yang memberi dorongan, keamanan produk dan pembiayaan pengadaan. Maka status gerakan penggunaan kemasan ramah lingkungan untuk proses refill atau reuse masih berada di persimpangan. Belum mendapat dorongan signifikan.
Di Perancis ada target-target penggunaan kemasan refill atau reuse 5% pada 2023 dan 10% pada 2027, dengan peningkatan standar kemasan; untuk industri tertentu mulai Januari 2023 diterapkan larangan untuk menggunakan kemasan sekali pakai.
Di Jerman, bistro, restoran dan kafe pada 2023 dianjurkan menggunakan kemasan refill atau reuse untuk produk mereka.
Selain dalam industri makanan, penggunaan kemasan reuse dan refill juga mulai diterapkan dalam industri kecantikan dan perawatan tubuh. Di hotel-hotel penggunaan sachette shampo dan sabun cair berangsur diganti botol refill di kamar mandi.
Kecenderungan ini menjadi tantangan inovasi yang memperkuat citra brand perusahaan, namun menjadi langkah kecil yang layak mendapat perhatian dan penghargaan dalam rangka pemeliharaan bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar