Tanggal 13 November 2022 merupakan peringatan Hari Orang Miskin Sedunia VI. Paus Fransiskus menetapkan Hari Orang Miskin Sedunia pada akhir Tahun Kerahiman Tuhan "supaya seluruh komunitas umat Kristiani menjadi tanda yang semakin besar dari kasih Kristus kepada orang yang paling kecil dan yang paling membutuhkan", demikian ditulis pada Misericordia et misera.
Kemiskinan di dunia merupakan persoalan yang paling mendesak sekarang, terutama karena Covid-19 dan perang serta konflik yang menambah beratnya kesulitan ekonomi.
Orang yang paling miskin di dunia kekurangan makan dan gizi, tidak mempunyai akses pada listrik dan air minum; kekurangan akses pada pendidikan dan semakin menderita karena kesehatan yang lebih buruk.
Untuk dapat memeroleh kemajuan dalam pengentasan kemiskinan di masa depan, kita perlu memahami kondisi kemiskinan di di seluruh dunia dan perubahannya.
Tidak ada definisi tunggal berkenaan dengan kemiskinan. Pengertian kita mengenai kemiskinan dan bagaimana perubahannya bergantung pada apa yang kita pikirkan.
Negara kaya dan miskin menetapkan garis kemiskinan yang berlainan untuk mengukur kemiskinan yang informatif dan relevan pada tingkat pendapatan warga mereka.
Misalnya Amerika Serikat menetapkan seseorang adalah miskin jika pendapatannya kurang dari AS$24,55 per hari. Garis kemiskinan Etiopia 10 kali lebih rendah, yaitu pendapatan AS$ 2 per hari.
Namun untuk ukuran kemiskinan sedunia, kita perlu menarik garis kemiskinan yang sama di semua negara. Bank Dunia saat ini menetapkan garis kemiskinan adalah AS$ 2,15 per hari. Dan dengan ukuran Bank Dunia itu kita memantau di mana terdapat tingkat kemiskinan yang parah di dunia.
Pada bulan September 2022 World Bank mengubah angka tolok ukur kemiskinan menjadi AS$2,15 per hari dengan memperhitungkan nilai dolar untuk harga-harga pada 2017. Nilai garis kemiskinan sebelumnya AS$ 1,90 ditetapkan menurut nilai dolar untuk harga-harga tahun 2011 yang sudah tidak sesuai dengan kenyataan.
Pada peringatan Hari Orang Miskin Sedunia VI Paus Fransiskus dalam pesannya menekankan kata-kata Santo Paulus : "Tuhan kita Yesus Kristus, ... yang oleh karena kamu menjadi miskin” (2 Kor 8:9). Dengan kata-kata itu Rasul mendorong jemaat perdana di Korintus untuk menunjukkan bela-rasa, solidaritas dengan kaum miskin dan bertindak.
Dalam situasi dewasa ini yang diwarnai oleh konflik membuat situasi kemiskinan di dunia bertambah parah, kita diajak merenungkan anjuran Rasul Paulus untuk menatap Yesus: "Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Kor 8:9). Ketika mengunjungi Yerusalem, Paulus berjumpa dengan Petrus, Yakobus dan Yohanes, yang menyampaikan pesan kepadanya agar tidak melupakan orang miskin. Masyarakat Yerusalem pada waktu itu mengalami kesulitan besar karena kurangnya persediaan pangan. Rasul Paulus dengan segera menghimpun dana bantuan untuk mengentas kemiskinan itu. Jemaat kristiani di Korintus sangat paham akan seruan Rasul dan membantu dengan murah hati. Pada Hari Tuhan (Minggu) mereka mengumpulkan dana bantuan untuk rakyat Yerusalem yang sedang membutuhkan.
Sejak itu, setiap Hari Minggu, dalam Perayaan Ekaristi, kita melakukan tindakan yang sama, mengunpulkan dana persembahan kita agar dapat menyantuni kebutuhan kaum miskin. Ini selalu dilakukan umat dengan sukacita dan disertai rasa bertanggungjawab, untuk memastikan bahwa tidak ada saudara yang kekurangan kebutuhan hidup. Santo Yustinus Martir menegaskan soal ini dalam suratnya dari abad kedua kepada Kaisar Antonius Pius. "Pada hari Minggu kami semua berhimpun dengan semua anggota kami, baik di kota maupun sekitarnya. Surat kenangan para rasul atau para nabi dibacakan selama waktu memungkinkan... Komuni dibagikan, semua yang hadir menyantap komuni, dan diakon mengirimkan kepada mereka yang tidak dapat hadir. Mereka yang berkelebihan, dengan kerelaan hati mereka, memberi sumbangan dana dalam jumlah yang mereka tentukan sendiri. Uang kolekte itu disimpan dalam perbendaharaan pemimpin ibadat, yang membagikannya kepada anak-anak yatim piatu dan para janda, dan semua orang yang kesusahan, entah karena sakit, dipenjara, atau peziarah yang jauh dari rumah. Pendek kata, dibagikan kepada semua orang yang membutuhkan (Apologi Pertama, LXVII, 1-6).
Walau seruan Rasul Paulus digerakkan oleh kebutuhan akan bantuan konkret, namun dasar harapannya jauh lebih dalam. Ia meminta umat kristiani melakukan kolekte sebagai tanda kasih, seperti yang telah dilakukan Yesus sebagai teladan. Kemurahan hati kepada kaum miskin terutama memeroleh motif penggeraknya dari teladan Putera Allah, yang telah berkenan menjadi miskin. Dan tindakan Kristus itu diterima sebagai "rahmat karunia Tuhan Kita Yesus Kristus (2 Cor 8:9). Dengan menerimanya kita dapat menyatakan iman kita secara konkret dan konsisten. Ajaran Paulus itu bergema dalam kata-kata Surat Santo Yakobus: "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin. Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya. Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya." (Yak 1:22-25)
Semoga seluruh komunitas umat Kristiani menjadi tanda yang semakin besar dari kasih Kristus kepada orang yang paling kecil dan yang paling membutuhkan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar