Daftar Blog Saya

Jumat, 02 Desember 2022

TOBAT SESAL DAN MINGGU ADVEN KEDUA

 


Minggu Adven Kedua diwarnai oleh seruan tobat untuk menyongsong kedatangan Tuhan.

Tobat dalam arti umum adalah perubahan hati yang menjauh dari dosa dan mendekat pada Tuhan. Dimulai dengan rasa bersalah karena telah melukai Tuhan dan meliputi baik perubahan hidup seseorang maupun tekat untuk menjauh dari kemungkinan dosa (KGK 1427-1433). Panggilan pertobatan dan pertobatan yang sejati merupakan satu tema sentral dalam Perjanjian Baru dan menjadi batu penjuru hidup Kristen.

 

I. TOBAT DALAM PERJANJIAN LAMA

A. Istilah “Tobat”

B. Menjauh dari Dosa

C. Seruan para Nabi supaya Israel Bertobat

II. TOBAT DALAM PERJANJIAN BARU

A. Gema Nabi-nabi

B. Tobat dan Percaya

C. Pertobatan

D. Paulus: Pertobatan Iman

III. SAKRAMEN PENGAMPUNAN DOSA

 

I. TOBAT DALAM PERJANJIAN LAMA

A. Istilah “Tobat”

Istilah yang paling sering digunakan untuk “tobat” dalam Perjanjian Lama adalah sub, arti harfiahnya “berbalik” (dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, padanan Yunani-nya adalah apostrepho atau epistrepho, lihat di bawah nanti). Kata lain yang digunakan adalah naham (“sedih” atau ”sesal”), yang mengungkapkan berbagai rupa penyesalan atau rasa bersalah. Namun naham sering digunakan untuk mengungkapkan secara antropomorfis keputusan Tuhan untuk memberikan pengampunan atas orang yang bertobat ketimbang menimpakan hukuman atas mereka (mis 1 Taw 21:15). Dalam hal ini yang sangat menonjol adalah Yer 18:8: “Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka”. Kitab Suci menunjukkan penyesalan Tuhan tidak sama caranya dengan cara pertobatan manusia (Bil 23:19; 1 Sam 15:29).

 

B. Menjauh dari Dosa

Tobat dalam Perjanjian Lama meliputi penyesalan yang sungguh-sungguh dan menjauhi tindakan dosa. Misalnya, Salomo memohonkan pengampunan Tuhan atas mereka yang telah bertobat dan kembali kepada Tuhan: “maka Engkau kiranya mendengarkan di sorga, tempat kediaman-Mu yang tetap, kepada doa dan permohonan mereka dan Engkau kiranya memberikan keadilan kepada mereka. Engkau kiranya mengampuni umat-Mu yang telah berdosa kepada-Mu, mengampuni segala pelanggaran yang dilakukan mereka kepada-Mu, dan kiranya Engkau membuat mereka menjadi kesayangan orang-orang yang mengangkut mereka tertawan, sehingga orang-orang itu menyayangi mereka” (1 Raj 8:49-50).

      Sering sikap “berbalik” kepada Tuhan ini dinyatakan dengan tindakan sesal: puasa, meratap, menyobek pakaian, mengenakan jubah duka dan menorehkan abu dan secara terbuka mengungkapkan kesalahan (bdk Ezr 10:1-5; Neh 9:1-37; Yes 63:7-64:12; Hos 6:1-3; 14:1-3; Dan 9:3-19; Yl 2:15-18).

 

C. Seruan para Nabi supaya Israel Bertobat

Misi nabi di Israel adalah menyerukan agar bangsa itu kembali kepada Tuhan. Kecaman atas dosa, ancaman bencana, janji pengampunan bagi pertobatan yang bersungguh-sungguh – semuanya merupakan bagian dari seruan nabi untuk bertobat (Am 4:6-13; Hos 5:15—6:5; 6:4-5; Yes 58:5-7).

      Kendati Israel berulangkali melakukan kesalahan, Tuhan menghendaki bangsa itu kembali kepadaNya seperti seorang yang mencari isterinya yang serong (Hos 2-3). Yer 3:11-14 menggemakan seruan agar Israel kembali dan bertobat: “Kembalilah, hai Israel, perempuan murtad, demikianlah firman Tuhan. Muka-Ku tidak akan muram terhadap kamu, sebab Aku ini murah hati, demikianlah firman Tuhan, tidak akan murka untuk selama-lamanya” (Yer 3:12; bdk Yer 4:1-2; 6:9; 31:3). Amos secara kontras, menekankan hukuman karena kegagalan Israel untuk bertobat – “namun kamu tidak berbalik kepada-Ku” – menjadi tidak terelakkan lagi. Atas sikap yang tidak-setia-iman ini, “bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!” (Am 4:12).

       Hosea tetap dengan keyakinannya sekalipun berhadapan dengan kebandelan, sehingga kitabnya diakhiri dengan himbauan terakhir untuk bertobat: “Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu. Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan! katakanlah kepada-Nya: "Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami” (Hos 14:2-3). Nabi-nabi meyakinkan Israel akan pahala yang besar dan kebahagiaan yang akan didapatkan dalam pertobatan itu: keselamatan dan pembebasan (Yes 30:15; Yer 4:1; 26:3). Seluruh bangsa harus bertobat, namun masing-masing orang Israel juga harus bertobt dengan mengubah sikap hati (Yeh 18:31; 36|:26-27; Hos 6:6; Am 5:21-24; Yl 2:12-13; Yes 1:16-17).

 

II. TOBAT DALAM PERJANJIAN BARU

A. Gema Nabi-nabi

Seruan tobat Nabi mencapai puncaknya dalam Yohanes Pembaptis, nabi terakhir, yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Yohanes Pembaptis muncul tiba-tiba “di padang gurun dan menyerukan: 'Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu'.”(Mrk 1:4). Ia menuntut lebih dari sekedar rasa penyesalan, ia menuntut pertobatan yang lebih mendalam yang menyangkut perubahan hidup orang yang bertobat: “hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan” (Luk 3:8; bdk Mat 3:2-11; Mrk 1:4-6; Luk 3:1-14). Yohanes memantapkan tema sentral yang disampaikan Yesus: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15; Mat 4:17). Seruan Yesus terasa akrab, sebab berakar pada pesan nabi-nabi Perjanjian Lama untuk pertobatan dan penyesalan yang ditujukan kepada Israel. Dalam Yesus, seruan tobat itu  menjadi bersifat pribadi, sebab Ia meminta agar orang tidak hanya mengakui Dia sebagai Mesias, tetapi juga meniru kemurahan hatiNya semasa hidup sebagai jalan untuk melaksanakan kehendak Bapa (Mat 7:21-27; 10:37-39; 11:28-30).

 

B. Tobat dan Percaya

Yesus datang bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa (Luk 5:2). Pertobatan Niniwe karena seruan Yunus (Mat 12:39-40; Luk 11:29-32), itulah yang diminta Yesus dari para muridNya (bdk Mat 1:20-24; Luk 10:13-15). Seruan tobat yang disampaikan Yesus lebih dari sekedar menyangkut penyesalan karena dosa. Ia menyerukan agar orang percaya (Mrk 16:15-16). Pertobatan dalam iman merupakan awal dari penerimaan hidup baru yang ditawarkan Injil (bdk Kis 5:31; 20:21).

      Keselamatan diperoleh dari pengampunan dosa melalui baptis dan iman pada Yesus (Kis 2:38). Mereka yang menolak iman menolak hidup kekal yang ditawarkan Yesus kepada dunia (Yoh 3:36). Tobat Kristen merupakan transformasi lengkap seseorang dari hidup dosa ke dalam hidup dalam kasih Injili. Maka kita harus mewartakan pertobatan untuk seluruh dunia “dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem” (Luk 24:47).

 

C. Pertobatan

Yesus mengajarkan bahwa dosa ada pada setiap orang dan semua orang perlu bertobat. Baptis merupakan dasar menuju pertobatan, tetapi juga ada pertobatan yang berlangsung terus menerus dalam hidup kaum beriman. Dalam diri Petrus kita lihat contoh nyata pertobatan awal dan pertobatan berkelanjutan. Dalam tobat awalnya, Petrus tersungkur berlutut dan mengakui kesalahannya: “''Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8). Kemudian ia meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti  sebagai murid Yesus (Mat 4:18-20). Kemudian, setelah menyangkal Yesus tiga kali, ia menangisi dosanya (Luk 22:62) dan kemudian menegaskan kembali kasihnya kepada Kristus (Yoh 21:15-19).

      Pertobatan Kristen mempunyai dimensi jasmani maupun rohani. Awalnya dari pikiran dan hati, di mana kesalahan dosa bersumber dan di mana hasrat untuk mendekat pada Tuhan timbul. Penting sekali diperhatikan bahwa kata “tobat” dalam Perjanjian Baru merujuk pada “perubahan batin” (Bahasa Yunani metanoia). Maksudnya bukanlah bahwa pertobatan dapat disusutkan menjadi sikap batin saja, melainkan bahwa suatu perubahan pandangan adalah mendasar sifatnya untuk memberikan arah baru pada hidup seseorang. Sikap batin dengan demikian mengarahkan tindakan luar seperti puasa (Mrk 2:20; Kis 9:9; 13:2) dan berbagai bentuk disiplin-diri dan pantang (Rm 8:13; 1 Kor 9:25-27).

      Surat Ibrani menyatakan kepada kita “mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum” (Ibr 6: 4-6). Ayat-ayat ini menjadi sumber banyak bahasan teologis, namun pada intinya adalah seruan agar tidak berandai-andai pada kerahiman Tuhan dan mengakui keseriusan dosa karena dosa sungguh merusak hubungan yang ada di antara seseorang dengan Tuhan (KGK 1849-1853).

 

D. Paulus: Pertobatan Iman

Paulus jarang membicarakan tobat secara langsung. Tetapi ia melawankan sikap yang selaras dengan Tuhan dan kesia-siaan dunia: “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian” (2 Kor 7:10), dan ia menyebutkan “tobat” beberapa kali lagi (Rm 2:4; 2 Kor 12:21; 2 Tim 2:25). Hal itu bukan karena teologi Paulus hanya menyediakan sedikit tempat untuk pertobatan, tetapi karena pertobatan sudah termasuk di dalam ajaran Paulus tentang iman. Bagi Paulus, iman adalah tanggapan total kita pada Tuhan dan wahyuNya dalam diri Kristus. Iman berarti merangkul keseluruhan Injil, termasuk tuntutannya supaya berpaling dari dosa dan menghayati hidup kasih Kristen. Dan karena iman merupakan suatu karunia rahmat, maka perubhan hidup yang menjadi hakekat pertobatan merupakan buah dari rahmat itu.

 

III. SAKRAMEN PENGAMPUNAN DOSA

Kristus mengadakan sakramen pertobatan (yang juga disebut sakramen rekonsiliasi atau pendamaian) ketika Ia berkata kepada para rasul pada hari Minggu malam Paskah: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:230. Dengan demikian Gereja diberi wewenang untuk menyalurkan rahmat dan kerahiman Tuhan yang diperlukan bagi pertobatan berkelanjutan dalam hidup masing-masing umat beriman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar