Daftar Blog Saya

Minggu, 18 Desember 2022

TAHUN ORIENTASI PASTORAL

 


Ada undangan kepada Ikafite untuk berembug ikut memikirkan adik-adik yang akan menjalani Tahun Orientasi Pastoral. Ada kemungkinan saya tidak bisa hadir dalam rapat itu karena kebetulan di lingkungan memimpin renungan pekan adven terakhir. Maka saya dalam segala keterbatasan berusaha mengingat kembali pengalaman menjadi topper di tahun 1977.

Seingat saya menjadi topper saat itu seperti didorong masuk dalam kolam renang begitu saja agar bisa berenang sendiri. Tidak ada bekal teori kegiatan pastoral itu seperti apa. Mungkin saja para formator berdasarkan pengalaman mereka sendiri membuat pola seperti itu dengan imajinasi para topper yang sedang mencari orientasi pelayanan pastoral akan berproses aksi-refleksi, dari pengalaman lalu mendapat pengertian. Saya pribadi berproses seperti itu. Saya kebagian mengalami tahun orientasi pastoral di paroki. Beberapa teman lain kebagian orientasi pastoral di lembaga pendidikan, termasuk di seminari. Saya dengar ada juga teman-teman yang kebagian pelayanan pastoral di kalangan buruh. Kancah pelayanan pastoral yang berbeda-beda menuntut persiapan pribadi yang berbeda karena tuntutan situasi yang berbeda dan parameter serta paradigma refleksi yang berbeda. Saya mengira kegiatan itu bukan dimaksudkan untuk menjadikan topper ahli pastoral, sebab untuk itu diperlukan formasi lanjutan yang cukup lama, beberapa tahun, tetapi sekedar mengenal lapangan pastoral dan menguatkan tekat pilihan untuk menjadi imam.



Pengalaman tiap frater berbeda-beda pula sebelum menjalani tahun orientasi pastoral. Saya kebetulan menggunakan libur panjang setiap tahun untuk asistensi di paroki, sehingga relatif sudah belajar dan mengenal apa yang dilakukan para pastor di paroki. Misalnya asistensi Paskah 1974 di paroki tempat kelahiran saya; asistensi Natal 1974 di Tangerang; asistensi Paskah 1975 di Klaten, asistensi Natal di CLC Pastor Heuken SJ dan Kanisius Jakarta 1975. Akhir 1976 hingga sepanjang 1977 saya menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki Theresia Jakarta.



Sebelum pergi ke tempat yang ditentukan saya berusaha mencari panduan bacaan sekedarnya mengenai "pastoral" di perpustakaan Kentungan dan Kolsani. Literatur umumnya bicara tentang "teologi praktis" atau "praktek teologi". Maksudnya menerapkan bekal filsafat dan teologi yang telah diterima secara terintegrasi dalam kehidupan nyata "karya penggembalaan". Lalu topper tergantung pada kebijaksanaan pastor paroki atau pemimpin lembaga di mana ia ditempatkan. Dalam rapat bersama para pastor di Paroki Theresia, saya diberi tugas-tugas pokok menjadi asisten imam dalam Misa Minggu (pada waktu itu topper juga mendapat tugas memberi homili sebulan sekali , mendampingi para Putera Altar, mendampingi Mudika sebagai asisten pastor moderator, mengajar agama di SMP, memproduksi Majalah Mingguan Warta Theresia, mengikuti rapat Dewan Paroki (terutama mendampingi Panitia Paskah dan Panitia Natal), kemudian harus menyiapkan diri untuk tugas-tugas mendadak "tak terduga". Itu tugas dari "dewan imam" paroki. Selain itu dalam kolokium pribadi dengan Pastor Paroki yang menjadi pembimbing orientasi pastoral, saya diberi gambaran "tugas pribadi" topper memperkaya hidup panggilan dari triprasetia: penghayatan secara sadar hidup miskin (yang sungguh sulit di paroki kaya), ketaatan dan kemurnian (selibat), sepanjang pengalaman tahun orientasi pastoral. Untuk itu pastor pembimbing menyediakan agenda kolokium khusus sekali dalam tiga bulan. Menurut beliau, berdasarkan percakapan rohani itu ada formulir khusus yang harus beliau isi dan sampaikan kepada Uskup mengenai perkembangan topper.

Jika di asrama konvik/Seminari kehidupan sehari-hari topper sudah diatur menurut jadwal acara ibadat, studi dan acara rumah, tantangan pertama para topper di mana ia ditempatkan adalah mengatur diri sendiri, menyesuaikan diri dengan irama rumah pastoran dan tugas-tugas pastoral yang diberikan. Maka yang harus dipelajari adalah manajemen waktu dan manajemen diri sendiri mengintegrasikan semua tugas. Setiap tugas punya maksud dan tujuan sendiri dan topper harus membangun imajinasi berkaitan dengan sasaran yang akan dicapai dalam setiap tugas rangkap tiga: untuk dirinya sendiri, untuk orang-orang yang dilayani, dan untuk Gereja/Tuhan. Tidak semuanya kita tahu, ada banyak kekurangan bekal topper; maka pelajaran yang penting adalah kerendahan hati untuk menambah pengertian dan belajar mendengarkan nasehat-nasehat; dalam hal ini komunikasi dengan pastores menjadi sumber utama, dan harus pandai-pandai cari kesempatan di tengah kesibukan harian. Saya menggunakan kesempatan komunikasi meja makan. Konsultasi sesama topper juga penting, untuk tukar pengalaman dan saling menguatkan.



Dari semua bidang tugas, bekal perkembangan rohani menjadi modal utama untuk dimanfaatkan. Semua bekal intelektual dari kuliah-kuliah dan bacaan pribadi diinternalkan dan diintegrasikan dalam hidup rohani seluruhnya terpakai dalam karya pastoral yang diberikan: mengajar agama, homiletik, pelaksanaan liturgi (termasuk musik liturgi dan paduan suara). Beberapa tugas pendampingan (putra altar dan mudika) mengandaikan pengalaman berorganisasi dan pengetahuan atau kiat kepemimpinan serta psikologi perkembangan. Keikutsertaan mendampingi Dewan dan Panitia-panitia merupakan pelajaran mendengarkan dan mengenali kebutuhan atau tuntutan pastoral umat dalam aneka ragam bidang: menggalang persatuan, merencanakan dan melaksanakan tugas bersama, perayaan sakramen inisiasi (baptis, komuni pertama, krisma), liturgi Paskah dan liturgi Natal, penyediaan dan pemeliharaan pra-sarana, penyusunan anggaran dan mekanisme pendanaan. Semua bidang tugas perlu disadari sebagai kancah pendewasaan atau pengembangan pribadi topper dan perlu catatan-catatan untuk direfleksikan.

Hubungan pribadi dengan Kristus Sang Gembala Utama merupakan pola yang perlu dipancarkan dan meresapi semua hubungan dalam karya orientasi pastoral. Perhatian yang seimbang perlu diberikan kepada hubungan rumah dengan pastores, hubungan pribadi dengan binaan (murid, putra altar, mudika), hubungan dengan umat pada umumnya (termasuk kunjungan2 dan menghadiri undangan perayaan pribadi seperti ulang tahun, wisuda, kenaikan pangkat dll), hubungan dengan komunitas panggilan (konfrater, para suster, para bruder). Dalam semua hubungan ini tri-prasetia perlu mendapat ruang pelaksanaan.

Salah satu tugas tak terduga dan menjadi pengalaman tak terduga yang saya hadapi tanpa bekal dan terasa sebagai kegagalan adalah ketika menghadapi salah seorang umat yang kesurupan. Ia kerasukan jiwa seorang pastor yang mengumbar kelemahan pastor-pastor yang menjadi pelayanan umat, bahkan tahu semua kelemahan saya pribadi. Saya tidak punya ilmu eksorsisme, dengan air suci tidak mempan, dengan acungan salib tidak mempan, dengan doa tidak mempan, maka saya yang gentar dan takut merasa ditantang dan jadi marah. Roh itu diam ketika saya berteriak menghardik terdorong oleh kemarahan saya dipermalukan. Lalu kami sama-sama diam. Seorang jemaat memanggil "orang pintar" yang di tengah malam malah berhasil mengusir roh dan membebaskan anak muda yang kerasukan itu. Saya pulang dengan menerima kegagalan karena belum menjadi "orang pintar".

Setelah tahun orientasi pastoral berlalu, saya pikir akan sangat membantu jika ada semacam formulir matriks rencana tugas dan sasaran hasil pengalaman yang perlu dicapai dan kolom refleksi topper yang menjadi panduan TOP, baik untuk topper sendiri, pembimbing di tempat tugas, dan kerangka kolokium berkala semacam asesmen perkembangan.

Semoga tulisan ini dapat dimanfaatkan.

         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar