Daftar Blog Saya

Sabtu, 17 Desember 2022

PESAN BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI PERDAMAIAN SEDUNIA KE-56

 

PESAN BAPA SUCI FRANSISKUS

UNTUK HARI PERDAMAIAN SEDUNIA ke-56

1 JANUARI 2023

 


Tak ada yang diselamatkan sendirian.

Memerangi Covid-19 bersama-sama, bersama-sama menempuh jalan damai

Tetapi tentang zaman dan masa, saudara-saudara, tidak perlu dituliskan kepadamu, karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam” (1Tes. 5:1-2).

1. Dengan kata-kata ini, Rasul Paulus mendorong jemaat Tesalonika agar tetap tabah, hati dan kaki mereka teguh dan pandangan mereka tertuju pada dunia di sekitar mereka dan peristiwa sejarah, dalam menunggu kedatangan Tuhan kembali. Ketika peristiwa tragis menguasai hidup kita, dan kita merasa terjatuh dalam pusaran ketidakadilan dan penderitaan yang serba gelap dan sulit, kita pun diajak untuk menjaga hati kita agar tetap terbuka untuk berharap dan percaya kepada Tuhan, yang berkenan hadir, menemani kita dengan lembut, menopang kita dalam kelelahan kita dan, di atas segalanya, membimbing jalan kita. Santo Paulus terus-menerus mengimbau jemaat agar waspada, mengusahakan kebaikan, keadilan dan kebenaran: “Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi marilah kita tetap terjaga dan sadar” (5:6). Kata-katanya adalah ajakan untuk tetap waspada dan tidak terbenam dalam ketakutan, kesedihan dan menyerah, atau tak berdaya atau putus-asa. Sebaliknya, kita harus seperti penjaga yang waspada dan siap menyongsong cahaya fajar, bahkan di saat paling gelap sekalipun.

2. Covid-19 telah menjerumuskan kita ke dalam malam yang kelam. Menggoyahkan stabilitas hidup kita sehari-hari, mengganggu rencana dan rutinitas kita, dan mengganggu ketenangan bahkan dari masyarakat yang paling makmur sekalipun. Menimbulkan disorientasi dan penderitaan serta menyebabkan kematian banyak saudara dan saudari kita.

Di tengah badai tantangan yang tak terduga dan menghadapi situasi yang membingungkan bahkan dari sudut pandang ilmiah, petugas kesehatan dunia bergerak untuk meringankan penderitaan yang begitu besar dan mencari solusi yang memungkinkan. Pada saat yang sama, otoritas politik  mengambil langkah, mengatur dan mengelola upaya tanggap darurat.

Selain aspek fisik, Covid-19 menyebabkan kesulitan umum pada banyak individu dan keluarga; periode isolasi yang lama dan berbagai pembatasan kebebasan dengan efek jangka panjang yang signifikan.

Tak dapat kita abaikan keretakan tatanan sosial dan ekonomi kita yang dipicu oleh pandemi ini, dengan berbagai  kontradiksi serta kesenjangan yang ditimbulkannya. Ada ancaman hilangnya pekerjaan banyak orang dan semakin parahnya rasa kesepian yang terus meluas dalam masyarakat kita, terutama di kalangan kaum miskin dan mereka yang serba kekurangan. Kita perlu memikirkan jutaan pekerja informal di banyak bagian dunia yang terpaksa menganggur tanpa mendapat bantuan sosial apa pun selama masa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat.

Sedikit sekali orang dan masyarakat yang dapat mencapai kemajuan dalam kondisi yang penuh keputus-asaan dan kepahitan, yang melemahkan upaya untuk memastikan perdamaian sekaligus memicu konflik sosial, frustrasi, dan berbagai bentuk kekerasan. Sungguh, pandemi telah mengganggu bahkan bagian yang paling damai dari dunia kita, dan mengungkap berbagai bentuk kerapuhan.

3. Tiga tahun telah berlalu, dan inilah saat yang tepat bagi kita untuk meneliti, belajar, tumbuh dan membiarkan diri kita diubah sebagai individu dan sebagai komunitas; ini adalah momen istimewa mempersiapkan diri bagi “hari Tuhan”. Saya telah mengamati dari berbagai masa krisis bahwa kita tidak pernah tetap sama setelah melewati masa krisis: entah lebih baik atau lebih buruk. Hari ini kita bertanya: Apa yang kita pelajari dari pandemi? Jalan baru mana yang harus kita tempuh bebas dari  belenggu kebiasaan lama kita, agar lebih siap dan berani melakukan hal-hal baru? Tanda-tanda kehidupan dan harapan apa yang dapat kita lihat, untuk membantu kita maju dan berusaha menjadikan dunia sebagai tempat tinggal yang lebih baik bagi kita?

Tentunya, setelah mengalami langsung kerapuhan hidup kita sendiri dan dunia di sekitar kita, kita dapat mengatakan bahwa pelajaran terbesar yang kita petik dari Covid-19 adalah kesadaran bahwa kita semua saling membutuhkan. Bahwa harta kita yang terbesar kendati paling rapuh adalah kemanusiaan kita bersama sebagai saudara dan saudari, anak-anak Allah. Dan bahwa tidak seorang pun dari kita dapat selamat sendirian. Oleh karena itu, kita sangat perlu untuk bergabung bersama dalam mengusahakan dan memajukan nilai-nilai universal yang dapat membawa pertumbuhan persaudaraan sesame manusia ini. Kita pun menyadari bahwa kepercayaan kita pada kemajuan, teknologi, dan globalisasi bukan hanya berlebihan, tetapi juga berubah menjadi sikap individualistis dan racun berhala, yang merugikan keadilan, keselarasan dan perdamaian yang sangat kita rindukan. Di dunia kita yang serba cepat ini, meluasnya masalah ketidaksetaraan, ketidakadilan, kemiskinan, dan marginalisasi terus menyulut kerusuhan dan konflik, serta menimbulkan kekerasan dan bahkan perang.

Pandemi mengedepankan semua ini, namun juga memberi efek positif. Termasuk memaksa kita kembali kepada kerendahan hati, memikirkan kembali ekses tertentu sikap konsumeristik, dan pembaruan solidaritas  yang membuat kita lebih peka pada penderitaan orang lain dan lebih tanggap terhadap kebutuhan mereka. Kita juga memikirkan upaya, yang dalam beberapa kesempatan terbukti sungguh heroik dilakukan oleh mereka yang bekerja tanpa kenal lelah membantu agar semua orang keluar dari krisis dan kekacauan sebaik mungkin.

Pengalaman ini membuat kita semakin sadar akan perlunya siapapun, bangsa dan negara, untuk mengembalikan kata “bersama” ke tempat sentral. Karena dengan kebersamaan, dalam persaudaraan dan solidaritas, kita membangun perdamaian, memastikan keadilan dan keluar dari bencana terburuk. Sesungguhnya tanggapan yang paling efektif terhadap pandemi datang dari kelompok sosial, lembaga publik dan swasta, serta organisasi internasional yang mengesampingkan kepentingan masing-masing dan bergabung menghadapi tantangan. Hanya kedamaian yang datang dari persaudaraan dan cinta tanpa pamrih yang dapat membantu kita mengatasi krisis pribadi, sosial, dan global.

4. Meski begitu, di saat kita sungguh berharap bahwa masa tergelap dari pandemi Covid-19 telah usai, bencana baru yang mengerikan menimpa umat manusia. Kita menyaksikan serangan penderitaan lain: suatu perang yang lain, yang sampai batas tertentu menyerupai Covid-19, tetapi terjadinya didorong oleh keputusan manusia yang salah. Perang di Ukraina menuai korban yang tidak bersalah dan menebarkan ancaman, tidak hanya di antara mereka yang terkena dampak langsung, tetapi juga meluas dan tidak pandang bulu mengenai semua orang, juga mereka yang, bahkan ribuan kilometer jauhnya, berupa dampak samping  – yaitu kesulitan pangan dan kelangkaan bahan bakar.

Jelas, ini bukan situasi era pasca-Covid yang kita bayangkan atau harapkan. Perang ini, dan semua konflik lain di seluruh dunia, merupakan kemunduran bagi seluruh umat manusia, bukan hanya bagi pihak-pihak yang terlibat langsung. Sementara vaksin untuk Covid-19 telah ditemukan, solusi yang cocok untuk perang belum ditemukan. Tentu saja, virus perang lebih sulit diatasi daripada virus yang membahayakan tubuh kita, karena ia datang bukan dari luar diri kita, tetapi dari dalam hati manusia yang telah dirusak oleh dosa (bdk. Mrk 7:17-23).

5. Lalu apa yang diharapkan dari kita? Pertama-tama, agar mempersilakan hati kita diubah oleh pengalaman krisis, untuk menyilakan Tuhan pada saat ini dalam sejarah, mengubah kriteria kebiasaan kita dalam menyikapi dunia di sekitar kita. Kita tidak bisa lagi berpikir secara eksklusif membuat ruang bagi kepentingan pribadi atau nasional kita; sebaliknya, kita harus berpikir dalam kerangka kebaikan bersama, dengan menyadari bahwa kita adalah bagian dari komunitas yang lebih besar, dan membuka pikiran dan hati kita untuk persaudaraan manusia universal. Kita tidak dapat terus berfokus hanya untuk menjaga diri kita sendiri; sebaliknya, waktunya telah tiba bagi kita semua untuk berusaha menyembuhkan masyarakat dan planet kita, meletakkan dasar bagi dunia yang lebih adil dan damai, dan berkomitmen secara serius untuk mengusahakan kebaikan bersama yang sejati.

Untuk itu, dan untuk kehidupan yang lebih baik pasca darurat Covid-19, kita tidak dapat mengabaikan satu fakta mendasar, yaitu bahwa banyak krisis moral, sosial, politik, dan ekonomi yang kita alami semuanya saling bertautan, dan apa yang kita lihat sebagai terisolasi sebenarnya berada dalam hubungan sebab-akibat satu sama lain. Maka kita semua dipanggil untuk menanggapi tantangan dunia kita dalam semangat tanggung jawab dan solidaritas. Kita harus meninjau ulang jaminan kesehatan untuk semua. Kita harus memajukan tindakan yang meningkatkan perdamaian dan mengakhiri konflik dan perang yang terus menelurkan kemiskinan dan kematian. Kita wajib merawat rumah kita bersama dan menerapkan langkah-langkah yang jelas dan efektif untuk memerangi perubahan iklim. Kita perlu melawan virus kesenjangan dan memastikan tersedianya pangan dan  pekerjaan yang bermartabat untuk semua, mendukung mereka yang bahkan tidak memiliki upah minimum dan berada dalam kesulitan besar. Skandal kelaparan di mana pun tetap menjadi luka terbuka. Kita juga perlu mengembangkan kebijakan yang sesuai untuk menerima dan mengintegrasikan para migran dan mereka yang tergusur dari masyarakat kita. Hanya dengan menanggapi situasi ini dengan murah hati, dengan kepedulian yang diilhami oleh kasih kerahiman Tuhan yang tak terbatas, kita akan dapat membangun dunia baru dan berkontribusi pada perluasan kerajaanNya, kerajaan kasih, keadilan, dan damai sejahtera.

Dalam berbagi renungan ini, saya berharap di Tahun Baru yang akan datang kita dapat melakukan perjalanan bersama, dengan menghargai pelajaran yang kita terima dari sejarah kita. Saya menyampaikan harapan besar kepada para Kepala Negara dan Pemerintahan, kepada pemimpin  Organisasi Internasional, dan kepada para pemimpin umat berbagai agama. Kepada semua laki-laki dan perempuan yang berkehendak baik, saya menaruh kepercayaan sepenuhnya dan berdoa, semoga sebagai seniman perdamaian, mereka dapat bekerja, hari demi hari, untuk membuat tahun tini menjadi tahun yang lebih baik! Semoga Maria yang tak bernoda, Bunda Yesus dan Ratu Damai, menjadi perantara bagi kita dan bagi seluruh dunia.

 

Vatikan, 8 Desember 2022

Fransiskus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar