Kitab Hukum Kanonik 1983 Kan 265 s/d Kan 289
Sebagian dari Ikafite dulu belajar Hukum Gereja 1917 yang diwarnai Konsili Trente dan Vatikan I. Sekarang masih perlu update dengan KHK 1983 yang berwarna Konsili Vatikan II.
KEANGGOTAAN ATAU INKARDINASI PARA KLERIKUS
Kan. 265 - Setiap klerikus harus diinkardinasi pada suatu Gereja partikular atau Prelatur personal, atau suatu tarekat hidup-bakti atau suatu serikat yang mempunyai wewenang itu sedemikian sehingga sama sekali tidak diperkenankan adanya klerikus tanpa kepala atau klerikus pengembara (clericus vagus).
Kan. 266 - § 1. Dengan penerimaan tahbisan diakon seseorang menjadi klerikus dan diinkardinasi pada Gereja partikular atau Prelatur personal, yang harus dilayaninya sesuai dengan pengangkatannya. § 2. Anggota tarekat religius yang telah mengikrarkan kaul-kaul kekal atau yang tergabung secara definitif pada serikat klerikal hidup kerasulan, dengan penerimaan tahbisan diakon diinkardinasi sebagai klerikus pada tarekat atau serikat itu, kecuali mengenai serikat yang konstitusinya menentukan lain. § 3. Anggota tarekat sekular yang menerima tahbisan diakon diinkardinasi pada Gereja partikular, yang harus dilayaninya sesuai dengan pengangkatannya, kecuali berdasarkan kemurahan Takhta Apostolik ia diinkardinasi pada tarekat itu sendiri.
Kan. 267 - § 1. Agar seorang klerikus yang telah berinkardinasi dapat diinkardinasi secara sah pada Gereja partikular lain, haruslah memperoleh surat ekskardinasi yang ditandatangani oleh Uskup diosesannya; demikian pula ia harus memperoleh surat inkardinasi yang ditandatangani Uskup diosesan Gereja partikular tempat ia ingin diinkardinasi. § 2. Ekskardinasi yang diberikan dengan cara itu baru berlaku jika diperoleh inkardinasi di Gereja partikular lain. KHK – 57
Kan. 268 - § 1. Klerikus yang secara legitim telah pindah dari Gereja partikularnya sendiri ke Gereja partikular lain, setelah lewat lima tahun, menurut hukum sendiri diinkardinasi pada Gereja partikular itu, jika ia menunjukkan kehendak demikian secara tertulis baik kepada Uskup diosesan Gereja yang menerimanya sebagai tamu maupun kepada Uskup diosesannya sendiri; dan tak seorang pun dari keduanya dalam jangka waktu empat bulan setelah diterimanya surat itu menyatakan secara tertulis kehendaknya yang berlawanan. § 2. Dengan penerimaan kekal atau definitif dalam tarekat hidupbakti atau serikat hidup kerasulan, seorang klerikus yang menurut norma kan. 266, § 2 terinkardinasi pada tarekat atau serikat itu, diekskardinasi dari Gereja partikularnya sendiri.
Kan. 269 - Janganlah Uskup diosesan menginkardinasi seorang klerikus kecuali: 1° kebutuhan atau manfaat bagi Gereja partikularnya mendesak hal itu, dan dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum mengenai penghidupan yang layak bagi para klerikus; 2° baginya nyata dari dokumen yang legitim adanya ekskardinasi, dan selain itu telah memperoleh dari Uskup diosesan yang memberikan ekskardinasi, surat keterangan yang sewajarnya mengenai hidup, moral dan studi klerikus itu, bila perlu secara rahasia; 3° klerikus itu menyatakan secara tertulis kepada Uskup diosesan itu bahwa ia mau diabdikan kepada Gereja partikular yang baru menurut norma hukum.
Kan. 270 - Ekskardinasi hanya dapat diberikan secara licit karena alasan-alasan yang wajar, seperti manfaat bagi Gereja atau kesejahteraan klerikus itu sendiri; tetapi ekskardinasi tidak dapat ditolak kecuali ada alasan-alasan yang berat; namun seorang klerikus yang merasa berkeberatan dan menemukan Uskup yang mau menerimanya, boleh membuat rekursus melawan keputusan itu.
Kan. 271 - § 1. Kecuali dalam kasus bahwa sungguh dibutuhkan oleh Gereja partikularnya sendiri, Uskup diosesan janganlah menolak memberi izin pindah kepada klerikus yang diketahuinya bersedia dan dinilai cocok untuk pergi ke daerah-daerah yang sangat kekurangan klerikus, dan siap menjalankan pelayanan suci di sana, namun hendaknya diusahakan agar hak-hak dan kewajiban para klerikus itu KHK – 58 ditegaskan dengan perjanjian tertulis dengan Uskup diosesan dari wilayah yang dituju. § 2. Uskup diosesan dapat memberikan kepada klerikusnya izin untuk pindah ke Gereja partikular lain untuk waktu yang ditetapkan lebih dulu, juga untuk diperbarui berkali-kali, tetapi sedemikian sehingga klerikus itu tetap berinkardinasi pada Gereja partikularnya sendiri, dan bila mereka kembali ke situ, menikmati semua hak yang sedianya mereka peroleh seandainya mereka membaktikan diri untuk pelayanan rohani di situ. § 3. Seorang klerikus yang secara legitim telah pindah ke Gereja partikular lain tetapi tetap berinkardinasi pada Gereja partikularnya sendiri, dapat dipanggil kembali oleh Uskup diosesannya karena alasan yang wajar, asal saja ditaati perjanjian-perjanjian yang telah dibuat dengan Uskup lain itu dan diindahkan kewajaran kodrati; demikian pula, dengan syarat-syarat yang sama, Uskup diosesan Gereja partikular lain itu, karena alasan yang wajar, dapat menolak memberikan izin kepada seorang klerikus untuk tinggal lebih lama di wilayahnya.
Kan. 272 - Ekskardinasi dan inkardinasi, demikian pula izin untuk pindah ke Gereja partikular lain, tidak dapat diberikan oleh Administrator diosesan kecuali setahun setelah lowongnya Takhta keuskupan dan dengan persetujuan kolegium konsultor.
BAB III KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DAN HAK-HAK KLERIKUS
Kan. 273 - Klerikus terikat kewajiban khusus untuk menyatakan hormat dan ketaatan kepada Paus dan Ordinaris masing-masing.
Kan. 274 - § 1. Hanya klerikus dapat memperoleh jabatan-jabatan yang pelaksanaannya menuntut kuasa tahbisan atau kuasa kepemimpinan gerejawi. § 2. Para klerikus terikat kewajiban untuk menerima dan melaksanakan dengan setia tugas yang dipercayakan Ordinaris kepada mereka, kecuali dibebaskan oleh halangan yang legitim.
Kan. 275 - § 1. Para klerikus, karena semua bekerja terpadu untuk suatu karya yang satu dan sama, yakni membangun Tubuh Kristus, hendaknya disatukan antar mereka dengan ikatan persaudaraan dan doa, dan KHK – 59 mengusahakan kerjasama antar mereka menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular. § 2. Hendaknya para klerikus mengakui dan memajukan misi yang dilaksanakan kaum awam dalam Gereja dan dunia menurut peranannya masing-masing.
Kan. 276 - § 1. Dalam hidupnya para klerikus terikat untuk mengejar kesucian dengan alasan khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru dalam penerimaan tahbisan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umat-Nya. § 2. Agar mereka mampu mengejar kesempurnaan ini: 1° hendaknya pertama-tama mereka menjalankan tugas-tugas pelayanan pastoral dengan setia dan tanpa kenal lelah; 2° hendaknya mereka memupuk hidup rohani dengan santapan ganda yakni Kitab Suci dan Ekaristi; oleh karena itu, para imam dengan sangat dihimbau untuk mempersembahkan Kurban Ekaristi setiap hari, sedangkan para diakon untuk mengambil bagian dalam kurban itu setiap hari; 3° para imam dan juga para diakon calon imam terikat kewajiban untuk menunaikan ibadat harian setiap hari menurut buku-buku liturgi yang disahkan; tetapi para diakon-tetap hendaknya mendoakan bagian-bagian yang ditentukan oleh Konferensi para Uskup; 4° demikian pula mereka wajib meluangkan waktu untuk latihan rohani, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular; 5° mereka dihimbau untuk melakukan doa batin secara teratur, sering menerima sakramen tobat, berbakti kepada Perawan Bunda Allah dengan penghormatan khusus, dan memanfaatkan sarana-sarana pengudusan yang umum dan khusus lain.
Kan. 277 - § 1. Para klerikus terikat kewajiban untuk memelihara tarak sempurna dan selamanya demi Kerajaan surga, dan karena itu terikat selibat yang merupakan anugerah istimewa Allah; dengan itu para pelayan suci dapat lebih mudah bersatu dengan Kristus dengan hati tak terbagi dan membaktikan diri lebih bebas untuk pelayanan kepada Allah dan kepada manusia. § 2. Para klerikus hendaknya dengan cukup hati-hati bergaul dengan orang-orang tertentu, jika pergaulan dengan mereka dapat membahayakan kewajibannya untuk memelihara tarak atau dapat menimbulkan batu sandungan bagi kaum beriman. KHK – 60 § 3. Uskup diosesan berwenang menetapkan norma-norma yang lebih rinci dalam hal itu dan untuk mengambil keputusan mengenai ditaatinya kewajiban itu dalam kasus-kasus khusus.
Kan. 278 - § 1. Para klerikus sekulir mempunyai hak untuk menggabungkan diri dalam perserikatan dengan yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan yang selaras dengan status klerikal. § 2. Hendaknya para klerikus sekulir menghargai terutama perserikatan-perserikatan yang statutanya disetujui oleh otoritas yang berwenang, dengan pengaturan hidup yang tepat dan memadai dan saling membantu sebagai saudara, memupuk kesuciannya dalam melaksanakan pelayanan, dan membina persatuan antar mereka dan dengan Uskup masing-masing. § 3. Para klerikus janganlah mendirikan atau mengambil bagian dalam perserikatan-perserikatan yang tujuan atau kegiatannya tak dapat diselaraskan dengan kewajiban-kewajiban khas status klerikal, atau dapat menghambat pelaksanaan seksama tugas yang dipercayakan otoritas Gereja yang berwenang kepada mereka.
Kan. 279 - § 1. Para klerikus, juga setelah menerima tahbisan imam, hendaknya melanjutkan studi ilmu-ilmu suci dan mengikuti ajaran solid yang berdasarkan Kitab Suci diwariskan para Pendahulu dan diakui oleh Gereja sebagai ajaran yang diterima umum, seperti yang ditetapkan dalam dokumen-dokumen terutama Konsili-konsili dan para Paus, sambil menghindari kebaruan-kebaruan ungkapan yang profan dan ilmu palsu. § 2. Para imam, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular, hendaknya mengikuti kuliah-kuliah pastoral yang diadakan sesudah tahbisan imamat; dan pada waktu-waktu yang ditetapkan oleh hukum yang sama, hendaknya mereka juga mengikuti kuliah-kuliah lain, pertemuan-pertemuan teologis atau konferensi-konferensi, agar mereka mendapatkan kesempatan untuk lebih mengenal ilmu-ilmu suci dan metode-metode pastoral. § 3. Hendaknya mereka juga mempelajari ilmu-ilmu lain, lebihlebih yang berkaitan dengan ilmu-ilmu suci, terutama sejauh itu membantu pelaksanaan pelayanan pastoral.
Kan. 280 - Sangat dianjurkan kepada para klerikus kebiasaan hidup bersama; bila itu ada, hendaknya dipertahankan sejauh mungkin.
Kan. 281 - § 1. Para klerikus, karena membaktikan diri bagi pelayanan gerejawi, pantas menerima remunerasi yang sesuai dengan kedudukan- KHK – 61 nya, dengan memperhitungkan hakikat tugasnya itu, maupun keadaan tempat dan waktu, agar dengan itu mereka dapat memenuhi keperluan-keperluan hidupnya sendiri dan memberi imbalan yang wajar kepada mereka yang pelayanannya mereka butuhkan. § 2. Demikian pula harus diusahakan agar mereka mempunyai bantuan sosial untuk memenuhi dengan wajar kebutuhan-kebutuhan mereka bila menderita sakit, invalid atau lanjut usia. § 3. Para diakon beristri, yang membaktikan diri sepenuhnya bagi pelayanan gerejawi, pantas menerima remunerasi untuk dapat menghidupi diri sendiri dan keluarganya; tetapi mereka yang menerima remunerasi, karena jabatan sipil yang mereka miliki atau pernah mereka miliki, hendaknya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri serta keluarganya dari penghasilan itu.
Kan. 282 - § 1. Para klerikus hendaknya hidup sederhana dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang memberi kesan kesia-siaan. § 2. Harta benda, yang mereka terima pada kesempatan melaksanakan jabatan gerejawi, setelah dikurangi untuk penghidupan yang layak dan untuk memenuhi semua tugas jabatannya, sisanya hendaklah digunakan untuk kepentingan Gereja dan karya amal.
Kan. 283 - § 1. Para klerikus, meskipun tidak mempunyai tugas residensial, janganlah pergi dari keuskupannya untuk jangka waktu yang signifikan, yang harus ditentukan oleh hukum partikular, tanpa izin yang sekurang-kurangnya diandaikan dari Ordinarisnya sendiri. § 2. Mereka berhak mendapat liburan tahunan yang wajar dan memadai, yang ditentukan hukum universal atau partikular.
Kan. 284 - Para klerikus hendaknya mengenakan pakaian gerejawi yang pantas, menurut norma-norma yang dikeluarkan Konferensi para Uskup dan kebiasaan setempat yang legitim.
Kan. 285 - § 1. Para klerikus hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak sesuai dengan statusnya, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular. § 2. Hendaknya para klerikus menghindari hal-hal yang meskipun tidak tercela, namun asing bagi status klerikal. § 3. Para klerikus dilarang menerima jabatan-jabatan publik yang membawa-serta partisipasi dalam pelaksanaan kuasa sipil. § 4. Tanpa izin Ordinarisnya, janganlah mereka mengelola harta benda urusan kaum awam atau menerima jabatan-jabatan sekular yang membawa-serta beban untuk mempertanggungjawabkannya; mereka KHK – 62 dilarang menanggung jaminan, meskipun dengan hartanya sendiri, tanpa konsultasi dengan Ordinarisnya sendiri; demikian pula janganlah mereka menandatangani surat utang yang menimbulkan kewajiban melunasinya, tanpa dirumuskan perkaranya.
Kan. 286 - Para klerikus dilarang berbisnis atau berdagang, dilakukan sendiri atau lewat orang lain, untuk keuntungan baik diri sendiri maupun orang lain, kecuali dengan izin otoritas gerejawi yang legitim.
Kan. 287 - § 1. Para klerikus hendaknya selalu memupuk damai dan kerukunan sekuat tenaga berdasarkan keadilan yang harus dipelihara di antara sesama manusia. § 2. Janganlah mereka turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja atau memajukan kesejahteraan umum.
Kan. 288 - Para diakon-tetap tidak terikat ketentuan-ketentuan kanon-kanon 284, 285, §§ 3 dan 4, 286, 287, § 2, kecuali hukum partikular menentukan lain.
Kan. 289 - § 1. Karena dinas militer kurang sesuai dengan status klerikal, janganlah para klerikus dan juga para calon tahbisan suci dengan sukarela masuk dinas militer tanpa izin Ordinarisnya. § 2. Para klerikus hendaknya mempergunakan pengecualian-pengecualian yang diberikan undang-undang atau perjanjian-perjanjian atau kebiasaan yang menguntungkan mereka, untuk bebas dari tugas-tugas dan jabatan-jabatan sipil publik yang asing bagi status klerikal, kecuali dalam kasus-kasus khusus Ordinarisnya sendiri memutuskan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar