Pandangan Alkitab
Berbagai kata dalam Kitab
Suci yang diterjemahkan dengan kata “hidup” kurang lebih mempunyai makna yang
sama luasnya dengan pengertian kata “hidup, life”
itu sendiri. Hidup bisa semata-mata suatu prinsip yang membedakan “benda hidup”
dan “benda mati”, atau masa hidup seseorang, atau cara hidup seseorang, atau
hidup kekal yang ada pada kaum beriman sekalipun sekarang, ke arah mana ia
dipanggil sebagai suatu harapan masa depan (KGK 609-610, 994-996).
- Allah Sumber Hidup
- Hidup yang Baik
- Hidup Kekal
- Hidup Kekal Sebagai Fokus
- Iman pada Yesus sebagai Sarana Hidup
Kekal
- Hidup Kekal Sudah Mulai Dari Sekarang
I. Dalam Perjanjian
Lama
A. Allah Sumber Hidup
Semua yang hidup
mendapatkan keberadaan dan kelangsungannya dari Allah, Sang Pencipta; ini
merupakan prinsip dasar dalam Perjanjian Lama (Kej 2:7). Allah itu kekal,
tetapi mahluk ciptaanNya adalah fana (2 Sam 14:14; Mzm 90:1-6). Berbeda dari
ilah-ilah yang disembah bangsa-bangsa lain, Tuhan adalah “Allah yang hidup”
(Yer 10:6-10; bdk 1 Tes 1:9). Ia menciptakan hidup dengan menghembuskan hidup
itu pada manusia (Kej 2:7), dan hidup terus bertahan sepanjang Allah
menempatkan roh di dalam manusia (Kej 6:3; Ayb 34:14-15). Kitab Amsal
menekankan prinsip hidup yang berasal dari Allah dan seberapa jauh Ia
menanamkannya pada segala yang hidup (Mzm 16:11; 133:3). Dia adalah “sumber
hidup” (Mzm 36:10) dan “cahaya kehidupan” (Mzm 56:14). Karena hidup itu
merupakan anugerah, kita wajib mensyukurinya, sebagaimana orang bersyukur
karena dibebaskan dari kematian atau bahaya, atau bahkan dari kehilangan
martabat (Mzm 30:3-4; 71:20; 80:18).
Bahwa kematian merupakan
akhir dari kehidupan yang tak terelakkan bagi mahluk yang fana mengembangkan
pemikiran mengenai yang disebut “hidup yang baik”. Hidup yang baik sering
dipandang merupakan umur panjang, yang berakhir dengan kematian “yang baik”
pada usia lanjut (Kej 25:8; Ul 5:16; Hak 8:32; Ayb 21:23). Dalam banyak hal,
keluarga merupakan pusat dari suatu hidup yang baik: mempunyai anak-anak
merupakan tanda dari berkat (Mzm 128:1-6) dan memastikan bahwa garis keluarga
akan terus berlanjut (Kej 35:29; 50:7-8; Ayb 42:16). Sastra kebijaksanaan menekankan bahwa hikmat
atau kebijaksanaan mendatangkan hidup baik, yang sering digambarkan sebagai
umur panjang dan sejahtera (Ams 3:16; 8:18). Maka “hidup yang baik” adalah
hidup di mana seseorang menikmati kedamaian, kebahagiaan, keluarga dan kerabat,
teman dan sahabat, dan segala hal yang baik yang berasal dari hidup yang baik.
Di pihak lain Kitab-kitab Kebijaksanaan seperti Ayub dan Pengkhotbah mengakui
bahwa hikmat/kebijaksanaan saja tidak cukup untuk menghasilkan segala hal yang
baik: “karena di dalam banyak hikmat ada banyak susah hati, dan siapa
memperbanyak pengetahuan, memperbanyak kesedihan” (Pkh 1:18). Sebagian dari
masa hidup Ayub dijalani dalam kesusahan, apakah karena itu ia tidak mengalami
“hidup yang baik”? Pada akhirnya, berserah kepada Allah merupakan satu-satunya
arah yang pasti. “Akhir kata dari semua yang didengar adalah: takutlah akan
Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban
semua orang” (Pkh 12:13).
Maka,
hidup mempunyai suatu dimensi moral yang berkait dengan pelaksanaan
perintah-perintah Allah dan terutama setia kepada perjanjian. Hidup merupakan
suatu rahmat, dan hidup yang baik adalah mengasihi Allah dengan segenap hati
dan mengikuti Hukum (Sir 24:22-23; bdk Ul 4:1; 6:24; 16:20).
“Ingatlah, aku
menghadapkan kepadamu pada hari ini kehidupan dan keberuntungan, kematian dan
kecelakaan, karena pada hari ini aku memerintahkan kepadamu untuk mengasihi Tuhan,
Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada
perintah, ketetapan dan peraturan-Nya, supaya engkau hidup dan bertambah banyak
dan diberkati oleh Tuhan, Allahmu, di negeri ke mana engkau masuk untuk
mendudukinya. Tetapi jika hatimu berpaling dan engkau tidak mau mendengar,
bahkan engkau mau disesatkan untuk sujud menyembah kepada allah lain dan
beribadah kepadanya, maka aku memberitahukan kepadamu pada hari ini, bahwa
pastilah kamu akan binasa; tidak akan lanjut umurmu di tanah, ke mana engkau
pergi, menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya” (Ul 30:15-18)
C. Hidup Kekal
Pada masa Pembuangan
Babilon, pandangan berubah menjadi lebih bersifat eskatolgis, merujuk ke arah
kebangkitan menuju hidup kekal (Dan 12:2). Pandangan eskatologis itu semakin
berkembang setelah sekian lama (2 Mak 7:9). Hidup sesudah kematian terletak di
seberang hidup kita di dunia: “Sebab Allah telah
menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikan-Nya gambar hakekat-Nya
sendiri” (Keb 2:23). Maka ada tujuan yang lebih dalam dari kesulitan-kesulitan
yang dialami demi kebaikan: “Kalaupun mereka disiksa menurut pandangan manusia,
namun harapan mereka penuh kebakaan”
(Keb 3:4).
II. Dalam Perjanjian
Baru
A. Hidup Kekal
Sebagai Fokus
Hidup kekal melalui Yesus
Kristus merupakan ajaran sentral Perjanjian Baru. “Hidup” di sini berarti hidup
ilahi atau hidup kekal. Sebagai Pencipta, Kristus memberikan “hidup duniawi”
kepada manusia (Yoh 1:1-4), dan sebagai Penebus Ia memberikan “hidup ilahi”
dalam segala kelimpahannya (Yoh 10:10).
Ini merupakan kelanjutan dari pandangan Perjanjian Lama tentang hidup,
tetapi dengan orientasi yang lebih kuat pada keabadian. Hidup lebih dari
sekedar memiliki (Luk 12:15); secara paradoksal, supaya memiliki hidup kekal,
orang harus menyerahkan hidupnya kepada Yesus (Luk 14:26) sebagaimana Ia telah
menyerahkan hidupNya bagi banyak orang (Mrk 10:45). “Barangsiapa berusaha memelihara
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya, ia
akan menyelamatkannya” (Luk 17:33).
Ketika menulis Injilnya
Yohanes menyatakan kepada kita: “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya”
(Yoh 20:31). Iman pada Penyaliban dan Kebangkitan Yesus Kristus membentuk dasar
hidup kita (Yoh 3:16), dan di dalam baptis, kita diperbolehkan ikut ambil
bagian dalam hidup baru yang “datang dari atas” (Yoh 3:3-5). Hidup kekal adalah
karunia Allah bagi semua orang yang percaya (Rm 6:23) dan yang hidup dalam Roh
(Rm 8:11-13).
Di dalam
Perjanjian Baru, hidup yang ideal adalah hidup yang didasarkan pada hubungan
pribadi dengan Yesus Kristus. Cara hidup ini diikhtisarkan dalam Surat Kepada
Jemaat Galatia: “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat,
supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku
hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup
oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya
untuk aku” (Gal 2:19-20). Mirip dengan itu, Paulus menulis: “Demikianlah
hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup
bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Rm 6:11 ; bdk 1 Kor 15:22; Flp 1:21). Yohanes
terutama menekankan bahwa hidup kekal kita bergantung kepada Kristus: “Dan
inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita
dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki
hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yoh
5:11-12).
Hidup kekal sudah datang
kepada mereka yang beribadah kepada Allah, menaati perintah-perintahNya, dan
mengikuti Kristus, “Pemimpin kepada hidup” (Kis 3:15; bdk. Kis 5:20; 13:48;
17:25). Hidup kekal dengan demikian merupakan cicipan atas hidup yang akan
datang. Hidup ini sudah dimulai sejak baptisan, yang mendatangkan hidup baru
dalam |Kristus (Rm 6:4). Hidup yang lama sudah berlalu bagi pendosa, hidup
dalam daging (Rm 8:12), dan suatu kebangkitan telah terjadi di dalam jiwa (Rm
6:13) yang mengantisipasi kebangkitan tubuh (Rm 8:11).
Hidup kekal yang sepenuhnya akan dimiliki di surga, yang
disebut Kitab Suci “hidup yang sebenarnya” (1 |Tim 6:19), tetapi kita sudah
mempunyai suatu bagian di dalam hidup kekal itu melalui karya sakramental
Gereja: ''Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan
daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam
dirimu” (Yoh 6:53).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar