Daftar Blog Saya

Kamis, 29 September 2022

Manusia Usia Lanjut menurut Kitab Suci

 

Bambang Kussriyanto



Usia saya sudah kepala 7. Saya tak bisa diam, selalu di depan laptop atau hape untuk membaca perkembangan dan menulis sesuatu. Saya berharap yang saya lakukan bermanfaat bagi banyak orang, maka saya bagikan sebagai teks, atau saya tuangkan dalam renungan untuk umat lingkungan atau kategorial, jika ditugaskan memberi renungan dalam perjumpaan mereka. Saya suka melakukan perjalanan sebab situasi sepanjang jalan memberi inspirasi dan semangat untuk melanjutkan hidup. Bagi saya hidup adalah perjalanan, yang suatu waktu akan berhenti.

Namun sebelum saat itu tiba saya ingin terus menjalankan hidup yang migunani. Saya juga menimba semangat dari tulisan-tulisan tentang usia tua. Salah satunya adalah Surat Untuk Para Lanjut Usia dari Paus Santo Yohanes Paulus II. Saya petikkan sebagian.


Manusia Usia Lanjut menurut Kitab Suci

6. "Umur muda dan fajar hidup itu kesia-siaan", kata Pengkhotbah (Pkh 11:10). Alkitab tidak ragu-ragu menunjukkan, ada kalanya disertai realisme yang blak-blakan, hakekat hidup yang sedang lewat dan lalunya hidup yang mustahil dielakkan: "Kesiasiaan belaka, segala sesuatu itu sia-sia, kesemuanya itu sia-sia" (Pkh 1:2). Siapakah tidak akrab dengan suara itu yang mengingatkan si Bijaksana masa lampau? Siapa di antara kita yang lebih tua, karena belajar dari pengalaman, mengerti itu secara istimewa.

Kendati realisme yang pahit itu, Kitab suci mempertahankan visi yang positif sekali tentang nilai hidup. Manusia selamanya tetap "dalam gambar Allah" (bdk. Kej 1:26), dan tiap tahap hidup mempunyai keindahannya sendiri dan tugas-tugasnya sendiri.

Memang benar, dalam sabda Allah, usia lanjut sedemikian rupa dijunjung tinggi, sehingga hidup yang panjang dipandang sebagai tanda kemurahan hati ilahi (bdk. Kej 11:10-32). Dalam kenyataan Abraham, – dan padanya kurnia istimewa usia lanjut ditekankan– anugerah itu berupa janji: "Aku akan menjadikan engkau bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat" (Kej 12:2-3). Di samping Abraham ada Sarah, dan wanita menyaksikan makin tua tubuhnya, tetapi dalam batas-batas lanjut umur dagingnya ia toh mengalami kuasa Allah, yang memperbaiki setiap kekurangan manusiawi.

Musa pun orang lanjut usia, ketika Allah mempercayakan kepadanya perutusan memimpin Umat yang Terpilih keluar dari Mesir. Bukan ketika ia masih muda, tetapi pada umur tuanyalah dia, atas perintah Tuhan, melaksanakan tindakan-tindakan yang agung demi umat Israel. Di antara contoh-contoh lain tokoh-tokoh lanjut usia dalam Alkitab, saya ingin menyebut Tobit, yang rendah hati dan berani memutuskan untuk setia mematuhi Hukum Allah, yakni: membantu rakyat yang miskin dan sabar menanggung kebutaan, sampai malaikat Allah bercampur-tangan untuk meluruskan situasi (bdk. Tob 3:16-17). Ada pula Eleazar, yang kematiannya sebagai martir memberi kesaksian akan jiwa besar dan keteguhan yang luar biasa (bdk. 2 Mak 6:18-31).

7. Perjanjian Baru, dipenuhi cahaya Kristus, mencantumkan contoh-contoh berwicara juga tentang beberapa pribadi lanjut usia. Injil Lukas mulai dengan memperkenalkan pasangan yang sudah menikah dan "sudah lanjut umur mereka" (Luk 1:7), yakni Elisabet dan Zakharia, orangtua Yohanes Pembaptis. Kerahiman Tuhan menyentuh mereka (bdk. Luk 1:5-25, 39-79). Kendati lanjut usia, Zakharia diberitahu, bahwa ia akan menerima putera. Ia sendiri menekankan pokoknya: "Aku sudah tua, dan isteriku sudah lanjut umurnya" (Luk 1:18). Pada kunjungan Maria, saudarinya Elisabet, penuh dengan Roh Kudus, berseru: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu!" (Luk 1:42); dan ketika Yohanes Pembaptis lahir, Zakharia menganjungkan pujian "Benedictus". Di situlah kita saksikan pasangan lanjut usia yang istimewa, dipenuhi semangat doa yang mendalam.

Dalam Bait Allah di Yerusalem, Maria dan Yusuf mengantarkan Yesus untuk mengorbankan-Nya kepada Tuhan, atau lebih tepat, menurut Hukum, menebus-Nya sebagai putera sulung mereka. Di situlah mereka jumpai Simeon yang lanjut usia, dan sesudah lama sekali mendambakan AlMasih. Seraya menerima kanak-kanak Yesus ke dalam tangannya, Simeon memberkati Allah dan menyerukan pujian "Nunc dimittis": "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai-sejahtera" (Luk 2:29).

Di samping Simeon kita temukan Hana, janda berumur delapan puluh empat tahun, berulang-kali pengunjung Bait Allah, yang sekarang bergembira memandang Yesus. Penginjil menceritakan: "Ia mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem" (Luk 2:38).

Nikodemus pun, seorang anggota Sanhedrin yang tersanjung tinggi, sudah lanjut usia. Pada suatu malam ia mengunjungi Yesus, supaya jangan dilihat. Kepadanya Sang Guru ilahi menyingkapkan, bahwa Ia Putera Allah, yang datang untuk menyelamatkan dunia (bdk. Yoh 3:1-21). Nikodemus tampil lagi pada pemakaman Yesus, ketika – sementara membawakan ramuan mur dan aloe, – ia mengatasi rasa takutnya, dan menunjukkan diri sebagai murid Tuhan yang disalibkan (bdk. Yoh 19:38-40). Semua contoh-contoh, betapa meyakinkannya! Semua contoh itu mengingatkan kita, bahwa pada setiap tahap hidup Tuhan dapat meminta dari kita masing-masing untuk menyumbangkan bakat-kecakapan yang ada pada kita. Pelayanan Injil tiada sangkut-pautnya dengan umur hidup sedikit pun.

Apalagi hendak kita katakan tentang Petrus pada waktu usia lanjutnya, ketika dipanggil untuk memberi kesaksian akan imannya melalui kemartiran? Pernah Yesus berkata kepadanya: "Ketika engkau masih muda, engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kau kehendaki; tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kau kehendaki" (Yoh 21:18). Itulah kata-kata, yang menyentuh saya pribadi sebagai Pengganti Petrus. Itulah yang mengajak saya sungguh merasakan keperluan untuk menggapai dan memegang tangan-tangan Kristus, taat mematuhi perintah-Nya: "Ikutlah Aku!" (Yoh 21:19).

8. Seolah-olah merangkum lukisan-lukisan yang indah tentang para lanjut usia yang terdapat di seluruh Alkitab, Mazmur 92 menyatakan: "Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon ..... Pada masa tuapun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa Tuhan itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan padaNya" (ay. 13, 15-16). Menggemakan Pemazmur, Rasul Paulus menulis suratnya kepada Titus: "Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah ....., tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda, mengasihi suami dan anak-anaknya, ...." (2:2-5).

Begitulah ajaran dan bahasa Kitab suci menyajikan lanjut usia sebagai "masa yang sungguh menguntungkan" bagi usaha mengantarkan hidup hingga pemenuhan-nya, dan – sesuai rencana Allah bagi setiap orang – sebagai waktu segala-sesuatu berhimpun dan lebih memampukan kita menangkap arti hidup serta mencapai "kebijaksanaan hati". Menurut Kitab Kebijaksanaan: "usia lanjut ialah terhormat bukan karena waktunya panjang, dan bukan karena tahunnya berjumlah banyak. Tetapi pengertian orang ialah uban, dan hidup yang tak bercela merupakan usia yang lanjut" (4:8-9). Lanjut usia itu tahap terakhir kematangan manusiawi dan tanda berkat Allah.

 

Dipetik dari Paus Yohanes Paulus II,  Letter to the Elderly, Seri Dokumen Gerejawi No. 59, terjemahan  R. Hardawiryana SJ, ©Dokpen KWI 1999, hal 15-19.



USKUP MGR CARLOS XIMENES BELO YANG VIRAL

 

 

Mgr Carlos Ximenes Belo SDB (74 tahun) adalah mantan Uskup Timor Leste, yang menjadi penerima Hadiah Nobel 1996 untuk Perdamaian karena perannya dalam transisi Timor Leste dari provinsi Indonesia menjadi negara merdeka yang diwarnai kerusuhan dan pembantaian. Pada tahun 2002 Timor Leste lepas dari Indonesia dan menjadi negara merdeka yang berdaulat. Maka nama Mgr Belo sangat besar, dan ia sangat dihormati. Ia menjadi Uskup Timor Leste sejak 1988. Tetapi bersama dengan kemerdekaan Timor Leste, Mgr Carlos Ximenes Belo mengundurkan diri dari jabatan Uskup dengan alasan kesehatan, meninggalkan Timor Leste pada 2003,  melakukan perawatan kesehatan di Portugal, lalu pada 2004 ia pergi ke Maputo, Mozambique, Afrika dan di sana menjadi pastor rekan. Mengapa Uskup yang sangat besar namanya, penerima Hadiah Nobel, meninggalkan tahtanya dan turun menjadi pastor pembantu?



Belakangan namanya viral sebagai kabar buruk, dikaitkan dengan begitu banyak pelecehan seksual yang dilakukannya pada anak-anak lelaki remaja, sejak ia menjadi pastor dan guru Seminari, dan selama ia menjadi Uskup Timor Leste. Sebenarnya apa yang terjadi sudah diketahui banyak pejabat, politisi, para pastor dan anggota LSM di Timor Leste, namun mereka diam saja demi keharuman nama pahlawan mereka.



Namun kebenaran menyatakan diri dan menguak tirai-tirai penutup kesalahan besar Uskup Belo yang dilakukan sejak 1980an dan 1990-an. Walau pada 2018 dan 2019 ia sempat pulang ke Timor Leste menjenguk keluarga, sekarang Ia dikabarkan dilarang terbang meninggalkan tempat tugasnya dan menunggu pemeriksaan. Gereja telah melaksanakan pedoman yang transparan untuk perkara pelecehan seksual atas remaja oleh para pejabatnya.

Adorasi 1 Menjadi Bulir-bulir Gandum

 



 Ronald Rolheiser OMI

 Ketika di dalam Misa dipaparkan kisah kurban Yesus  (dalam doa Syukur Agung, pusat liturgi), kita mengalami “kehadiran nyata” dari peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus, dan kita ikut serta di dalamnya. Bagaimana caranya? 

Kita ikut serta dalam kurban Yesus bagi kita itu ketika kita, seperti Dia, membiarkan diri kita diremukkan; ketika kita seperti Dia, bukan menjadi diri kita lagi. 

Ekaristi sebagai kurban mengundang kita menjadi seperti bulir-bulir gandum yang digunakan untuk membuat hosti, dan butir-butir buah anggur untuk membuat minuman anggur, dipreteli dan digiling sehingga kita menjadi bagian dari hosti komuni dan piala anggur.

Kadang-kadang  ketika membagikan komuni Santo Agustinus tidak berkata, “Tubuh Kristus,” melainkan “Terimalah dirimu.” 

Ia menyatakan sesuatu yang tepat. 

Yang dianggap terjadi dalam Ekaristi ialah bahwa kita semua, dengan mempersembahkan sebagai kurban segala sesuatu yang ada pada diri kita, seharusnya menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

Lebih dari sekedar roti dan anggur, kita semua harus berubah dengan seluruh hakekat kita. Ekaristi sebagai kurban, meminta kita menjadi roti yang dipecah-pecahkan dan piala kerentanan kita.

Rabu, 28 September 2022

Katolik dan Politik, Suatu Penyegaran Konsientasi (I)

 Bambang Kussriyanto



Tatanan politik menyangkut tatanan terhadap hidup dan martabat manusia, pemenuhan dan penjagaan hak-hak asasi, hak-hak keluarga, hak-hak warganegara, peraturan dan tata tertib berkenaan dengan kehidupan ideologi, kehidupan ekonomis, kehidupan sosial kemasyarakatan, kehidupan beradab dan berbudaya, keadaan perang dan damai, keadilan dan pengentasan kemiskinan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Semua itu juga menjadi bagian dari kewajiban setiap warga negara, dan berhubungan dengan pengamalan dan pelaksanaan iman dan moralitas, dan bagi kita khususnya iman dan moralitas katolik. Tidak ada seorang pun yang bebas dari politik, termasuk orang katolik. Walau pun orang bisa bersikap tak mau tahu tentang politik, hidupnya sehari-hari diatur oleh politik; dan jika tidak tahu tentang politik ia dapat menjadi korban tatanan politik. Maka alih-alih dijadikan korban tatanan politik, sebaiknya ia paham politik dan melibatkan diri dalam politik yang mewujudkan kebaikan-kebaikan dalam masyarakat, bagi keluarganya dan bagi dirinya sendiri.

Kehidupan politik berlangsung setiap hari, namun ada masa tertentu pengertian kita tentang politik diperbarui, disegarkan, demi melaksanakan tanggungjawab politik kewargaan, setidaknya menjelang tahun-tahun politik ketika bangsa dan negara melakukan pemilihan umum dan menentukan arah dasar kehidupan bernegara dan berbangsa dalam kurun waktu lima tahun ke depan. Kita melakukan pembaruan, penyegaran, atas pengertian dan pemahaman politik kita sebagai Gereja, yaitu seluruh himpunan umat Allah dalam Yesus Kristus, baik hirarki maupun awam, yang menjadi bagian dari bangsa dan negara Indonesia. Atas dasar pengertian dan pemahaman politik yang diperbarui itu, diharapkan setiap insan katolik dapat melaksanakan hak dan kewajiban politiknya dalam masa selanjutnya. Terutama hak dan kewajiban kewargaan, hak dan kewajiban untuk hidup secara bermartabat, hak dan kewajiban menyatakan pendapat, dan hak serta kewajiban melaksanakan iman dan agama sesuai Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945.

Pembaruan dan penyegaran itu juga diperlukan kesadaran iman dan moralitas kristiani yang bertanggungjawab dalam situasi baru, entah sebagai kebaruan peneguhan sikap, entah sebagai adaptasi penerapannya pada konstelasi politik baru.

Sebagai warga bangsa dan negara, umat katolik Indonesia dapat memberikan kontribusi dengan mengikuti pemilihan umum baik legislatif maupun presiden dan kepala daerah demi kemajuan solusi politik yang menurut pendapat mereka meningkatkan kesejahteraan umum (Gaudium et Spes 75). Tatanan demokrasi tidak akan berhasil tanpa keterlibatan aktif yang bertanggungjawab dan penuh kesadaran dan kerelaan hati dari setiap warga, "kendati berbagai-bagai ragam bentuk, tingkatan, tugas dan tanggungjawab yang saling melengkapi” (Christifideles Laici 42.60).

"Mengikuti suara hati kristiani"(GS 76) sesuai dengan nilai-nilainya, awam beriman melaksanakan tugas mereka meresapi tatanan dunia dengan nilai-nilai kristiani dengan mengindahkan kodrat dan otonomi dunia (GS 36) serta bekerjasama dengan warga lain menurut kompetensi dan tanggungjawabnya (AA 7; LG 36; GS 31.43).Konsekuensinya, "awam beriman tak pernah bebas dari peranserta dalam hidup bermasyarakat dan berbangsa, dalam bidang-bidang ekonomi, sosial, legislatif, eksekutif dan kebudayaan yang berlainan demi memajukan kesejahteraan umum secara organis dan kelembagaan" (Christifideles Laici 42). Termasuk memajukan dan  memelihara kebaikan-kebaikan seperti ketertiban umum dan perdamaian, kebebasan dan kesetaraan, hormat pada hidup dan martabat manusia serta lingkungan hidup, keadilan dan solidaritas.

Dalam kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat yang mengalami perubahan cepat sekarang ini, perlu dicermati kecenderungan berbahaya yang terkandung dalam upaya memajukan masyarakat lewat kegiatan legislatif masa kini terkait dampak negatifnya atas generasi masa depan.

Ada semacam relativisme budaya, yang tampak nyata dalam konseptualisasi dan pembelaan pluralisme etika, yang menggerogoti alasan dan prinsip-prinsip hukum moral kodrati. Dalam ranah publik sering dinyatakan pendapat bahwa pluralisme etis itu adalah dasar bagi demokrasi (Centesimus annus, 46; Veritatis splendor, 101). Akibatnya, warga menghendaki otonomi sepenuhnya menyangkut pilihan-pilihan moral, dan legislatif yang menghormati kebebasan pilihan ini menyusun dan mengundangkan hukum yang melalaikan prinsip etika kodrati universal, menghasilkan kecondongan kemerosotan budaya dan moral (Evangelium vitae, 22) seolah-olah setiap pandangan hidup mempunyai nilai yang sama. Serentak dengan itu toleransi dituntut ketika sejumlah besar masyarakat (termasuk umat katolik) dibujuk agar melepaskan dasar sumbangan mereka pada kehidupan kemasyarakatan politik, melalui sarana yang sah dalam demokrasi, dari pandangan khusus mereka tentang martabat manusia dan kesejahteraan umum. Sejarah abad ke-20 memperlihatkan kecenderungan warga menerima kepalsuan relativisme (yang tidak mengakui akar moral dalam kodrat manusia), dan menjadikannya pedoman bagi pengertian manusia tentang kesejahteraan umum dan negara.

Tentu saja relativisme seperti itu tidak ada hubungannya dengan kebebasan warga katolik yang sah dalam memilih wawasan politik yang selaras dengan iman dan hukum moral kodrati dan dalam memilah menurut kriteria mereka mana yang terbaik dalam memenuhi tuntutan kesejahteraan umum. Kebebasan politik tidak boleh dan tidak dapat didasarkan pada gagasan relatif bahwa semua pandangan atas kesejahteraan manusia mempunyai bobot dan kebenaran yang sama, namun atas dasar fakta bahwa politik berkaitan dengan perwujudan konkret kesejahteraan manusia dan sosial dalam konteks historis, geografis, ekonomis, teknologi dan budaya.  Dari sudut tugas khusus dan keadaan yang berbeda-beda, keanekaragaman kebijakan dan solusilah yang dapat diterima secara moral. Bukan tugas Gereja mengajukan solusi politik tertentu – apalagi mengajukan jawaban tunggal yang dapat diterima – atas persoalan dunia yang telah dipercayakan Allah kepada pertimbangan bebas dan bertanggungjawab pada setiap orang. Namun Gereja berhak dan bertugas memberikan bantuan pertimbangan moral atas hal-hal duniawi sejauh diperlukan berdasarkan iman dan hukum moral (Gaudium et Spes 76). Kendati umat Kristiani wajib "mengakui pandangan-pandangan yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam mengatur hal-hal duniawi" (Gaudium et spes 75) mereka harus menolak konsepsi yang mencederai demokrasi mengenai kemajemukan yang mencerminkan relativisme moral. Demokrasi harus mempunyai landasan yang kokoh dan benar terkait prinsip-prinsip moral yang tidak dapat ditawar, yang menjadi pilar kehidupan masyarakat.

“Hendaknya secara intensif diusahakan pembinaan kewarganegaraan dan politik, yang sekarang ini perlu sekali bagi masyarakat dan terutama bagi generasi muda, supaya semua warga negara mampu memainkan peranannya dalam hidup bernegara. Mereka yang cakap atau berbakat hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai keahlian politik, yang sukar dan sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya, tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil. Hendaknya mereka dengan keutuhan kepribadiannya dan kebijaksanaan menentang ketidakadilan dan penindasan, kekuasaan sewenang-wenang dan sikap tidak bertenggang rasa satu orang atau satu partai politik. Hendaknya mereka secara jujur dan wajar, malahan dengan cinta kasih dan ketegasan politik, membaktikan diri bagi kesejahteraan” (Gaudium et spes 75).


ANAK ALLAH

 



Anak Allah: Gelar sebutan dan jati diri ilahi Yesus Kristus. Walapun seorang manusia sejarah, Yesus adalah sungguh Anak Allah yang mempunyai hubungan yang tiada duanya dan kekal dengan Allah, BapaNya (Mat 11:25-27; Yoh 1:14,18; 3:16-18; 17:1-5). Iman Kristen bergantung pada kepercayaan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah (Yoh 20:31; 1 Yoh 4:4-15). Secara statistik, sebutan Yesus Anak Allahmuncul lebih dari 100 kali dalam Perjanjian Baru. Sebutan Anak Allah juga ditemukan baik dlm PL maupun dlm PB (KGK 441-445).

 

I.             Dalam Perjanjian Lama

A.            Bangsa Israel sebagai Anak Allah

B.            Raja Israel sebagai Anak Allah

II.            Dalam Perjanjian Baru

A.            Yesus sebagai “Anak Allah” dalam Pengertian Perjanjian Lama

B.            Yesus sebagai “Anak Allah” dalam Arti Ilahi

 

I. Dalam Perjanjian Lama

A. Bangsa Israel sebagai Anak Allah

Dalam Perjanjian Lama, “anak Allah” adalah sebutan yang diberikan kepada berbagai macam orang atau mahluk, termasuk malaikat (Ayb 1:6; 38:8; Mzm 89:6) dan orang yang jujur dan saleh (bdk Ayb 1:6; 2:1; Mzm 88:7; Keb 2:13).

                Yang menyolok ialah Perjanjian Lama menggunakan sebutan itu untuk anak-anak Israel. Dalam Kel 4:22, Musa diperintahkan untuk memberitahu Firaun: “Beginilah firman Tuhan, Israel adalah anakKu, anakKu yang sulung.” Dalam Ul 14:1 suku Israel disebut “anak-anak Tuhan, Allahmu”. Sebutan itu menunjukkan pilihan atas Israel, prakarsa ilahi dalam memilih Israel untuk mendapatkan hak khusus dan tanggungjawab dari status anak angkat melalui perjanjian (bdk Yes 2:1; Yer 3:19, 31:9; Hos 11:1; 13:13).

 

B. Raja Israel sebagai Anak Allah

Raja-raja Israel juga disebut anak-anak Allah (2Sam 7:14; 2 Taw 22:10; Mzm 2:7; 89:28). Sebagaimana lazimnya di Timur Dekat, ini bukan suatu pernyataan mengenai keilahian dari pihak Israel. Sebaliknya, pernyataan sebagai anak Allah itu merupakan perluasan dari status keputraan Israel; raja adalah anak Allah karena dia adalah pemimpin dan wakil dari bangsa Israel di hadapan Allah. Secara lebih spesifik, pengangkatan raja menjadi anak angkat Allah merupakan suatu berkat dari perjanjian Daud (2 Sam 7:14). Dengan mengangkat raja-raja sebagai anak, Allah memilih raja-raja keturunan Daud untuk melaksanakan tujuan keselamatan dariNya dan harapan masa depan akan Mesias: “Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya.  Dialah yang akan mendirikan rumah bagi nama-Ku dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya” (2 Sam 7:12-13) (KGK 441).

 

II. Dalam Perjanjian Baru

A. Yesus sebagai “Anak Allah” dalam Pengertian Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama, sebutan “anak Allah” dipahami sebagian digunakan untuk menunjuk Yesus sebagai Mesias yang ditunggu-tunggu dan Raja Israel “yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa” (Rm 1:3-4). Pemahaman tradisional semacam itu masih tampak dalam kata-kata Natanael, pada pertemuannya yang pertama dengan Yesus, ketika ia menyebut Yesus “Anak Allah” (Yoh 1:49).

 


B. Yesus “Anak Allah” Dalam Arti Ilahi.

Para penulis Perjanjian Baru memahami Yesus lebih dari Mesias yang diharapkan, selaras dengan pernyataan Yesus sendiri akan statusNya sebagai Anak Allah (mis Mat 11:27; 21:33-41; 24:36; Mrk 13:32; Luk 10:22, 20:9-16; Yoh 3:16; 10:36). Yesus adalah pemenuhan harapan-harapan mesianis dari Israel, tetapi di dalam pemenuhan ini, Yesus mengungkapkan suatu aspek yang lebih dalam lagi mengenai status keputraan ilahiNya, sebab hanya Dialah yang mempunyai hubungan yang unik dan kekal dengan Allah sebagai Bapa, dan Dia sebagai Putera Tunggal-Nya (Mat 7:21-23; 10:32; 11:25-30; 24:30.31; 27:25; 28:19.20; Mrk 12:2.6.37; 14:61-62; Luk 2:49; Yoh 6:10; 16:1.5; 20:17.20-23). Ada dua peristiwa yang terutama penting sebagai penegasan keputeraan ilahi Yesus. Yang pertama terkait pembaptisanNya (Mat 3:13-17; Mrk 1:9-11; Luk 3:21-22): “lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: ‘Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan’.''  (Mat 3:17; bdk Mrk 1:11; Luk 3:22). Yang kedua terkait Perubahan Rupa (Transfigurasi) Kristus (Mat 17:5-13; Mrk 9:2-13; Luk 9:28-36; 2 Ptr 1:16-18): “Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: ‘Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.’” (Mat 17:5; bdk Mrk 9:6; Luk 9:35).



                Ketika Petrus menyampaikan pengakuannya yang dramatis kepada Yesus: ''Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!'' (Mat 16:16; Bdk Mat 14:33), Yesus berkata kepadanya: ''Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga,” menunjukkan bahwa Petrus mengungkapkan imannya atas keilahian Yesus dan atas peran Yesus selaku Mesias.

                Tetapi hanya di dalam misteri Paskah-lah makna yang sesungguhnya dari Anak Allah ini dipahami umat beriman: Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat wafat-Nya demikian, berkatalah ia: 'Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!' (Mrk 15:39). Dalam Gal 4:4-5, Paulus menulis “Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak” (bdk. Rm 8:14-15; Ef 1:5; Kol 1:13). Melalui wafat dan kebangkitan Yesus Ia menunjukkan Diri-Nya sebagai Anak Allah yang sesungguhnya, dan bahwa Ia menjadikan kita semua anak-anak Allah juga. Yohanes menyatakan kepada kita hal itu ketika ia menulis di dalam Injil-nya “supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya” (Yoh 20:31). Yohanes menegaskan hubungan mesra di antara status keputraan Yesus dan rahmat ilahi yang menjadikan kita anak-anak Allah (Yoh 1:12; 1 Yoh 3:1-2.9; 5:1) (KGK 442-445).


Bambang Kussriyanto

Para Malaikat Agung

 


Bambang Kussriyanto 

Tiga malaikat yang secara khusus diberi nama di dalam Kitab Suci adalah Mikael (Dan 10:13.21; 12:1; Yud 1:9; Why 12:7), Rafael (Tob 5-11; 12:15) dan Gabriel (Dan 8:16, 9:21; Luk 1:11.19.26dst). Ketiganya dalam tradisi disebut Malaikat Agung. Tanggal 29 September didedikasikan untuk Pesta Para Malaikat Agung.

Mikhael (nama Ibrani, artinya: “Siapa yang seperti Tuhan?”). Nama malaikat agung yang muncul baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Dan 10:13.21; 12:1; Yud 9; Why 12:7). Dia adalah salah satu dari ketiga malaikat agung yang dihormati Gereja.

                Dalam kitab Daniel, malaikat Mikhael muncul sebagai pembimbing dan pelindung bangsa Israel. Ia mendapat sebutan “pemimpin” dan berhadapan melawan malaikat pemimpin lain yang melindungi bangsa-bangsa lain (Dan 10:13.21). Ia juga memegang peran penting pada zaman Mesias ketika umat yang setia pada Tuhan dibebaskan dan dibangkitkan untuk hidup kekal (Dan 12:1-4). Dalam Perjanjian Baru, dikisahkan pertentangan antara Mikhael dengan iblis atas tubuh Musa, suatu cerita yang mungkin didasarkan pada karya tulisan apokrif Yahudi yang disebut Pengangkatan Musa ke Surga (Yud 9). Akhirnya kitab Wahyu melukiskan Mikhael sebagai pemimpin bala malaikat yang mengusir setan dan pendukungnya dari surga (Why 12:7-9).



                Mikhael muncul dalam beberapa teks agama Yahudi awal di luar Kitab Suci. Di situ pun Mikhael disebut sebagai Pangeran Cahaya, yang memimpin bala malaikat bertempur melawan roh-roh kegelapan (Gulungan Laut Mati 1QM 13.10; 17:5-9). Ia dikenali sebagai salah seorang penghulu malaikat atau malaikat agung (1 Henokh 71:3) dan merupakan malaikat agung yang terbesar (2 Henokh 22:6).  Mikhael adalah salah satu dari empat malaikat pilihan yang berdiri di hadapan Tuhan (1 Henokh 40:9-10) dan yang akan menceburkan utusan iblis ke dalam api hukuman Allah pada akhir zaman (1 Henokh 54:6). Para malaikat yang mempunyai hubungan dekat dengan Mikhael menurut tradisi ini adalah Gabriel, Rafael, Suruel, Raguel, Saraqa’el dan Fanuel (1 Henokh 9:1; 20:1-7; 70:1; 1QM 9.15).

                Penghormatan kepada Mikhael berasal sejak awal dalam sejarah Kristen, dan banyak cerita tentang tindakannya berkembang selama berabad-abad. Ia diperkirakan mengunjungi kaisar Konstantin Agung (meninggal tahun 337M), muncul secara dramatis di atas makam Hadrian di Roma pada waktu wabah besar (wabah itu berhenti dan sejak itu makam itu disebut Castel Sant’Angelo untuk menghormati Mikhael), dan campur tangan dalam berbagai peperangan dan pertempuran. Santa Jeanne d’Arc (meninggal tahun 1431) menghormati Mikhael sebagai malaikat kudus yang memberi bantuan kepadanya dan memberinya keberanian untuk menyelamatkan Perancis dari Inggris dalam Perang Seratus Tahun (1337-1455). Banyak teolog mempelajari Mikhael, termasuk Santo Basilius Agung dan Santo Tomas Aquinas yang menyediakan suatu bagian dalam karyanya Summa Theologiae untuk malaikat-malaikat.

                Peranan Mikhael sebagai malaikat penyembuh dihormati gereja-gereja di Asia Kecil, di mana ia terkenal karena menyebabkan mata air penyembuhan mengalir sehingga gereja-gereja yang menggunakan namanya sering dikunjungi oleh orang sakit dan lumpuh. Para pelaut di Normandia menganggap Mikhael sebagai pelindung mereka, dan pada tahun 1950 Paus Pius XII menyatakan Mikhael sebagai pelindung para polisi. Biara Mont St Mikhael yang terkenal menyandang namanya sebagai penghormatan. Mikhael sejak lama menjadi tokoh favorit untuk bahan lukisan dan biasanya digambarkan sebagai malaikat yang gagah perkasa menyandang pedang dan perisai, tombak, bendera atau timbangan; sering ia digambarkan sedang bertempur melawan iblis atau seekor naga. 



Gabriel adalah nama Ibrani artinya “Allah adalah kekuatanku” atau “Allah itu kuat”.

Satu di antara tiga malaikat, dengan Mikael dan Rafael yang disebut dalam Perjanjian Lama; ia juga disebut “Malaikat Kabar Sukacita” karena penampilannya dalam Perjanjian Baru. Gabriel muncul sebagai seorang manusia bagi nabi Daniel (Dan 8:16; 9:21), diutus untuk menafsirkan beberapa visi (Dan 8:15-26; 9:20-27); Gabriel jugalah malaikat yang disebut dalam Dan 10-12. Di dalam Perjanjian Baru ia tampil di hadapan Zakharia mewartakan akan lahirnya Yohanes Pembaptis (Luk 1:11-19) dan di hadapan Santa Perawan Maria mewartakan akan lahirnya Yesus (Luk 1:26-38; bdk Luk 2:9; Kis 5:19; 8:26; 12:7). Gabriel juga digambarkan dengan jelas dalam tulisan-tulisan apokalip, terutama 1 Henokh. Dalam Gulungan Perang dari Qumran (Gulungan Laut Mati) ia juga disebut Mikael dan Sariel.



Rafael  nama bahasa Ibrani artinya, “Tuhan menyembuhkan”. Malaikat yang memainkan peran besar dalam kitab Tobit. Untuk sebagian besar di situ Rafael menyamar sebagai seseorang yang bernama Azarya (Tob 5:12), yang disewa Tobit untuk mengantarkan puteranya Tobias ke Media pergi pulang (Tob 5:13-16). Dalam perjalanan petualangan mereka, Rafael membantu mengatur perkawinan Tobias dengan Sara (Tob 6:9-12) dan memberikan cara untuk mengalahkan iblis (Tob 6:15-17) yang sudah lama menghalangi perkawinan Sara (Tob 3:7-8). Waktu mereka pulang kembali, Rafael memberikan cara untuk mengobati kebutaan ayah Tobias, Tobit (Tob 11:1-15) dan kemudian akhirnya ia menunjukkan jati diri yang sebenarnya: “Aku ini Rafael, satu dari ketujuh malaikat yang melayani di hadapan Tuhan yang mulia” (Tob 12:15). Rafael tidak muncul dalam Perjanjian Baru, tetapi ditampilkan dalam tulisan-tulisan teologi Yahudi di luar Kitab Suci sebagai malaikat penyembuh dan penakluk iblis (misalnya dalam 1 Henokh 10.4; 40.9; Gulungan Laut Mati, 1QM 9.15-16).

                Rafael merupakan salah satu malaikat yang dihormati di dalam Gereja, bersama dengan Mikael dan Gabriel, dan ia dihormati terutama sebagai malaikat kesembuhan. Dongeng Kristen sering menggambarkan Rafael sebagai kepala malaikat pelindung, malaikat pengetahuan dan malaikat ilmu. Rafael juga menjadi tokoh besar dalam tradisi mengenai malaikat dalam Agama Yahudi; legenda Yahudi menyatakan bahwa dia adalah salah satu dari ketiga utusan yang mengunjungi Abraham menjelang dihancurkannya kota-kota Sodom dan Gomora (Kej 18:2).



BAHAGIA SELAMANYA ITU MITOS. Hubungan Relasi Hati yang Mencintai Berfluktuasi

 Permenungan untuk Kerasulan Keluarga 1



Bambang Kussriyanto

Hubungan cinta atau hubungan apa pun dengan seseorang setelah melewati masa awal yang menggebu-gebu, selanjutnya akan disadari tidak selalu membahagiakan. Ada orang yang malahan lebih merasa enakan jika sendirian saja, atau paling tidak mengharapkan situasi yang  baginya sama saja dengan ketika sendirian.                               

                Adakah sesuatu yang membuat gembira (pekerjaan baru, atau rumah baru, misalnya), dan kemudian setelah lewat beberapa waktu, ternyata beberapa hal di dalamnya membuat sewot, dan menemukan tantangan persoalan baru? Memang darinya didapatkan sesuatu yang diinginkan, tapi ada juga hal-hal baru yang memberatkan dan masalah-masalah. Fantasi tentang hubungan dapat membuat orang jatuh "down" lebih dalam, misalnya ketika semula ia membayangkan kemesraan suatu acara, dan ternyata yang kemudian terjadi jauh dari yang dibayangkan. Seandainya orang menyikapi kenyataan “sesuatu” sebagaimana yang dialami, orang dapat mempunyai gambaran lain yang menyenangkan juga… walaupun memang ada saat-saat berat, namun selanjutnya diikuti dengan kegembiraan lagi.

                Memang ada “kecemasan pra-kelahiran” yang kemudian menjadi “haru-biru pasca kelahiran”, dalam fantasi tentang menjadi orang-tua yang menyebabkan depresi, ketika disadari bahwa bayi baru bukan hanya kegembiraan, tetapi juga membawa tuntutan juga. Fenomen seperti ini muncul lebih luas daripada sekedar berkenaan dengan kelahiran anak saja. Banyak pasangan yang baru menikah yang terobsesi oleh berbagai bayangan sebelum pernikahan, tetapi kenyataan hidup pernikahan selanjutnya membuat mereka kecewa. Banyak orang berhasil menyelesaikan pendidikannya, mendapat pekerjaan atau kenaikan pangkat, membeli mobil baru atau apa saja, lalu terkejut karena semua itu ternyata tidak menjamin kebahagiaan.                                         

                Bagaimana pun, setiap orang mengalami fluktuasi perubahan suka-duka, sedih-gembira, naik turun sepanjang hidup, dan perasaan itu juga terdapat dalam setiap hubungan relasi, bagaimanapun idealnya di permulaan. Ada periode nyaman dan masa tidak nyaman. Kadang dirasakan perlakuan yang baik membahagiakan, dan kadang dirasakan juga perlakuan yang bagi kejam, betapapun “baiknya” atau “hebatnya” seorang pasangan atau mitra.

                Kebahagiaan bersama selalu merupakan alasan untuk hidup bersama. Namun tujuan hubungan relasi meliputi juga bangunan keseimbangan di dalam dan di sekitar diri, dan membantu penerimaan dan pupusan akan hal-hal baik dan keutuhan diri. Sesudah keindahan awal dalam hubungan Anda berlalu, upaya melepaskan diri dari ilusi (kesadaran bahwa: waaalah, ternyata tidak semua hal dalam hubungan ini membuat bahagia) niscaya membantu mengingatkan akan kebenaran dasar ini.                                       

                Dalam masa permulaan yang menggebu-gebu, jika terutama yang dipandang adalah salah satu saja (entah daya tarik, sifat-sifat positif, dan peluang untuk bahagia selamanya) – semua membawa orang pada ilusi. Gejala memandang hal-hal yang positif belaka biasa disebut “efek lensa merah-muda” dalam psikologi, “kaca mata mawar”. Namun selanjutnya, ketika suatu relasi berjalan lebih lanjut lagi, sebagian besar orang lalu melihat sisi-sisi negatif, tetapi peraliham semacam itu juga akan membawa orang pada ilusi yang lain (katakanlah suatu “ilusi biru”).                                                                 

                Kedua fase itu sama-sama mencerminkan perspektif yang tidak seimbang dan tidak bisa disebut cinta sejati. Untuk mengalami hati yang mencintai, adalah bijaksana untuk memoderasi kecenderungan berlebihan (yang menyebabkan takut kehilangan dan putus asa) dan rasa kecewa (yang menyebabkan rasa tidak percaya dan mendorong undur diri). Kita perlu belajar untuk tidak terlalu lekat dengan seseorang atau mengharapkan sesuatu yang tidak ada; kita belajar menerima dan mensyukuri diri kita sekarang ini. Mencintai apa yang ada.                                                          

                Pasang surut dan lekuk-liku emosi tidak akan hilang. Sebaliknya seperti osilasi mata kita (membesar atau menyempit), perubahan emosi itu dapat bertambah besar atau bisa menyesakkan. Karena diri pribadi kita sendirilah (dan bukan orang lain) yang dalam hidup ini dapat memungkinkan  tetap merasa gembira atau sedih, diterima atau ditolak, manis atau pahit, murah hati atau serakah, sopan atau kasar, dan seterusnya. Pribadi kita memang seperti itu  dan merasakan semua itu, karena itulah sifat-sifat pokok kita sebagai manusia : kita memerlukan kedua sisi dari kehidupan itu untuk berkembang maju.                                                   

                Pengalaman nyata lebih mengungkapkan kebenaran ketimbang ilusi dan fantasi. Akan sangat baik jika kita tidak sekedar bersikap seolah-olah hanya tinggal memesan paket suatu kehidupan emosional dan mengharapkan paket lengkap itu disampaikan kepada kita semacam pizza relasi. Akan sangat hebat jika kita siap menjelajah ke berbagai arah hasrat yang tidak terperikan dan khas pada diri pribadi manusia –sehingga hubungan relasi dengan orang lain dapat membantu kita berkembang dengan memperluas kemampuan untuk merasa, berpikir dan untuk mengalami situasi beraneka ragam. Akan sangat menakjubkan jika orang lain tidak hanya memberi kepada kita pengalaman hidup, tetapi juga membantu kita agar lebih mendalam memahaminya!                          

                Jika kita mengancang hubungan relasi dengan mengingat-mengingat semuanya itu, tentulah penghargaan kita akan banyak bertambah jadi rasa syukur. Alih-alih kecewa karena tidak bahagia, kita dapat mulai mengenali semua sudut kehidupan dan bertumbuh dari pengalaman itu, entah dalam jalinan relasi dengan seseorang dalam menjalani hari-hari, atau sendirian saja, dan apakah itu untuk masa yang panjang, ataupun hanya untuk sementara.                                                                                                                              


Selasa, 27 September 2022

Belajar Bersama Tentang Arti Kejatuhan


 Th, Wiryawan

Kami (dari alumni Seminari Menangah Mertoyudan) Angkatan 79 /82 berkumpul dan memaknai apa yang menimpa Rm  Andang dan  bgm kami mencoba hadir dalam refleksi bersama

Rekan rekan, Kebersamaan selalu berawal dari sebuah perjumpaan dalam kesempatan apapun juga. Baik suka maupun duka.
Begitu pula pertemuan  siang ini di Wyrsolution (di Jakarta).

Kami (alumni SMM) angkatan 79/82, berkumpul di Wyrsolution sambil makan siang bersama dengan Rm Andang. Luar biasa animo teman teman angkatan kami. Di hari kerja ada 20 teman teman  meluangkan waktu untuk bertemu dan makan siang bersama. Bahkan rekan rekan Imampun hadir.
Ada  Rm Hadi yang datang walau masih dalam masa pemulihan karena stroke. Ada Rm Nico dari Papua yang datang  setelah berobat dari Rumah sakit hadir. Ada Rm Clay, Rm Wartaya dan berbagai kawan dari Bekasi dan Tanggerang hadir.

Beberapa Romo sharing apa arti kejatuhan dan bagaimana menyikapinya. Ada yang pernah diisukan begitu gencar dan tetap setia pada panggilan. Ada Romo yg pernah jatuh dan bangkit kembali.




Beberapa  kawan yang hidup sebagai kepala keluarga juga sharing tentang perjuangan dan jatuh bangunnya sebagai suami.
Subekty mengatakan ini harus menjadi kaca bagi kita. Wito mengatakan apapun yg kita perbuat akan membawa stigma dan itu harus diatasi. Dadang sharing tentsng arti " kejatuhan" dalam kesehatan. Disikapi dengan dewasa dan tidak menjadi beban.
Willem mengatakan kejadian dalam hidup membuat kita lebih manusiawi bahwa manusia memiliki kelemahan dan kemampuan bangkit kembali dan berbagai pengalaman iman dari Djohan, Harsono Atok dll

Kami sampai pada satu kesadaran bahwa  Kita yang pernah gagal dalam hidup akan lebih menghargai kehidupan.
Kita yang pernah jatuh akan sangat menghargai arti kejatuhan.
Kita yang telah terkuras air matanya akan semakin mengerti betapa mahal arti setetes air mata.
Semua perasaan, pengalaman, setiap kondisi apapun adalah pupuk untuk pohon kehidupan yang tumbuh dalam jiwa kita. Kita harus dapat mengambil hikmahnya dan berani Move on.

Saat ini Rm Andang sedang seperti "dipacul." Sakit, perih tapi harus dilalui dan berani mengambil hikmahnya. Kami turut merasakannya sebagai kawan.




Pada dasarnya makanan siang bersama hari ini memiliki arti adanya kehidupan di angkatan kami.  Makan siang hari ini merupakan suatu TANDA. Karena Tanda, kita bisa melihat, mencium aromanya, memegangnya, mengecap, merasa, menikmati, dan menelannya. Tetapi Tanda itu bukan sekedar Tanda. Ia memberi pesan mendalam : Adanya kehadiran kita saat ada kawan kita sedang menghadapi masalah dan cobaan. Apakah itu rekan imam atau rekan rekan yang non Imam yang menghadapi pergumulan rumah tangga atau bisnis atau karir atau menghadapi masa pensiun.

Sekarang saatnya Rm Andang memiliki  ruang dan waktu untuk  menyelesaikan masalah sesuai aturan Ordo.
Kehebatan Rm Andang adalah mengakui kelemahannya, menyesalinya dan akan bangkit kembali.

Sharing dan pesan kami ke Rm Andang: Kami teman seperjalanan selalu mengasihi Rm Andang dan terus mendoakan Rm Andang.




Hari ini kami kembali menyadari bahwa setiap perjumpaan dengan kawan kawan seangkatan yang intens dalam berkarya, mencintai kehidupan, memiliki passion, menghargai kebersamaan selalu meninggalkan kesan  mendalam seperti pertemuan siang ini. Nikmatnya luar biasa. 

MALAIKAT

 


Tanggal 29 September Gereja memeringati Para Malaikat Agung, Mikael, Rafael dan Gabriel. Untuk menyiapkan batin menyambut peringatan itu saya sampaikan pandangan Kitab Suci mengenai para Malaikat.

Malaikat  

Harfiah artinya ”utusan”. Para malaikat adalah roh murni, diciptakan oleh Allah. Mereka melayani sebagai utusan kehendak ilahi; sebutan yang digunakan kadang-kadang juga dijadikan sebutan orang yang melakukan peranan sebagai seorang utusan (dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebaga “messenger” atau “envoy” dalam RSV; misalnya Yes 18:2; 33:7; diterapkan pada Yohanes Pembaptis, Mat 11:10). Malaikat sudah ada sejak Penciptaan, bertindak sebagai pewarta rencana ilahi.

 

I.             Hakekat dan Pekerjaan Malaikat

A.            Malaikat adalah Roh Murni

B.            Perbedaan Antara Hakekeat dan Pekerjaan

C.            Malaikat Sebagai Bala Tentara Allah

II.            Pelayanan para Malaikat

A.            Malaikat Dalam Perjanjian Lama

B.            Malaikat Dalam Perjanjian Baru

III.           Susunan Kedudukan dan Jumlah Malaikat

A.            Susunan Jabatan Para Malaikat

B.            Malaikat yang Bertugas di Tempat Tertentu

C.            Jumlah Para Malaikat

IV.          Malaikat yang Jatuh Dalam Dosa

 

I.             Hakekat dan Pekerjaan Malaikat

A.            Malaikat adalah Roh Murni

Keberadaan malaikat sebagai makluk rohani yang tidak berbadan merupakan kebenaran iman yang didukung oleh Kitab Suci (Mzm 90:11; Mat 18:10) dan oleh tradisi lama Katolik (bdk KGK 328-336). Tradisi Yahudi pada umumnya memelihara suatu kepercayaan akan malaikat, terkecuali para Saduki (Kis 23:8). Paus Klemens X (masa kepausan 1670-1676) menyetujui devosi kepada malaikat pelindung (bdk Dan 4:10.20; 10:10.13.20; Mat 18:10; Kis 16:6).



B.            Perbedaan Antara Hakekat dan Pekerjaan

Santo Agustinus menyatakan: “Malaikat” adalah sebutan pekerjan mereka, bukan sebutan kodrat mereka. Jika Anda mencari nama kodrat mereka, itulah “roh”; sedang jika yang Anda cari pekerjaan mereka, mereka adalah “malaikat”; dari sudut mereka itu apa, mereka adalah roh; dari sudut apa yang mereka lakukan, “malaikat”.

 C.           Malaikat Sebagai Bala Tentara Allah

Malaikat sering diperlihatkan mengawal tahta Tuhan, seperti yang digambarkan dalam Kitab Daniel (7:9-10; bdk Mzm 96:7; 102:20; Yes 6). Rujukan juga diarahkan kepada ketujuh malaikat yang tugas khususnya adalah berjaga di depan tahta Allah (Tob 12:15; Why 8:2-5; juga “malaikat kehadiran”, Yes 63:9). Para malaikat memandang Allah (Mat 18:10). Dalam Perjanjian Lama, sering disampaikan dengan gambaran jemaah orang-orang kudus yang terdiri dari “orang-orang kudus” (Mzm 89:6; Ayb 5:1; Dan 8:13) dan “anak-anak elohim’ (Allah) atau “anak-anak elim” (Mzm 29:1; 89:7; Ayb 1:6; 2:1; 38:7) yang berada di sekeliling tahta dan memuji Yahweh (Yos 5:14; 1 Raj 22:19; Mzm 103:20; 148:2). Mereka juga disebut ”anak-anak Allah” (Ayb 1:6; 38:7) dan para ”pelayan” kehendak Ilahi (Mzm 103:21; 104:4). Tiga malaikat yang secara khusus diberi nama di dalam Kitab Suci adalah Mikael (Dan 10:13.21; 12:1; Yud 1:9; Why 12:7), Rafael (Tob 5-11; 12:15) dan Gabriel (Dan 8:16, 9:21; Luk 1:11.19.26dst).

II.            Pelayanan para Malaikat

Tuhan mengirim malaikat untuk mewartakan kehendak ilahi; untuk menegur, menyemangati, membantu, menghukum dan mengajar; dan untuk melaksanakan keadilan ilahi. Mereka berfungsi sebagai perantara pokok antara Allah dan manusia.

A.            Malaikat Dalam Perjanjian Lama

Di dalam Pejanjian Lama para malaikat membantu mereka yang takut akan Tuhan (Mzm 33:8; 90:11) dan diutus oleh Tuhan membantu sejumlah besar orang : Hagar (Kej 16:7; 21:7); Abraham (Kej 18; 22:11), Lot (Kej 19:1-23); Yakub (Kej 28:12); Elia (1 Raj 19:5), ketiga anak (Dan 3:49), Daniel (Dan 6:22); Tobias (Tob 5:6-22).



                Seorang malaikat memimpin bangsa Israel dalam perjalanan Keluaran mereka dari Mesir (Kel 23:20; 33:2; Bil 20:16). Begitu pula Tuhan mengirim malaikatNya untuk mencegah Bileam mengutuk umat Allah (Bil 22:31-32), dan mengutus malaikat yang lain kepada Yosua (Yos 5:13-14). Ada malaikat yang memilah bangsa (Hal 2:1-4) dan menampakkan diri kepada Gideon (Hak 6:11-40; 7:1-7), ibu Simson (Hak 13:3-21), dan nabi Zakharia (Za 2-6); satu malaikat menghukum Daud (2 Sam 24:16; 1 Taw 21:15) dan menjelaskan soal  visi kepada Daniel (Dan 8:16; 9:21; 10:5.10.16). Para malaikat juga secara aktif terlibat dalam soal ketentaraan dalam Perjanjian baru, ketika mengalahkan Asyur (2 Raj 19:35), memimpin pasukan Makabe (2 Mak 11:6-13) dan menghukum Heliodorus (2 Mak 3:24-27). Ungkapan khusus “Malaikat  Tuhan’ dalam Kitab Kejadian dan Kitab-kitab Sejarah sering digunakan untuk menyebut utusan surga yang berbicara dan bertindak atas nama Tuhan, maka merupakan malaikat perantara, tetapi para ahli lebih suka menafsirkan frasa itu merujuk pada campur tangan langsung dari Tuhan dalam persoalan manusia (mis Kej 16:13; 21:18; 31:11; 32:24; Kel 14:19; Kej 6:14; 13:22).

B.            Malaikat Dalam Perjanjian Baru

Dalam Perjanjian Baru para malaikat memainkan peran yang sama dengan yang dimainkan dalam Perjanjian Lama. Ibr 1:14 secara retoris mengajukan pertanyaan: “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?”

                Satu malaikat mewartakan kelahiran Mesias kepada Maria (Luk 1:26-38), dan para malaikat dikaitkan erat dengan Kristus, mulai dari kisah masa kanak-kanak hingga pada kenaikan ke surga. Demikianlah maka para malaikat itu menyanyikan lagu pujian  mereka pada waktu kelahiran Kristus; “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi!” (Luk 2:14) dan satu malaikat memerlihatkan diri kepada Yusuf (Mat 1:20; 2:13-19); Zakharia (Luk 1:11.19-20) dan para gembala di Betlehem (Luk 2:9.15).

                Selama masa hidup Yesus di dunia, para malaikat terus melaksanakan dua pekerjaan tradisional sebagai utusan dalam sejarah keselamatan dan merupakan bala  surga, terutama di dalam menaungi Yesus (Luk 12:8; 15:10; Mat 24:36). Mereka membawa Yesus ke gurun (Mat 4:11) dan memberikan kekuatan kepadaNya ketika sekarat di Taman Getsemani (Luk 22:43). Sesudah kebangkitan, para malaikat turun dari surga, membuka pintu kubur, dan mewartakan bahwa Yesus sudah bangkit (Mat 28:2-7). Dalam Mat 28:3. malaikat itu “wajahnya bagaikan kilat dan pakaiannya putih bagaikan salju”.

                Para malaikat menampakkan diri kepada para murid setelah Yesus naik ke Surga (Kis 1:10), dan kemudian kepada Petrus (Kis 10:19; 12:7-11), kepada Paulus (Kis 27:23), Kornelius (Kis 10:3; 11:13), dan kepada sida-sida ratu Kandake (Kis 8:26-39). Malaikat melepaskan Petrus dan Yohanes dari penjara (Kis 27:33) dan malaikat yang lain menampar Herodes Agripa yang kemudian mati dimakan cacing-cacing (Kis 12:23).

                Di dalam Surat-surat para malaikat menjadi saksi penderitaan para rasul yang teraniaya (1 Kor 4:9) dan dalam konteks liturgi Paulus menyatakan bahwa wanita harus menutup kepalanya untuk menghormati para malaikat (1 Kor 11:10). Hukum Musa diberikan melalui malaikat (Kis 7:53; Ibr 2:2; Gal 3:19). Bahkan sekalipun malaikat mewartakan injil lain, seharusnya tak seorangpun memercayai mereka (Gal 1:8), juga tidak ada malaikat yang disembah (Why 19:9-10). Malaikat juga menjadi pengantara visi-visi dalam Wahyu kepada Yohanes (Why 1:1; 22:8).

                Peran para malaikat di akhir zaman ditegaskan dalam beberapa ayat. Para malaikat akan memanggil manusia ke pengadilan (Mat 24:31; 1 Tes 4:16); tetapi mereka tidak tahu kapan saatnya (Mrk 13:32). Sekalipun begitu mereka akan menyertai kedatangan Yesus kembali untuk mengadili dunia (Mat 16:27; 2 Tes 1:7).

III.           Susunan Kedudukan dan Jumlah Malaikat



A.            Susunan Jabatan Para Malaikat

Kitab Suci menyebut berbagai macam malaikat, dan tidak semua malaikat setara (Dan 10;13; Why 12:7). Derajat atau lapisan tertentu disebut di tempat yang berbeda-beda: serafim (Yes 6:2.6); kerubim (Kej 3:24; Sir 49:10; Yeh 10:1-22); singgasana (Kol 1:16); wilayah kekuasaan (Kol 1:160; penghulu malaikat (1 Tes 4:16) dan malaikat. Daftar ini bisa berubah-ubah menurut siapa penulisnya di antara para penulis Kristen  dari masa-masa berikutnya, dengan pengembangan yang paling luas terdapat pada Dionisius dari Arepagus dalam De Coelesti Hierarchia (Hirarki Surga), Santo Gregorius Agung dan Santo Tomas Aquinas dalam Summa Theologieae.

B.            Malaikat yang Bertugas di Tempat Tertentu

Menurut Dan 10:12-21 berbagai macam malaikat yang digambarkan sebagai para pangeran bertanggungjawab atas bangsa-bangsa tertentu (misalnya Persia). Peranan yang sama seperti itu juga muncul dalam Kitab Wahyu, di mana disebutkan “para malaikat dari ketujuh jemaat” di Asia (Why 1:20).

C.            Jumlah Para Malaikat

Dalam Kitab Suci jumlah malaikat digambarkan besar sekali “Seribu kali beribu-ribu dan selaksa kali berlaksa-laksa melayani Dia” (Dan 7:10; juga Why 5:11; Mzm 67:18; Mat 26:53).



IV.          Malaikat yang Jatuh Dalam Dosa

Kitab Suci juga menegaskan adanya malaikat yang berdosa; malaikat-malaikat yang memberontak kepada Tuhan, dan yang dilemparkan ke dalam neraka (2 Ptr 4; Yud 1:6). Secara bersama-sama, para malaikat yang kehilangan rahmat itu bersama dengan Setan, disebut malaikat-malaikat yang berbuat dosa (2 Ptr 2:4). Mereka mungkin disebut roh-roh jahat(1 Kor 10:20), atau  roh-roh najis (Mrk 5:13), malaikat-malaikat Iblis (Mat 25:1) dan malaikat-malaikat naga (Why 12:7). Rujukan lain untuk malaikat yang berdosa itu dapat ditemukan dalam Why 9:11 dan 2 Kor 12:7.



VINCENTIUS A PAULO DAN KONGREGASI MISI (CM)


 

Bambang Kussriyanto

Saya berasal dari kota Cepu. Paroki Cepu dikembangkan oleh para imam Vinsensian. Masa remaja saya berada dalam asuhan misionaris CM dari Italia. Maka sosok St Vinsensius a Paulo dan para imam Vinsensian (Lazaris) merupakan kenangan yang tak terlupakan untuk saya, dan setiap hari peringatan St Vinsensius a Paulo menyembul sebagai kenangan penuh syukur.

St. Vinsensius a Paulo (1581-1660) lahir di desa Puoy, Dax, Landes di provinsi Gascony, Prancis. Ia belajar  teologi di Toulouse dan ditahbiskan menjadi imam pada 1600 ketika usianya 19 tahun, namun studinya baru selesai pada 1604. Sebagai imam muda ia ditangkap bajak laut Moor dan dijual sebagai budak di Afrika. Pengalaman itu adalah jalan Tuhan baginya untuk membaptis tuannya, yang kemudian membebaskan Vinsensius pada 1607 dan memulangkan dia ke Perancis. Vinsensius kemudian menjadi pastor paroki, dan giat mengunjungi dan memberi bantuan pada budak-budak, serta menjadi bapa rohani para suster Kabar Sukacita. Ia pada tahun 1625 dengan bantuan keluarga Gondi yang dermawan mendirikan kongregasi imam untuk misi umat  (CM)  yang lazim disebut Lazaris karena biaranya bekas maison de lazar (atau rumah perawatan orang lepra) yang diutus bekerja di pedesaan. Dengan bantuan Louisa de Marillac ia mendirikan tarekat Suster Cinta Kasih untuk membina para gadis muda, melayani orang miskin, orang sakit, dan anak terbuang. Ia meninggal pada 1660 di St. Lazarus yang merupakan pusat tarekatnya. Motto hidupnya: “Tuhan memelihara kamu”. “Marilah mengasihi Tuhan dengan bekerja dan berpeluh di wajah kita”. 

                            Pewartaan Injil kepada Orang Miskin Mengutus Saya


Sebelum Vinsensius meninggal, antara 1625 dan 1654 rumah komunitas Lazaris bertambah 19 di Perancis, 2 di Italia, 2 di Barbarus, 1 di Polandia. Sampai permulaan Revolusi Perancis (1792) anggota Lazaris terbilang 770 orang (508 imam + 262 bruder), dari 32 orang pada 1632. Selama Revolusi Perancis Gereja dimusuhi dan imam-imam Lazaris mengungsi menyebar ke rumah-rumah komunitas di negara lain. Baru pada 1816 mereka membangun kembali misi di Perancis. Pada tahun 1832 Yohanes Gabriel Perboyre CM diutus menguatkan misi di China (sejak 1784), dan sebelumnya dalam perjalanan ke China ia singgah di Indonesia, khususnya tinggal sebulan di Surabaya. Paus Leo XIII menetapkan Vinsensius sebagai pelindung lembaga-lembaga amal kasih.

Pada tahun 1923 atas undangan Propaganda Fide Vatikan yang memenuhi permintaan bantuan tenaga misi dari Vikaris Apostolik Batavia, CM datang dan bekerja di Surabaya dan sekitarnya (Jawa Timur bagian barat) hingga kemudian membentuk Keuskupan Surabaya (prefektur apostolik 1928-1941; vikariat apostolik 1941-1961; keuskupan dari 1961). Karya CM Indonesia di luar Keuskupan Surabaya berkembang di Sintang (1975) dan Jayapura (1986), Banjarmasin (1992). CM Indonesia menjelang peringatan 100 tahun karya di Indonesia.


Suatu Perspektif Ayb 3:1-3.11-17.20-23

 Bambang Kussriyanto

Pilot yang melakukan penerbangan malam menyebut teknik “terbang buta”. Mereka tidak melihat semua yang di luar pesawat, melainkan fokus pada alat-alat navigasinya. Mereka memastikan untuk mencapai tujuan dengan cara itu. Begitu pula masinis kereta api yang membawa rangkaian keretanya memasuki terowongan panjang. Visi terowongan hanyalah menjaga alat navigasi membawa perjalanan ke mulut terowongan di depan sana di mana terang memancar memberi cahaya cerah untuk semua.

Kepahitan hati atas rangkaian kemalangan dalam hidup dapat membawa kita pada penyelesaian yang mudah: mati saja. Kita bisa berandai-andai bahwa lebih baik mati dalam kandungan ibu dan jangan pernah dilahirkan dan melihat cahaya, hanya untuk mengalami hidup penuh derita. Tetapi nyatanya kita lahir dan hidup dan mendapatkan pengalaman hidup melalui penderitaan. Kita mengalami gelap malam dan terowongan panjang dalam perjalanan hidup kita. Sesungguhnya perjalanan hidup yang dikaruniakan pasti mempunyai tujuan, maka yang diperlukan adalah berpegang pada tujuan itu. Perjalanan bergerak ke depan dan tidak ada jalan berputar atau titik balik untuk kembali pada permulaan, berandai-andai tidak dilahirkan. Pengalaman kegelapan hidup dan terowongan derita memang bisa melahirkan sikap pesimis. Tetapi pilot dan masinis memberi inspirasi kepada kita untuk terbang buta dan memberi visi terowongan yang fokus pada tujuan perjalanan, selebihnya diserahkan kepada penyelenggaraan ilahi. Yang diperlukan adalah kesabaran, yang tak jarang sangat luar biasa, ditopang pengharapan iman yang menguatkan, dalam menanggung kegelapan dan lorong panjang derita, agar sampai pada Sang Cahaya yang memberi hidup, Tuhan. Dalam kesabaran dan pengharapan itu, kepahitan hati dapat dibuat tawar. Kegalauan jadi ketenangan.

“Jangan takut. Ini Aku”, kata Yesus ketika para murid di dalam perahu yang terombang-ambing dalam kegelapan, diancam badai dan gelombang. Tuhan pada waktunya menenangkan badai dan membuat air menjadi tenang, dan pagi datang membawa cahaya.



Senin, 26 September 2022

PETRUS

 


Seorang teman meminta saya menulis tentang Petrus. Saya tidak tahu pasti apakah ia meminta penjelasan tentang Surat-surat Petrus, atau tentang pribadi Petrus. Suatu ketika nanti saya akan menyampaikan tulisan tentang Surat-surat Petrus, maka yang saya sajikan di sini adalah tentang pribadi Petrus.

Petrus dari bahasa Yunani petros, “karang”. Simon Petrus, rasul Yesus Kristus, pemimpin Keduabelas Rasul dan gembala utama Gereja Kristen awal. Ia banyak muncul dan dikisahkan dalam Injil-injil dan Kisah Para Rasul dan dianggap pengarang dua surat Perjanjian Baru, 1dan 2 Petrus (1 Ptr 1:1; 2 Ptr 1:1).

 

I. MURID YESUS  

Petrus aslinya dikenal bernama Simon, anak Yohanes (Yoh 1:42), dan saudara Andreas (Yoh 1:40). Ia seorang nelayan penangkap ikan dari Betsaida, suatu komunitas kecil di sebelah utara Laut Galilea (Yoh 1:44) dan sudah menikah (Mat 8:14). Ia juga punya sebuah rumah di Kapernaum (Mrk 1:21.29).

          Yesus memanggil Simon untuk menjadi muridNya pada awal karyaNya. Dalam injil Matius, Markus dan Lukas, Simon menerima panggilan untuk mengikut Kristus sewaktu menjala ikan (Mat 4:13-20; Mrk 1:16-18; Luk 5:1-11). Dalam Injil Yohanes kita dapatkan perjumpaan lain yang diatur oleh saudara Simon, Andreas (Yoh 1:40-42). Dalam kesempatan itu Yesus mengubah nama Simon menjadi Petrus: “Engkau Simon, anak Yohanes, engkau akan dinamakan Kefas” (Yoh 1:42). Kefas adalah nama Aram yang berarti karang dan diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani petros, [yang kemudian melalui bahasa Latin diserap ke dalam bahasa kita menjadi] Petrus. Perubahan nama itu secara resmi baru terjadi belakangan dalam karya Yesus sesudah Simon mengakui keputraan ilahi Yesus (Mat 16:16). Menanggapi pengakuan itu Yesus menjadikan Simon sebagai dasar komunitas Kristen : “Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat 16:18). Sesudah itu rasul itu disebut Petrus atau Simon Petrus, sekalipun Paulus juga menyebutnya dalam bahasa Aram, Kefas (1 Kor 1:12; 9:5; 15:5; Gal 2:9.11.14).

          Perubahan nama itu menandai perubahan misi dalam hidup Simon. Ia bukan hanya seorang Rasul di antara yang lain-lain, tetapi Rasul yang dianggap “yang pertama dan terutama” dari Keduabelas Rasul (Mat 10:2). Maka ia mendapatkan hubungan yang sangat erat dengan Yesus (Mat 17:24-27) dan diberi kesempatan-kesempatan khusus, bersama Yakobus dan Yohanes, untuk menjadi saksi keajaiban-keajaiban misalnya pembangkitan puteri Yairus dari mati (Mrk 5:37) dan peralihan rupa Yesus dalam kemuliaan atau Transfigurasi (Mat 17:1-8). Petrus juga bertindak selaku juru bicara bagi Keduabelas Rasul (Mat 15:15; Mrk 9:5; 10:28; Luk 12:41; Yoh 6:67-69).

          Penempatan Petrus sebagai tokoh penting dalam Injil-injil lebih dari sekedar kehormatan belaka. Yesus memberi tanggungjawab besar kepada Petrus. Sebagai “karang” dan landasan Gereja, kepadanya dipercayakan “kunci-kunci Kerajaan Allah” dan wewenang dari surga untuk “mengikat” dan ”melepaskan” sebagai gembala utama dan guru bagi murid-murid Kristus di dunia (Mat 16:19). Peneguhan peranan Petrus itu diberikan sesudah Kebangkitan, ketika Kristus memberi tugas kepada Petrus: “Gembalakanlah domba-domba-Ku... Gembalakanlah domba-domba-Ku... Gembalakanlah domba-domba-Ku” (Yoh 21:15-17). Maka ia mewakili dan bertindak atas nama Yesus “gembala yang baik” (Yoh 10:14). Tidak ada rasul lain yang oleh Yesus diberi misi sebesar itu.

          Namun Petrus berjuang keras untuk tetap setia kepada Kristus ketika peristiwa-peristiwa dalam sengsara dan wafat Kristus mulai terjadi. Ketika pihak yang berwenang menangkap Yesus di Taman Getsemani, Petrus bereaksi dengan melakukan kekerasan dan memotong telinga seseorang yang bernama Malkhus (Yoh 18:10-11). Namun ketika ia ditanya mengenai hubungannya dengan Yesus sewaktu ia duduk di halaman rumah imam besar, Petrus menyangkal mengenal Yesus tiga kali (Mat 26:69-75). Yesus sudah menubuatkan sikap pengecut Petrus itu sebelumnya (Mrk 14:29-30). Dan menyemangati Petrus supaya “menguatkan” saudara-saudaranya, setelah Petrus menyesali sikapnya itu (Luk 22:31-32).

          Akhirnya Petrus adalah rasul pertama yang menyaksikan makam Yesus yang kosong (Luk 24:12; Yoh 20:3-7) dan yang pertama dari Keduabelas Rasul yang melihat Yesus bangkit lagi (Luk 24:34; 1 Kor 15:5) (KGK 442, 552-553, 765, 880-881, 1429).

 


II. GEMBALA GEREJA

Petrus tampil dominan dalam bab-bab pertama kitab Kisah Para Rasul yang menggambarkan berdirinya Gereja di Yerusalem dan awal penyebaran Injil (Kis 1-2). Peranannya pada hari-hari pertama ini persis seperti yang diharapkan orang sesudah membaca Injil: ia tampil di depan di antara para rasul sebagai guru utama, gembala dan pengambil keputusan bagi Gereja awal.

          Kepemimpinannya dilaksanakan dalam berbagai-bagai kesempatan:

          1. Sesudah Tuhan naik ke surga, Petrus memutuskan untuk mencari saksi Tuhan yang memenuhi syarat untuk menggantikan Yudas Iskariot, supaya jumlah Rasul genap duabelas (Kis 1:25-26).

          2. Pada hari Pentakosta, ketika Roh Kudus turun atas para rasul di ruang atas, Petruslah yang tampil pertama berkhotbah di tengah-tengah orang banyak sebagai ketua pewarta Injil dari Gereja (Kis 2:14-16) dan menyerukan agar mereka memberikan diri dibaptis (Kis 2:37-41).

          3. Orang pertama dalam sejarah Kristen harus disembuhkan dalam nama Yesus, disembuhkan oleh Petrus (Kis 3:1-10).

          4. Petrus diakui bertindak sebagai pejabat kepala Gereja ketika ia ditangkap oleh Sanhedrin (bersama Yohanes) dan didesak untuk mempertanggungjawabkan ajarannya (Kis 4:1-12)

          5. Disiplin Gereja untuk pertama-kalinya ditegakkan oleh Petrus, ketika dua anggota komunitas perdana, Ananias dan Safira, ketahuan berdusta (Kis 5:1-11).

          6. Ketika orang-orang Samaria pertama menerima Injil, persetujuan Petrus diperlukan untuk menerima mereka sebagai anggota Gereja dan mendatangkan Roh Kudus atas mereka (Kis 8:14-17).

          7. Petrus adalah wewenang Kristen pertama untuk mengajarkan Injil dan  membaptis bangsa lain sesudah Tuhan menyampaikan kehendakNya mengenai bangsa lain dalam suatu penglihatan (Kis 10:1-48)

          8. Petrus memainkan peran yang sangat menentukan dalam konsili gereja yang paling awal, Konsili Yerusalem (Kis 10). Walaupun yang lain seperti Yakobus memikul peran pemimpin dalam mengajukan strategi pastoral bagi jemaat Kristen (Kis 15:13-21), Petrus sebagai pembicara utama demi iman mengakhiri debat panjang tentang sunat dengan pernyataan ajaran yang tegas : “kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga” (Kis 15:11).

          Di luar babak-babak utama ini, hanya sedikit saja pekerjaan dan tindakan Petrus yang dicantumkan dalam Perjanjian Baru. Kitab Kisah Para Rasul menunjukkan bahwa Petrus pergi meninggalkan Gereja Yerusalem ke tempat lain pada awal tahun empatpuluhan (Kis 12:17). Surat-surat Paulus menunjukkan bahwa Petrus menjadi tuan rumah bagi Paulus di Yerusalem sesudah ia bertobat (Gal 1:18) dan untuk beberapa kemudian ia berada di Antiokhia Siria, dan disitu Paulus terpaksa mengecam Petrus karena mengkompromikan Injil karena tekanan orang-orang lain (Gal 2:11-14), dan tampaknya Petrus pernah berada di Korintus di Yunani selatan beberapa waktu sebelum pertengahan tahun limapuluhan (1 Kor 1:12). Dua surat Petrus, yang tampaknya ditulis pada pertengahan tahun enampuluhan, mengungkapkan keprihatinan pastoralnya atas Gereja-gereja di Asia Kecil (1 Ptr 1:1; 2 Ptr 3:1) dan menunjukkan bahwa ia menulis dari Roma (yang disamarkan dengan nama “Babilon” dalam 1 Ptr 5:13).

 


III. HARI-HARI TERAKHIR

Kitab-kitab Perjanjian Baru tidak berbicara apa-apa tentang akhir hayat Petrus. Namun tradisi Kristen melengkapi dengan beberapa detil. Eusebius dari Kaisarea, sejarawan abad keempat, mengungkapkan tradisi yang menyatakan bahwa Petrus tiba di Roma pada masa pemerintahan Kaisar Klaudius antara tahun 41 dan 54 (Hist. Eccl., 2:14) dan banyak penulis kuno lainnya juga menyatakan bahwa tahun-tahun terakhir hayat Petrus dilewatkan di ibukota kekaisaran Roma (sesuai dengan 1 Ptr 5:13). Kemudian Eusebius menyatakan bahwa Petrus dibunuh sebagai martir di ibukota Roma itu; ia disalibkan dengan kepala di bawah atas permintaannya sendiri (Hist.Eccl 3:1). Santo Ireneus dari Lyon, seorang pemimpin Gereja abad kedua, menyatakan bahwa Petrus bersama dengan Paulus adalah pendiri Gereja Roma (Adv Haer., 3.3). Kematian Petrus sebagai martir terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Nero sekitar tahun 67.



Bambang Kussriyanto