Daftar Blog Saya

Kamis, 17 November 2022

ZIARAH HAHEHO HAPPY-HEALTHY-HOLY DAN MAKNA PEZIARAHAN KITA

 


Beberapa waktu di bulan Oktober yang lalu saya takjub dengan kreativitas Pusat Pastoral KAJ Panti Samadi Klender. Mereka mengorganisir rombongan ziarah luar biasa dari Jakarta ke Surabaya-Malang-Kediri. Mereka menyewa kereta api eksekutif 9 gerbong, bukan kereta api reguler, tapi kereta api khusus rombongan luar biasa. Bukan berarti bahwa mereka boleh mengatur jadwal dan bisa berhenti di sembarang tempat, tetapi mereka boleh menggunakan gerbong sebagai ganti gedung gereja dan melakukan Ekaristi. Baru sekali ini saya melihat Ekaristi dalam gerbong kereta api, dilaksanakan oleh rombongan Ziarah HaHeHo, Happy-Healthy-Holy. Teman-teman penyelenggara dari Panti Samadi yang dipimpin Rm Yustinus pasti punya banyak cerita untuk dibagikan.

Hari-hari ini di pertengahan November Bandara Soekarno Hatta Terminal 3 penuh sesak dengan rombongan Umrah, ziarah ke Mekah. Para peziarah dan pengantar mereka membuat bandara penuh sesak dan hampir semua tempat makan dijejali peziarah dan keluarga mereka sekampung. Saya jadi teringat tulisan tentang makna menjadi Kristen adalah berziarah di dunia menuju Kerajaan Allah dari Timothy Radcliffe OP. Saya kutipkan petikan di bawah ini..

https://youtu.be/qKj2pO3LRts

            Pergi ziarah merupakan suatu ungkapan yang wajar dari “kelaparan” agamawi. Ketika aku check-in untuk turut dalam suatu penerbangan di Bandara Stansted, aku sempat memperhatikan sebuah iklan buku ilmu pengetahuan dan kesehatan yang dipasang di atas meja konter. “Isilah baik-baik bahan bakar ziarah rohani Anda.” Angkasa kita penuh dengan orang yang melakukan perjalanan, dan perjalanan kita sering merupakan gejala dari suatu pencarian, suatu pengejaran harapan, walaupun kadang sulit membedakan mana yang turisme atau perjalanan wisata-rekreasi, dan mana yang ziarah. Lima juta orang datang mengunjungi Lourdes (Perancis) setiap tahun, dan dua juta orang mengunjungi Fatima (Portugal). Setiap minggu pada musim panas 6000 anak muda pergi ke Taize. Eropa juga menjadi tempat persilangan peziarah yang akan pergi mengunjungi Iona (Yunani), Walsingham (Inggris), Chartres (Perancis), Roma (Italia), Medjugorje (Bosnia) dan Czestochowa (Polandia). Ungkapan iman seperti ini juga terjadi di lingkungan Muslim yang mengunjungi Mekkah, para peziarah Hindu ke Varanasi, peziarah Shinto ke Gunung Fuji, dan para penganut semua agama yang terkait dengan iman Abraham (Yahudi, Kristiani, Islam dan Bahai) ke Yerusalem. Pergi berziarah punya akar di dalam kodrat manusia. Peziarahan dapat mengungkapkan keyakinan yang dalam, tetapi juga ada ruang untuk keraguan yang oleh para peziarah diharapkan diperoleh jawabannya dalam perjalanan mereka itu atau sesudahnya. Aku terus menerus bertemu dengan orang-orang yang hendak mengunjungi Santiago de Compostela (Spanyol). Mereka itu sering meragukan kepercayaan iman mereka sendiri, curiga pada suatu ajaran, namun toh mereka tetap melakukan perjalanan ziarah juga. Mereka mungkin tidak termasuk anggota Gereja manapun secara statistik, dan tidak tertarik kepada ibadat dari Minggu ke Minggu, tetapi mereka merasa nyaman ketika sampai di tempat-tempat suci, mendapatkan dan merangkul patung Santo Yakobus yang seperti mereka mengenakan pakaian peziarah.    

            Para leluhur kita tak punya pilihan, harus menempuh jalan yang lebih sulit dalam melakukan peziarahan. Namun, sekalipun para musafir di zaman modern ini dapat melakukan perjalanan dengan lebih mudah dan nyaman, ada jutaan orang memilih berziarah dengan berjalan kaki atau naik sepeda. Kata mereka, tanpa penderitaan dari suatu perjuangan tak akan ada manfaat yang bisa didapat. Menurut Dante, Santo Yakobus adalah Rasul Pengharapan, dan Santo Tomas Akuinas berkata bahwa harapan adalah demi “bonum futurum arduum possibile.”[1] Kebaikan masa depan yang walaupun sulit tetap mungkin didapat.  Tak dapat kita katakan apapun kepada kaum muda tentang iman kita, jika kita tidak bersedia berziarah bersama mereka, kadang secara harafiah, kadang sebagai ziarah batin. Pastilah Kardinal Basil Hume sangat dicintai karena beliau jelas sekali seorang peziarah, seorang yang berjalan menyertai kita yang sedang mencari Allah. Ia menulis buku terkenal To be a Pilgrim (Menjadi Peziarah).                                

            Seharusnyalah kita mensyukuri dan memupuk hasrat untuk berziarah yang ada pada diri setiap orang. Sebab hal itu merupakan ungkapan dari harapan yang hanya tersirat dalam jiwanya. Seorang teolog abad ke sembilan Paskhasius Radbert mengatakan, “Keputus-asaan tak punya kaki untuk menempuh jalan, yaitu Kristus sendiri.”[2] Kita ini seperti burung laut yang ingin segera terbang bermigrasi ketika musim semi tiba, atau seperti ikan salmon yang didorong oleh hasrat yang kuat untuk berenang menyongsong arus dan pulang ke rumah. Itulah sebabnya cerita-cerita seperti Lord of the Rings mengagumkan banyak orang. Mereka itu tersentuh oleh hasrat untuk pergi bertualang seperti tokoh Bilbo Baggins, selalu resah gelisah dan tidak bisa tenang tenteram. Kita perlu berjalan bersama-sama dengan orang lain, seperti Yesus menyertai para murid berjalan menuju ke Emaus, sekalipun seperti para murid itu juga, mereka kadang-kadang berangkat menuju arah yang keliru.                                                                                    

            Tentu saja pertanyaannya adalah ke mana arah tujuan perjalanan ziarah kita ini? Apakah kita akan mendapatkan apa yang kita cari? Ataukah kita hanya berputar-putar seperti yang dialami oleh bangsa Israel di padang gurun? Buku The Way to Paradise (Jalan ke Surga) oleh pengarang dari Peru, Mario Vargas Llosa[3] bercerita tentang dua orang yang sedang mencari surga: Paul Gauguin dan neneknya yang hebat, Flora Tristan. Gauguin mencari surga di kawasan tropis yang belum dirusak oleh masyarakat industri Barat; neneknya mencari surga dengan mengubah masyarakat, suatu dunia masa depan yang adil, di mana semua umat manusia setara, terutama pria dan wanita. Gauguin mencari surga di antara sisa-sia yang selamat dari masa lalu, sedangkan Flora Tristan mencari surga dengan mengantisipasi masa depan. Tetapi kedua-duanya memperoleh kekecewaan.                                                                                                                          

            Lukisan Gauguin yang terkenal diberi tajuk “D’ou venons nous? Que sommes nous? Ou allons nous?” Dari mana kita berasal? Siapa kita ini? Ke mana kita pergi? Lukisan itu dibuat pada tahun 1897 dan merupakan kesaksian terakhir dari Gauguin sebelum ia bunuh diri setahun kemudian. Ia melarikan diri dari pengaruh Barat mencari surga di Tahiti, tetapi ia mendapatkan surganya itu berantakan. Ia pindah lagi di tahun 1891 ke tempat yang jauh masuk ke pedalaman lagi Marquesas, tetapi  para penguasa kolonial dan para misionaris sudah sampai di sana lebih dahulu. Surga itu tidak ada lagi dan ia putus asa.                                                                                                                   

            Siapakah kita? Pertanyaan itu ditempatkan Gauguin di antara pertanyaan tentang masa lalu dan tentang masa depan. Memang, kita hanya dapat mengenal diri kita jika kita punya cerita yang menengok ke belakang maupun ke depan. Para leluhur Kristiani hidup dengan cerita yang menengok ke belakang sampai pada kisah Penciptaan, dan ke depan menuju Kerajaan Allah. Kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan lagi. Melakukan perjalanan ziarah mengungkapkan harapan itu. Masyarakat kita sebagian besar tidak lagi mengenal cerita itu. Keyakinan pada harapan-harapan sekular mereka juga lebih lemah. Impian Flora Tristan akan suatu surga yang bersifat politis sebagian besar berantakan runtuh, dan hanya ada beberapa tempat saja di dunia yang luput dari dampak industrialisasi modern yang merusak. Maka surga pada umumnya lepas dari imajinasi kita bersama. Kita tidak lagi berjalan bersama ke arah sutau tujuan bersama. Mungkin itulah sebabnya mengapa makin bertambah-tambah kaum muda Eropa yang percaya pada kehidupan pribadi sesudah kematian. Seolah-olah: Jika aku tidak lagi dapat bicara tentang tujuan manusia, setidak-tidaknya aku dapat berpegang pada janji untuk masa depanku sendiri.                                                                                                         

            Ketika aku masih rahib muda di akhir 1960-an, ada kerinduan besar akan janji masa depan. Waktu itu semuanya tampak serba mungkin. Ketika aku masih menjadi mahasiswa, “L’imagination au pouvoir!” – “Biarlah imajinasi berkuasa!” – dituliskan sebagai grafiti di semua tembok-tembok di Paris. Bahkan di Inggrisnya kelompok Band The Beatles, segala sesuatu menjanjikan. Orang dapat memperoleh paha kodok dan siput di restoran, dan ibuku memasukkan bawang ke dalam masakannya jika ayahku tidak melihatnya. Begitu juga Kerajaan Allah terasa begitu dekat mestinya. Tetapi itulah gema terakhir keyakinan dari para leluhur yang berasal dari zaman Viktoria (era Ratu Viktoria di Inggris, 1837-1901). Misalnya yang ditulis oleh Charles Dickens, seorang generasi Viktoria yang ternama, “Waktu menggelinding menuju suatu akhir, dan dunia dalam segala hal yang penting akan berkembang lebih baik, lebih lembut, tebih tahan uji dan lebih besar harapannya ketika bergerak.”[4]

            Namun sebagian besar dari keyakinan itu sekarang hilang. Anehnya, salah satu momentum hilangnya keyakinan itu adalah justru runtuhnya Tembok Berlin para tahun 1989. Sebagaimana dikatakan oleh Fukuyama yang terkenal itu, sejarah telah berakhir. Impian tentang transformasi radikal umat manusia melemah. Oliver Bennet dari Universitas Warwick dalam buku Cultural Pessimism: Narratives of Decline in Postmodern World[5] menyatakan bahwa kendati mengalami ledakan besar kesejahteraan di banyak negeri Barat, namun kita menderita depresi bersama. Ada kekerasan yang terus bertumbuh di kota-kota kita. Ada perang yang berkecamuk antar geng, penyalahgunaan narkotika menjadi-jadi, dan di dunia yang lebih luas lagi terjadi ketidak adilan antara yang kaya dan yang miskin, AIDS menyebar semakin luas, ada ancaman bencana ekologis dan terutama ada ancaman benturan antar agama dan meluasnya terorisme.       

            Tanpa adanya janji akan suatu masa depan, apakah yang dapat kita lakukan sebegai Generasi masa kini, selain hanya hidup di masa kini saja? Hugh Rayment-Pickard menulis:                                                                                                                   

Di sekeliling kita agama-agama New Age menawarkan kesalehan individualistis dan pemuiaan instan; suatu masyarakat yang didorong oleh konsumen; suatu permintaan akan kesegeraan komunikasi; suatu kecurigaan pada ideologi; kebijakan negara jangka pendek; apatisme pemilih; dan gereja-gereja Kristiani lebih asyik terserap dalam masalah-masalah intern, pertobatan pribadi dan perilaku moral individual. Kepercayaan modernis bahwa kita sungguh-sungguh dapat membuat dunia lebih  baik kini sedang melemah. Masa kini merupakan horison waktu kita, pelabuhan yang aman dalam samudera waktu.[6]

                                                                                                             

            Ironisnya adalah bahwa anak-anak kita sekarang ini dibesarkan dengan kesadaran waktu yang lebih luas daripada generasi lainnya. Setiap anak sekarang tahu bahwa kita hidup di antara Big Bang (teori Ledakan Besar yang dianggap sebagai permulaan alam semesta) di masa lalu dan Big Chill (teori Gemertuk Dahsyat) di masa depan ketika dunia beku kedinginan. Banyak anak lebih mengenal Dinosaurus daripada mengenal sapi dan domba. Mereka bisa bercerita lebih banyak tentang Triseratop yang berasal dari Tiranosaurus Rex daripada mengisahkan Aberdeen Angus dari Holstein. Namun dalam kisah mereka tentang alam semesta, bahkan tentang planet-planet kita, manusia tidak punya tempat khusus. Kita mungkin belum ada ketika Dinosaurus yang terakhir mati, namun ketika kita nanti punah, barangkali banyak jenis kumbang masih dapat bertahan hidup. Perbedaan satu-satunya yang mungkin dibuat manusia di antara mahluk-mahluk lain adalah sesuatu yang negatif, yaitu bahwa manusia menciptakan bencana ekologis oleh kerakusan kita dan dengan bom-bom yang kita ledakkan. Kisah seperti itu tidak menjanjikan apa-apa kepada kita. Charles Darwin, seorang dari masa Viktoria lainnya, membantu menciptakan cerita yang justru membuat manusia lebih tidak relevan lagi. Ceritanya yang merupakan tanda keyakinan dari zaman Viktoria itu sama sekali tidak memberikan dasar untuk keyakinan kita akan masa depan. Sejak 11 September 2001 (peristiwa pemboman menara kembar WTC – World Trade Center -- di New York yang menewaskan lebih dari 3000 orang) kita tidak punya cerita lagi tentang masa depan, selain tentang perang melawan terorisme dan jihad melawan Barat. Yang dijanjikan hanyalah kekerasan yang berkelanjutan. Apa yang dapat dikisahkan sebagai sesuatu yang membahagiakan? Sir Martin Rees, Presiden dari Royal Society baru-baru ini menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Our Final Century? Will the Human Race Survive the Twenty First Century?”[7] (Abad Terakhir Kita? Mampukah Bangsa Manusia Bertahan Hidup di Abad Keduapuluh-satu?).                                                                                                                                     

            Maka berdasarkan potensinya, sebenarnya saat ini merupakan momen yang bagus sekali bagi Kristianitas. Jika kita dapat menemukan jalan untuk menghayati dan membagikan harapan Kristiani, maka kita niscaya menyumbangkan sesuatu yang sangat didambakan dunia. Harapan leluhur orang Kristiani ditopang oleh optimisme masyarakat. Semacam baptis bagi kepercayaan imperial. Masyarakat yakin bahwa mereka sedang berjalan menuju masa depan material yang gilang gemilang. Sedangkan kita percaya bahwa jalan yang kita tempuh masih sedikit lebih jauh lagi, yaitu menuju Kerajaan Allah. Maka kita masih punya sesuatu yang lain dan langka untuk kita tawarkan, yaitu harapan yang lepas dari belenggu sekular, baru, segar dan menarik. Masalahnya, bagaimana kita hendak menawarkan semua itu? Seringkali Gereja-gereja sendiri mengalami krisis tertentu yang justru berkenaan dengan hilangnya pengharapan. Kita lihat menurunnya jumlah orang yang pergi ke Gereja, kerugian akibat perpecahan interen yang menjengkelkan. Gereja-gereja aliran utama yang besar menjadi loyo. Jadi harapan macam apa yang masih bisa kita bagikan?                                                                                        

            Apakah kita mau menawarkan cerita alternatif tentang masa depan? Kita sungguh percaya akan kemenangan tuntas kebaikan terhadap kejahatan. Kita sungguh percaya akan datangnya Kerajaan Allah, akhir dari semua kemalangan dan penderitaan.


[1]     ST II.II.q.17.1

[2]     De fide, spe et charitate, liber II, caput IV,1. Dikutip oleh J. Piepper, On Hope, San Francisco, 1977, hal 50

[3]     London 2005. Terjemahan dari El Paraiso en la otra esquina, Madrid 2000.

[4]     Dikutip dalam A.N. Wilson, The Victorians, London 2002, hal 85.

[5]     Edinburgh 2001.

[6]     Myths of Time, From St Agustine to American Beauty, London 2004 hal 99.

[7]     London 2004


Rabu, 16 November 2022

MINGGU KRISTUS RAJA, HARI KAUM MUDA SEDUNIA



Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Hidup pada bulan Mei 2021 menerbitkan Pedoman Pastoral untuk Perayaan Hari Kaum Muda Sedunia di Gereja Lokal dan sebagai tanggapan pada visi Bapa Suci, untuk yang pertama kalinya umat katolik akan merayakan peringatan Hari Kaum Muda Sedunia setiap tahun pada Minggu Kristus Raja di bulan November 2021. 

Kendati implementasi lokal untuk Perayaan Global Kaum Muda ditetapkan pada Perayaan Wajib Kristus Raja menurut kalender liturgi namun boleh disesuaikan dengan norma dan kebiasaan setiap paroki, kampus dan komunitas. Kelonggaran penyesuaian itu sangat dianjurkan beberapa minggu sekitar Minggu Kristus Raja sebagai solidaritas dengan Gereja Semesta dan Bapa Suci.

Gereja Katolik global diajak merayakan Hari Kaum Muda Sedunia tahunan untuk mengingatkan bahwa setiap tahun ada kesempatan untuk merayakan dan mendampingi kaum muda.  Tetapi istilah "Hari Kaum Muda Sedunia" juga merupakan event internasional besar yang diselenggarakan setiap dua atau tiga tahun sekali sejak 1985 maka beberapa Gereja Lokal memberi nama yang berbeda pada "Perayaan Tahunan Kaum Muda Sedunia" yang dilaksanakan pada setiap Minggu Kristus Raja. 



Paus Fransiskus menyatakan bahwa Tuhan-lah fokus yang harus diikuti setiap anak muda dalam dokumen anjuran apostolik pasca sinode 2019,  Christus Vivit (Kristus Hidup): Dia adalah harapan kita dan memberikan kemudaan paling indah dari dunia ini. Apa pun yang disentuh oleh-Nya menjadi muda, menjadi baru, dipenuhi hidup.… Dia ada dalam dirimu, Dia bersamamu dan tidak akan pergi lagi. Sejauh mana engkau bisa pergi, di sampingmu ada Dia Yang Bangkit, yang memanggilmu dan menantimu untuk memulai kembali...  Dia akan selalu ada untuk memberimu kembali kekuatan dan harapan (CV 1-2). Karena sentralitas Kristus yang kekal dan selalu muda dalam hidup kita, dalam Gereja dan dalam masyarakat  (“Dia adalah kemudaan sejati dari dunia yang menjadi tua dan kemudaan semesta yang menunggu” CV 32), ditetapkanlah perayaan Kaum Muda tahunan pada Pesta Yesus Kristus Raja Semesta Alam . Paus Fransiskus mengutip St. Irenaeus mengingatkan siapa Yesus,  “orang muda di antara yang muda untuk menjadi teladan bagi yang muda dan menguduskan diri mereka kepada Tuhan.”(Adversus Haereses, II, 22, 4: PG 7, 784;  CV 22). Maka kita tidak dapat memisahkan fokus kita pada kaum muda dari fokus kita pada Kristus.  

Aslinya, penetapan perayaan kaum muda global dilakukan oleh St. Yohanes Paulus II pada 1985 mengingatkan para pemimpin Katolik bahwa: Semua orang muda harus merasakan bahwa mereka diperhatikan oleh Gereja. Maka Gereja seluruhnya di seluruh dunia bersama dengan Pengganti Rasul Petrus harus semakin dan bertambah dekat dengan kaum muda, dengan perhatian dan kecemasan mereka, dengan aspirasi dan harapan mereka agar dengan memenuhi harapan mereka diberikanlah kepastian yaitu Kristus, kebenaran yang adalah Kristus, dan kasih yang adalah Kristus (St. Yohanes Paulus II, Kepada Para Kardinal, Anggota Kuria, dan Prelate Roma, 20 Desember 1985). Walau tanggal dan hari perayaan universal ini berubah-ubah selama ini, penempatannya pada Minggu Kristus Raja baru-baru ini menjadi kesempatan kita “mengembangkan dan meningkatkan lebih lagi kemampuan kita untuk penerimaan yang ramah pada kaum muda” (CV 216) dan “menekankan momen-momen paling penting dalam tahun liturgi” (CV 224) agar mereka mengalami sukacita iman Katolik dengan cara yang mengikat.

Setiap tiga tahun, dilaksanakan perjumpaan internasional istimewa bagi seluruh kaum muda dari seluruh dunia yang diikuti oleh Bapa Suci yaitu "Hari Kaum Muda Sedunia". Agenda global ini dengan indah sekali melengkapi perayaan lokal yang menghimpun kamu muda agar berjumpa satu sama lain dalam peziarahan iman, didampingi Paus dan para Uskup hampir dari semua negara. Maka perlu diperhatikan bahwa istilah Hari Kaum Muda Sedunia merujuk baik acara internasional tiga tahunan itu maupun perayaan lokal tahunan. 

Dicasteri untuk Awam, Keluarga dan Hidup (suatu departemen administratif dari Bapa Suci di Vatikan, yang meliputi pelayanan dan penggembalaan Gereja Karolik pada kaum muda) dalam Pedoman Pastoral Perayaan Hari Kaum Muda Sedunia di Gereja Partikular 2021, menggariskan enam  “batu penjuru” yang penting untuk dijadikan inti perayaan tahunan di paroki, keuskupan/eparki, kampus, gerakan dan kerasulan di seluruh dunia. Yaitu: 1. Perayaan iman. 2. Pengalaman sebagai Gereja. 3. Pengalaman misioner. 4. Peluang merenungkan panggilan hidup dan panggilan kepada kekudusan. 5. Pengalaman peziarahan. 6. Pengalaman persaudaraan universal. Keenam dimensi itu harus ada dalam upaya setiap komunitas dalam melibatkan kaum muda dalam Pesta Kristus Raja. Ini tidak mungkin dilakukan hanya dengan perayaan liturgi saja, semua komponen ini perlu dijabarkan dengan suatu pendekatan holistik pada semua kegiatan yang bersifat keluar, pelayanan dan kegiatan khusus yang dilakukan di pada hari2 atau minggi2 sekitar Hari Minggu Kristus Raja.



 

UANG DALAM ALKITAB

 


Uang logam pertama yang dituang di Timur Dekat berasal dari sekitar abad ketujuh SM. Sebelumnya, pertukaran dilakukan dengan cara barter “in natura”, kemudian yang digunakan sebagai medium pertukaran meliputi logam berharga maupun setengah berharga (yang dibobot untuk setiap transaksi), juga barang-barang konsumsi seperti gandum, buah kurma dan buah anggur, atau benda tahan lama seperti kayu, anggur dan hewan ternak. Maka kekayaan juga dinilai dari besarnya kepemilikan orang atas komoditi seperti ternak dan logam (Kej 13:2; Ayb 1:3). Di antara logam yang paling umum digunakan dalam transaksi adalah perak. Abraham membeli gua Makhpela dengan syikal perak (di sini syikal lebih dipahami sebagai satuan takaran/timbangan 11,4 gram ketimbang sebagai satuan nilai mata uang, Kej 23:15-16), dan Yeremia menggunakan syikal untuk membeli ladang di Anatot (Yer 32:9). Salomo menggunakan syikal perak untuk membeli kereta perang dan kuda (1 Raj 10:14.29). Emas juga dipakai, tetapi perak lebih populer (1 Raj 9:10-14; 2 Raj 18:14). Pola transaksi barter masih terus berperan sekalipun uang logam sudah digunakan (2 Raj 3:4; 5:23; 20:13; Hos 3:2).

      Sistem uang logam yang sesungguhnya (cetak logam dengan suatu tanda dan dengan bobot standar) untuk pertama kalinya muncul pada pertengahan abad ketujuh di Asia Kecil; logam yang digunakan untuk uang adalah elektron (campuran antara emas dan perak). Herodotus (Hist., 1.94) menyatakan bahwa uang logam pertama dibuat oleh raja Krusos dari Lidia (memerintah 561-546 SM).

      Sistem penggunaan uang logam diterapkan oleh bangsa Persia di bawah Darius I (memerintah 521-486 SM) dan dengan demikian juga diperkenalkan di Palestina dalam rupa dirham, dari nama Darius (1 Taw 29:7; Ezr 2:69; 8:27; bdk Neh 7:70-71). Pemerinth Persia mempunyai hak eksklusif untuk menuang uang emas, namun provinsi-provinsi diperbolehkan membuat uang dari logam yang lebih rendah. Uang logam ini diikuti dengan dikenalkannya uang logam Yunani melalui pemerintahan Aleksander Agung, dan negara-negara penggantinya dari dinasti Ptolemeus dan Seleukus juga mencetak uang logam mereka sendiri, sehingga rupa-rupa uang logam beredar di sekitar Palestina pada akhir zaman Perjanjian Lama. Dinasti Hasmona juga membuat uang logam mereka sendiri (1 Mak 15:6).

      Sistem penggunaan uang logam di Palestina pada zaman Perjanjian Baru meliputi tiga jenis dasar: uang Roma yang dianggap sebagai alat pembayaran yang sah untuk urusan perpajakan; uang logam provinsi yang dituang di Antiokhia dan Tirus; dan uang logam setempat yang dituang oleh pejabat lokal seperti para tetrarka dan prokurator Roma. Uang logam jenis terakhir itu dituang di Kaisarea. Mengingat banyaknya uang logam yang digunakan maka ada suatu kebutuhan akan penukaran uang untuk menyesuaikan mata uang setempat dengan mengikuti norma baku Roma, supaya orang Yahudi dapat membayar pajak tahunan untuk Bait Allah (Mat 17:24; 21:12).

      Uang logam dicetak khususnya dalam uang emas, uang perak dan uang tembaga (Mat 10:9; Mrk 6:8; 12:41; Luk 9:3; Kis 3:6; 8:20; 20:33; 1 Ptr 1:18; Yak 5:3). Ketika orang Farisi mencobai Yesus untuk menjebak Dia dengan bertanya tentang pembayaran pajak kepada Caesar, uang logam yang mereka gunakan adalah denarius (dinar Roma), yang dicetak dengan gambar kaisar Tiberius di satu sisinya (Mat 22:15-22; Mrk 12:13-17; Luk 20:20-25). Satu dinar (Roma) adalah upah buruh untuk sehari (Mat 20:1-12). Uang Mina senilai dengan 100 dinar Roma, sama dengan 50 syikal emas (Luk 19: 13). 

APOTECA NATURA - OBAT ALAMIAH


Pada 15/11/22 kelompok pengusaha farmasi Apoteca Natura atau obat alami menghadap Paus Fransiskus. Kepada mereka Paus menyampaikan peneguhan dan dorongan semangat. 

"Pengalaman anda mencari dari alam jawaban pada masalah kesehatan membuat saya terkenang Amazonia - bukan sihir Amazon, tetapi Amazonia. Tentu anda dapat memahami asosiasi kedua wawasan ini. Orang2 pribumi, di kawasan Amazonia maupun di tempat lain di dunia, adalah bendaharawan yang menyimpan kekayaan kuat terapi alamiah; sayangnya, ada ancaman mereka itu punah jika budaya asli mereka pudar. Dan budaya asli pribumi terhadap alam ciptaan dan lingkungan selalu baik2, walau bukan dalam pengertian hidup aman nyaman. Baik2 artinya berada dalam keselarasan antar pribadi, keluarga, dan alam ciptaan sekeliling. 

Dalam pekerjaan anda, ada suatu tanda zaman yang positif. Yaitu cara bisnis yang kreatif menciptakan pekerjaan mulai dari intuisi yang sepenuhnya ekologis, yaitu intuisi yang tanggal pada kebutuhan besar saat ini untuk menemukan keselarasan baru -- katakan harmoni baru, di antara kita dan alam ciptaan. 

Dan dalam jejaring usaha farmasi anda saya lihat adasuatu hal lain: intuisi kegembiraan. Berusaha mengembangkan sesuatu yang sudah menjadi ciri khas farmasi yaitu hubungan pribadi dengan orang2 di sekitaran, suatu kapasitas untuk mendengarkan agar dapat memberi nasehat dan bimbingan hidup sehat. Kendati bukan penemuan inventif anda, namun anda memberi saran agar melakukan “investasi” di sini, suatu yang penting dari sudut dasar pemeliharaan kesehatan. Sayang, karena berbagai alasan, gambaran dokter keluargan hampir hilang, dan akibatnya dalam rangka keunggulan pilihan, kualitas layanan jasa teritorial yang bermutu baik ditelantarkan; atau akibat birokrasi dan komputerisasi orang tua atau orang yang gagal teknologi praktis tertinggal atau tersingkir. Farmasi tidak dapat menggantikan pelayanan kesehatan Nasional, namun pasti dapat memenuhi kebutuhan nyata orang dengan memenuhi kekurangan tertentu. 

Kita lihat lagi apa yang untuk saya tampak sebagai intuisi asli kegiatan anda. Dapat disingkat dengan dua kata: keselarasan dan perawatan. 



Keselarasan atau harmoni adalah suatu konsep yang akrab di hati, namun juga sangat tinggi dalam nilai  teologis dan spiritual; bahkan bisa dianggap sebagai nama Allah, karena Roh Kudus sendiri adalah harmoni. Maka, alam ciptaan, sejauh "diciptakan" oleh Allah yang adalah harmoni, menerminkan maksud Sang Pencipta dan, kendati tertoreh tanda oleh kejahatan yang mencemarkannya, selalu memancarkan kebaikan dan harmoni keselarasan. Santo Paulus, dalam suratnya kepada jemaat Roma, menyentuh kenyataan ini, katanya “seluruh ciptaan ditaklukkan kepada kesia-siaan...”, dan “sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin” (Rm 8:20,22). Dalam gejala anekarupa dalam kosmos, dan khususnya dalam hidup dalam segala manifestasinya, kita dapat melihat satu rancangan. Paulus tentang “kerinduan besar” seluruh alam ciptaan (Rm 8:19), seolah harapan akan Allah – harapan akan keselamatan dan kebersamaan  – dicerminkan atas alam ciptaan dan semua mahlukNya. 

Dewasa ini, di dunia yang mengglobal dan saling terhubung, benturan antara dua budaya tampak makin nyata: yang satu budaya konsumerisme dan pemborosan – ini satu budaya, keduanya yaitu konsumerisme dan pemborosan (yang adalah suatu bentuk  nihilisme) menjadi satu – dan yang lain budaya perawatan. Dan kita harus memilih, tidak ada cara lain untuk maju.  Sekarang kita tidak boleh netral. Suatu pilihan harus dibuat karena tangisan bumi, tangisan kaum miskin menuntut tanggungjawab.  Untuk tanggap. Budaya konsumerisme dan pemborosan sangat kentara dan menjadi kondisi perilaku kita sehari-hari,  dan budaya perawatan juga seperti itu menyatakan diri dalam rupa-rupa pilihan, kecil atau besar, yang harus dibuat setiap orang, bergantung peran masing-masing. Ensiklik Laudato si' ditujukan kepada seluruh Gereja, dan semua orang lelaki maupun perempuan yang berkehendak baik, suatu seruan untuk mengambil sikap merawat dengan penuh kesadaran dan kemantapan hati. Dan sejauh yang saya kenal tentang anda, saya kira saya boleh katakan bahwa pekerjaan anda selaras dengan logika ini dan dengan cara hidup ini: merasuk dalam budaya perawatan. 

Setiap orang, menurut perannya masing-masing, dapat memberi kontribusi meluaskan budaya perawatan. Syukur atas apa yang anda lakukan, mulai dari bidang pekerjaan anda, usahakan juga untuk memberikan kontribusi yang nyata yang memungkinkan bertumbuhnya suatu perekonomian yang berbeda, ekonomi yang terpusat pada pribadi manusia dan kebaikan bersama. Saya dengan tulus memberkati kalian dan keluarga kalian. Dan tolong, doakan saya juga. Terima kasih!



Selasa, 15 November 2022

20

Suatu catatan. 

Belakangan bilangan 20 viral banget. Mulai dari R20 di Bali. Lalu U20. Disusul B20. Dan sekarang G20. 



Religion of Twenty atau R20 adalah forum pertemuan para pemimpin agama sedunia guna menyatukan pandangan dan mencari jalan keluar dari berbagai persoalan global. 

Peserta utama R20 mula2 dari negara-negara anggota G20, dengan memanfaatkan posisi presidensi Indonesia tahun ini. Namun R20 juga mengundang para pemimpin agama dari negara lain di luar G20 sehingga total ada 32 negara. Jumlah peserta mencapai 464 undangan dan sebanyak 170 di antaranya dari luar negeri yang berasal dari lima benua. Narasumber yang dihadirkan berjumlah 40 orang juga dari lima benua. Maka juga dapat dikatakan bahwa R20 mewakili seluruh dunia. Para peserta mengemukakan berbagai problem agama dalam menghadapi berbagai problem kemanusiaan global dan pemecahannya. 

R20 yang diselenggarakan pada 2-3 November mengambil tema “Revealing and Nurturing Religion as a Source of Global Solusions: an International Movement for Shared Moral and Spiritual Values.” Problem2 yang dimaksud antara lain kemiskinan, kesenjangan global, polarisasi sosial politik, serta bangkit dari keterpurukan pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukrania yang dapat memicu krisis energi dan pangan global. 

R20 tahun ini (2022) diselenggarakan di negara yang mayoritas Muslim yaitu Indonesia, tahun depan (2023) di negara mayoritas Hindu, yaitu India, dan tahun berikutnya lagi (2024) di negara yang  mayoritas beragama Katolik yaitu Afrika Selatan.


U20 adalah perhelatan bola internasional yang para pemainnya Usia 20. 

Piala Dunia U-20 FIFA 2023 akan menjadi edisi ke-23 dari Piala Dunia U-20 FIFA , kejuaraan sepak bola pemuda internasional dua tahunan yang diikuti oleh tim nasional U-20 dari asosiasi anggota FIFA , sejak didirikan pada tahun 1977 sebagai Kejuaraan Dunia Pemuda FIFA. Ini akan diselenggarakan oleh Indonesia , yang akan menjadi turnamen FIFA pertama yang diselenggarakan oleh negara tersebut. Ini juga akan menjadi Piala Dunia U-20 kedua yang diadakan di Asia Tenggara , pertama sejak 1997 , dan turnamen FIFA pertama di kawasan itu sejak Piala Dunia Futsal FIFA 2012 .

Dalam rangka persiapan, timnas U20 Indonesia di Turki menjalani enam kali uji coba. Uji coba pertama, kalah 1-2 melawan tuan rumah Turki U-20, laga kedua menang 3-1 saat jumpa Moldova U-20 dan laga ketiga bermain imbang tanpa gol dengan lawan yang sama. Kemudian, di laga keempat mengalahkan klub Antalayaspor U-20 3-2, lalu bermain imbang dengan skor 3-3 melawan Baerum SK dan terakhir kalah dari klub Al Adalah FC dengan skor 0-2.

Uji coba selanjutnya Timnas U20 agendakan 4 kali ujicoba di Spanyol antara lain lawan Prancis dan Slovakia, 

Adapun Piala Dunia U20 2023 bakal digelar di Indonesia pada 20 Mei-11 Juni 2023 mendatang dengan diikuti oleh 24 tim dari enam konfederasi. Ubtuk sementara tim yang lolos kualifikasi adalah 1. Indonesia (tuan rumah) 2. Republik Dominika (CONCACAF) 3. Guatemala (CONCACAF) 4. Honduras (CONCACAF) 5. Amerika Serikat (CONCACAF) 6. Inggris (UEFA) 7. Prancis (UEFA) 8. Israel (UEFA) 9. Italia (UEFA) 10. Slovakia (UEFA) 11. Fiji (OFC) 12. Selandia Baru (OFC).



Selanjutnya adalah B20 Summit 2022 atau Konferensi Tingkat Tinggi B20 (KTT B20) yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC) Nusa Dua, Bali, Minggu (13/11/2022), dengan sejumlah agenda terkait peranan krusial B20 sebagai business engagement Group of 20 (maksudnya G20). 

Sebagai forum dialog resmi dan engagement group G20 di bidang bisnis, B20 yang mewakili komunitas bisnis bertugas memformulasikan rekomendasi kebijakan atas sejumlah isu global selaras dengan agenda G20. Adapun  B20 mengusung tiga agenda, yakni global health architecture, digital transformation, serta energy transition. 

Agenda diawali dengan Ministerial Talk bertema “Aligning the Role of Business with G20 Priorities: To Recover Stronger, Recover Together”. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Ketua Dewan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, serta Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Kemaritiman) Luhut Binsar Pandjaitan tampil memberikan pandangan. Luhut menjelaskan, saat ini, Indonesia berbeda dari belasan tahun lalu, telah mengalami transformasi ekonomi. Kinerja ekonomi makro yang kuat, performa investasi yang stabil, pertumbuhan ekspor yang kuat, serta ketahanan pada kondisi eksternal menjadi faktor penentu.  Ke depan, Indonesia berkomitmen untuk melakukan transisi sehingga tidak lagi mengandalkan ekspor komoditas mentah. Indonesia juga akan menurunkan emisi karbon dengan memprioritaskan penciptaan industri hijau, Demikian kata Luhut dalam siaran pers Selasa (15/11/2022). 

B20 Indonesia telah merancang 25 rekomendasi kebijakan dan 68 langkah kebijakan bagi negara anggota G20 yang mencakup 3 aspek prioritas. Pertama, memprioritaskan inovasi untuk membuka peluang pertumbuhan pascapandemi. Kedua, memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kelompok rentan. Ketiga, mendorong kolaborasi antara negara maju dan berkembang. Sejumlah gugus tugas (Task Force) merumuskan rekomendasi kebijakan antara lain di bidang Integrity & Compliance (IC), Future ow Work and Education FoWE), Women in Business Action Council (WBAC), Trade and Investment (TI), Energy-Sustainability-Climate (ESG) , Finance and Infrastructure (FI), 

G20 adalah forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20  merepresentasikan lebih dari 60% populasi bumi, 75% perdagangan global, dan 80% PDB dunia. Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa.

Dibentuk pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Berbeda dari kebanyakan forum multilateral, G20 tidak memiliki sekretariat tetap. Fungsi presidensi dipegang oleh salah satu negara anggota, yang berganti setiap tahun. Sebagaimana ditetapkan pada Riyadh Summit 2020, Indonesia akan memegang presidensi G20 pada 2022, dengan serah terima yang dilakukan pada akhir KTT Roma (30-31 Oktober 2021).

Tema Presidensi G20 Indonesia 2022, "Recover Together, Recover Stronger"

Melalui tema tersebut, Indonesia ingin mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu, saling mendukung untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara resmi membuka Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, di The Apurva Kempinski Bali, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (15/11/2022).



Salah satu Organisasi Relawan Internasional FOCSIV

 


FOCSIV - Federazione Organismi Cristiani Servizio Internazionale Volontario atau Federasi non Governmental (NGO) Organisasi Kristiani untuk Pelayanan Relawan Internasional di Italia sejak 1972 bekerja sama dengan warga belahan bumi utara dan selatan memajukan budaya 
universal, dengan semangat untuk menghilangkan sebab2 struktural dari kemiskinan dan keterbelakangan, memperjuangkan pengakuan akan martabat dan hak-hak dasar setiap manusia, dan membangun jembatan solidaritas antara Belahan Selatan dan Utara.

Hingga hari ini Federasi terdiri dari 65 organisasi, dengan 7.624 anggota, 490 kelompok penunjang di Italia dengan lebih dari 60,000 orang, baik anggota mapun pendukung.

Sebanyak lebih dari 1,000 relawan expatriat dan 6,000 pekerja lokal terlibat dalam 660 proyek pembangunan. Dari Italia 5,000 relawan lebih bekerja sama mengembangkan prakarsa di negara-negara sedang berkembang. 

Tiga puluh tahun membantu kaum miskin di seluruh dunia, tiga puluh tahun komitmen pada pembangunan dan keadilan sosial, tiga puluh tahun International Voluntary Service, dengan lebih dari 14,000 relawan internasional tersebar di Belahan Selatan, memberikan sumbangan kemanusiaan secara pribadi dan profesional kepada sesama yang miskin, masing2 setidaknya melakukan pelayanan dua tahun.


FOCSIV berstatus special consultative pada ECOSOC (United Nations Department of Economic and Social Affairs) sejak 2004, dan menjadi poros program UNV (United Nation Volunteers) untuk Italia sejak 1997 dan sejak 2010 menjadi pengamat IOM (International Organization for Migration).

 

Tujuan FOCSIV

  • Memajukan kegiatan relawan internasional sebagai sumber khusus untuk pengembangan manusia dalam rangka kemitraan dengan penduduk setempat
  • Ikut memajukan pertumbuhan Organisasi Anggota, dan mewakili mereka baik secara nasional maupun internasional
  • Memberi kontribusi pada keadilan sosial bagi semua dan melenyapkan sebab-sebab kesenjangan demi dunia yang lebih merata dan memajukan pembangunan yang berkelanjutan  melalui lobbying dan  diskusi dengan lembaga publik dan swasta
Pada 14 November 2022 FOCSIV merayakan ulang tahun ke-50 dan berkunjung kepada Paus Fransiskus di Vatikan. Dan Paus mengajak mereka meneguhkan ketiga tujuan mereka.

"Thank you for what you do, and for how you do it! You are a good sign of the Mother-Church that generates hope in a world inured to the outrages of hunger and wars. Your witness is a concrete response to those who no longer believe in a possible peace. Indeed, by your commitment you demonstrate that every small daily fragment can build the great mosaic of brotherhood. We want a world of solidarity, where everyone feels welcome and is not forced to give up their dreams. This is not just a simple wish, but a very precise intent, which one of your mottos expresses as follows: “A world to be built together, with respect for creation, in which every person s fulfilled in full dignity!” It is a very timely message at this historic moment: the shadow of a third world war looms over the destiny of entire nations, with terrible consequences for people. I am thinking, in particular, of the elderly, women, and children. What future are we building for the new generations? This is a question that should always accompany decisions at international level. Today, therefore, taking up the cry of the many voiceless to whom your organizations are close, I would like to reflect with you on three objectives that concern us all.

The first has to do with your being volunteers in the world. What does that mean today? It seems to be a decisive and courageous signal of openness, of availability towards one’s neighbour, be they near or far. Because the outlook beyond borders becomes a predisposition of the heart to the encounter with the “neighbour”, a witness of love for humanity. Voluntary work is based on a deeprooted attitude of solidarity, and we all know how much poverty, injustice and violence are present in every continent. Well, FOCSIV demonstrates that we can be “fratelli tutti”, all brothers and sisters, embracing every human being that the Lord places on the paths of our lives. Today “we have a great opportunity to express our innate sense of fraternity, to be Good Samaritans who bear the pain of other people’s troubles rather than fomenting greater hatred and resentment” (Fratelli tutti, 77).  In this way, Gospel teaching becomes daily life. And it is an invitation without exclusion; brothers all in humanity and in love. 

A second objective regards peace, which we see is wounded, trampled on in Ukraine and in many other places on the planet. When peace is lacking, when the “reasons” of fore prevail, people suffer, families are torn apart, and the most fragile are left alone. For months we have been seeing images of destruction, of death. Peace in justice is a necessary condition for a dignified life, to build together a better future. You, volunteers of FOCSIV, are required to nurture peace in your hearts and to share it with everyone you meet in your service. It is the most important gift you can take with you, wherever you go, because “the world does not need empty words but convinced witnesses, peacemakers who are open to a dialogue that rejects exclusion or manipulation” (Message for the 53rd World Day of Peace, 1 January 2020). 

Finally, a third objective is development. Every person, every people, needs the basic conditions for a dignified life; besides peace, shelter, healthcare, education, work, dialogue and mutual respect between cultures and faiths. Human promotion remains a commitment to which we must devote ourselves with willingness, vigour, creativity and the appropriate tools. Only an integral development – of the person and the contest in which he or she lives – enables the fulfilment of a good life, both personal and social, serene and open to the future. But think of how many young people are forced today to leave their homeland in search of a dignified existence; of how many men, women and children face inhuman journeys and violence of every type, in search of a better future; of how many continue to die on the routes of desperation, while we discuss their destiny or turn away! Forced migrations – to flee from wars, hunger, persecution or climate changes – are one of the great evils of this age, we will only be able to tackle at its root by ensuring real development in every country. And you, volunteers of FOCSIV, are also committed to this. 2 

Dear friends, in these fifty years you have been weavers of peace and artisans of charity and development. I encourage you to continue, on the paths of the world, taking care of your brothers and sisters, like the good Samaritan did, aware that “we cannot be indifferent to suffering; we cannot allow anyone to go through life as an outcast” (Fratelli tutti, 68). Do not let yourselves be discouraged by difficulties or by disappointments, but trust in the Lord, who who is both rock and tenderness. I entrust each of you and all the members of your organizations to the protection of the Virgin Mary. With all my heart, I bless you. And I ask you to please pray for me. Thank you!"

APA YANG DIAJARKAN 8 MILYAR PENDUDUK DUNIA



Setahun lagi penduduk dunia akan mencapai 8 milyar orang. Penduduk India akan lebih besar dari penduduk China. 1 dari 9 orang mengalami kekurangan gizi sedang antara 20%-40% makanan di dunia di buang atau diboroskan. Demikian dikatakan oleh Jennifer Sciuba penulis buku 8 Billion and Counting: How Sex, Death, and Migration Shape Our World, (W.W. Norton & Company, March 2022) dalam suatu wawancara. Penduduk dunia bertambah satu milyar dalam kurun antara 12-13 tahun sejak 1975. Namun dalam dasawarsa terakhir terjadi perubahan besar dalam kesuburan, migrasi dan angka kematian.

Soal kecenderungan kependudukan dunia sering membuat orang cemas. Angka-angka itu seharusnya membuat kita banyak belajar. Sayangnya, membaca angka-angka penduduk tidak jarang mengarah pada politisasi. Dan itu menyebabkan kesulitan dalam membuat kebijakan yang tepat: bermakna dan penting. Salah satunya tentang migrasi.

Di AS misalnya, soal migrasi menyebabkan ketakutan menginfeksi politik, sehingga Konggres tidak mampu lagi membuat kebijakan pembaruan yang diperlukan.  Begitu pula situasi di Perancis dan China dan di tempat lain juga. Muatan emosional sangat tinggi dalam membicarakan angka migrasi sebab ada bias yang bersifat pribadi. "Kecenderungan kependudukan" memang terbayang sebagai sesuatu berskala besar, tetapi diujung hari akhirnya hanya agregasi dari perasaan pribadi. Dan ketika percakapan terlalu emosional, tidak banyak yang bisa diharapkan.

Ada banyak "salah baca" atas angka-angka kependudukan di kalangan para pembuat kebijakan, dan salah baca itu bisa sangat berbahaya. Misalnya terkait dengan Rusia. Beberapa puluh tahun yang lalu ada pandangan yang berbeda tentang Rusia, terutama tentang gambaran kemampuan militer Rusia di luar tapal batas negerinya. Banyak negara takut akan agresi Rusia. Namun angka kependudukan bicara lain. Angka laju kematian laki-laki Rusia sangat tinggi, sedang laju kesuburan mereka rendah. Statistik beberapa tahun menunjukkan, penduduk Rusia malah berkurang setengah juta setiap tahun. Jika angka-angka itu dibaca dengan benar, tidak mungkin Rusia akan mampu menempatkan kekuatan militer di luar batas negaranya. Kebutuhan untuk menjaga keamanan dalam negeri sama besarnya.

Ada banyak sekali faktor kontekstual yang perlu bahasan ulang dari angka-angka kependudukan baik menyangkut politik, sosial maupun ekonomi negara-negara lain. Jika kita sudah punya prasangka selalu sulit mendapatkan gambaran yang sebenarnya, namun jika kita mau sungguh belajar dari angka-angka kependudukan yang benar kita akan dapat menerima gambaran perilaku yang berbeda dari bayangan kita. Misalnya belakangan ada gambaran menakutkan tentang migrasi. Berapa sih orang yang mau mengungsi ke tempat lain meninggalkan tanah airnya? Ada praduga antara 20-50%. Angka yang sebenarnya adalah antara 2-5% saja dalam kurun masa 50 tahun terakhir. Sebenarnya tidak banyak orang yang mau meninggalkan tanah tumpah darahnya.

Dalam sektor bisnis di beberapa negara barat para pengusaha mengharapkan datangnya imigran dari negara lain untuk tenaga kerja, sebab tenaga kerja di dalam negeri beranjak menua. Tetapi imigran yang diharapkan tak kunjung tiba; maka mereka harus segera ambil kebijakan lain untuk masa depan mengenai pekerjaan dan sumber tenaga kerjanya.  



Senin, 14 November 2022

Bartimeus dan Yesus Terang Dunia

 


Bartimeus adalah seorang peminta-minta buta dari Yerikho yang disembuhkan oleh Yesus (Mrk 10:26-52). Ketika mendengar bahwa Yesus dari Nazaret sedang lewat, ia berseru-seru, memohon belas kasihan, dan tak mau diam. Matius (Mat 20:29-34) dan Lukas (Luk 18:35-43) juga mencatat peristiwa itu, tapi hanya Markus yang mencantumkan namanya, Bartimeus (Bahasa Aram. Artinya: Anak Timeus). Matius hanya berkata bahwa dia adalah satu dari antara dua orang buta.

Hari ini kita membaca kisah Bartimeus dalam Luk 18:35-43. Kita menyadari pernyataan diri Yesus : "Akulah terang dunia, barang siapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan" (Yoh 8:12). Seperti Bartimeus mendengar tentang Yesus dan membuka mata batin kita, kita ingin melihat terang dunia dan berjalan dalam terang. Bagaimana pun caranya kita berusaha mendekat pada Yesus dengan penuh harap, agar Ia membuat kita "melihat" dunia kita. Membuat kita memahami tanda-tanda zaman. Dan karenanya kita dapat berjalan dengan benar, menjalani lorong hidup kita dengan memuliakan sumber terang hidup kita. Semoga!  




[1] Bahasa Aram. Artinya: Anak Timeus.




KITAB WAHYU YOHANES

 


Kitab Wahyu adalah kitab terakhir dalam Kitab Suci khususnya Perjanjian Baru, juga dikenal sebagai Apokalip. Isi yang sangat penuh dengan gambaran simbolis dan misterius menimbulkan tafsiran yang tak terbilang banyaknya mengenai drama hari terakhir.

      Walaupun terdapat ayat-ayat apokaliptik serupa di dalam Perjanjian Baru (misalnya Mat 24), Wahyu merupakan satu-satunya kitab yang secara formal apokaliptik dalam Perjanjian Baru. Wahyu juga serupa namun sekaligus tetap unik berbeda dengan karya-karya apokaliptik Yahudi yang timbul beberapa abad sebelum dan sesudah kedatangan Kristus. Kitab ini menyatakan diri sebagai “Wahyu” dan menyebut nama pengarangnya (Why 1:1), sementara karya-karya apokaliptik lainnya menggunakan nama samaran, dan menyebutkan sebagai nama pengarangnya tokoh-tokoh sejarah Kitab Suci yang sudah lama meninggal dunia seperti Henokh, Abraham dan Ezra. Dalam isinya, kitab Wahyu termasuk di dalam kelas yang berbeda karena menggunakan kidung-kidung liturgis (bdk Why 4:8.11; 5:9-10 dst) dan jelas berfokus pada Yesus Kristus sebagai Anak Domba (bdk 5:6-8; 7:10; 14:1-4).

 

I. PENGARANG DAN WAKTU PENULISAN

II. ISI

III. MAKSUD DAN TEMA

IV. KITAB WAHYU SEBAGAI LITURGI

A. KONTEKS

B. ISI

 

I. PENGARANG DAN WAKTU PENULISAN

Pengarang kitab Wahyu menyatakan kepada pembacanya empat kali bahwa namanya adalah “Yohanes” (Why 1;1.4.9; 22:8). Ia juga menyebut dirinya “hamba” Tuhan (Why 1:1) dan menunjukkan bahwa ia diasingkan di pulau Patmos (Why 1:9) di mana ia mendapat penglihatan-penglihatan dan menuliskannya seperti yang diperintahkan (Why 1:11.19; 2:1.8.12.18. dst). Tradisi menganggap pengarang “Yohanes” itu adalah rasul Yohanes, putera Zebedeus  (Mrk 3:17). Kesaksian yang paling awal tentang i ni berasal dari Yustinus Martir sekitar tahun 140. Yustinus diikuti oleh St Ireneus (abad kedua), Oriegenes (awal abad ketiga), Santo Klemens dari Aleksandria (awal abad ketiga) dan banyak lagi lainnya.

      Keyakinan itu dilawan oleh beberapa penulis dari Timur, antara lain Santo Dionisius dari Aleksandria (pertengahan abad ketiga) yang menolak rasul Yohanes sebagai pengarang kitab Wahyu berdasarkan gaya tulisan yang sangat khas dalam kitab ini. Utamanya, bahasa Yunani yang digunakan dalam kitab Wahyu  jelas sangat berbeda dari yang ada dalam Injil dan surat-surat Yohanes, sehingga kitab Wahyu diduga berasal dari seorang pengarang lain.

      Banyak ahli modern mengikuti pandangan para penulis Timur itu dan menolak Yohanes Rasul sebagai pengarang kitab Wahyu. Sebaliknya, mereka mengajukan berbagai kemungkinan lain, termasuk penulis Injil Yohanes Markus, Yohanes Pembaptis, Yohanes Penatua, dan seorang nabi dari Palestina bernama Yohanes yang tidak begitu dikenal, dan seorang penulis tanpa nama yang menggunakan  nama Yohanes sebagai samarannya.

      Namun pernyataan yang melawan kepengarangan rasul Yohanes Rasul atas kitab Wahyu tidak begitu kuat, dan ada sejumlah hal yang mendukung tradisi utama. Pertama perbedaan gaya di antara kitab Wahyu dan tulisan-tulisan lain bisa disebabkan oleh ragam sastra yang digunakan: yang satu ragam sastra Injil, yang lain ragam sastra surat, dan akhirnya ragam sastra apokaliptik. Kedua, ada beberapa keserupaan di antara Injil Yohanes dan Wahyu, seperti menyebut Yesus sebagai “Firman” (Yoh 1:1; Why 19:13) dan Maria sebagai “Perempuan” (Yoh 19:26; Why 12:1), menggambarkan Yesus sebagai “Anak Domba” (Yoh 1:29; Why 5:6) dan penggunaan gagasan “air hidup” (Yoh 7:38; Why 7:17). Lebih luas lagi, lokasi ketujuh Gereja di Asia dalam Why 2-3 jelas terkait dengan kawasan  yang dikenal sebagai daerah kerja rasul Yohanes.

      Kitab Wahyu ditulis pada masa penganiayaan, dan dua masa kejadian itu terdapat dalam abad yang pertama: pada masa pemerintahan kaisar Nero (54-68 M) dan pada masa kaisar Domitianus (81-96 M). Atas dasar dua alternatif ini, para ahli memperkirakan kitab ini dituliskan baik pada tahun 60-an atau pada tahun 90-an; banyak ahli condong pada tahun 90-an, yang dikuatkan oleh berbagai penulis, termasuk St Viktorinus Pettau (akhir abad ketiga), Eusebius dari Kaisarea, St Hieronimus (abad keempat) dan mungkin St Ireneus (akhir abad kedua).

      Dukungan di luar kitab Wahyu untuk waktu penulisan tahun 60-an didasarkan pada versi-versi kitab Wahyu Siria kuno dan mungkin juga dari Tertulianus, yang menyatakan dalam tulisannya mengenai penganiayaan di Roma pada zaman Nero, bahwa Yohanes dibuang ke suatu pulau sesudah orang Roma tidak berhasil membunuhnya dengan memasukkannya ke dalam minyak mendidih – Yohanes keluar lagi dari minyak tanpa cacae. Bukti internal dari kitab Wahyu sendiri untuk penulisan pada zaman Nero diketemukan dalam penyebutan kaisar Roma dalam Why 17:9 sebagai kaisar kelima. Selanjutnya bilangan binatang, 666, berasal dari nilai perhitungan nama Nero Caesar. Masa penulisan kitab ini sering dipastikan pada akhir tahun 60-an M, tak lama sebelum Roma menghancurkan Yerusalem pada tahun 70 M.

 


II. ISI

i. Yang Tampak

A. Pengantar (Why 1:1-8)

B. Penglihatan Awal (1:9-20)

ii. Apa yang Ada

A. Surat-surat untuk Jemaat-jemaat di Efesus, Smirna, Pergamus dan Tiatira (Why 2:1-29).

B. Surat-surat untuk Jemaat-jemaat di sardis, Filadelfia dan Laodikea (Why 3:1-22).

iii. Apa yang akan Terjadi

A. Penglihatan tentang Allah dan Anak Domba (Why 4:1-5:14)

B. Tujuh Meterai (Why 6:1—8:5)

C. Tujuh Sangkakala (Why 8:6—11:19)

D. Tujuh Tokoh (Why 12:1—14:20)

E. Tujuh Cawan Amarah (Why 15:1—16:21)

F. Jatuhnya Kota Pelacur (Why 17:1—18:24)

G. Jamuan Kawin Anak Domba (Why 19:1-10)

H. Penglihatan tentang Hukuman : Binatang, Iblis, Orang Mati (Why 19:11-20:15)

I. Surga Baru, Bumi Baru, dan Yerusalem Baru (Why 21:1—22:5)

I. Epilog (Why 22:6-21).

 

III. MAKSUD DAN TEMA

Kitab Wahyu bisa dikatakan kitab yang paling menantang dalam keseluruhan Kitab Suci, karena cara pelukisan dan bahasa apokaliptik yang menjadikannya suatu mahakarya sastra. Kompleksitas perlambangan di dalamnya membuat penafsiran menjadi sulit sekali. Bahkan St Hieronimus yang sangat ahli menyatakan bahwa kitab Wahyu ”mengandung misteri sebanyak kata-katanya” (Epit, 53.9). Para ahli terbagi di dalam pendekatan mereka mengenai isi dan maksud kitab Wahyu, namun pada umumnya ada empat pendapat mengenai tafsir kitab Wahyu yang mendapat dukungan bertahun-tahun, yang umumnya disebut tafsir futuristik (ke arah masa depan), tafsir preteristik (ke arah masa lalu), tafsir historis (kesejarahan), dan tafsir idealis (rohani).

 ■ Pandangan futuristik mengambil pendirian bahwa kitab Wahyu merupakan nubuat yang sangat kuat mengenai akhir dunia – suatu masa yang sarat dengan pencobaan, diikuti Kedatangan Kedua dari Yesus, Hukuman Terakhir dan kejayaan atas iblis. Maka, nubuat ini masih akan dipenuhi. Mungkin pandangan ini merupakan pandangan yang paling populer atas kitab Wahyu.

 ■ Pandangan preteristik mengandaikan peristiwa-peristiwa di dalam kitab Wahyu merupakan sejarah masa lalu, sudah terjadi pada abad pertama M. Banyak ahli memandang kitab Wahyu sebagai penafsiran atas benturan Kekristenan dengan Roma pagan pada akhir abad pertama. Preteris yang lain membaca kitab Wahyu dengan tabir di belakangnya Perang Yahudi hingga jatuhnya Yerusalem. Jika menurut pandangan preteris yang pertama yang tampak di panggung adalah situasi politik Roma akhir abad pertama, menurut pandangan preteris yang kedua Gereja mendapat visi teologis mengenai berakhirnya Perjanjian Lama dan berbagai faktor yang memungkinkannya.

 ■ Pandangan historis menganggap kitab Wahyu membeberkan panorama besar dan luas sejarah Gereja, dari abad pertama sampai akhir zaman. Tetapi pernyataan bahwa kemajuan Gereja di dunia dipaparkan di situ sulit untuk diterima karena kurangnya konsensus mengenai peristiwa-peristiwa mana yang dianggap diceritakan.

 ■ Pandangan idealis menyatakan bahwa kitab Wahyu merupakan gambaran yang hidup dari hidup rohani. Tanda-tanda dan lambang-lambang digunakan untuk memberi dorongan kepada jemaat Kristen yang di dunia ini menghadapi penganiayaan dan kerja keras. Konflik antara yang baik dan yang jahat tidak terikat waktu, dan setiap umat Kristen pada zaman manapun menghadapi pencobaan yang serupa.

 


Masing-masing pandangan mengandaikan bahwa Yesus datang untuk meluruskan apa yang salah dan secara definitif memperbarui dan mengubah ciptaan, dan masing-masing pandangan menyumbangkan sesuatu bagi para pembaca kitab Wahyu. Namun tidak ada pandangan tunggal yang memberikan kepada kita penjelasan menyeluruh yang memuaskan. Arah yang mungkin dapat dimengerti adalah menerima sebagian aspek dari masing-masing pandangan. Misalnya, ahli historis yang membuka pandangan para membaca untuk melihat peranan Gereja dalam sejarah keselamatan yang terus berkelanjutan; ahli preteris yang menambahkan konteks waktu di mana kitab Wahyu disusun; ahli idealis yang memfokuskan pembaca pada ajaran rohani yang dalam dari kitab ini; dan akhirnya ahli futuristik yang dengan setia mengarahkan pandangan pada Kedatangan Kedua dari Kristus, harapan dari semua orang Kristen. Sesungguhnya, janji dan nubuat-nubuat terpenuhi dalam pola spiral yang bergerak naik: sebagaimana suatu peristiwa dalam PL merupakan tipologi dalam PB, begitu pula kejadian-kejadian sekarang bisa menjadi tipologi kejadian-kejadian di masa datang.

 

IV. KITAB WAHYU SEBAGAI LITURGI

Para ahli modern memberikan perhatian yang bertambah-tambah pada dimensi liturgi dari kitab Wahyu, baik di dalam konteks maupun dalam isi kitab.

 

A. KONTEKS

Yohanes menerima penglihatan tentang Hari Tuhan, yaitu hari ketika umat Kristen di mana-mana merayakan ibadat (Why 1:10). Ada “firman” dari Tuhan yang disampaikan kepada berbagai jemaat dan dimaksudkan agar dibacakan dalam himpunan ibadat. Dalam Why 1:3 misalnya, “yang membacakan” dan “yang mendengarkan” mengingatkan kita pada lektor dan para pendengarnya dalam liturgi Sabda.

 

B. ISI

Ibadat sekaligus merupakan bagian dari alur dan tindakan utama kitab ini. Kepada kita kitab Wahyu menyampaikan ibadat Kristen yang ditujukan baik kepada Allah (bab 4) maupun kepada Anak Domba [Allah] (Bab 5).

      Penglihatan itu penuh dengan pemandangan dan bunyi-bunyian ibadat Israel. Yohanes melihat Bait Allah di surga dengan tabut perjanjian (Why 11:19) dan sebuah mezbah pedupaan (Why 8:3), dian lampu dari emas, busana imam, batu suci, gulungan kitab, sangkakala, ranting-ranting palma, harpa, dupa wewangian dan bejana percikan, dan di pusat segalanya adalah Anak Domba korban (Why 5:6). Ada lagu pujian: “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah segala kuasa, dahulu, sekarang dan selama-lamanya!” (Why 4:8).

            Semua pemandangan, bunyi-bunyian dan bahkan aroma dupa sangat akrab dengan ibadat Israel kuno: mereka adalah padanan surgawi dari realitas duniawi. Tindakan liturgis yang sama berlanjut dalam Gereja Kristen: kitab Wahyu menunjukkan kepada kita bahwa liturgi Kristen pada Hari Tuhan merupakan suatu peran serta dalam liturgi ilahi yang kekal yang tiada hentinya di surga.


BERTEKUN MEMBANGUN KEBAIKAN.

 


Angelus bersama Paus Fransiskus 13 November 2022. Lapangan St Petrus, Vatikan.

Di hadapan para peziarah di Lapangan St Petrus, Paus Fransiskus kemarin dalam rangka doa Malaikat Tuhan menyampaikan kupasan Injil Luk 21:5-19. Yesus mengingatkan bahwa semuanya yang ada dalam sejarah akan runtuh dan hilang. Bangunan. Hasil karya tangan kita. Prestasi kita. Tradisi agama maupun sipil. Simbol-simbol suci dan sosial. Ada berbagai penyebab kemusnahan, entah karena manusia, entah karena alam. "Kalau kamu tetap bertahan kamu akan memperoleh hidupmu". (Luk 21:19)



Bertahan adalah memiliki hati yang tekun setia mencari apa yang kekal, yaitu sabda Allah, kasih dan kebaikan. Bagaimanapun situasi atau keadaan yang ada, apakah kita konstan menghayati iman, melaksanakan kebenaran, keadilan dan kasih mewujudkan kebaikan-kebaikan. Bertahan, bertekun setia adalah cerminan kasih Allah, Allah adalah setia dan tetap sama. Kekal.

Semoga Bunda Maria yang bertekun dalam doa (Kis 1:12) berkenan  menguatkan hati kita agar semakin teguh hati untuk bertahan dan setia dalam iman, kasih dan kebaikan.



https://www.vatican.va/content/francesco/en/angelus/2022/documents/20221113-angelus.html