Surat-surat Yohanes
Tiga surat menurut
tradisi dianggap berasal dari Yohanes, putera Zebedeus, kendati tidak satupun
dari surat-surat itu menyebutkan nama Yohanes. Surat-surat itu tergolong Surat-surat
Katolik (bersama dengan Surat-surat Yakobus, 1 dan 2 Petrus, serta Yudas)
Sebuah surat yang
ditujukan kepada jemaat-jemaat (gereja-gereja) yang tidak disebut namanya;
tradisi menduga di sekitar Efesus di Asia Kecil. Pesan surat itu adalah bahwa
Tuhan dinyatakan kepada kita dalam Putera, dan bahwa persahabatan dengan Bapa
akan diwujudkan dengan hidup di dalam terang, keadilan dan kasih Putera. Surat
juga mengoreksi kekeliruan dari mereka yang menyatakan bahwa mereka tidak
berdosa dan tidak terikat pada Sepuluh Perintah Allah.
Pengarang surat
tidak disebutkan. Dua belas kali surat itu mengisyaratkan bahwa ditulis oleh
seseorang (misalnya dari kata“kutuliskan” dalam 1 Yoh 2;1.7.8.12.dst) tetapi ia
juga bicara dengan wibawa atas nama yang lain-lain (misalnya dalam frasa “kami
tuliskan”, 1 Yoh 1:4).
Tradisi paling kuno menyatakan bahwa
pengarang surat ini adalah Yohanes rasul, anak Zebedeus, (Mrk 3:17). Pernyataan
itu tetap mantap di zaman Kristen kuno. Ajaran dan kosa kata surat sangat mirip
dengan yang ada dalam Injil keempat, yang juga dianggap berasal dari rasul
Yohanes dari masa awal kekristenan (lihat Yohanes, Injil). Namun
kemudian beberapa ahli lebih condong beranggapan bahwa pengarang surat ini
adalah seorang Yohanes yang lain, “penatua” (2 Yoh 1), atau seseorang yang
tidak dikenal yang sangat paham ajaran-ajaran Injil keempat. Namun tidak cukup
bukti untuk menggoyahkan tradisi lama Kristen mengenai Yohanes rasul sebagai
pengarang surat ini.
Waktu penulisan surat juga tidak pasti,
melampaui batas-batas umum dari tahun 50 hingga 100. Banyak ahli menduga Surat
Pertama Yohanes ditulis tak lama sesudah Injil Yohanes. Jika Injil Yohanes
ditulis sekitar tahun 90-an, maka surat ini diperkirakan disusun pada tahun
100. Jika Injil Yohanes ditulis sebelum tahun 90-an, maka surat ini juga
bergeser ke masa yang lebih dini lagi. Namun juga ada kemungkinan bahwa surat
ini ditulis mendahului Injil Yohanes. Pendek kata, mustahil menetapkan waktu
penulisan surat ini secara pasti, namun pada akhirnya yang paling mungkin
adalah bahwa surat ini ditulis antara tahun 90 dan 100.
I. Prolog
(1:1-4)
II. Allah adalah
Terang (1:5-2:6)
III. Perintah
Baru (2:7-17)
IV. Antikristus
(2:18-29)
V. Anak-anak
Allah (3:1-10)
VI. Kasih Satu
Pada Yang Lain (3:11-24)
VII.
Membeda-bedakan Roh (4:1-6)
VIII. Tuhan
adalah Kasih (4:7-21)
IX. Iman dan
Dunia (5:1-12)
X. Epilog
(5:1-21)
III. MAKSUD DAN
TEMA
Surat pertama
Yohanes ditulis untuk menangkal situasi yang berbahaya: sekelompok pengajar
palsu yang memisahkan diri (yang oleh Yohanes disebut para antikristus, penipu,
penyesat) membawa umat Kristen pada kesesatan. Yohanes boleh jadi menulis
kepada para anggota jemaat di Efesus, dan boleh jadi ia kenal secara pribadi
dengan penerima suratnya (1 Yoh
2:1.12-14; 3:11). Berbeda dengan surat kedua dan ketiga, Surat Pertama Yohanes
lebih merupakan suatu khotbah ketimbang sebuah surat.
Pengajar-pengajar palsu memisahkan diri
dari jemaat (1 Yoh 2:19) dan menyangkal bahwa Yesus adalah “Kristus” (1 Yoh
2:22; 5:1) dan “Anak Allah” (1 Yoh 2:23; 5:5), walaupun identitas yang
sebenarnya dari bidat itu sulit dipastikan. Mungkin mereka adalah pengikut
Kerinti yang menyatakan bahwa Kristus yang ilahi turun pada manusia biasa Yesus tetapi meninggalkan Dia persis
sebelum Sengsara dan mati. Atau mungkin pengikut ajaran Marcion (Docetis) yang
percaya bahwa Kristus hanya tampaknya saja menderita dan mati di salib. Atau mungkin
mereka adalah pengikut ajaran Gnostis yang percaya bahwa pengetahuan akan
Kristus yang sebenarnya dirahasiakan dari semua orang kecuali untuk beberapa
kaum pilihan saja. Pengajar-pengajar palsu tampaknya kain bahwa mereka bebas
dari dosa, sehingga mereka tidak merasa wajib menaati Sepuluh Perintah Allah,
termasuk perintah kasih untuk saling mengasihi.
Surat Pertama Yohanes mengecam para
pengajar palsu itu dengan beberapa butir pokok. Tak ada orang yang kasih pada
Allah tanpa mematuhi perintahNya (1 Yoh 2:3.4; 3:24; 5:3) atau yang melakukan
dosa semau-maunya (1 Yoh 3:6-8; 5:18). Tidak ada yang dapat menyatakan dirinya
bebas dari dosa (1 Yoh 1:10) dan satu-satunya jalan untuk mengatasi dosa adalah
mengakui dosa dan meminta pengampunan melalui Kristus (1 Yoh 1:7-9; 2:1.12).
Orang tidak mungkin menghormati Allah jika tidak menerima bahwa Yesus Kristus
datang dari Allah (1 Yoh 3:23; 4:2.3.14; 15:1) dan barangsiapa tidak mau
percaya kepada Putera ia menolak Bapa (1 Yoh 2:22.23).
Surat ini juga menekankan persahabatan
dengan Allah, yang adalah kasih (1 Yoh 4:16). Yesus telah menunjukkan kasih
Allah dengan memberikan hidupNya, sehingga kita pun wajib menunjukkan kasih
kita kepada sesama (1 Yoh 3:16-18; 4:9-12). Maka perintah terbesar bagi umat
Kristen adalah untuk saling mengasihi sebagai saudara (1 Yoh 3:23; 4:21).
Sebaliknya, orang yang membenci saudaranya tidak mengasihi Allah (1 Yoh 2:7-11;
3:11; 4:7.8.20; 5:2).
Suatu kontras yang tajam dilukiskan di
antara anak-anak Allah dengan para pengajar palsu yang adalah golongan kaum
anti-kristus (1 Yoh 2:18) dan pengikut setan (1 Yoh 3:7-10; 5:19). Anak-anak
Allah diurapi (1 Yoh 2:20) dan tidak memerlukan pengajaran; mereka didesak agar
berpegang pada apa yang telah diajarkan sejak semula (1 Yoh 2:24). Jika
demikian, mereka akan menang jaya (1 Yoh 5:4.5).
2 Yohanes
Ditujukan kepada “Ibu
yang terpilih dan anak-anaknya”, surat ini mungkin dimaksudkan untuk suatu
gereja di Asia Kecil. Surat memuji mereka karena terus gigih berpegang pada
iman dan mendesak mereka agar meneruskannya dengan tekun.
Pengarang surat
tidak membubuhkan namanya tetapi menyebut dirinya sebagai “penatua” (2 Yoh 1),
sebutan yang sama pada surat 3 Yoh. Tradisi Kristen menganggap pengarang ketiga
surat Yohanes adalah orang yang sama, yaitu Yohanes rasul, tetapi pandangan ini
tidak bulat. Bahkan dari Gereja kuno, ada beberapa (misalnya Papias pada abad
kedua) yang yakin bahwa surat-surat 2 dan 3 Yoh ditulis oleh seseorang yang
bukan Yohanes rasul, melainkan seorang gembala umat yang bernama “Yohanes sang penatua”
yang boleh jadi hidup sezaman dengan Yohanes rasul di Asia Kecil. Di pihak
lain, tradisi bahwa Yohanes adalah pengarang ketiga surat sudah lebih kuno, dan
ada keserupaan gaya sastra di antara surat kedua dan surat pertama (bdk 1 Yoh
2:27 dengan 2 Yoh 5; 1 Yoh 2:18-22 dengan 2 Yoh 7; 1 Yoh 1:4 dengan 2 Yoh 12).
Dengan adanya keserupaan-keserupaan itu amanlah jika disimpulkan bahwa
surat-surat 2 dan 3 Yohanes ditulis oleh orang yang sama dengan surat 1 Yoh,
dan mungkin hampir bersamaan waktu penulisannya.
II. ISI
I. Salam (ayat
1-3)
II.Kebenaran dan
Kasih (ayat 4-12)
III. Salam
Penutup (ayat 13).
III. MAKSUD DAN
TEMA
Surat Kedua Yohanes
jauh lebih singkat daripada Surat Pertama dan di dalam bentuk suatu surat
(sementara Surat Pertama lebih merupakan suatu khotbah). Maksud utamanya adalah
menyemangati kaum beriman untuk bertekun gigih berhadapan dengan para pengajar
palsu. Para pengajar palsu itu adalah “yang tidak mengaku,
bahwa Yesus Kristus telah datang sebagai manusia. Itu adalah si penyesat dan
antikristus” (2 Yoh 7). Begitu prihatinnya si pengarang mengenai hal itu
sehingga ia bermaksud untuk mengunjungi orang yang disuratinya untuk membahas
persoalan itu. Sekalipun pendek, surat itu menyampaikan program rangkap tiga,
yaitu: kasih persaudaraan, bakti iman, dan perlawanan pada pengajar-pengajar
palsu dengan segala ajaran mereka.
3 Yohanes
Suatu surat yang
ditujukan kepada “Gayus yang kekasih, yang kukasihi dalam
kebenaran” ini berkaitan dengan penyelesaian hukum atas persoalan di dalam
suatu jemaat setempat (mungkin suatu gereja di dekat Efesus).
Surat Ketiga Yohanes ini menunjukkan
kesamaan yang menonjol dalam hal gaya sastra, struktur, dan panjangnya, dengan
surat yang kedua. Tradisi lama Kristen menganggap Yohanes rasul sebagai
pengarangnya. Beberapa ahli beranggapan bahwa sebenarnya surat yang ketiga ini
justru merupakan surat yang tertua dari ketiga surat Yohanes, namun pernyataan
itu tidak dapat dipastikan kebenarannya.
II. ISI
I. Salam (ay 1)
II. Pujian dan Nasehat kepada Gayus
(ay 2-8).
III. Diotrefes dan Demetrius (ay
9-12)
IV. Salam Penutup (ay 13-15).
III. MAKSUD DAN
TEMA
Surat yang ketiga
dari Yohanes ini ditujukan kepada Gayus, yang menjadi tuan
rumah, menerima para misionaris Kristen yang melakukan perjalanan (ay 5-8).
Pengarang memuji dia sebagai orang yang “hidup dalam kebenaran” (ay 3), dan
Gayus disemangati untuk melanjutkan karyanya yang berharga sebagai amal kasih
Kristen itu. Surat juga prihatin dengan seorang yang bernama Diotrefes, yang
terbukti menjadi pemimpin yang buruk bagi jemaat (ay 9-11) dan tentang
Demetrius yang baik (ay 12).
Surat
ini merupakan tulisan yang paling pendek dalam Perjanjian Baru, tetapi ia
memberikan kepada kita keterangan penting mengenai keadaan tertentu dari Gereja
Purba. Diperlihatkan khususnya bagaimana Gereja membahas persoalan yuridsiksi
dan persaingan di antara para pemimpinnya, seperti yang diperlihatkan melalui
perselisihan antara Yohanes, sang gembala dan pemimpin komunitas-komunitas di
Asia |Kecil, dengan pemimpin setempat Diotrefes yang melaksanakan wewenangnya
dengan cara yang kasar dan tidak baik. Di tengah-tengah mereka adalah Gayus,
yang oleh si pengarang diharapkan mendukung pemimpin yang sesungguhnya,
bertahan dalam iman dan menerima Demetrius. Si penatua berharap akan datang
sendiri untuk menyelesaikan soal itu (ay 14) dan “akan meminta perhatian atas
segala perbuatan yang telah dilakukannya, sebab ia meleter melontarkan
kata-kata yang kasar terhadap kami” (ay 10).