Daftar Blog Saya

Sabtu, 03 Desember 2022

Rahmat Menyempurnakan Kodrat

POKOK KATEKESE IMAN KITA 5 

Bambang Kussriyanto

Tujuan dari Wahyu itu – baik yang kodrati maupun yang ilahi – bukanlah supaya kita memahami Allah selengkap-lengkapnya. “Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi” – Dei Verbum (selanjutnya disingkat DV) – dari Konsili Vatikan II menyatakan :

Dalam kebaikan dan kebijaksanaanNya, Allah berkenan mewahyukan diriNya dan memaklumkan rahasia kehendakNya... Melalui perwahyuan ini... Allah yang tidak kelihatan dari kelimpahan kasihNya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabatNya dan tinggal di antara mereka, untuk mengundang mereka dan menyambut mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya (DV 2).

 

            Pernyataan ini menegaskan bahwa Allah menyingkapkan diri dan kehendak-Nya “dari kelimpahan kasih-Nya” dengan tujuan mengundang kita di dalam suatu hubungan persahabatan pribadi yang hidup dan persekutuan dengan Bapa dan Pencipta kita. Di sini kita menemukan makna dan kegembiraan hidup yang sejati. Santo Agustinus menyatakan, “Ya Allah, Engkau telah menciptakan kami bagiMu sendiri. Hati kami gelisah sebelum kami menemukan ketenteraman dalam Dikau.”(Confessiones 1,1,1.)

            Menurut KGK 51: "Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya; berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus, Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi" (DV 2).

            Allah tidak hanya sekedar menyatakan rencana kasih-Nya. Ia juga bertindak menunjukkan kasih dan kerinduan-Nya untuk berada dalam hubungan yang mesra dengan kita, dengan datang berkunjung dan tinggal di antara kita sebagai seorang manusia – Yesus Kristus. Maka wahyu Allah itu bersifat pribadi karena datang kepada kita melalui pribadi Yesus.  Yesus mengundang masing-masing dari kita untuk mengenal Allah sebagai Bapa kita dan hidup dalam persekutuan dengan Dia. Wahyu mengantar pada hidup yang sejati, dengan segala kelimpahannya di dunia (lihat Yoh 10:10) dan hidup abadi bersama dengan Allah di masa yang akan datang.

            KGK 52 menyatakan: “Allah ‘yang bersemayam dalam terang yang tak terhampiri’ (1 Tim 6:16) hendak menyampaikan kepada manusia, … hidup ilahi-Nya sendiri, supaya melalui Putera-Nya yang tunggal Ia mengangkat mereka menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan Diri, Allah hendak menyanggupkan manusia untuk memberi jawaban kepada-Nya, mengakui-Nya dan mencintai-Nya dengan cara yang jauh melampaui kemampuan manusia itu sendiri.”

            Hidup abadi bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh manusia karena jasa, atau akan diterima sebagai hak. Yesus menunjukkan bahwa banyak orang tidak akan mencapai hidup kekal, dan secara abadi terpisah dari Allah (lih Mat 7:13, 14). Namun Yesus tidak datang “untuk menghukum, melainkan untuk menyelamatkan dunia” (Yoh 12:47) dengan menyampaikan Sabda Bapa yang diberikan kepada-Nya untuk diwartakan. “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yoh 12: 48). Kepenuhan dari Sabda yang amat-sangat penting ini di dalam Wahyu yang datang kepada kita dari Allah Bapa, adalah dalam pribadi Yesus Kristus.

 

Allah Berbicara Kepada Kita Melalui Sejarah

Dokumen Konsili Vatikan II Dei Verbum menjelaskan bahwa Allah mewahyukan diri baik melalui perbuatan maupun perkataan (DV 2). KGK 53 juga menegaskan bahwa keputusan wahyu ilahi itu diwujudkan "dalam perbuatan dan perkataan yang bertalian satu sama lain". Di dalamnya tercakup "kebijaksanaan mendidik" dari ilahi yang khas: Allah menyatakan Diri secara bertahap kepada manusia; Ia mempersiapkan manusia secara berangsur-angsur  untuk menerima wahyu diri-Nya yang adikodrati, yang mencapai puncaknya dalam pribadi dan perutusan Yesus Kristus, Sabda yang menjadi manusia.

            Dengan menggunakan kiasan bahwa Allah dan manusia seakan-akan saling membiasakan diri satu sama lain, Santo Ireneus dari Lyon berulang kali berbicara tentang pedagogi ilahi ini. "Sabda Allah berdiam dalam manusia dan menjadi putera manusia, supaya manusia membiasakan diri untuk menerima Allah, dan Allah membiasakan diri untuk tinggal dalam manusia seturut perkenanan Bapa" (Haer. 3,20,2).

            Iman Kristiani dan Yahudi didasarkan pada kepercayaan bahwa Allah bertindak dengan cara yang unik dan khas dalam sejarah manusia, dan bahwa Dia juga berbicara kepada manusia dengan berbagai ragam cara.

            Proses perwahyuan mengalami perkembangan tahap demi tahap. KGK secara garis besar menggambarkan tahap-tahap Wahyu di mana Allah membiarkan diri dikenal pada awal mulanya dari lingkungan yang lebih sempit, kemudian melebar. Pada mulanya Ia mewahyukan diri kepada suatu pasangan (Adam dan Hawa), lalu kepada satu keluarga (Nuh), lalu kepada satu bangsa (Abraham), dan akhirnya kepada seluruh dunia (dalam dan oleh Yesus Kristus).

 


Perjanjian dengan Adam

            Maka "Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui Sabda-Nya (lih. Yoh 1:3) serta melestarikannya dalam mahluk-mahluk, senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rm 1:19-20). Dan karena Ia bermaksud membuka jalan menuju keselamatan di surga, Ia sejak awal mula telah menampakkan diri kepada manusia pertama" (DV3), Adam dan Hawa. Ia menghimpun mereka dalam suatu persatuan yang erat dengan diri-Nya di Taman Firdaus, menganugerahi mereka dengan rahmat dan keadilan (lih KGK 54).

            Kisahnya mulai dari Kitab Kejadian, ketika Allah memberi Adam “kekuasaan” atas “seluruh bumi” dan semua mahluk di dalamnya, mulai dari ikan dan burung hingga ternak dan serangga (Kej 1:26). Adam diciptakan dalam “citra” Allah dan dalam “keserupaan” dengan Allah, yang melukiskan hubungan bapa-putera, ayah-anak, dan suatu delegasi atau pelimpahan tanggungjawab rajawi. Lelaki dan perempuan diciptakan untuk mengabdi sebagai anak-anak sulung yang mewakili pemerintahan Allah.

            Allah “memahkotai” semua umat manusia dalam Adam dan memberikan “kekuasaan” dan “pengaturan” atas pasangan-pasangan awal dan keturunannya.

            Dalam penciptaan, kita lihat Allah menyelenggarakan dunia dan kemudian menetapkan manusia sebagai keluarga rajawi-Nya di atas bumi. Dengan meriah Ia memeteraikan ketentuan-Nya ini dengan mengadakan suatu perjanjian kekal.

            Salah satu syarat dari perjanjian Allah dengan bangsa manusia adalah kekuasaan (dominasi): Adam dan Hawa harus memenuhi bumi dan menguasainya. Dengan demikian Allah mengadakan kosmos untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia. Ia membuat kosmos ini dapat dipahami oleh manusia dengan suatu cara yang tidak diketahui binatang. Pengertian kita akan alam ciptaan berbeda dengan pengertian binatang, bukan hanya dalam derajatnya, tetapi juga macamnya. Pikiran manusia dengan demikian disesuaikan dengan alam ciptaan; dan alam ciptaan diselenggarakan untuk pikiran manusia. Ini merupakan prinsip antropik kosmis (manusia kosmis) dalam bentuk awalnya. Dan persyaratan perjanjian ini, piagam kekuasaan dan rajawi ini, bersama dengan pentingnya bahwa alam ciptaan itu dapat dipahami – memungkinkan sains tentang alam dan teknologi .

            Namun karena kesombongan dan ketidakpatuhan, Adam dan Hawa kehilangan status khusus mereka. Ketika iblis dalam rupa ular mencobai mereka, mereka melepaskan jabatan yang diberikan pada mereka oleh ilahi. Adam gagal menjaga kesucian taman dari penyusup yang mematikan; dan dengan memetik buah terlarang, ia dan Hawa menolak menyampaikan persembahan demi hasrat mereka akan barang-barang duniawi. Mereka juga menolak untuk melaksanakan kekuasaan mereka atas binatang yang diberikan pada mereka. Persatuan dengan Allah ini dirusak oleh kesalahan manusia pertama yang melawan ketentuan Allah.

            Tetapi Wahyu tidak putus oleh dosa leluhur kita. Karena sesudah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Allah mengangkat mereka untuk mengharapkan keselamatan (lih. Kej 3:15). Tiada putus-putusnya Ia memelihara umat manusia, untuk mengaruniakan hidup kekal kepada semua yang mencari keselamatan dengan bertekun melakukan apa yang baik (lih. Rm 2:6-7) (DV 3, KGK 55). Tradisi doa menyatakan keyakinan “Ketika manusia kehilangan persahabatan dengan Dikau karena tidak setia, ia tidak Kaubiarkan merana di bawah kekuasaan maut. Berulang kali Engkau menawarkan perjanjian kepada mereka" (MR, Doa Syukur Agung IV, 118). Kitab Suci Perjanjian Lama menceritakan berbagai tindakan penyelamatan oleh Allah. Allah mewahyukan diri kepada Nuh, Abraham, Musa, para nabi, dan pria dan wanita dari Perjanjian Lama melalui mimpi, penglihatan, suara, malaikat utusan dan sarana-sarana lainnya.

 


Perjanjian dengan Nuh

Dalam bab-bab selanjutnya dari Kitab Kejadian, keluarga manusia menjadi makin ganas memberontak, mulai dari Kain yang membunuh saudaranya, Habel, dan berlanjut pada kemerosotan menyeluruh pada zaman Nuh. Allah menata ulang sebagian dari tatanan kosmis dengan menyelamatkan keluarga Nuh.

            Banjir besar yang diceritakan dalam Kej 6-9 yang meliputi semua daratan. Air bah membinasakan semua mahluk hidup karena kejahatan manusia (Kej 6:5). Hanya Nuh dan keluarganya saja yang diselamatkan karena “Nuh hidup bergaul dengan Allah dan Nuh adalah orang yang benar dan tidak bercela di antara sesamanya” (Kej 6:9). Nuh kemudian dipilih untuk menjadi pengantara perjanjian yang kedua dan ikut serta dalam penciptaan baru. Allah berjanji tidak akan menghancurkan mahluk hidup dengan air bah lagi. Persis seperti yang dilakukannya dengan Adam, Allah memerintahkan agar Nuh “beranak-cucu dan bertambah banyak memenuhi bumi, dan memberinya kuasa atas binatang, burung, dan ikan-ikan (Kej 9:2).

            “Dalam perjanjian yang Ia lakukan dengan Nuh sesudah air bah, kehendak keselamatan ilahi dinyatakan kepada 'bangsa-bangsa', artinya kepada manusia-manusia, yang tinggal di 'negerinya masing-masing dan mempunyai bahasa serta suku-sukunya sendiri' (Kej 10:5, KGK 56). Sebab kemudian dari anak keturunan Nuh lahirlah bangsa-bangsa yang sangat banyak yang pada awalnya dibuat daftarnya dalam kitab Kej 10. “ Itulah segala kaum anak-anak Nuh menurut keturunan mereka, menurut bangsa mereka. Dan dari mereka itulah berpencar bangsa-bangsa di bumi setelah air bah itu” (Kej 10:32).

            Oleh Allah, “Pengaturan bangsa-bangsa yang banyak, yang dipercayakan oleh penyelenggaraan ilahi kepada pengawalan para malaikat, adalah sekaligus kosmis, sosial, dan religius. Aturan ini dimaksudkan untuk membendung kesombongan umat manusia yang sudah jatuh, yang bersatu dalam cita-cita yang jahat, untuk membentuk dirinya menjadi kesatuan seturut model Babel (Kej 11). Tetapi karena dosa, maka aturan sementara ini selalu terancam dan dapat jatuh ke dalam penyimpangan kafir yakni politeisme dan pendewaan bangsa serta pemimpinnya” (KGK 57).

            Perjanjian dengan Nuh berlaku pada zaman bangsa-bangsa sampai kepada pewartaan Injil di seluruh dunia. (KGK 58).      Dengan demikian Kitab Suci menegaskan kesucian agung yang dapat dicapai oleh mereka yang hidup tekun sesuai dengan perjanjian Nuh sambil menantikan Kristus yang akan datang "untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai-berai" (Yoh 11:52).

 


Allah Memilih Abraham

Dosa timbul lagi dalam dunia. Karena kesombongan pemujaan diri sendiri di Menara Babel yang hendak dibangun sampai ke langit, keluarga manusia sekali lagi terpencar berserakan, terasing dari Allah, bahkan dari satu sama lain. Angkatan-angkatan yang jahat ini semakin jauh dari panggilan Allah yang awal bagi manusia.

            Lalu datanglah Abraham, tokoh iman, pada siapa Allah menjanjikan pemulihan perjanjian kosmis di masa depan. Kepada Abraham dan keturunannya, Allah menjanjikan berkat untuk semua keluarga di bumi (Kej 12:3); tanah yang makmur (Kej 12:1); keturunan rajawi (Kej 17:6). Dan Allah memeteraikan setiap janji-Nya (lihat Kej 15; 17:4-8; dan 22:15-18), dengan demikian menyambung kembali ikatan kekerabatan di antara Allah dan keluarga manusia. Melalui Abraham inilah kita juga bertemu dengan seorang raja-imam, Melkisedek, raja Salem (Kej 14:18), yang memberkati Abraham dengan mempersembahkan korban anggur dan roti kepada Allah.

            Untuk mengumpulkan kembali umat manusia yang tercerai-berai, Allah memilih Abram dan memanggilnya keluar dari negerinya, dari kaum keluarganya  dan dari rumah bapanya, untuk menjadikannya Abraham yang berarti "bapa sejumlah besar bangsa" (Kej 17:5): "Karena engkau Aku akan memberkati semua bangsa di bumi" (Kej 12:3 LXX; lih juga KGK 59).

            “Keturunan dari Abraham menjadi pembawa janji yang Allah ikrarkan kepada para bapa bangsa” (KGK 60). Yang dimaksud para bapa bangsa adalah tokoh utama laki-laki dalam Kitab Kejadian, terutama Abraham, Ishak, dan Yakub.

            Riwayat utama para bapa bangsa diceritakan dalam Kej 12-50, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian besar dengan fokus kisah masing-masing pada Abraham (Kej 12-25), Ishak (Kej 25-26) dan Yakub serta anak-anaknya (Kej 27-50). Kitab Kisah Para Rasul juga memberikan gelar “bapa bangsa” kepada kedua belas anak-anak Yakub, antara lain Yusuf yang menjadi pemimpin di Mesir, dan kepada Raja Daud (Kis 2:29; lih juga KGK 61, 205).

            Para bapa bangsa adalah mereka yang lebih dahulu menerima janji-janji Allah bagi generasi-generasi berikutnya. Kej 12-50 menceritakan rangkaian episode yang terkait dengan janji, yang merunut sampai ke permulaannya rencana keselamatan dalam sejarah manusia. Kitab-kitab lain di dalam Kitab Suci selanjutnya memetakan pelaksanaan dari janji-janji ini yang memuncak di dalam pemenuhan final pada Yesus Kristus (KGK 704–706;  2570–2574). Para bapa bangsa dengan demikian lebih dari sekedar bapa-bapa dalam silsilah Israel. Mereka adalah para bapa rohani bagi umat beriman (Ibr 4:1-28). Maka iman kesalehan Abraham membuatnya menjadi “bapa semua orang yang percaya” (Rm 4:11; bdk Kej 12:2; 15:5-6). 

            Maka berdasar gambaran di atas dikatakan bahwa “Keturunan dari Abraham menjadi pembawa janji yang Allah ikrarkan kepada para bapa bangsa menjadi bangsa terpilih yang dipanggil dengan maksud mempersiapkan pengumpulan semua anak Allah dalam kesatuan Gereja. Bangsa ini menjadi akar pohon, yang padanya akan dicangkokkan orang-orang kafir, kalau mereka sudah percaya” (KGK 60). “Para bapa bangsa, para nabi dan tokoh-tokoh besar yang lain dalam Perjanjian Lama dari dulu dan terus dihormati dalam semua tradisi liturgi sebagai orang-orang kudus” (KGK 61).

 

Musa, Hakim-hakim dan Nabi-nabi : Allah Membentuk Bangsa-Nya Israel bagi Diri-Nya

Karena bahaya kelaparan, keturunan Yakub yang disebut Israel pindah, menetap dan bertambah banyak di Mesir, dan “orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Tetapi nasib mereka berubah dramatis di bawah pemerintahan firaun-firaun baru yang tidak lagi mengenal semua kebaikan yang telah dibuat bapa bangsa Yusuf bagi Mesir, dan mereka menindas orang-orang Israel dan menjadikan mereka budak-budak, menjadikan mereka tenaga kerja paksa untuk membangun (atau membangun kembali) kota-kota Pitom dan Raamses.

            Musa dipilih oleh Tuhan untuk memimpin bangsanya keluar dari belenggu perbudakan. Ia menggunakan kuasa ilahi yang diberikan kepadanya untuk menghancurkan kekerasan kepala Firaun, demi kebebasan kaum Israel (Kel 6:1-5). Lalu kisahnya berlanjut dengan pertarungan antara Musa dengan imam-imam Mesir (Kel 7:11.22; 8:7.18) dan kemudian sepuluh tulah di Mesir (Kej 7:14-12:30; Mzm 78:42-51; 105:28-36) yang memuncak dengan peristiwa Paska.

            Dari Sukot iring-iringan orang Israel terus bergerak ke Etam (Kel 13:20) dan kemudian ke Pi-Hahirot di dekat laut (Kel 14:2). Dari tempat itu orang Israel yang terjepit di antara laut dan pasukan Mesir yang mengejar diberi jalan pelarian menyibak laut dengan mujizat dari Tuhan (Kel 14:21-31).

            Setelah menyeberangi laut teberau, orang Israel menyanyikan lagu pujian kepada Tuhan atas pembebasan mereka (Kel 15) dan segera menuju ke gurun Sur selama tiga hari (Kel 15:22) dan akhirnya mencapai Elim (Kel 15:27). Dari sana, mereka melanjutkan ke Gurun Sin. “Pada hari yang kelima belas bulan yang kedua, sejak mereka keluar dari tanah Mesir” (Kel 16:1) mereka mencapai Sinai.

            Tema pokok dari Keluaran dinyatakan oleh Tuhan kepada Musa: “Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah, Tuhan, Allahmu, yang membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir. Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan" (Kel 6:7-8)

            Keluaran merupakan perluasan dari janji kepada Abraham bahwa Israel akan diberi tanah Kanaan (Kel 3:8; 6:8).

            Bagian kedua dari kitab Keluaran (Kel 19:1-40:38) berkaitan dengan perjanjian (Kel 19 -24), penjabaran ketentuan-ketentuannya menjadi Hukum Sinai diawali dengan Sepuluh Perintah Allah dan suatu kode hukum sosial dan etika agama (Kel  20-23).



            Maksud dari kitab Keluaran dan perjanjian dinyatakan Allah kepada Musa: “Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." (Kel 19:5-6). Israel ditampilkan oleh Allah, Bapanya, sebagai putera yang sulung (Kel 4:2) dari antara segala bangsa di dunia, dengan peran raja-imam sebagai saudara tertua bagi bangsa-bangsa lainnya. Hukum yang menjabarkan perjanjian dimaksudkan untuk mengubah konfederasi yang longgar di antara suku-suku menjadi bangsa Tuhan. Perjanjian dimeterai dengan meriah di antara Tuhan, Musa, Harun, Nadab, Abihu dan tujuh puluh penatua Israel dengan makan bersama di atas gunung (Kel 24:10).

            Katekismus menggariskan suatu ikhtisar: “Sesudah zaman para bapa bangsa, Tuhan menjadikan Israel bangsa-Nya. Ia membebaskannya dari perhambaan di Mesir, mengadakan perjanjian dengannya di Sinai, dan memberi kepadanya hukum-Nya melalui Musa, supaya mengakui diri-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, sebagai bapa penyelenggara dan sebagai hakim yang adil, dan untuk menantikan Juru Selamat terjanji” (KGK 62).  “Israel adalah bangsa imam-imam Allah, yang telah diberkati dengan 'nama Allah' (Ul 28:10). Itulah bangsa orang-orang, 'yang menerima Sabda Allah sebelum kita' (MR, Jumat Agung, Doa umat meriah 6), bangsa 'kakak-kakak' dalam iman Abraham.” (KGK 63).

            Sayangnya, pemenuhan janji dari perjanjian Abraham ini tidak terlaksana di bawah perjanjian Musa, karena segera terjadi pelanggaran perjanjian Sinai dengan dibuatnya patung anak lembu jantan dari emas (Kel 32) untuk disembah. Insiden itu menentukan perlunya pengulangan pembuatan perjanjian Musa kembali (Kel 34:1-35) di mana imamat umum anak sulung bangsa Israel dipindahkan kepada suku Lewi (Kel 32:27-27-29; Bil 3:5-51) dan ada banyak lagi tambahan hukum lainnya (Kel 35-Im 27). Pemberontakan bangsa Israel lain yang terjadi di padang gurun (Bil 11, 12, 14, 16, 17), terutama penyembahan berhala dan perzinahan di Betpeor (Bil 2) sekali lagi menyebabkan pengulangan pembuatan perjanjian Musa yang dilukiskan dalam Kitab Ulangan. Ditetapkan di Betpeor di Dataran Moab (Ul 1:5; 3:29; 4:44-46) hampir empat puluh tahun sesudah peristiwa Sinai, perjanjian Ulangan (Deuteronomi) jelas merupakan suatu perjanjian yang berbeda yang meningkatkan perjanjian yang terdahulu dan yang yang diperbarui di Sinai (juga disebut Horeb, lihat Ul 29:1). Untuk yang pertama kalinya hukum yang diberikan kepada Israel mengizinkan adanya raja manusia (Ul 17:14-20), perang total (Ul 20:16-18), dan perceraian (Ul 24:1-4).

            Catatan sejarah Israel berikutnya di bawah perjanjian Musa belang-belang, tetapi rencana Allah bagi umatNya memuncak di bawah Daud dan awal pemerintahan Salomo (2Sam 5 sampai 1Raj 10). Daud mempersatukan bangsa di bawah suatu pemerintahan pusat yang kuat di ibu negerinya di Yerusalem (2Sam 5) dan membuat ibadat yang benar kepada Allah sebagai prioritas nasional (2Sam 6-7). Allah menganugerahkan kepada Daud suatu perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam 2Sam 7:5-16. Istilah perjanjian ini menjadikan Daud dan pewarisnya anak-anak Allah (2Sam 7:14; Mzm 89:26-27) dan raja-raja yang tinggi di bumi (Mzm 89:27; 2:6-9) yang pemerintahannya tak akan berakhir (2Sam 7:13.16) dan yang akan membangun Rumah Allah – yaitu Bait Allah (2Sam 7:13).

            Sesudah periode kemuliaan yang singkat di bawah raja Salomo, dalam mana janji-janji Allah tampaknya akan terpenuhi (1Raj 4-10), kerajaan Daud memasuki periode kemerosotan yang panjang, mulai dari pembagian Israel menjadi sepuluh kawasan suku-suku di utara dan selatan Yehuda (2Raj 12). Dalam situasi umat Allah yang terbelah-belah itu para nabi seperti Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel menyerukan akan datangnya suatu perjanjian baru (Yer 31:31; bdk Yes 55:1-3; 59:20-21; 61:8-9; Yeh 34:25; 37:26) yang akan berbeda dari perjanjian Musa yang gagal (Yer 31:32; bdk Yeh 20:23-28; Yes 61:3-4). Serentak dengan itu, perjanjian Daud akan diperbarui (Yer 33:14-26; Yes 9, 11, 55:3; Yeh 37:15-28).

            Katekismus menyampaikan ikhtisar demikian: “Dengan perantaraan para nabi, Allah membina bangsa-Nya di dalam harapan akan keselamatan, dalam menantikan satu perjanjian yang baru dan kekal, yang diperuntukkan bagi semua orang dan ditulis dalam hati mereka. Para nabi mewartakan pembebasan bangsa Allah secara radikal, penyucian dari segala kejahatannya, keselamatan yang mencakup semua bangsa. Terutama orang yang miskin dan rendah hati di hadapan Allah menjadi pembawa harapan ini. Wanita-wanita saleh seperti Sara, Ribka, Rahel, Miriam, Debora, Hana, Yudit, dan Ester tetap menghidupkan harapan akan keselamatan Israel itu; tokoh yang termurni di antara mereka adalah Maria” (KGK 64).

 


Yesus Kristus -  Perantara dan Pemenuhan Seluruh Wahyu

Dalam Sabda-Nya Allah telah Mengatakan Segala-galanya

“Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya" (Ibr l:l-2). Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia, adalah Sabda Bapa yang tunggal, yang sempurna, yang tidak ada taranya. Dalam Dia Allah mengatakan segala-galanya, dan tidak akan ada perkataan lain lagi. Hal ini ditegaskan dengan jelas oleh Santo Yohanes dari Salib dalam uraiannya mengenai Surat Ibrani 1:1-2: 'Sejak Ia menganugerahkan kepada kita Anak-Nya, yang adalah Sabda-Nya, Allah tidak memberikan kepada kita sabda yang lain lagi. Ia sudah mengatakan segala sesuatu dalam Sabda yang satu itu ... Karena yang Ia sampaikan dahulu kepada para nabi secara sepotong-sepotong, sekarang ini Ia sampaikan dengan utuh, waktu Ia memberikan kita seluruhnya yaitu Anak-Nya. Maka barang siapa sekarang ini masih ingin menanyakan kepada-Nya atau menghendaki dari-Nya penglihatan atau wahyu, ia tidak hanya bertindak tidak bijaksana, tetapi ia malahan mempemalukan Allah; karena ia tidak mengarahkan matanya hanya kepada Kristus sendiri, tetapi merindukan hal-hal lain atau hal-hal baru' (Carm. 2,22)” (KGK 65).

            Kitab Suci Kristiani (Perjanjian Baru) mengisahkan karya kuasa Yesus dalam menyembuhkan, mengusir setan dan akhirnya menebus umat manusia melalui wafat-Nya pada kayu salib. Perjanjian Baru menyatakan bahwa dalam Yesus Kristus, Allah berbicara kepada manusia dengan cara yang satu-satunya dan tiada taranya.  Perkataan Yesus dan ajaran-Nya  menyampaikan kepada kita wahyu yang sempurna dan murni dari Allah, karena “seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia” (Kol 1:19). Injil-injil, terutama Matius dan Lukas, dengan jelas menggambarkan Yesus sebagai Putera (pewaris) Daud dan dengan demikian yang akan memulihkan perjanjian Daud (Mat 1:1-25; Luk 1:31-33.69; 2:4). Pada episode Perjamuan Terakhir, secara eksplisit Yesus menyatakan tubuh dan darahNya sebagai Perjanjian Baru (Luk 22:20; 1 Kor 11:25) yang dijanjikan oleh para nabi (Yer 31:31), sehingga jelas-jelas memenuhi janji Yesaya bahwa Hamba Tuhan tidak hanya membuat suatu perjanjian tetapi menjadi suatu perjanjian (Yes 42:6; 49:8). Menurut Surat Ibrani, Perjanjian Baru lebih unggul daripada yang lama (yaitu perjanjian Musa) karena dibuat oleh pengantara yang lebih baik (Kristus versus imam besar; Ibr 8:6; 9:25); didasarkan atas persembahan yang lebih baik (darah Kristus versus darah binatang; Ibr 9:12.23), di tempat suci yang lebih baik (surga  versus kemah duniawi; Ibr 9:11.24).

            Perjanjian Baru jauh lebih unggul daripada perjanjian Musa; memulihkan dan menyempurnakan perjanjian Daud. Yesus Kristus adalah Putera Daud yang akan memerintah selamanya dari Sion surgawi (Ibr 12:22-24) dan menyatakan pemerintahan-Nya atas Israel dan segala bangsa (Mat 28:18-20) melalui menteri utama, Petrus (bdk Mat 16:18-19; Yes 22:15-22, terutama 22) dan pejabat-pejabat lainnya, yaitu para rasul (Luk 22:32; Mat 19:28; bdk 1 Raj 4:7). Demikianlah Yakobus memandang pertumbuhan Gereja di antara bangsa Yahudi dan bangsa-bangsa lain sebagai pemenuhan nubuat Amos bahwa Allah akan memulihkan ”kemah” yang rubuh (yaitu kerajaan) dari Daud (Kis 15:13-18; bdk Am 9:11-12).

            Perjanjian Baru meliputi pemenuhan perjanjian-perjanjian yang lain dalam sejarah keselamatan juga. Maka Yesus adalah seorang Adam yang baru (Rm 5:12-19) yang membuat kita ciptaan yang baru (2 Kor 5:17; Gal 6:15). Ia memenuhi semua janji-janji yang diberikan kepada Abraham (Luk 1:68-75, terutama 72-73), termasuk menjadi bangsa yang besar (Gereja; 1 Ptr 2:9); pemerintahan raja (Why 19:16), bapa segala bangsa (Rm 4:16-18) dan berkat bagi bangsa-bangsa dialami dalam pencurahan Roh Kudus kepada semua orang (Kis 3:25-26; Gal 3:6-9. 4-18). Bahkan perjanjian Musa, yang dalam bagian tertentu telah diubah (Gal 3:19-25), pada dasarnya juga terpenuhi oleh Perjanjian Baru yang menganugerahkan kepada kaum beriman kuasa Roh Kudus untuk memenuhi inti Hukum Musa, yaitu perintah kasih kepada Allah dan kepada sesama (Rm 8:3-4; 13:8-10; Mat 5:17; 22:37-40).

 


Roh Kudus Menyingkapkan Kebenaran Allah

Allah memasuki sejarah kita sebagai manusia, yaitu Yesus dari Nazaret. Namun tidaklah mungkin mengenali siapa Yesus tanpa penerangan dari Roh Kebenaran, yaitu Roh Kudus. Santo Paulus menulis bahwa “tidak ada seorang pun yang dapat mengaku ‘Yesus adalah Tuhan’ selain oleh  Roh Kudus” (1Kor 12:3). Begitu pula, hanya Roh Kuduslah yang memungkinkan kita mengenal dan menyebut Allah sebagai “Abba, ya Bapa” (lih Rm 8:15,16; Gal 4:6).

            Di dalam Injil Yohanes pada waktu Perjamuan Malam Terakhir Yesus menyatakan kepada para rasulNya bahwa demi merekalah Dia akan pergi, sebab dengan kepergianNya itu Dia dapat mengirimkan Roh Kudus kepada mereka.

Masih banyak yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran (Yoh 16:12-13).

 

            Karena itulah kita dapat mengatakan bahwa Roh Kudus-lah yang menyingkapkan semua itu, sumber perwahyuan Allah yang setia di dalam Gereja. Injil Yohanes menyatakan bahwa Roh Kudus akan mengingatkan semua perkataan dan ajaran Yesus (lih Yoh 14:26). Dia akan “mengajarkan segala sesuatu kepadamu” (Yoh 14:26), dan “akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan  datang” (Yoh 16:13).

            Gereja Katolik selalu menekankan bahwa sumber terakhir dari perwahyuan bukanlah sebuah buku (Kitab Suci), atau sesuatu (Tradisi), juga bukan sekelompok orang atau seseorang (Magisterium atau Paus), tetapi Allah sendiri, khususnya dalam pribadi Roh Kudus. Roh Kudus mengungkapkan kebenaran Allah melalui saluran-saluran yang telah disebutkan itu (Kitab Suci, Tradisi, Magisterium, Paus). Roh Kudus jugalah yang membimbing Gereja melalui saluran-saluran itu kepada kepenuhan kebenaran.


PARA IMAM DALAM HUKUM KANONIK



Kitab Hukum Kanonik Kan 232-264. Seminari dan Seminaris.

JUDUL III 

PARA PELAYAN SUCI ATAU KLERIKUS 

BAB I PEMBINAAN KLERIKUS 

Kan. 232 - Gereja mempunyai kewajiban dan juga hak yang bersifat miliknya sendiri dan eksklusif untuk membina mereka yang ditugaskan bagi pelayanan suci. 

Kan. 233 - § 1. Tugas seluruh jemaat kristianilah untuk membina panggilan, agar kebutuhan-kebutuhan akan pelayanan suci di seluruh Gereja terpenuhi dengan cukup; kewajiban ini terutama mengikat keluarga-keluarga kristiani, para pendidik dan, dengan alasan khusus, para imam, terutama para pastor paroki. Para Uskup diosesan yang paling berkepentingan untuk memajukan panggilan, hendaknya mengajar umat yang dipercayakan kepadanya tentang pentingnya pelayanan suci dan kebutuhan akan pelayan-pelayan dalam Gereja, dan hendaknya mereka membangkitkan serta mendukung usaha-usaha untuk membina panggilan, terutama dengan karya-karya yang diadakan untuk itu. § 2. Selain itu hendaknya para imam, tetapi terutama para Uskup diosesan, memperhatikan agar para pria yang sudah lebih matang dalam usia dan merasa dirinya dipanggil untuk pelayanan suci, dibantu secara arif dengan kata dan karya dan dipersiapkan sewajarnya. 

 Kan. 234 - § 1. Hendaknya dipelihara, kalau ada, dan juga dibina seminari-seminari menengah atau lembaga-lembaga sejenis, di mana diselenggarakan pendidikan keagamaan khusus bersama dengan pendidikan humaniora dan ilmiah demi pembinaan panggilan; bahkan, bilamana dinilai bermanfaat, hendaknya Uskup diosesan mengusahakan didirikannya seminari menengah atau lembaga sejenis. § 2. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu keadaan menganjurkan lain, hendaknya orang-orang muda yang bermaksud menjadi imam dibekali pendidikan humaniora dan ilmiah agar di wilayah masing-masing orang-orang muda itu dipersiapkan untuk menjalani studi lanjut. 



 Kan. 235 - § 1. Orang-orang muda yang bermaksud menjadi imam hendaknya dididik di seminari tinggi untuk pembinaan rohani yang memadai dan untuk tugas-tugasnya sendiri selama seluruh waktu pendidikan, atau, bila menurut penilaian Uskup diosesan keadaan menuntutnya, sekurang-kurangnya selama empat tahun. 

 KHK – 49 § 2. Mereka yang secara legitim tinggal di luar seminari, hendaknya oleh Uskup diosesan dipercayakan kepada seorang imam yang saleh dan cakap, untuk mengusahakan agar mereka dibina dengan seksama bagi hidup rohani dan kedisiplinan. 

 Kan. 236 - Para calon diakon-tetap, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konferensi para Uskup, hendaknya dibina untuk memupuk hidup rohaninya dan dididik untuk menjalankan tugas-tugas khas tahbisannya dengan baik: 1° orang-orang muda, sekurang-kurangnya selama tiga tahun, tinggal dalam suatu rumah khusus, kecuali karena alasan-alasan berat Uskup diosesan menentukan lain; 2° pria yang sudah lebih matang dalam usia, baik yang selibater maupun yang beristri, melalui program pendidikan selama tiga tahun yang ditentukan oleh Konferensi para Uskup tersebut. 

Kan. 237 - § 1. Kalau mungkin dan bermanfaat, di setiap keuskupan hendaknya ada seminari tinggi; kalau tidak, hendaknya para mahasiswa yang mempersiapkan diri untuk pelayanan-pelayanan suci, dipercayakan kepada seminari lain atau didirikan seminari interdiosesan. § 2. Janganlah didirikan suatu seminari interdiosesan sebelum diperoleh aprobasi dari Takhta Apostolik, baik mengenai hal mendirikan seminari itu sendiri maupun mengenai statutanya; dan juga dari Konferensi para Uskup, bila mengenai seminari untuk seluruh wilayah Konferensi para Uskup itu; kalau tidak, dari para Uskup yang berkepentingan. 


 Kan. 238 - § 1. Seminari-seminari yang didirikan secara legitim, menurut hukum sendiri mempunyai status badan hukum dalam Gereja. § 2. Rektor mewakili badan hukum seminari dalam semua urusan, kecuali otoritas yang berwenang menentukan lain untuk perkara-perkara tertentu. 

 Kan. 239 - § 1. Di setiap seminari hendaknya ada rektor yang mengepalainya, wakil rektor bila diperlukan, ekonom; dan jika para seminaris belajar di seminari itu sendiri, hendaknya ada juga pengajar-pengajar untuk memberikan pelbagai mata pelajaran yang terkoordinasi secara tepat. § 2. Di setiap seminari hendaknya sekurang-kurangnya ada seorang direktor spiritual, tetapi para seminaris tetap mempunyai kebebasan untuk menghadap imam-imam lain yang ditugaskan oleh Uskup untuk itu. KHK – 50 § 3. Dalam statuta seminari hendaknya ditentukan cara-cara bagaimana para pembina lainnya, pengajar-pengajar, bahkan juga para seminaris sendiri, mengambil bagian dalam tanggungjawab rektor, terutama dalam memelihara kedisiplinan. 

 Kan. 240 - § 1. Selain bapa pengakuan tetap, hendaknya juga ada beberapa bapa pengakuan lain yang secara teratur datang ke seminari dan, dengan tetap berlaku tata-tertib seminari, para seminaris selalu boleh mengunjungi setiap bapa pengakuan, baik di seminari maupun di luar seminari. § 2. Dalam pengambilan keputusan mengenai para seminaris sehubungan dengan penerimaan tahbisan atau dalam hal mengeluarkan mereka dari seminari, tidak pernah dapat diminta pendapat direktor spiritual dan bapa pengakuan. 

 Kan. 241 - § 1. Hanya mereka yang dianggap mampu untuk membaktikan diri bagi pelayanan suci untuk selamanya, dengan memperhatikan bakat-bakat manusiawi dan moral, spiritual dan intelektual, kesehatan fisik dan psikis, dan juga kehendak yang benar, boleh diterima di seminari tinggi oleh Uskup diosesan. § 2. Sebelum diterima, mereka harus menunjukkan dokumen-dokumen tentang baptis dan penguatan yang telah diterima, dan lain-lain yang dituntut menurut ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam. § 3. Dalam hal penerimaan mereka yang telah dikeluarkan dari seminari lain atau tarekat religius, selain itu juga dituntut surat keterangan dari pemimpin yang bersangkutan terutama mengenai alasan dikeluarkannya atau kepergian mereka. 

 Kan. 242 - § 1. Setiap bangsa hendaknya mempunyai Pedoman Pembinaan Calon Imam yang harus ditetapkan Konferensi para Uskup, dengan memperhatikan norma-norma yang telah dikeluarkan otoritas tertinggi Gereja, dan yang harus mendapat aprobasi dari Takhta Suci, dan harus disesuaikan dengan keadaan-keadaan baru, juga dengan aprobasi Takhta Suci; dengan Pedoman itu hendaknya dirumuskan asasasas pokok serta norma-norma umum pendidikan yang harus diberikan di seminari yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pastoral masing-masing wilayah atau provinsi. § 2. Norma-norma Pedoman yang disebutkan dalam § 1 hendaknya ditaati di semua seminari, baik diosesan maupun interdiosesan. KHK – 51 

Kan. 243 - Selain itu setiap seminari hendaknya mempunyai peraturan masing-masing yang disetujui oleh Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, oleh para Uskup yang bersangkutan; dengan peraturan itu norma-norma Pedoman Pembinaan Calon Imam hendaknya disesuaikan dengan keadaan-keadaan khusus dan terutama pokok-pokok kedisiplinan yang menyangkut hidup sehari-hari para seminaris dan aturan seluruh seminari dijabarkan lebih rinci. 

Kan. 244 - Pembinaan rohani dan pengajaran ilmu bagi para mahasiswa di seminari hendaknya dikoordinasi secara terpadu, dan diarahkan dengan tujuan agar mereka, sesuai dengan ciri masing-masing dan kematangan manusiawi yang semestinya, dapat menghayati semangat Injil serta hubungan erat dengan Kristus. 

 Kan. 245 - § 1. Hendaknya dengan pembinaan rohani para mahasiswa menjadi cakap untuk menjalankan pelayanan pastoral secara berhasil dan dididik dalam semangat misioner, dengan belajar bahwa pelayanan yang dijalankan dalam iman yang hidup dan cintakasih selalu memajukan kesuciannya sendiri; demikian pula hendaknya mereka belajar mengolah keutamaan-keutamaan yang dalam hidup bersama menjadi makin berharga, sedemikian sehingga mereka mampu memadukan dengan tepat nilai-nilai manusiawi dan adikodrati. § 2. Para mahasiswa hendaknya dibina sedemikian sehingga mereka diresapi cinta akan Gereja Kristus, merasa terikat pada Paus pengganti Petrus dengan kerendahan hati dan kasih keputeraan, bersatu dengan Uskup masing-masing sebagai rekan kerja yang setia, dan bekerjasama sebagai rekan dengan saudara-saudara; lewat hidup bersama di seminari dan ikatan persahabatan serta hubungan dengan orang-orang lain, mereka dipersiapkan untuk kesatuan persaudaraan dengan presbiterium keuskupan yang akan merupakan rekan-rekan dalam mengabdi Gereja. 


 Kan. 246 - § 1. Perayaan Ekaristi hendaknya menjadi pusat seluruh hidup seminari, sedemikian sehingga setiap hari para seminaris, dengan mengambil bagian dalam kasih Kristus, menimba kekuatan jiwa untuk karya kerasulan dan hidup rohaninya terutama dari sumber melimpah itu. § 2. Hendaknya mereka dibina untuk merayakan ibadat harian; dengan itu para pelayan Allah atas nama Gereja berdoa kepada Allah untuk seluruh umat yang dipercayakan kepadanya, bahkan untuk seluruh dunia. KHK – 52 § 3. Hendaknya dibina devosi kepada Santa Perawan Maria juga dengan rosario, demikian pula doa batin dan latihan-latihan kesalehan lainnya, agar para seminaris memperoleh semangat doa dan mendapatkan kekuatan bagi panggilannya. § 4. Hendaknya para seminaris membiasakan diri sering menerima sakramen tobat, dan dianjurkan agar masing-masing mempunyai pembimbing hidup rohani yang dipilihnya dengan bebas untuk dapat membuka hati-nuraninya penuh kepercayaan. § 5. Setiap tahun para seminaris hendaknya mengikuti retret. 

Kan. 247 - § 1. Hendaknya mereka dipersiapkan dengan pendidikan yang sesuai untuk menghayati status hidup selibat, dan belajar menghargainya sebagai anugerah istimewa dari Allah. § 2. Para seminaris hendaknya diberi informasi semestinya mengenai kewajiban-kewajiban dan beban-beban yang khas bagi para pelayan suci Gereja, tanpa menyembunyikan satu pun kesukaran hidup imamat. 

 Kan. 248 - Pendidikan doktrinal yang harus diberikan bertujuan agar para mahasiswa mendapat, bersama dengan budaya umum yang selaras dengan tuntutan tempat dan waktu, ajaran yang menyeluruh dan solid dalam ilmu-ilmu suci, sedemikian sehingga mereka dengan imannya sendiri yang didasari dan dipupuk ajaran itu, mampu mewartakan ajaran Injil secara tepat kepada orang-orang zamannya, dengan cara yang disesuaikan dengan sifat mereka. 

Kan. 249 - Dalam Pedoman Pembinaan Calon Imam hendaknya diatur agar para mahasiswa tidak hanya diajar bahasa tanah-airnya dengan seksama, melainkan juga mengerti dengan baik bahasa latin dan juga memperoleh pengetahuan sewajarnya bahasa-bahasa lain, yang dianggap perlu atau bermanfaat untuk pembinaan mereka atau untuk menjalankan pelayanan pastoral. 


 Kan. 250 - Studi filsafat dan teologi, yang diatur di seminari sendiri, dapat dilaksanakan berturut-turut atau bersamaan menurut Pedoman Pembinaan Calon Imam; lama studi hendaknya meliputi sekurangkurangnya enam tahun penuh, tetapi sedemikian sehingga waktu untuk studi filsafat mencakup dua tahun penuh, sedangkan studi teologi empat tahun penuh. 

 Kan. 251 - Pendidikan filsafat, yang harus berdasarkan warisan filsafat yang tetap berlaku dan memperhatikan pula penelitian filsafat zaman KHK – 53 yang terus maju, hendaknya diberikan sedemikian sehingga menyempurnakan pembinaan kemanusiaan para mahasiswa, mengembangkan ketajaman akal-budi dan membuat mereka lebih mampu untuk studi teologi. 

Kan. 252 - § 1. Pendidikan teologi, dalam cahaya iman, dibawah tuntunan Magisterium, hendaknya diberikan sedemikian sehingga para mahasiswa mengenal ajaran katolik utuh yang berdasarkan wahyu ilahi, memupuk hidup rohaninya sendiri, dan mampu mewartakan serta melindunginya dengan baik dalam menjalankan pelayanan. § 2. Para mahasiswa hendaknya diberi pelajaran Kitab Suci dengan sangat seksama, agar mereka mendapat gambaran mengenai seluruh Kitab Suci. § 3. Hendaknya diberikan kuliah-kuliah teologi dogmatik yang selalu berdasarkan sabda Allah yang tertulis bersama dengan Tradisi suci; hendaknya para mahasiswa dengan pertolongan itu belajar menyelami lebih mendalam misteri-misteri keselamatan, dengan berguru khususnya pada Santo Thomas; demikian pula hendaknya ada kuliah-kuliah teologi moral dan pastoral, hukum kanonik, liturgi, sejarah Gereja, dan matakuliah-matakuliah lainnya, baik pelengkap maupun khusus, menurut norma ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam. 

 Kan. 253 - § 1. Untuk tugas mengajar matakuliah-matakuliah filsafat, teologi dan hukum, hendaknya Uskup atau para Uskup yang berkepentingan mengangkat hanya mereka yang unggul dalam keutamaankeutamaan dan telah memperoleh gelar doktor atau lisensiat di universitas atau fakultas yang diakui Takhta Suci. § 2. Hendaknya diusahakan agar diangkat pengajar-pengajar khusus, masing-masing untuk mengajar Kitab Suci, teologi dogmatik, teologi moral, liturgi, filsafat, hukum kanonik, sejarah Gereja dan matakuliah-matakuliah lainnya yang harus diberikan menurut metodenya sendiri-sendiri. § 3. Pengajar yang sangat lalai melaksanakan tugasnya hendaknya diberhentikan oleh otoritas yang disebut dalam § 1. 

Kan. 254 - § 1. Dalam memberikan kuliah-kuliah para pengajar hendaknya senantiasa memperhatikan kesatuan erat dan keserasian seluruh ajaran iman, agar para mahasiswa mengalami bahwa mereka mempelajari satu ilmu; agar hal itu dapat tercapai dengan lebih mudah, KHK – 54 maka di seminari hendaknya ada seorang yang mengatur tatanan studi yang utuh. § 2. Para mahasiswa hendaknya dididik sedemikian sehingga mereka mampu mempelajari sendiri masalah-masalah secara ilmiah dengan penelitian-penelitian yang sesuai; maka dari itu hendaknya diadakan latihan-latihan, agar dengan itu para mahasiswa dibawah bimbingan para pengajar belajar dengan usaha sendiri melakukan beberapa studi. 

 Kan. 255 - Meskipun seluruh pembinaan para mahasiswa di seminari mempunyai tujuan pastoral, pendidikan pastoral dalam arti sempit hendaknya diarahkan agar para mahasiswa mempelajari prinsip-prinsip serta keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan pelayanan mengajar, menguduskan dan memimpin umat Allah, dengan memperhatikan tuntutan tempat dan waktu. 

 Kan. 256 - § 1. Para mahasiswa hendaknya diberi pelajaran dengan teliti dalam hal-hal yang secara khusus berhubungan dengan pelayanan suci terutama dalam keterampilan kateketik dan homiletik, dalam merayakan ibadat ilahi dan khususnya sakramen-sakramen, dalam bergaul dengan sesama manusia, juga orang-orang tidak katolik atau tidak beriman, dalam menyelenggarakan administrasi paroki dan tugas-tugas lain. § 2. Para mahasiswa hendaknya diajar tentang kebutuhan-kebutuhan seluruh Gereja sedemikian sehingga mereka dengan penuh minat terlibat dalam memajukan panggilan, dalam masalah-masalah misi, ekumenis dan masalah-masalah lain yang lebih mendesak, termasuk juga masalah-masalah sosial. 

 Kan. 257 - § 1. Pendidikan para mahasiswa hendaknya dilaksanakan sedemikian sehingga mereka menaruh keprihatinan tidak hanya terhadap Gereja partikular, tempat mereka diinkardinasi untuk mengabdi, melainkan juga terhadap Gereja universal, dan agar mereka menunjukkan kesediaan untuk mengabdi kepada Gereja-gereja partikular, di mana ada kebutuhan yang sangat mendesak. § 2. Uskup diosesan hendaknya mengusahakan agar klerikus yang bermaksud pindah dari Gereja partikularnya sendiri ke Gereja partikular daerah lain, dipersiapkan dengan tepat untuk menjalankan pelayanan rohani di tempat tersebut, misalnya untuk mempelajari bahasa daerah dan tradisi, keadaan sosial, dan untuk memahami kebiasaankebiasaannya. KHK – 55 

Kan. 258 - Agar para mahasiswa memiliki keterampilan dalam melaksanakan karya kerasulan nanti, maka selama masa perkuliahan berlangsung, tetapi terutama di masa liburan, mereka hendaknya diantar ke dalam praktek pastoral, selalu dibawah bimbingan seorang imam yang berpengalaman, dengan latihan-latihan yang tepat, disesuaikan dengan umur para mahasiswa dan keadaan tempat; latihan-latihan itu harus ditentukan menurut penilaian Ordinaris. 

 Kan. 259 - § 1. Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, para Uskup yang berkepentingan, berwenang menentukan hal-hal yang menyangkut kepemimpinan tersebut dan administrasi seminari. § 2. Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, para Uskup yang berkepentingan, hendaknya seringkali mengunjungi sendiri seminari, mengawasi pembinaan para mahasiswa dan juga pengajaran filsafat dan teologi yang diberikan di situ, dan berusaha mengetahui panggilan, watak, kesalehan dan kemajuan para mahasiswa, terutama mengingat tahbisan-tahbisan yang akan diberikan. 

Kan. 260 - Dalam menjalankan tugas masing-masing, semua harus menaati rektor yang bertugas memimpin seminari sehari-hari, menurut norma Pedoman Pembinaan Calon Imam. 

 Kan. 261 - § 1. Rektor seminari dan juga, dibawah otoritasnya, para pembina dan pengajar sesuai dengan fungsi masing-masing hendaknya mengusahakan agar para mahasiswa menaati dengan seksama Pedoman Pembinaan Calon Imam dan peraturan seminari. § 2. Rektor seminari dan pembina studi hendaknya dengan seksama mengatur agar para pengajar menjalankan tugas masing-masing dengan baik, menurut ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam dan peraturan seminari. 

Kan. 262 - Seminari hendaknya exempt (dikecualikan dari) kepemimpinan paroki: dan bagi semua yang berada di seminari, tugas Pastor Paroki diemban rektor seminari atau orang yang ditugaskannya, kecuali dalam hal perkawinan dan tetap berlaku ketentuan kan. 985.

Kan. 263 - Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, para Uskup yang berkepentingan, harus mengusahakan agar tersedia apa yang perlu untuk pendirian dan pemeliharaan seminari, penghidupan para mahasiswa, balas-karya para pengajar dan kebutuhan-kebutuhan seminari lainnya, sesuai dengan bagian yang telah mereka tentukan dalam perundingan bersama. KHK – 56 

Kan. 264 - § 1. Agar tersedia apa yang perlu untuk kebutuhan-kebutuhan seminari, disamping derma yang disebut dalam kan. 1266, Uskup dapat menetapkan iuran wajib (tributum) di keuskupan. § 2. Semua badan hukum gerejawi terkena iuran wajib untuk seminari, termasuk juga yang privat yang ada di keuskupan, kecuali jika mereka hidup hanya dari sedekah atau di asrama mereka sendiri terdapat mahasiswa atau guru yang memajukan kesejahteraan umum Gereja; iuran wajib semacam itu harus umum, seimbang dengan penghasilan mereka yang terkena iuran wajib, dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan seminari. 

KOREA SELATAN KALAHKAN PORTUGAL - JADWAL 16 BESAR WORLDCUP QATAR 2002



CATATAN 3 DESEMBER 2022

Pada 3 Desember 2022 akhirnya genap tim 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 : Portugal dan Korea Selatan dari Grup H. Brazil dan Swiss dari Grup G. Jepang dan Spanyol (dari Grup F), Maroko dan Croatia (dari Grup E), Prancis dan Australia (Grup D),  Argentina dan Polandia (Grup C). Inggris dan  Amerika Serikat.(Grup B), Belanda dan Senegal (Grup A). 

Dalam babak 16 besar nanti Belanda akan berhadapan dengan AS, Argentina vs Australia, Jepang vs Croatia, (Portugal vs Swiss), Inggris vs Senegal, Prancis vs Polandia, Maroko vs Spanyol dan (Brazil vs Runner Up Korea Selatan).




Jadwal Pertandingan 16 Besar
Sabtu, 3 Desember
Belanda vs. Amerika Serikat, pkl 22.00
Minggu, 4 Desember
Argentina vs. Australia, pkl 02.00 
Prancis vs. Polandia, pkl 22.00
Senin, 5 Desember
Inggris vs. Senegal, pkl 02.00
Jepang vs. Croatia, pkl 22.00
Selasa, 6 Desember Portugal vs. Swiss pkl 02.00 
Maroko vs. Spanyol, pkl. 22.00 
Rabu, 7 Desember
 Brazil vs. Korea Selatan, pkl 02.00




Hasil tanding kemarin
2 Desember 2022 pkl 22.00
Korea Selatan 2-1 Portugal
Ghana 0-2 Uruguay
Menghasilkan Portugal juara dan Korea Selatan runner-up grup H. 

Dinihari tadi 3 Desember 2022 pk 02.00
Serbia 2-3 Swiss
Kamerun 1-0 Brazil
Menghasilkan Brazil juara dan Swiss runner-up grup G

Jumat, 02 Desember 2022

ANGKA-ANGKA DARI BELGIA

 Sebelum pandemi, seorang ketua lingkungan kaya di suatu paroki cerita kepada saya bahwa ada dua orang anggotanya minta agar dicoret dari keanggotaan Gereja Katolik karena ditagih dana (kas) lingkungan bulanan. Bulan ini saya mendengar tiga orang lagi minta dicoret dari daftar anggota lingkungan kaya yang sama karena dikirimi amplop Dana Persembahan Natal yang harus diisi suka rela. Hati saya berdesir sedih setiap kali mendengar berita itu. Tetapi hari ini saya nggak tahu harus bagaimana sentire cum ecclesia ketika membaca di Belgia jumlah orang yang minta dihapus dari daftar baptis bertambah dari 1.800 pada 2019, 1.261 pada 2020, dan 5,237 pada 2021. Angka-angka itu tercantum dalam laporan Konferensi Para Uskup Belgia 2022.


Dalam buku baptis di pinggir nama mereka yang meminta agar namanya dicoret diberi suatu catatan. Juru bicara Konferensi Uskup Belgia menyatakan bahwa tak seorang pun punya wewenang untuk mencoret atau menghapus suatu nama dari Buku Baptis, karena baptis adalah meterai rohani yang tak terhapuskan dari Kristus.

Sebab pokok dari meningkatnya permintaan pencoretan nama dari daftar baptis itu dalam analisis Para Uskup Belgia adalah penegasan yang dimuat dalam berita2 koran, bahwa Gereja Katolik tidak dapat memberkati perkawinan sejenis LGBT. 

Penduduk Belgia sekitar 12 juta, dan 6,7 juta di antaranya beragama Katolik. Sebelum pandemi, kehadiran dalam Misa Natal 551,134, tetapi pada 2021 angkanya menurun jadi 347,229. Dalam laporan setebal 100 halaman dari Konferensi Para Uskup Belgia dikatakan bahwa tahun 2021 Belgia masih belum sepenuhnya bebas dari Covid19, sehingga masih ada harapan bahwa kehadiran dalam Misa akan bertambah setelah wabah Covid19 bukan lagi menjadi ancaman. Namun terdapat 36.834 baptisan baru pada 2021, di antaranya 162 baptisan dewasa, (angka pada 2018 ada 44.850 baru dan 219 baptisan dewasa). Tercatat 41.751 menerima komuni pertama pada 2021, (dibanding 45.079 pada 2018). Penguatan atau krisma 35.783 (2021), dibanding 39.284 pada 2018. Perkawinan katolik 4.032 (2021), dibanding 6.765 pada 2018 dan 41.760 kematian 2021, dibanding 48.407 pada 2018.

8 orang menerima sakramen tahbisan, dan 6 orang meninggalkan status tertahbis pada 2021.

Para Uskup Belgia melakukan kunjungan ad limina pada Paus Fransiskus pada 25 November 2022 dan Laporan Konferensi Para Uskup Belgia yang ditandatangani ketuanya, Kardinal Josef de Kesel beredar pada akhir bulan November yang lalu.













JEPANG MASUK 16 BESAR PIALA DUNIA QATAR 2022

 


CATATAN 2 DESEMBER 2022

Pada 2 Desember tim Jepang mengisi ruang 16 besar Piala Dunia Qatar 2022 bersama Spanyol (dari Grup F), Maroko dan Croatia (dari Grup E), menyusul Prancis dan Australia (Grup D),  Argentina dan Polandia (Grup C).  Inggris dan  Amerika Serikat.(Grup B), Belanda dan Senegal (Grup A). Brazil (Grup G). Portugal (Grup H).


Dengan demikian sudah 14 tim mengisi ruang 16 besar. Menunggu 2 tim lagi, satu dari Grup G dan satu lagi dari Grup H.

Lima tim negara unggulan gagal menembus 16 besar Piala Dunia 2022
1. Jerman 2. Belgia 3. Denmark 4. Mexico 5. Qatar 
Jerman pernah menjadi juara dunia empat kali.


Hasil laga kemarin Kamis 1 Desember pkl 22.00
Group F Canada vs Maroko,  Al Thumama Stadium di Doha. Maroko menang 1-2. Gol Nayef Aguerd 40' (bunuh diri); Hakim Ziyech 4', Youssef En-Nesyri 23'
Croatia Vs Belgia Al Bayt Stadium. Kedua tim bermain imbang 0-0.

Jumat, 2 Desember pkl 02.00 Grup E
Jepang vs Spanyol. Luar biasa, Jepang mengalahkan Spanyol 2-1. Gol Ritsu Doan 48', Ao Tanaka 51'; Alvaro Morata 11'
Costa Rica vs Jerman. Tim Panser Jerman menang 2-4. Gol Yeltsin Tejeda 58', Manuel Neuer 70' (og); Serge Gnabry 10', Kai Havertz 73', 85', Niclas Fullkrug 89




Dalam babak 16 besar nanti Belanda akan berhadapan dengan AS, Argentina vs Australia, Jepang vs Croatia, (Juara Grup G vs Runner Up Grup H), Inggris vs Senegal, Prancis vs Polandia, Maroko vs Spanyol dan (Juara Grup H vs Runner Up Grup G).




Hari ini laga terakhir babak Grup menampilkan penentuan Grup G dan H.
2 Desember 2022 pkl 22.00
Korea Selatan vs Portugal
Ghana vs Uruguay

Dinihari 3 Desember 2022 pk 02.00
Serbia vs Swiss
Kamerun vs Brazil

TOBAT SESAL DAN MINGGU ADVEN KEDUA

 


Minggu Adven Kedua diwarnai oleh seruan tobat untuk menyongsong kedatangan Tuhan.

Tobat dalam arti umum adalah perubahan hati yang menjauh dari dosa dan mendekat pada Tuhan. Dimulai dengan rasa bersalah karena telah melukai Tuhan dan meliputi baik perubahan hidup seseorang maupun tekat untuk menjauh dari kemungkinan dosa (KGK 1427-1433). Panggilan pertobatan dan pertobatan yang sejati merupakan satu tema sentral dalam Perjanjian Baru dan menjadi batu penjuru hidup Kristen.

 

I. TOBAT DALAM PERJANJIAN LAMA

A. Istilah “Tobat”

B. Menjauh dari Dosa

C. Seruan para Nabi supaya Israel Bertobat

II. TOBAT DALAM PERJANJIAN BARU

A. Gema Nabi-nabi

B. Tobat dan Percaya

C. Pertobatan

D. Paulus: Pertobatan Iman

III. SAKRAMEN PENGAMPUNAN DOSA

 

I. TOBAT DALAM PERJANJIAN LAMA

A. Istilah “Tobat”

Istilah yang paling sering digunakan untuk “tobat” dalam Perjanjian Lama adalah sub, arti harfiahnya “berbalik” (dalam Septuaginta dan Perjanjian Baru, padanan Yunani-nya adalah apostrepho atau epistrepho, lihat di bawah nanti). Kata lain yang digunakan adalah naham (“sedih” atau ”sesal”), yang mengungkapkan berbagai rupa penyesalan atau rasa bersalah. Namun naham sering digunakan untuk mengungkapkan secara antropomorfis keputusan Tuhan untuk memberikan pengampunan atas orang yang bertobat ketimbang menimpakan hukuman atas mereka (mis 1 Taw 21:15). Dalam hal ini yang sangat menonjol adalah Yer 18:8: “Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka”. Kitab Suci menunjukkan penyesalan Tuhan tidak sama caranya dengan cara pertobatan manusia (Bil 23:19; 1 Sam 15:29).

 

B. Menjauh dari Dosa

Tobat dalam Perjanjian Lama meliputi penyesalan yang sungguh-sungguh dan menjauhi tindakan dosa. Misalnya, Salomo memohonkan pengampunan Tuhan atas mereka yang telah bertobat dan kembali kepada Tuhan: “maka Engkau kiranya mendengarkan di sorga, tempat kediaman-Mu yang tetap, kepada doa dan permohonan mereka dan Engkau kiranya memberikan keadilan kepada mereka. Engkau kiranya mengampuni umat-Mu yang telah berdosa kepada-Mu, mengampuni segala pelanggaran yang dilakukan mereka kepada-Mu, dan kiranya Engkau membuat mereka menjadi kesayangan orang-orang yang mengangkut mereka tertawan, sehingga orang-orang itu menyayangi mereka” (1 Raj 8:49-50).

      Sering sikap “berbalik” kepada Tuhan ini dinyatakan dengan tindakan sesal: puasa, meratap, menyobek pakaian, mengenakan jubah duka dan menorehkan abu dan secara terbuka mengungkapkan kesalahan (bdk Ezr 10:1-5; Neh 9:1-37; Yes 63:7-64:12; Hos 6:1-3; 14:1-3; Dan 9:3-19; Yl 2:15-18).

 

C. Seruan para Nabi supaya Israel Bertobat

Misi nabi di Israel adalah menyerukan agar bangsa itu kembali kepada Tuhan. Kecaman atas dosa, ancaman bencana, janji pengampunan bagi pertobatan yang bersungguh-sungguh – semuanya merupakan bagian dari seruan nabi untuk bertobat (Am 4:6-13; Hos 5:15—6:5; 6:4-5; Yes 58:5-7).

      Kendati Israel berulangkali melakukan kesalahan, Tuhan menghendaki bangsa itu kembali kepadaNya seperti seorang yang mencari isterinya yang serong (Hos 2-3). Yer 3:11-14 menggemakan seruan agar Israel kembali dan bertobat: “Kembalilah, hai Israel, perempuan murtad, demikianlah firman Tuhan. Muka-Ku tidak akan muram terhadap kamu, sebab Aku ini murah hati, demikianlah firman Tuhan, tidak akan murka untuk selama-lamanya” (Yer 3:12; bdk Yer 4:1-2; 6:9; 31:3). Amos secara kontras, menekankan hukuman karena kegagalan Israel untuk bertobat – “namun kamu tidak berbalik kepada-Ku” – menjadi tidak terelakkan lagi. Atas sikap yang tidak-setia-iman ini, “bersiaplah untuk bertemu dengan Allahmu, hai Israel!” (Am 4:12).

       Hosea tetap dengan keyakinannya sekalipun berhadapan dengan kebandelan, sehingga kitabnya diakhiri dengan himbauan terakhir untuk bertobat: “Bertobatlah, hai Israel, kepada Tuhan, Allahmu, sebab engkau telah tergelincir karena kesalahanmu. Bawalah sertamu kata-kata penyesalan, dan bertobatlah kepada Tuhan! katakanlah kepada-Nya: "Ampunilah segala kesalahan, sehingga kami mendapat yang baik, maka kami akan mempersembahkan pengakuan kami” (Hos 14:2-3). Nabi-nabi meyakinkan Israel akan pahala yang besar dan kebahagiaan yang akan didapatkan dalam pertobatan itu: keselamatan dan pembebasan (Yes 30:15; Yer 4:1; 26:3). Seluruh bangsa harus bertobat, namun masing-masing orang Israel juga harus bertobt dengan mengubah sikap hati (Yeh 18:31; 36|:26-27; Hos 6:6; Am 5:21-24; Yl 2:12-13; Yes 1:16-17).

 

II. TOBAT DALAM PERJANJIAN BARU

A. Gema Nabi-nabi

Seruan tobat Nabi mencapai puncaknya dalam Yohanes Pembaptis, nabi terakhir, yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Yohanes Pembaptis muncul tiba-tiba “di padang gurun dan menyerukan: 'Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu'.”(Mrk 1:4). Ia menuntut lebih dari sekedar rasa penyesalan, ia menuntut pertobatan yang lebih mendalam yang menyangkut perubahan hidup orang yang bertobat: “hasilkanlah buah-buah yang sesuai dengan pertobatan” (Luk 3:8; bdk Mat 3:2-11; Mrk 1:4-6; Luk 3:1-14). Yohanes memantapkan tema sentral yang disampaikan Yesus: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15; Mat 4:17). Seruan Yesus terasa akrab, sebab berakar pada pesan nabi-nabi Perjanjian Lama untuk pertobatan dan penyesalan yang ditujukan kepada Israel. Dalam Yesus, seruan tobat itu  menjadi bersifat pribadi, sebab Ia meminta agar orang tidak hanya mengakui Dia sebagai Mesias, tetapi juga meniru kemurahan hatiNya semasa hidup sebagai jalan untuk melaksanakan kehendak Bapa (Mat 7:21-27; 10:37-39; 11:28-30).

 

B. Tobat dan Percaya

Yesus datang bukan untuk orang benar, melainkan untuk orang berdosa (Luk 5:2). Pertobatan Niniwe karena seruan Yunus (Mat 12:39-40; Luk 11:29-32), itulah yang diminta Yesus dari para muridNya (bdk Mat 1:20-24; Luk 10:13-15). Seruan tobat yang disampaikan Yesus lebih dari sekedar menyangkut penyesalan karena dosa. Ia menyerukan agar orang percaya (Mrk 16:15-16). Pertobatan dalam iman merupakan awal dari penerimaan hidup baru yang ditawarkan Injil (bdk Kis 5:31; 20:21).

      Keselamatan diperoleh dari pengampunan dosa melalui baptis dan iman pada Yesus (Kis 2:38). Mereka yang menolak iman menolak hidup kekal yang ditawarkan Yesus kepada dunia (Yoh 3:36). Tobat Kristen merupakan transformasi lengkap seseorang dari hidup dosa ke dalam hidup dalam kasih Injili. Maka kita harus mewartakan pertobatan untuk seluruh dunia “dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem” (Luk 24:47).

 

C. Pertobatan

Yesus mengajarkan bahwa dosa ada pada setiap orang dan semua orang perlu bertobat. Baptis merupakan dasar menuju pertobatan, tetapi juga ada pertobatan yang berlangsung terus menerus dalam hidup kaum beriman. Dalam diri Petrus kita lihat contoh nyata pertobatan awal dan pertobatan berkelanjutan. Dalam tobat awalnya, Petrus tersungkur berlutut dan mengakui kesalahannya: “''Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa” (Luk 5:8). Kemudian ia meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti  sebagai murid Yesus (Mat 4:18-20). Kemudian, setelah menyangkal Yesus tiga kali, ia menangisi dosanya (Luk 22:62) dan kemudian menegaskan kembali kasihnya kepada Kristus (Yoh 21:15-19).

      Pertobatan Kristen mempunyai dimensi jasmani maupun rohani. Awalnya dari pikiran dan hati, di mana kesalahan dosa bersumber dan di mana hasrat untuk mendekat pada Tuhan timbul. Penting sekali diperhatikan bahwa kata “tobat” dalam Perjanjian Baru merujuk pada “perubahan batin” (Bahasa Yunani metanoia). Maksudnya bukanlah bahwa pertobatan dapat disusutkan menjadi sikap batin saja, melainkan bahwa suatu perubahan pandangan adalah mendasar sifatnya untuk memberikan arah baru pada hidup seseorang. Sikap batin dengan demikian mengarahkan tindakan luar seperti puasa (Mrk 2:20; Kis 9:9; 13:2) dan berbagai bentuk disiplin-diri dan pantang (Rm 8:13; 1 Kor 9:25-27).

      Surat Ibrani menyatakan kepada kita “mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di muka umum” (Ibr 6: 4-6). Ayat-ayat ini menjadi sumber banyak bahasan teologis, namun pada intinya adalah seruan agar tidak berandai-andai pada kerahiman Tuhan dan mengakui keseriusan dosa karena dosa sungguh merusak hubungan yang ada di antara seseorang dengan Tuhan (KGK 1849-1853).

 

D. Paulus: Pertobatan Iman

Paulus jarang membicarakan tobat secara langsung. Tetapi ia melawankan sikap yang selaras dengan Tuhan dan kesia-siaan dunia: “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian” (2 Kor 7:10), dan ia menyebutkan “tobat” beberapa kali lagi (Rm 2:4; 2 Kor 12:21; 2 Tim 2:25). Hal itu bukan karena teologi Paulus hanya menyediakan sedikit tempat untuk pertobatan, tetapi karena pertobatan sudah termasuk di dalam ajaran Paulus tentang iman. Bagi Paulus, iman adalah tanggapan total kita pada Tuhan dan wahyuNya dalam diri Kristus. Iman berarti merangkul keseluruhan Injil, termasuk tuntutannya supaya berpaling dari dosa dan menghayati hidup kasih Kristen. Dan karena iman merupakan suatu karunia rahmat, maka perubhan hidup yang menjadi hakekat pertobatan merupakan buah dari rahmat itu.

 

III. SAKRAMEN PENGAMPUNAN DOSA

Kristus mengadakan sakramen pertobatan (yang juga disebut sakramen rekonsiliasi atau pendamaian) ketika Ia berkata kepada para rasul pada hari Minggu malam Paskah: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:230. Dengan demikian Gereja diberi wewenang untuk menyalurkan rahmat dan kerahiman Tuhan yang diperlukan bagi pertobatan berkelanjutan dalam hidup masing-masing umat beriman.

PUISI KITAB SUCI

 


Setiap hasil komposisi – termasuk nyanyian, doa, kata-kata bijak, amsal, dan kidung – yang sering menggunakan bentuk ungkapan dan pelukisan yang kuat dalam menyatakan perasaan tentang hidup dan ibadat. Puisi alkitabiah memainkan peranan besar dalam sastra dan ibadat Ibrani, dan bentuk-bentuk puisi digunakan baik untuk sastra kebijaksanaan maupun nubuat-nubuat nabi.

      Perbedaan tajam di antara bentuk prosa dan bentuk puisi yang sudah sangat dikenal pembaca dan pelajar sastra modern tidak begitu menonjol dalam sastra Ibrani. Bangsa Israel kuno tidak menganggap kedua bentuk sastrawi itu berbeda benar, dan para penutur dengan terampil beralih-alih menggunakan kedua bentuk itu sebagai bagian dari suatu wacana atau pidato resmi. Ajaran puitis sering disebut “petatah” atau “petitih”. Ini sering diketemukan dalam pelbagai kesempatan dan situasi, seperti perkawinan (Kej 24:60), melncarkan perang (Kel 17:16), perayaan kemenangan (Kel 15:20; 1 Sam 18:7; dan terutama Hak 5, lagu Debora yang sangat terkenal). Para ahli sastra tidak selalu bersepakat mengenai mana yang harusnya digolongkan sebagai prosa, dan mana yang seharusnya puisi.

 

I. PUISI SEKULAR

Sebagian besar syair dan karya puisi dalam Kitab Suci bersifat keagamaan. Namun, Kitab Suci mengutip atau merujuk puisi sekular yang disusun sebagai nyanyian ketika membuat anggur (Yes 16:10); melakukan panen (Hak 9:27); mengiringi minum-minum (Yes 5:11-12; 22:13), dan menggali sumur (Bil 21:17-18). Selain itu, Perjanjian Lama menyimpan sejumlah syair kesedihan (elegi) dan ratapan, semisal nyanyian duka Daud bagi Saul dan Yonatan (2 Sam 1:19-27) dan Abner (2 Sam 3:33-34)

 

II. KARAKTERISTIK PUISI IBRANI

Suatu karakteristik puisi Ibani adalah keseimbangan atau simetri, pengulangan dibaris kedua gagasan atau gambaran yang sama dengan yang digunakan dalam baris pertama. Para ahli menyebut keseimbangan itu “paralelisme”. Bagian yang kedua (atau kolon) dapat merupakan pengulangan [gagasan] baris pertama dengan kata-kata yang berbeda, atau mengembangkan gagasan itu dengan beberapa tambahan. Misalnya:

Berbahagialah orang yang takut akan Tuhan,

         yang sangat suka kepada segala perintah-Nya  (Mzm 112:1)

 

Mereka yang memelajari puisi Ibrani membedakan setidaknya tiga macam paralelisme.

      1. Paralelisme sinonim (juga disebut paralelisme sintetik), mengulangi kalimat pertama dengan kata-kata yang sedikit lain di baris kedua:

Masakan Allah membengkokkan keadilan?

         Masakan Yang Mahakuasa membengkokkan kebenaran? (Ayb 8:3)

 

Lepaskanlah aku dari pada musuhku, ya Allahku;

         bentengilah aku terhadap orang-orang yang bangkit melawan aku.

(Mzm 59:1) 

 

      2. Paralelisme antitetik yang mengungkapkan maksudnya dengan membuat suatu kontras di antara dua baris. Bentuk paralelisme antitetik ini terutama banyak diketemukan dalam Amsal:

Orang fasik lari walaupun tidak ada yang mengejarnya,

         tetapi orang benar merasa aman seperti singa muda (Ams 28:1)

 

      3. Paralelisme klimatik merupakan suatu kategori untuk stansa puitis, yang tidak bersifat sinonim, tidak pula anti-tetik. Pada umumnya, baris kedua dan seterusnya melengkapi atau mengembangkan gagasan baris pertama:

aku tidak takut bahaya,

         sebab Engkau besertaku;

gada-Mu dan tongkat-Mu,

         itulah yang menghibur aku (Mzm 23:4) 

 

Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu,

         dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu.

Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu,

         kalungkanlah pada lehermu  (Ams 6:20-21) 

 

III. PERANGKAT DAN BENTUK SASTRA

Seperti semua puisi, puisi Ibrani penuh dengan persamaan, tamsil atau ibarat, aliterasi (kesamaan bunyi sajak suku kata terakhir) dan asonansi (perulangan bunyi vokal dalam baris). Puisi alfabetis atau akrostik lazim terdapat dalam Mazmur, di mana huruf-huruf yang berurutan [alif, bet, gimel dst] mengawali baris-baris, atau bait, atau strofa [bentuk ini umumnya tidak nampak lagi setelah Mazmur bahasa Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa lain]. Misalnya Mzm 119 adalah untaian stansa yang masing-masing baitnya terdiri dari delapan baris: suatu huruf alfabet mengawali setiap stanza, dan setiap barus dimulai dengan huruf itu. Metrum (jumlah suku kata) tampaknya tidak diindahkan, karena penyair Ibrani lebih menyukai irama yang bervariasi dan gaya yang lebih bebas.

      Sastra kebijaksanaan pada umumnya ditulis dalam bentuk puisi, seperti dalam Kitab Amsal, Ayub, Pengkhotbah dan Sirakh. Fungsinya adalah menyampaikan kepada pembaca hasil permenungan yang sudah lama atas hidup dan pengalaman hidup. Puisi kebijaksanaan sering lebih bersifat reflektif (permenungan) ketimbang pernyataan polemik atau konfrontatif.

 

IV. PUISI PERJANJIAN BARU

Hanya sedikit puisi yang terdapat dalam Perjanjian Baru, tetapi bisa ditemukan beberapa contoh tersendiri. Ada empat kidung utama yang digunakan dalam liturgi G|ereja awal, yaitu Magnificat atau Kidung Maria (Luk 1:46-55), Benedictus atau Kidung Zakharia (Luk 1:68-79); Gloria atau Kidung Kemuliaan (Luk 2:14); dan Nunc Dimittis atau Kidung Simeon (Luk 2:29-32). Komposisi atau tata susunan puitis juga ditemukan antara lain dalam Rm 11:33; 1 Kor 15:54-55; Ef 5:14; dan Fil 2:6-11. Kidung juga terdapat dalam Kol 1:15; 1 Tim 3:16, dan tersebar dalam seluruh kitab Wahyu (Why 4:8.11; 5:9-10; 11:17-18; dst).

      Para penulis Perjanjian Baru sangat akrab dengan tulisan-tulisan Perjanjian Lama dan menggunakan sejumlah besar kutipan dari puisi Perjanjian Lama. Ada pula yang akrab dengan puisi Yunani, seperti ditunjukkan dalam kutipan dari Aratus dari Kilikia (Kis 17:28); Menander (1 Kor 15:33) dan Epimenides (Tit 1:12).