Tanggal 1 November dalam kalender liturgi Gereja dirayakan sebagai Hari Semua Orang Kudus. Dan tanggal 2 November dirayakan sebagai Peringatan Jiwa-jiwa Semua Orang Beriman yang telah meninggal. Suatu adat kebiasaan dikaitkan dengan hari-hari liturgis itu di negara-negara Barat untuk mengingat jiwa-jiwa orang yang telah meninggal, yang lazim disebut All Hallow Eve, Malam Semua Orang Kudus, yang kemudian disingkat Halloween. Kebiasaan yang baik adalah mengunjungi pemakaman pada malam hari, menyalakan lilin dan berdoa untuk kesejahteraan jiwa sahabat dan kerabat yang telah wafat. Dengan diawali peringatan-peringatan yang berkaitan dengan orang yang sudah meninggal pada bulan November Gereja mengajak umat kristiani merenungkan aspek eskatologis dari hidupnya. Merenungkan hidup sesudah kematian.
Konsili Vatikan II dalam Konstitusi tentang Gereja Lumen Gentium menyatakan:
SIFAT ESKATOLOGIS GEREJA MUSAFIR DAN PERSATUANNYA DENGAN GEREJA DI SURGA
48. (Pendahuluan)
Dalam Yesus Kristus kita semua dipanggil kepada Gereja, dan di situ kita memperoleh kesucian berkat rahmat Allah. Gereja itu baru akan mencapai kepenuhannya dalam kemuliaan di surga, bila akan tiba saatnya segala sesuatu diperbaharui (Kis. 3:21), dan bila bersama dengan umat manusia dunia semesta pun, yang berhubungan erat dengan manusia dan bergerak kearah tujuannya melalui manusia, akan diperbaharui secara sempurna dalam Kristus (lih. Ef. 1:10; Kol. 1:20; 2Ptr. 3:10-13).
Adapun Kristus, yang ditinggikan dari bumi, menarik semua orang kepada diri-Nya (lih. Yoh. 2:32 yun). Sesudah bangkit dari kematian (lih. Rom. 6:9) Ia mengutus Roh-Nya yang menghidupkan ke dalam hati para murid-Nya, dan melalui Roh itu Ia menjadikan TubuhNya, yakni Gereja, sakramen keselamatan bagi semua orang. Ia duduk di sisi kanan Bapa, namun tiada hentinya berkarya di dunia, untuk mengantar orang-orang kepada Gereja, dan melalui Gereja menyatukan mereka lebih erat dengan diri-Nya; lagi pula untuk memberi mereka santapan Tubuh dan Darah-Nya sendiri, serta dengan demikian mengikutsertakan mereka dalam kehidupan-Nya yang mulia. Jadi pembaharuan, janji yang kita dambakan, telah mulai dalam Kristus, digerakkan dengan perutusan Roh Kudus, dan karena Roh itu berlangsung terus dalam Gereja. Berkat iman kita di situ menerima pengertian tentang makna hidup kita yang fana, sementara karya yang oleh Bapa dipercayakan kepada kita di dunia kita selesaikan dengan baik dalam harapan akan kebahagiaan di masa mendatang, dan kita mengerjakan keselamatan kita (lih. Flp. 2:12).
Jadi sudah tibalah bagi kita akhir zaman (lih. 1Kor. 10:11). Pembaharuan dunia telah ditetapkan, tak dapat dibatalkan, dan secara nyata mulai terlaksana di dunia ini. Sebab sejak di dunia ini Gereja ditandai kesucian yang sesungguhnya meskipun tidak sempurna. Tetapi sampai nanti terwujudkan langit baru dan bumi baru, yang diwarnai keadilan (lih. 2Ptr. 3:13), Gereja yang tengah mengembara, dalam sakramen-sakramen serta lembaga-lembaganya yang termasuk zaman ini, mengemban citra zaman sekarang yang akan lalu. Gereja berada di tengah alam tercipta, yang hingga kini berkeluh-kesah dan menanggung sakit bersalin, serta merindukan saat anak-anak Allah dinyatakan (lih. Rom. 8:19-22).
Jadi kita, yang bersatu dengan Kristus dalam Gereja, dan ditandai dengan Roh Kudus yakni “jaminan warisan kita” (Ef. 1:14), disebut anak-anak Allah dan memang demikian adanya (lih. 1Yoh. 3:1). Namun kita belum tampil bersama Kristus dalam kemuliaan (lih. Kol. 3:4), saatnya kita akan menyerupai Allah, karena kita akan memandang Dia sebagaimana ada-Nya (lih. 1Yoh. 3:2). Maka “selama mendiami tubuh ini, kita masih jauh dari Tuhan” (2Kor. 5:6); dan kita, yang membawa karunia-sulung Roh, berkeluh-kesah dalam hati (lih. Rom. 8:23) serta ingin bersama dengan Kristus (lih. Flp. 1:23). Namun oleh cinta kasih itu juga kita didesak, untuk lebih penuh hidupbagi Dia, yang telah wafat dan bangkit bagi kita (lih. 2Kor. 5:15). Maka kita berusaha untuk dalam segalanya berkenan kepada Tuhan (lih. 2Kor. 5:9). Dan kita kenakan perlengkapan senjata Allah, supaya kita mampu bertahan menentang tipu muslihat iblis serta mengadakan perlawanan pada hari yang jahat (lih. Ef. 6:11-13). Tetapi karena kita tidak mengetahui hari maupun jamnya, atas anjuran Tuhan kita wajib berjaga terus menerus, agar setelah mengakhiri perjalanan hidup kita di dunia hanya satu kali saja (lih. Ibr. 9:27), kita bersama dengan-Nya memasuki pesta pernikahan, dan pantas digolongkan pada mereka yang diberkati (lih. Mat. 25:31-46), dan supaya janganlah kita seperti hamba yang jahat dan malas (lih. Mat, 25:26) diperintahkan enyah ke dalam api yang kekal (lih. Mat. 25:41), ke dalam kegelapan di luar, tempat “ratapan dan kertakan gigi” (Mat. 22:13 dan 25:30). Sebab, sebelum memerintah bersama Kristus dalam kemuliaan-Nya, kita semua akan menghadap “takhta pengadilan Kristus, supaya masingmasing menerima ganjaran bagi apa yang dijalankannya dalam hidupnya ini, entah itu baik atau jahat” (2Kor. 5:10). Dan pada akhir zaman, “mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk kehidupan kekal, sedangkan mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh. 5:29; lih. Mat. 25:46). Maka dari itu, mengingat bahwa “penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita kelak” (Rom. 8:18; lih. 2Tim. 2:11-12), dalam keteguhan iman kita mendambakan “pengharapan yang membahagiakan serta pernyataan kemuliaan Allah dan Penyelamat kita yang mahaagung, Yesus Kristus” (Tit. 2:13), “yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga menyerupai tubuhNya yang mulia” (Flp. 3:21), dan yang akan datang “untuk dimuliakan di antara para kudus-Nya, dan untuk dikagumi oleh semua orang yang beriman” (2Tes. 1:10).
49. (Persekutuan antara Gereja di surga dan Gereja di dunia)
Jadi hingga saatnya Tuhan datang dalam keagungan-Nya beserta semua malaikat (lih. Mat 5:31), dan saatnya segala sesuatu takluk kepada-Nya sesudah maut dihancurkan (lih. 1Kor 15:26-27), ada di antara para murid-Nya yang masih mengembara di dunia, dan ada yang telah meninggal dan mengalami penyucian, ada pula yang menikmati kemuliaan sambil memandang “dengan jelas Allah Tritunggal sendiri sebagaimana ada-Nya”. Tetapi kita semua, kendati pada taraf dan dengan cara yang berbeda, saling berhubungan dalam cinta kasih yang sama terhadap Allah dan sesama, dan melambungkan madah pujian yang sama ke hadirat Allah kita. Sebab semua orang, yang menjadi milik Kristus dan didiami oleh Roh-Nya, berpadu menjadi satu Gereja dan saling erat berhubungan dalam Dia (lih. Ef. 4:16). Jadi persatuan mereka yang sedang dalam perjalanan dengan para saudara yang sudah beristirahat dalam damai Kristus, sama sekali tidak terputus. Bahkan menurut iman Gereja yang abadi diteguhkan karena saling berbagi harta rohani. Sebab karena para penghuni surga bersatu lebih erat dengan Kristus, mereka lebih meneguhkan seluruh Gereja dalam kesuciannya; mereka menambah keagungan ibadat kepada Allah, yang dilaksanakan oleh Gereja di dunia; dan dengan pelbagai cara mereka membawa sumbangan bagi penyempurnaan pembangunannya (lih. 1Kor. 12:12-27). Sebab mereka, yang telah ditampung di tanah air dan menetap pada Tuhan (lih. 2Kor. 5:8), karena Dia, bersama Dia dan dalam Dia tidak pernah berhenti menjadi pengantara kita di hadirat Bapa, sambil mempersembahkan pahala-pahala, yang telah mereka peroleh di dunia, melalui Pengantara tunggal antara Allah dan manusia, yakni Kristus Yesus (lih. 1Tim. 2:5), sambil melayani Tuhan dalam segalanya, dan melengkapi apa yang kurang pada penderitaan Kristus dalam daging mereka, demi Tubuh-Nya, yakni Gereja (lih. Kol. 1:24). Demikianlah kelemahan kita amat banyak dibantu oleh perhatian mereka sebagai saudara.
50. (Hubungan antara Gereja di dunia dan Gereja di surga)
Gereja kaum musafir menyadari sepenuhnya persekutuan dalam seluruh Tubuh mistik Kristus itu. Sejak masa pertama agama kristiani Gereja dengan sangat khidmat merayakan kenangan mereka yang telah meninggal. Dan karena “inilah suatu pikiran yang mursid dan saleh: mendoakan mereka yang meninggal supaya dilepaskan dari dosa-dosa mereka” (2Mak. 12:46), maka Gereja juga mempersembahkan korban-korban silih bagi mereka. Adapun Gereja selalu percaya, bahwa Rasul-rasul dan para martir Kristus, yang dengan menumpahkan darah telah memberi kesaksian iman dan cinta kasih yang amat luhur, dalam Kristus berhubungan lebih erat dengan kita. Dengan bakti yang istimewa Gereja menghormati mereka bersama dengan Santa Perawan Maria dan para malaikat kudus, serta dengan khidmat memohon bantuan perantaraan mereka. Pada golongan mereka segera bergabunglah orang-orang lain, yang dari lebih dekat meneladan keperawanan dan kemiskinan Kristus; lalu akhirnya kelompok lain lagi, yang – karena mereka dengan cemerlang mengamalkan keutamaan-keutamaan kristiani serta menampilkan karunia-karunia ilahi –mengundang kaum beriman untuk berbakti dengan takzim dan meneladan mereka. Sebab sementara merenungkan hidup mereka yang dengan setia mengikuti Kristus, kita mendapat dorongan baru untuk mencari Kota yang akan datang (lih. Ibr. 13:14 dan 11:10). Sekaligus kita ditunjukkan jalan yang sangat aman, untuk di tengah situasi dunia yang silih berganti, sesuai dengan kedudukan dan kondisi masingmasing,dapat mencapai persatuan sempurna dengan Kristus atau kesucian. Dalam hidup mereka yang sama-sama manusia seperti kita, tetapi secara lebih sempurna diubah menjadi serupa dengan citra Kristus (lih. 2Kor. 3:18), Allah secara hidup-hidup menampakkan kehadiran serta wajah-Nya. Dalam diri mereka Ia menyapa kita, dan menyampaikan kepada kita tanda KerajaanNya. Kita, yang mempunyai banyak saksi ibarat awan yang meliputi kita (lih. Ibr. 12:1), dan yang menghadapi kesaksian sejelas itu tentang kebenaran Injil, kuat-kuat tertarik kepadanya. Namun kita merayakan kenangan para penghuni surga bukan hanya karena teladan mereka. Melainkan lebih supaya persatuan segenap Gereja dalam Roh diteguhkan dengan mengamalkan cinta kasih persaudaraan (lih. Ef. 4:1-6). Sebab seperti persekutuan kristiani antara para musafir mengantarkan kita untuk mendekati Kristus, begitu pula keikutsertaan dengan para Kudus menghubungkan kita dengan Kristus, yang bagaikan Sumber dan Kepala mengalirkan segala rahmat dan kehidupan Umat Allah sendiri. Jadi memang sungguh sudah sepantasnya, bahwa kita mengasihi para sahabat serta sesama ahli waris Yesus Kristus itu, serta-merta saudara-saudara dan penderma-penderma kita yang ulung. Sudah selayaknya pula kita bersyukur kepada Allah atas mereka. Sepantasnya juga “kita dengan rendah hati berseru kepada mereka, dan mempercayakan diri kepada doa-doa, bantuan serta pertolongan mereka, untuk memperoleh karunia-karunia Allah dengan perantaraan Putera-Nya Yesus Kristus Tuhan kita, satu-satunya Penebus dan Penyelamat kita”. Sebab segala kesaksian cinta kasih kita yang sejati terhadap para penghuni surga pada hakekatnya tertujukan kepada Kristus dan bermuara pada Dia, “mahkota semua para Kudus”, serta dengan perantaraan-Nya mencapai Allah, yang mengagumkan dalam para Kudus-Nya, dan diagungkan dalam diri mereka. Akan tetapi terutama dalam Liturgi suci secara paling luhur persatuan kita dengan Gereja di surga diwujudkan dengan nyata. Di situlah kekuatan Roh Kudus melalui perlambangan sakramen berkarya pada diri kita. Dalam Liturgi kita bersama bergembira merayakan dan memuji keagungan Allah. Kita semua, yang dalam darah Kristus ditebus dari setiap suku dan bahasa dan kaum dan bangsa (lih. Why. 5:9), serta dihimpun ke dalam satu Gereja, dengan satu madah pujian meluhurkan Allah Tritunggal. Jadi sambil merayakan korban Ekaristi kita seerat mungkin digabungkan dengan ibadat Gereja di surga, sementara kita berada dalam satu persekutuan, dan merayakan kenangan terutama Santa Maria yang mulia dan tetap Perawan, pun pula Santo Josef, para Rasul serta Martir yang suci, dan semua para Kudus.
51. (Beberapa pedoman pastoral)
Itulah iman yang layak kita hormati, pusaka para leluhur kita: iman akan persekutuan hidup dengan para saudara yang sudah mulia di surga, atau sesudah meninggal masih mengalami pentahiran. Konsili suci ini penuh khidmat menerima iman itu, dan menyajikan lagi ketetapan-ketetapan Konsili-konsili suci Nisea II, Florensia, dan Trente. Namun sekaligus Konsili dalam keprihatinan pastoralnya mendorong semua pihak yang bersangkutan, supaya bila di sana-sini terjadi penyalahgunaan, penyelewengan atau penyimpangan, mereka berusaha menangkal atau membetulkannya, dan membaharui segalanya demi pujian yang lebih penuh kepada Kristus dan Allah. Maka hendaklah mereka mengajarkan kepada Umat beriman, bahwa ibadat yang sejati kepada para Kudus bukan pertama-tama diwujudkan dalam banyaknya perbuatan lahiriah, melainkan terutama dalam besarnya cinta kasih kita yang disertai tindakan nyata. Demikianlah, supaya kita dan Gereja bertambah sejahtera, kita mencari “teladan melalui pergaulan dengan para Kudus, kebahagiaan yang sama melalui persekutuan dengan mereka, dan bantuan melalui pengantaraan mereka”. Di lain pihak hendaklah mereka ajarkan kepada kaum beriman, bahwa hubungan kita dengan para penghuni surga itu – asal ditinjau dalam terang iman yang lebih penuh – sama sekali tidak melemahkan ibadat sujud, yang dalam Roh kita persembahkan kepada Allah Bapa melalui Kristus, melainkan justru memperkayanya secara limpah. Sebab kita ini semua anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam Kristus (lih. Ibr. 3:6). Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus, dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam, dan sekarang pun sudah mulai ikut menikmati Liturgi dalam kemuliaan yang sempurna. Bila Kristus kelak menampakkan Diri, dan mereka yang mati akan bangkit mulia, kemuliaan Allah akan menyinari Kota surgawi, dan Anak Dombalah lampunya (lih. Why. 21:24). Pada saat itulah seluruh Gereja para kudus dalam kebahagiaan cinta kasih yang terluhur akan bersujud menyembah Allah dan “Anak Domba yang telah disembelih” (Why. 5: 12). Mereka akan serentak berseru: “Bagi Dia yang duduk di takhta dan bagi Anak Domba: puji-pujian, dan hormat, dan kemuliaan, dan kuasa sampai selama-lamanya” (Why. 5:13-14)