Daftar Blog Saya

Kamis, 26 Januari 2023

Puncta Minggu Biasa IV A-1

 



Butir-butir pokok untuk Liturgi Minggu Depan

Bacaan: Zef 2:3; 3:12-13 ; Mzm 146:6-10 ; 1 Kor 1:26-31

Injil Mat 5:1-12

Dalam bacaan sejak Natal, Yesus telah dinyatakan sebagai putra kerajaan baru, dari Anak Daud dan Anak Allah. Dia diutus  memimpin “keluaran baru” yang membawa Israel keluar dari tawanan ke bangsa-bangsa dan membawa semua bangsa kepada Allah.

Seperti Musa memimpin Israel keluar dari Mesir melalui laut dan di Gunung Sinai memberi mereka “hukum Allah”, Yesus juga telah melalui air dalam baptisan. Sekarang, dalam Injil hari ini, Dia berada di atas bukit mengumumkan hukum baru—hukum Kerajaan Allah.

“Sabda Bahagia” menandai penggenapan janji perjanjian Allah kepada Abraham—bahwa melalui keturunannya semua bangsa di dunia akan menerima berkat Allah (lih Kej. 12:3; 22:18).

Yesus adalah anak Abraham (lihat Mat 1:1). Dan melalui hikmat yang Dia ucapkan hari ini, Dia menganugerahkan berkat Allah Bapa kepada mereka “yang miskin dalam roh.”

Tuhan telah memilih memberkati mereka yang lemah dan rendah, mereka yang bodoh dan hina di mata dunia, kata Paulus dalam Suratnya hari ini (1 Kor 1:26-28). Orang yang miskin dalam roh adalah mereka yang tahu bahwa tidak ada jasa yang mereka lakukan yang pantas mendapatkan belas kasih dan rahmat karunia Allah. Inilah kelompok “sisa” yang rendah hati yang disebut dalam Bacaan Pertama hari ini (Zef 2:12-13), yang diajar agar mencari perlindungan dalam nama Tuhan (juga Zef. 2:3)

Sabda Bahagia menunjukkan jalan dan tujuan ilahi bagi hidup kita. Semua perjuangan kita haruslah demi kebajikan ini—menjadi miskin di hadapan Allah; lemah lembut dan murni hati; penyayang dan pembawa damai; para pencari kebenaran yang hidup menurut hukum Kerajaan Allah.

Jalan yang Tuhan tetapkan di hadapan kita hari ini adalah jalan pencobaan dan penganiayaan. Namun Dia menjanjikan penghiburan dalam dukacita kita dan karunia besar.

Kerajaan yang kita warisi bukanlah wilayah di dunia melainkan surga yang dijanjikan. Sion baru di mana Tuhan memerintah selama-lamanya (Mzm 146:10). Dan, seperti yang kita nyanyikan dalam Mazmur hari ini, Allah memberikan segala berkatNya kepada orang yang berharap kepadaNya (Mzm 146: 5-9).


Seri yang lalu:

GURU DAN MODEL PEWARTAAN INJIL, YESUS

 Katekese Gairah Evangelisasi. Yesus Guru dan Model Pewartaan Injil

Audiensi Umum Paus Fransiskus. Aula Paulus VI, Istana Kepausan, Vatikan. Rabu, 25 Januari 2023.



Rabu lalu kita merenungkan model pewartaan Yesus, tentang hati kegembalaanNya yang selalumenjangkau sesama. Hari ini kita memandang Dia sebagai Guru pewartaan. Model pewartaan Injil. Hari ini, kita dibimbing Guru pewartaan melalui episode di mana Dia berkhotbah di sinagoga di desa-Nya, Nazaret. Yesus membaca bagian dari nabi Yesaya (lih. Yes 61:1-2) dan dilanjut mengejutkan semua orang dengan "khotbah" yang sangat singkat hanya satu kalimat, hanya satu kalimat saja.  Dia berkata : “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (Luk. 4:21). Ini adalah khotbah Yesus: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya". Ini berarti bagi Yesus perikop kenabian Yesaya itu mengandung esensi dari apa yang akan Ia katakan tentang diri-Nya sendiri. Jadi, setiap kali kita berbicara tentang Yesus, kita harus kembali kepada pewartaan pertama tentang Dia. Mari kita lihat, apa isi dari pengumuman pertama ini. Ada lima elemen penting yang dapat diidentifikasi.

Elemen pertama adalah kegembiraan. Yesus menyatakan, “Roh Tuhan ada pada-Ku; [...] Dia telah mengurapi Aku untuk memberitakan kabar baik kepada orang miskin” (ay 18), yaitu, pewartaan kegembiraan, sukacita. Kabar baik: orang tidak dapat berbicara tentang Yesus tanpa sukacita, karena iman adalah kisah kasih yang indah untuk dibagikan. Bersaksi tentang Yesus, melakukan sesuatu untuk orang lain dalam nama-Nya, adalah seperti menyatakan “yang tersirat” dalam hidup orang, bahwa ia telah menerima karunia yang begitu indah sehingga tidak ada kata yang memadai untuk mengungkapkannya. Sebaliknya, jika sukacita kurang, Injil tidak sampai, karena – seperti yang tersirat dalam perkataan itu sendiri,  arti yang sebenarnya dari perkataan itu – adalah kabar baik, dan “Injil” berarti “kabar baik,” sebuah pewartaan sukacita. Orang Kristiani yang sedih dapat berbicara tentang hal-hal yang indah, tetapi semuanya sia-sia jika berita yang disampaikannya tidak menyenangkan. Seorang pemikir pernah berkata, "Seorang Kristiani yang sedih adalah seorang Kristiani yang menyedihkan." Jangan lupakan ini.



Kita sampai pada aspek kedua: pembebasan. Yesus berkata Dia diutus “untuk memberitakan pembebasan kepada para tawanan” (ibid.). Ini berarti bahwa orang yang mewartakan Tuhan tidak  menyebarkan agama dengan menekan orang lain; tidak, tetapi justru meringankan mereka: tidak membebani, tetapi mengambil bebannya; membawa kedamaian, bukan menimpakan rasa bersalah. Tentu saja, mengikuti Yesus melibatkan sikap asketik, melibatkan pengorbanan;  jika setiap hal baik membutuhkan sikap-sikap ini, apa lagi situasi hidup yang menentukan! Akan tetapi, mereka yang bersaksi tentang Kristus lebih menunjukkan keindahan tujuan daripada kerasnya perjalanan. Kita mungkin pernah bercerita tentang perjalanan indah yang kita lakukan: misalnya, kita akan berbicara tentang keindahan tempat, apa yang kita lihat dan alami, bukan tentang waktu untuk sampai ke sana dan antrian di bandara, tidak! Jadi, setiap pewartaan yang sepantasnya tentang Penebus harus menyampaikan pembebasan. Seperti Yesus. Hari ini adalah hari gembira, karena saya datang untuk membebaskan.

Aspek ketiga: terang. Yesus berkata Dia datang untuk membawa “penglihatan bagi orang-orang buta” (ibid.). Sangat mengejutkan bahwa di seluruh Alkitab, sebelum Kristus, cerita penyembuhan orang buta tidak pernah muncul, tidak pernah. Itu memang tanda yang dijanjikan akan datang bersama Mesias. Tapi di sini maksudnya bukan hanya tentang penglihatan fisik, melainkan cahaya yang membuat orang melihat kehidupan dengan cara baru.  “Datang ke dalam terang” adalah lahir kembali yang hanya terjadi dalam Yesus. Jika kita ingat, begitulah hidup Kristiani dimulai bagi kita: dengan baptis, yang pada zaman dahulu disebut dengan tepat sebagai "pencerahan". Dan terang apakah yang diberikan Yesus kepada kita? Dia memberi kita terang keputraan: Dia adalah Putra terkasih Bapa, yang hidup selamanya; bersama Dia kita juga adalah anak-anak Allah yang dikasihi selamanya, lepas dari kesalahan-kesalahan kita. Jadi hidup bukan lagi langkah membuta menuju kefanaan, tidak!; juga bukan masalah nasib atau keberuntungan, tidak!. Bukan sesuatu yang bergantung pada kebetulan atau bintang-bintang, tidak!, atau bahkan pada kesehatan atau keuangan, tidak!. Hidup bergantung pada kasih, pada kasih Bapa, Yang merawat kita, anak-anak-Nya yang tercinta. Betapa indah berbagi terang ini pada orang lain! Pernahkah terpikir oleh Anda bahwa hidup kita masing-masing - hidup saya, hidup Anda, hidup kita - adalah tindakan kasih? Dan undangan untuk mengasihi? Ini luar biasa! Tetapi sering kita melupakannya, ketika berhadapan dengan kesulitan, ketika berhadapan dengan kabar buruk, bahkan ketika berhadapan dengan – dan ini buruk – keduniaan, cara hidup duniawi!.



Aspek keempat dari pewartaan: penyembuhan. Yesus berkata Dia datang “untuk membebaskan mereka yang tertindas” (ibid.). Yang tertindas adalah mereka yang merasa hancur oleh sesuatu yang terjadi: penyakit, kerja keras, beban hati, rasa bersalah, kesalahan, keburukan, dosa... Tertindas oleh ini semua. Mari kita pikirkan rasa bersalah, misalnya. Berapa banyak dari kita yang menderita karena rasa bersalah? Rasa bersalah untuk ini atau itu.... Yang menindas kita terutama adalah kejahatan yang tidak dapat disembuhkan oleh obat atau pengobatan manusia: dosa. Dan jika seseorang memiliki rasa bersalah atas sesuatu yang telah mereka lakukan, dan itu terasa buruk…. Tetapi kabar baiknya adalah bahwa karena Yesus, dosa yang jahat ini, yang tampaknya tak terkalahkan, tidak lagi keputusan final.

Saya bisa berbuat dosa karena saya lemah. Kita masing-masing dapat melakukannya, tetapi itu bukanlah kata terakhir. Kata terakhir adalah uluran tangan Yesus yang mengangkat Anda dari dosa. “Dan Bapa, kapan dia melakukan ini? Sekali?" Tidak. “Dua kali?” Tidak. “Tiga kali?” Tidak. Selalu. Setiap kali Anda sakit, Tuhan selalu mengulurkan tangan-Nya. Yang Dia inginkan adalah agar kita  bertahan, dan biarkan Dia memanggulmu. Kabar baiknya adalah bahwa dengan Yesus kejahatan dosa ini bukan lagi kata akhir: kata akhirnya adalah tangan Yesus yang terulur untuk membawa Anda maju. Yesus menyembuhkan kita dari dosa, selalu. Dan berapa yang harus saya bayar untuk penyembuhan ini? Gratis. Dia menyembuhkan kita selalu dan dengan cuma-cuma. Dia mengundang mereka yang “letih lesu dan berbeban berat” —— Dia mengatakannya dalam Injil – Dia mengundang mereka untuk datang kepada-Nya (bdk. Mat 11:28). Jadi mendampingi orang untuk bertemu dengan Yesus berarti membawa mereka ke dokter hati, Yang mengangkat kehidupan. Artinya, “Saudara, saudari, saya tidak punya solusi untuk begitu banyak masalah Anda, tetapi Yesus mengenal Anda, Yesus mengasihi Anda dan Ia dapat menyembuhkan serta menenangkan hati Anda. Mari pergi dan serahkan semua itu kepada Yesus.”

Mereka yang memikul beban membutuhkan kasih sayang atas masa yang telah  lalu. Sering kita dengar, “Saya perlu menyembuhkan masa lalu saya... Saya perlu belaian untuk masa lalu yang sangat membebani saya...” Dia membutuhkan pengampunan. Dan mereka yang percaya kepada Yesus memiliki itu untuk diberikan kepada orang lain: daya pengampunan, yang membebaskan jiwa dari semua kekurangan. Saudara, saudari, jangan lupa: Tuhan melupakan segalanya. Bagaimana? Ya, Dia melupakan semua dosa kita. Dia melupakannya. Itu sebabnya Dia tidak mengingat-ingat kesalahan kita. Tuhan mengampuni segalanya karena Dia melupakan dosa-dosa kita. Kita hanya harus mendekat kepada Tuhan dan Dia mengampuni kita segalanya. Yang Dia inginkan adalah agar kita mendekat kepadaNya dan Dia mengampuni kita segalanya. Ingatlah suatu perikop Injil, tentang orang yang bicara, “Tuhan, aku telah berdosa!” Anak durhaka itu... Dan sang ayah meletakkan tangannya di mulutnya. "Tidak, tidak apa-apa, tidak apa-apa ..." Dia tidak membiarkan anak itu menyelesaikan perkataannya ... Dan itu bagus. Yesus sedang menunggu kita untuk mengampuni kita, untuk memulihkan kita. Dan seberapa sering? Sekali? Dua kali? Tidak. Selalu. “Tetapi Bapa, saya selalu melakukan hal yang sama…” Dan Dia akan selalu melakukan hal yang sama juga! Memaafkanmu, memelukmu. Tolong, janganlah kita tidak mempercayai ini. Inilah cara mengasihi Tuhan. Mereka yang memikul beban dan membutuhkan kasih sayang akan masa lalu membutuhkan pengampunan, dan Yesus memberikannya. Dan itulah yang Yesus berikan: membebaskan jiwa dari segala dosa. Di dalam Alkitab disebutkan tentang suatu tahun ketika seseorang dibebaskan dari beban hutang: Yobel, tahun anugerah. Kiranya itulah adalah titik akhir dari pewartaan Injil.

Begitulah, Yesus berkata bahwa dia datang “untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan” (Lukas 4:19). Itu bukan ulang tahun yang dijadwalkan, seperti yang kita lakukan sekarang, di mana semuanya direncanakan dan Anda merencanakan bagaimana melakukannya atau bagaimana tidak melakukannya. Tidak. Bersama Kristus rahmat yang membuat hidup baru selalu tiba dan menakjubkan. Kristus adalah Yobel setiap hari, setiap jam, mendekati Anda, membelai Anda, memaafkan Anda. Dan pewartaan Yesus pasti selalu membawa kekaguman akan anugerah. Keheranan ini… “Oh, serasa tidak percaya! Saya telah diampuni.” Tapi begitulah hebatnya Tuhan kita. Karena bukan kita yang melakukan hal-hal besar, melainkan kasih karunia Tuhan yang, bahkan melalui kita, menyelesaikan hal-hal yang tidak terduga. Dan ini adalah kejutan dari Tuhan. Tuhan selalu penuh kejutan. Dia selalu mengejutkan kita, selalu menunggu, menunggu kita. Kita dating padaNya, dan Dia telah menunggu kita. Selalu. Injil datang dengan rasa takjub dan kebaruan yang memiliki nama: Yesus.



Semoga Dia membantu kita untuk mewartakannya seperti yang Dia inginkan, mengkomunikasikan sukacita, pembebasan, terang, penyembuhan, dan kejutan bahagia. Inilah cara bagaimana orang berkomunikasi tentang Yesus.

Hal terakhir: Kabar baik ini dikatakan Injil ditujukan “kepada orang miskin” (ayat 18). Kita sering melupakan mereka, padahal merekalah alamat penerima yang disebutkan secara eksplisit, karena mereka adalah kekasih Allah. Marilah kita mengingatnya, dan marilah kita ingat bahwa, untuk menyambut Tuhan, kita masing-masing harus menjadikan diri sendiri “miskin di dalam.” Tidak cukup seperti sekarang ini, tidak: [Anda harus] “miskin di dalam.” Kemiskinan membuat seseorang berkata… “Tuhan, saya membutuhkan, saya membutuhkan pengampunan, saya membutuhkan bantuan, saya membutuhkan kekuatan”. Kemiskinan yang ada pada kita semua: membuat diri sendiri miskin secara batiniah. Anda harus mengatasi kepura-puraan bahwa mampu mencukupi diri sendiri,  menyadari diri sendiri yang membutuhkan kasih karunia, dan untuk selalu membutuhkan Dia. Jika seseorang mengatakan kepada saya, “Bapa, apa cara tersingkat untuk bertemu Yesus?” Jadilah orang yang membutuhkan. Membutuhkan rahmat, membutuhkan pengampunan, membutuhkan sukacita. Dan Dia akan mendekat kepadamu. 


video: https://youtu.be/iEjgi7fUSKU

Lihat juga: Gairah Evangelisasi Katekese Paus Fransiskus (1)

Juga: Yesus Model Evangelisasi Ketekese Paus Fransiskus (2)

Ritual Pertanian Masih Banyak Dilakukan

 



Upacara-upacara ritual yang berhubungan dengan aktivitas pertanian yang dilakukan oleh masyarakat petani di Yogyakarta merupakan bentuk ungkapan rasa syukur para petani kepada Sang Penguasa Alam yang telah memberikan kenikmatan berupa hasil bumi yang sangat dibutuhkan di dalam kehidupan manusia. Upacara-upacara ritual religiusitas rakyat yang sangat menonjol dirasakan oleh masyarakat petani padi. Dalam hal ini, padi dianggap merupakan jenis tanaman istimewa yang dihubungkan dengan Dewi Sri, sebagai dewi kesuburan. Masyarakat petani percaya bahwa Dewi Sri dalam wujud biji padi yang ditanam di tanah kemudian bertemu dengan Dewa Wisnu dalam wujud air. Pertemuan antara biji padi dan air kemudian menimbulkan kehidupan, bagaikan pertemuan antara semen dan ovum. Adanya kepercayaan inilah yang menyebabkan petani padi merasa berkewajiban untuk memperlakukan tanaman padi secara istimewa, dengan melakukan upacara-upacara ritual. Upacara-upacara dimulai sejak dari menabur benih, pada waktu perawatan dan pada siklus-siklus sesudahnya, sampai saat tanaman tersebut dituai.

Upacara menabur benih biasanya dilakukan oleh lelaki, pertama-tama dengan menanam sembilan butir gabah; satu butir diletakkan di tengah dan delapan butir ditanam di delapan penjuru mata angin. Upacara ritual juga dilakukan pada waktu akan dimulainya tandur (tanam), dengan kelengkapan upacara berupa jenang pethak (bubur putih), pisang kluthuk, kinang (kapur-sirih), dan bunga. Kelengkapan upacara ini dibawa ke sawah kemudian diletakkan di dekat tempat pesemaian. Setelah dibacakan doa (mantra-mantra) sembari membakar kemenyan, kelengkapan upacara (sesaji) dibagi-bagi menjadi beberapa bagian dan masing-masing bagian diletakkan di sudut-sudut kotak sawah (mbuwaki) untuk disajikan kepada penjaga sawah (baureksa). Sisa kelengkapan upacara tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada para pekerja di sawah.

Upacara ritual juga diadakan pada waktu padi mulai meteng (bunting). Kelengkapan upacara berupa bubur putih atau telur yang diletakkan di tulakan. Di dekat kelengkapan upacara diletakkan daun lego-lego atau legundi yang dibakar dengan maksud untuk mengusir roh jahat atau penyakit. Seperti halnya pada upacara wanita hamil, upacara pada saat ini juga dilengkapi buah-buahan yang asam. Selanjutnya upacara ritual juga diadakan pada waktu akan dilakukan panen. Di dalam masyarakat Yogyakarta, upacara ritual ini disebut wiwit, dengan kelengkapan upacara berupa nasi tumpeng, ayam ingkung, berbagai macam makanan gorengan (rempeyek, nthontho, tempe, gereh pethek, dan lain-lain), sambel gepeng, kotosan (rebusan daun turi atau dhadhap serep), nasi liwet, pepesan bekatul, dan telur rebus. Kelengkapan lainnya berupa bunga, kinang (kapur-sirih), kaca dan sisir. Semua kelengkapan ini melambangkan kelengkapan seorang pengantin yang tidak lain adalah Dewi Sri itu sendiri. Kelengkapan upacara tersebut dibawa ke sawah dan diletakkan di tempat bumbungan (tempat yang paling subur, dan di tempat ini diberi tanda janur kuning dan daun dhadhap serep). Tanda janur kuning dan daun dhadhap serep juga diletakkan di sudut-sudut kotak sawah. Pada waktu kelengkapan upacara tersebut sampai di sawah, kemudian dilakukan doa mohon restu Dewi Sri untuk memanen padi dengan selamat. Setelah selesai mengucapkan doaa, kemudian dimulailah pekerjaan memetik padi. Pertama-tama dipilih bulir-bulir padi yang bagus untuk dijadikan ngantenan yang menyimbulkan Dewi Sri. Perlengkapan upacara diambil sedikit dan diletakkan di sudut-sudut kotak sawah sebagai sesaji, sedangkan pes-pesan katul (bekatul) dilempar ke tengah sawah (bumbungan) dan disebut umbul-umbul. Sisa kelengkapan upacara kemudian dibagikan kepada anak-anak yang mengikuti upacara tersebut. Setelah upacara selesai, ngantenan kemudian dibungkus daun pisang, digendong dengan menggunakan kain yang masih baru, dan dibawa pulang. Keesokan harinya padi mulai dipanen.



 Kurang lebih satu minggu setelah dijemur, padi kemudian di sumpet (ditumpuk) di senthong dengan menggunakan alas daun pisang raja, daun pulutan dan daun kluwih. Pada saat inilah kemudian diadakan upacara ritual yang disebut dimong-mongi, dengan cara kenduri. Kelengkapan upacara terdiri atas tumpeng besar, godhongan (semacam urap atau gudangan), telur ayam rebus, dan pelas (kedelai dicampur parutan kelapa). Upacara ini dimaksudkan untuk ngemong-mongi mbok Sri. Baru setelah 40 hari ditumpuk padi tersebut dapat ditumbuk.

Upacara ritual juga dilaksanakan pada waktu akan menumpuk padi di dalam lumbung padi. Upacara yang berupa selamatan ini diwujudkan dalam bentuk kenduri yang dihadiri oleh warga dan dipimpin oleh sesepuh warga, dengan menggunakan pakaian adat tanpa keris. Setelah itu padi dimasukkan di dalam lumbung, disertai persembahan untuk Dewi Sri berupa ampo (tanah liat dikeringkan), prang atau kenyeh (tempat untuk kinang), pengilon (cermin), sisir dan suri, boreh (param kunyit), dan bedak yang dibuat dari tepung beras dan kencur. Upacara-upacara tersebut hanya merupakan beberapa contoh yang berlaku di beberapa kelompok masyarakat, yang sebenarnya masih banyak upacara lain yang berlaku untuk kelompok masyarakat yang lain.



Di Karawang, daerah produksi padi Jawa Barat, ritual agraris Sunda Nyalin masih dipertahankan. Sekarang diberi fungsi baru kreatif: festival budaya wisata agraria. Di sekitar Madiun ritual methik dilestarikan dengan dorongan Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota. Di Banyuwangi ritual pertanian dikemas dalam Festival Padi bahkan pernah dihadiri Menteri Pertanian. Di sekitar Baturiti, Bali, ada ritual pertanian Nangluk Merana untuk menangkal hama.




Saya sempat menyaksikan sebagian dari ritual Neduhin
di sekitar Kintamani, Bali, yang berfungsi keagamaan memohon keberhasilan pertanian (fungsi religiositas), menyatukan warga antar generasi (fungsi solidaritas sosial) untuk menjaga kebaikan dan keberhasilan proses-proses pertanian (fungsi kesejahteraan ekonomis). Ritual Neduhin merupakan upacara memulai aktivitas pertanian. Ritual  terdiri dari tiga tahap.  Tahap I (ritual persiapan Neduhin) terdiri dari tradisi Neratas dan ritual Ngusaba toya di Kayuan Desa. Tahap II (rangkaian ritual Neduhin) terdiri dari tradisi Mearak-arakan, prosesi Mendak tirtha oleh teruna, ritual Nuwur Ida Betara Kawitan, Nuwur Iratu ring Pura Panti, Nuwur Iratu Ida Betara Mulu Mideh, tradisi megibung oleh Krama Banjar. Tahap III (ritual setelah Neduhin) terdiri dari prosesi tradisi ngodog lidi oleh 6 orang daha. Sayang, belum sempat membuat catatan lengkap. Waktu kunjungan terbatas.

Pemerintah mendorong pelestarian ritual-ritual pertanian dalam rangka cagar budaya, di bawah Kemendikbud.



Para Saksi Iman 26 Januari

 



St Timoteus

St Timotius (wafat 97), seorang misionaris, murid dan teman kepercayaan Paulus. Dilahirkan di Listra di Asia Kecil, dia adalah putera seorang wanita Yahudi, Eunike, sedang ayahnya seorang Yunani (Kis 16:1; 2 Tim 1:15). Timoteus sangat dihormati oleh anggota jemaat Kristen dari komunitas Listra dan Ikonium. Ia diikutsertakan menemani rombongan kecil Paulus dalam perjalanan misi yang kedua (Kis 16:2-3). Sesudah itu ia tetap menjadi teman yang berguna bagi Paulus, yang menyebutnya sebagai “saudara kita” (2 Kor 1:1; 1 Tes 3:2; Flm 1). Timoteus juga menjadi teman yang ikut mengirimkan enam surat Paulus (1 Tes 1:1; 2 Kor 1:1; Flp 1:1; Flm 1; bdk 2 Tes 1:1; Kol 1:1).

               Timoteus menemani Paulus dalam perjalanan misinya yang kedua dan diutus ke Tesalonika untuk menyemangati jemaat Kristen di sana (1 Tes 3:2), dan kemudian bergabung lagi dengan Paulus di Korintus (Kis 18:5). Ia dikirim ke Makedonia bersama dengan Erastus (Kis 19:22) dan menyertai Paulus pulang dari perjalanan misinya yang ketiga (Kis 20:4). Selanjutnya Timoteus disebutkan ketika Paulus menulis (dari penjara) surat-surat kepada jemaat Kolose (Kol 1:1), kepada Filemon (Flm 1) dan kepada jemaat Filipi (Flp 1:1). Paulus memuji Timoteus dalam surat kepada jemaat Filipi (Flp 2:19-22). Paulus menggambarkan pribadi Timoteus sebagai orang penakut ( 1 Kor 16:10-11; 2 Tim 1:7). Namun Paulus menyukai dia dan sangat memuji Timoteus karena kesetiaannya (Flp 2:19). Di Efesus (1 Tim 1:3), Timoteus bertugas menghadapi para pengajar palsu dan membantu memimpin jemaat Kristen di kota itu. Kemudian, tampaknya Timoteus sendiri juga ikut dipenjarakan (Ibr 13:23) namun tidak ada keterangan khusus mengenai pelayanannya di kemudian hari selain dari tradisi yang menyatakan bahwa ia menjadi martir di Efesus ketika usianya sudah lanjut. St Timotius dilempari batu sampai mati tiga puluh tahun setelah kematian St Paulus karena mencela penyembahan dewi Diana.



St Titus

St Titus (wafat 96), seorang Kristen bukan Yahudi (Gal 2:3) yang menjadi salah seorang rekan sekerja Paulus (2 Kor 8:23). Sebelumnya, ia muncul bersama Paulus di Yerusalem pada waktu sunat masih dipersoalkan dengan sengit (Gal 2:1-5). Selanjusnya Titus diutus Paulus untuk menjadi wakilnya bagi jemaat di Korintus (2 Kor 2:13; 7:6.13-14; 8:6, 16, 23; 12:18). Ia sekali lagi diutus untuk mengawasi pengumpulan derma bagi jemaat Yerusalem (2 Kor 8:6) dan kepadanyalah dialamatkan Surat kepada Titus (Tit 1:4) dari St Paulus. Surat ini menyarankan agar Titus pergi ke Kreta bersama Paulus (Tit 1:4), karena ia ditugasi membina jemaat di sana, menjadi teladan dalam berbuat baik, jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaran (Tit 2:7), dan kemudian menuju Nikopolis (Tit 3:12). Selanjutnya Titus berada di Dalmatia tempat ia melakukan pelayanan pada waktu penulisan Surat Kedua untuk Timoteus (2 Tim 4:10). Menurut tradisi Titus kembali lagi ke Kreta dan menjadi uskup di sana (Eusebius, Hist. Eccl, 3.4.6)

====



St. José Gabriel del Rosario Brochero

Hari ini juga merupakan peringatan St. José Gabriel del Rosario Brochero (1840-1914), seorang imam dari Argentina yang menderita kusta sepanjang hidupnya. Dia dikenal karena pekerjaan pelayanannya yang luas untuk orang miskin dan orang sakit. Dia dikenal sebagai "pastor Gaucho" dan "pastor koboi". Paus Fransiskus mengkanonisasi Santo José Brochero pada tahun 2016.

 


Rabu, 25 Januari 2023

KONFERENSI INTERNASIONAL UNTUK KESEIMBANGAN DUNIA V



Pada hari Selasa, 24 Januari 2023 di Pusat Konvensi Havana, Cuba, diselenggarakan Konferensi Internasional untuk Keseimbangan Dunia V, hingga Sabtu depan dan merupakan penutupan program penghormatan untuk peringatan 170 tahun kelahiran José Martí, pada 28 Januari. Konferensi diikuti delegasi dari 80 negara. Diselenggarakan oleh Proyek Solidaritas Internasional José Martí, dengan dukungan dari Amerika Serikat, banyak lembaga Kuba dan platform lembaga global seperti Organisasi PBB untuk Ilmu Pengetahuan, Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO).

Konferensi berupaya mempromosikan ruang seluas-luasnya untuk debat tentang masalah yang dihadapi planet bumi, dengan pendekatan plural dan multidisiplin dalam mendapatkan solusi bersama dengan partisipasi lebih dari seribu intelektual, ilmuwan, politisi, dan serikat pekerja di dunia. Acara dalam konferensi meliputi forum pemuda bertema “Dengan semua dan untuk kebaikan semua”, kolokium sejarawan, kongres tatanan internasional baru, dan panel antar pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim. 

Konferensi Internasional untuk Keseimbangan Dunia telah berkembang menjadi ruang akademik penting di mana ratusan profesor, aktivis sosial dan intelektual pada umumnya, dari semua garis lintang planet ini, bertemu setiap tiga tahun untuk memikirkan masalah utama kontemporer. Pada kesempatan ini, pertemuan internasional ini akan menjadi puncak dari perjalanan peringatan besar yang diselenggarakan dari Januari 2022 hingga Januari 2023 dan didedikasikan untuk peringatan 170 tahun lahirnya José Martí, Rasul Kemerdekaan Kuba dan pemikir universal. Seperti edisi-edisi sebelumnya, forum ini juga merupakan kelanjutan dari World Conferences Dialogue of Civilizations dan perpanjangan dari  World Congress of Humanities yang diselenggarakan di Liege, Belgia, di bawah naungan UNESCO dan International Council for Philosophy and Human Sciences.

Konferensi akan mengembangkan agenda komprehensif yang meliputi:

• Pengalaman dari Pandemi COVID-19.

• Dialog peradaban dan keragaman budaya.

• Ekosistem dan ketahanannya.

• Peran dan tantangan gerakan sosial.

• Solidaritas di dunia kontemporer.

• Perjuangan mendesak untuk perdamaian dan perlucutan senjata nuklir.

• Masalah air dan segala aspeknya.

• Risiko dan harapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

• Berita palsu, etika, dan jejaring sosial.

• Tanggung jawab jurnalisme dalam situasi saat ini.

• Kebijakan budaya dan identitas nasional.

• Seni dan sastra, khususnya puisi, dalam pembentukan spiritualitas dan budaya tandingan.

• Multilateralisme, mekanisme yang sangat diperlukan untuk keseimbangan global.

• Analisis korelasi baru kekuatan global: meningkatnya aktor.

• Paradigma baru untuk integrasi regional di Asia, Afrika dan Amerika Latin dan Karibia.

• Pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.

• Kelaparan dan ketahanan pangan.

• Pendidikan dan hak asasi manusia di abad XXI.

• Perjuangan melawan segala bentuk diskriminasi.

• Kesetaraan gender dalam ekspresinya yang benar dan nyata.

• Serikat buruh dalam globalisasi neoliberal.

• Keragaman agama, ekumenisme dan spiritualitas.

• Masalah penyalahgunaan narkoba dan peredaran narkoba.

• Peran pemuda dan generasi baru: hari ini dan esok.

• Memerangi terorisme dalam segala bentuknya, termasuk terorisme Negara.

• Pembangunan demokrasi yang partisipatif dan efektif.

• Menghormati perjanjian internasional yang mendukung hidup berdampingan secara damai.

• Keadilan sebagai matahari dunia moral.

• Hak untuk menentukan nasib sendiri.

• Pentingnya menumbuhkan ingatan sejarah semua orang.

• Kontribusi pemikiran Amerika Latin,



Untuk kesempatan ini penyelenggara telah meminta amanat dari Paus Fransiskus, yang dipenuhi Paus dengan surat yang ditandatangani pada 20 Januari 2023:

Tahun ini Anda berkumpul dalam Konferensi ini untuk memperingati kelahiran José Martí, menghadirkan sosoknya sebagai stimulus untuk membangkitkan hati nurani di dunia yang terpanggil untuk menciptakan iklim dialog dan persaudaraan yang dapat mendorong perubahan signifikan di dunia, dalam kondisi sosial dan politik saat ini.

Keadaan dewasa ini, seperti yang saya katakan dalam pidato terakhir saya kepada korps diplomatik yang diterima Takhta Suci, menimbulkan kekhawatiran dan harus membangkitkan perhatian kita pada upaya perubahan tentunya. Untuk tujuan ini, saya menganggap penting agar pandangan kita tidak terlalu terfokus pada apa yang dapat kita masing-masing sarankan dengan niat terbaik, tetapi lebih tertuju pada kebutuhan mutlak untuk duduk dan mendengarkan orang lain. Sangat mendesak untuk membangun jembatan yang dapat membantu kita menemukan solusi yang bisa diterapkan bersama yang tidak mengecualikan siapa pun. Dan semua berangkat dari dialog dan dengan wawasan persaudaraan universal yang luas (bdk. Ensiklik Fratelli tutti, n. 142).

Saya tercengang saat membaca ulang beberapa kata José Martí di depan makam Félix Varela, yang  menjadi signifikan dalam konteks ini. Martí tentu mengagumi kecintaan Varela pada negerinya dan pada keberaniannya mencela apa yang dianggapnya tidak sesuai dengan kebaikan sosial - "Dia menyatakan tanpa rasa takut apa yang dilihatnya" -, tetapi pada saat yang sama dia menunjukkan kelembutannya, kebajikan penting dari seorang gubernur, yang harus mengedepankan dialog sosial dan politik: «Tanpa menjadi gila atau terburu-buru», menunjukkan «rasa hormat yang pantas» kepada lawan bicara kita, agar dapat mencapai solusi yang disepakati bersama (bdk. Ante la tumba del Padre Varela, di Patria, 6 Agustus 1892).

Oleh karena itu, penting untuk melihat masa lalu, agar tidak mengingkari akar kita, yang membuat kita belajar dari para tetua kita, dari iman yang menjiwai mereka, dari integritas hidup yang telah diikatkan oleh iman kepada mereka, dari dedikasi untuk sesama yang tidak lain adalah perintah Tuhan untuk mengasihi seperti Dia telah mengasihi kita (bdk. Yoh 13:34-35). Bertolak dari akar tersebut, Martí menegaskan bahwa sosok Pastor Varela mampu menyatukan kehendak untuk usaha bersama.

Kita bicara tentang memberi penghormatan kepada Pastor Varela dengan membangun sebuah monumen untuknya. Ini adalah sikap yang terpuji, tetapi di luar data historis, maka ada baiknya kita semua bertanya pada diri sendiri, apakah model ini benar-benar akan digunakan sebagai teladan nilai atau lebih tepatnya sebagai panji kepentingan.

Delegasi yang terkasih, dalam Pesan Hari Perdamaian Sedunia tahun ini, saya mengambil ide penting ini: selama pandemi, banyak pahlawan telah memberikan bukti iman, harapan, dan dedikasi murah hati yang lahir dari kasih Tuhan yang tertera pada setiap manusia ( lih. Kej 1, 26.27). Mereka meminta kami, seperti para bapak negara yang menyatukan Anda hari ini, untuk "mengembalikan kata 'bersama' di tengah forum. Sesungguhnya, bersama-sama, dalam persaudaraan dan solidaritas, kita dapat membangun perdamaian, menjamin keadilan, mengatasi peristiwa yang paling menyakitkan" (n. 3). Ini adalah kunci untuk memulihkan keseimbangan yang menjadii nama Konferensi ini, karena hanya dengan bersama-sama kita dapat menghadapi berbagai krisis moral, sosial, politik dan ekonomi yang kita alami, yang semuanya saling berhubungan (bdk. n. 5).

 Semoga harapan ini membantu Anda dalam pekerjaan yang Anda mulai demi kebaikan semua orang.

 Vatikan, 20 Januari 2023

 Fransiskus



Santo Fransiskus dari Sales Pelindung Wartawan

 


Dawn Beutner. https://www.catholicworldreport.com/2023/01/23/on-st-francis-de-sales-and-handling-the-news-like-a-saint/

Pada tanggal 24 Januari, Gereja Katolik merayakan Santo Fransiskus de Sales, uskup Jenewa yang terkenal dan santo pelindung pers Katolik. Tetapi mengapa seorang imam yang terkenal dengan nasihat spiritualnya dianggap pelindung mereka yang bekerja di bidang berita?

Keasyikan kita dengan "berita" baru dimulai pada 1960-an dengan televisi, atau mungkin dengan program berita radio beberapa dekade sebelumnya. Orang-orang selalu ingin tahu tentang peristiwa terkini dari dekat dan jauh, terutama tentang orang kaya, terkenal, dan tragis.

Misalnya, Tuhan kita menginterupsi khotbah-Nya pada suatu ketika (lihat Luk 12:54-13:10) untuk mengangkat berita yang tampaknya sudah diketahui umum. Ada delapan belas orang di kota Siloam mati ketika suatu menara runtuh menimpa mereka.1) Yesus bertanya kepada para pendengarnya apakah menurut mereka orang-orang yang telah mati kecelakaan adalah pendosa berat di kota Yerusalem? Sementara Yesus jelas berusaha mengalihkan perhatian orang kembali dari rasa ngeri mereka karena suatu berita kepada tema utama-Nya—perlunya pertobatan—insiden itu menunjukkan keterikatan kita pada berita, berita, dan lebih banyak lagi berita.

Seandainya tragedi itu terjadi di zaman sekalarang, kita dapat langsung membaca nama-nama korban yang mati, menonton video jatuhnya menara, dan mengisi dompet sumbangan yang dibuka sehubungan dengan itu. Ada asumsi, bahwa kematian delapan belas orang itu saja sudah cukup menjadi dasar kelayakan untuk menyampaikan berita itu pada kita.

Namun ada tiga orang kudus yang dirayakan dalam bulan Januari yang mengajar kita (termasuk saya sendiri) bagaimana mengendalikan kecenderungan tidak sehat dalam konsumsi berita.

Salah satu bahaya utama akses tanpa henti pada peristiwa baru-baru ini adalah fakta bahwa timbul  kecenderungan untuk cemas, khawatir dan takut. Ketika kita terus-menerus diberi asupan bencana dari seluruh dunia, seolah-olah semua peristiwa itu terjadi di depan pintu kita sendiri.

Emosi cemas, khawatir, takut bisa membantu, memotivasi kita untuk merespon ancaman dengan cepat. Tetapi mengonsumsi berita bencana secara terus-menerus — terutama tentang peristiwa yang tidak dapat kita kendalikan atau ubah — menyebabkan kegalauan rasa yang tidak sehat. Ada suatu penawar dari kehidupan Santa Genoveva (422-500).

Genoveva, yang dikenang Gereja setiap 3 Januari adalah seorang perawan dari Paris. Ia terkenal karena mujizat dan nubuat-nubuatnya, termasuk bangsa Hun akan menyerang Paris. Ketika nubuatnya jadi kenyataan dan Paris dikepung, ia mendorong warga terus berdoa memohon bantuan Tuhan agar kota tidak jatuh dan pengepungan berlangsung lama. Ketika kepungan lawan membuat penduduk hampir kelaparan, Genoveva rupanya satu-satunya orang yang tidak lumpuh karena ketakutan. Kendati berbahaya, dia mengatur dan diam-diam memimpin sekelompok relawan menyusup keluar kota, mendapatkan perbekalan, dan kembali dengan membawa makanan untuk penduduk. Kepemimpinan, kebijaksanaan, dan keberaniannya menyelamatkan kota Paris. Lebih tepatnya, imannya yang mendalam pada Tuhan lebih kuat daripada rasa takut dan memampukan dirinya menjadi sarana Tuhan menyelamatkan kota.

Gambaran situasi pada berita harian juga menghasilkan efek samping yang lainnya: kemarahan. Pembuat berita memanfaatkan fakta bahwa adalah mudah dan menyenangkan membangkitkan rasa marah kepada orang yang telah menyakiti dan merugikan sesama, dan media menyalurkan kemarahan itu untuk keuntungan finansial.

Santo Wulfstan (c. 1008-1095), yang diperingati pada 20  Januari, adalah seorang imam, pengkhotbah, pertapa, dan uskup Worchester, Inggris. Ketika William Sang Penakluk dan pasukan Normandia menyerbu dan menaklukkan Inggris pada tahun 1066, Wulfstan sudah menjadi uskup. Meskipun Raja William mengganti sebagian besar uskup Saxon dengan uskup dari Normandia segera setelah itu, dia mengizinkan Wulfstan, entah apa alasannya, untuk tetap menjadi uskup.

Inggris Anglo-Saxon tidak  senang atas perubahan pemerintahan ini. Ketika mereka mengeluh kepada Wulfstan tentang penindasan berkelanjutan yang mereka alami dari orang Normandia, Wulfstan tidak membalas dengan kemarahan, meskipun itu bisa dibenarkan. Sebaliknya, dia berulang kali mengingatkan orang-orang bahwa, “Ini adalah salib Tuhan atas dosa-dosa kita, yang harus kita tanggung dengan sabar.”2)

Saat berbagai peristiwa ketidakadilan membanjiri kita melalui berita-berita, mungkin wajar bagi kita untuk merasa marah atas ketidakadilan tersebut. Tetapi jika Allah sendiri lambat untuk marah,3) dan jika, seperti yang ditulis oleh Santo Yakobus, “kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah,”4) bagaimana bisa benar atau bermanfaat untuk terus-menerus menyulut kemarahan? Seperti Santo Wulfstan, kita harus berusaha rendah hati untuk menyadari bahwa kita juga telah melakukan dosa, yang kadang mengakibatkan konsekuensi yang tidak diinginkan di luar kendali kita. Dalam jangka panjang, kita akan lebih bahagia dan lebih suci jika kita dapat berharap, seperti yang dikatakan Tuhan pada Jumat Agung, bahwa mereka yang melakukan dosa serius benar-benar tidak tahu akan apa yang mereka perbuat.5)

When Francis traveled to the Chablais region (areas in modern France and Switzerland) in 1594, he was a young, well-educated priest from a noble family. He had accepted this assignment from his bishop despite his father’s vehement warnings. Francis’ father was right about the danger; Francis narrowly survived assassination attempts and attacks by wolves during his time in the Chablais.

Santo Fransiskus dari Sales (1567-1622) bukan seorang reporter. Tapi dia pelindung jurnalis karena caranya menangani aspek lain yang terdapat dalam berita kontemporer: kebohongan.

Ketika menjelajah ke wilayah Chablais (daerah di Prancis modern dan Swiss) pada tahun 1594, Fransiskus dari Sales adalah seorang imam muda yang terpelajar dari keluarga bangsawan. Dia bersedia menerima penugasan ini dari uskupnya kendati peringatan keras ayahnya. Ayah Fransiskus benar tentang bahaya yang dikatakannya; Fransiskus mengalami upaya pembunuhan dan serangan serigala selama berada di Chablais namun selamat.

Chablais adalah wilayah Protestan garis keras. Ajaran Katolik diejek dan difitnah, dan umat Katolik diancam dengan kekerasan dan kalah jumlah. Fransiskus menanggapi tantangan ajaran Protestan dengan berkhotbah dan melakukan perjalanan ke seluruh kawasan, kadang-kadang harus tidur di ladang daripada membahayakan umat Katolik yang memberi dia tumpangan. Dia juga menulis pamflet yang dengan hati-hati menjelaskan ajaran Katolik dan menyangkal gambaran iman katolik yang salah kaprah.

Dalam waktu singkat, banyak orang di Chablais telah kembali kepada iman Katolik atau pindah agama menjadi katolik. Bagaimana Fransiskus membuat begitu banyak orang bertobat? Kebajikan pribadinya, termasuk kelembutan, kecerdasan, dan kedermawanannya, tentu membantu. Tapi, yang terpenting, Fransiskus efektif karena dia berpegang teguh pada kebenaran. Alih-alih menggunakan serangan langsung pada nama-nama tertentu (ad hominem), ganti menjelekkan iman lawan, kompromis dalam menyikapi kebenaran, atau sekadar mengejek lawan-lawannya, dia bekerja keras untuk menjelaskan kebenaran iman Katolik dengan cara yang persuasif dan jujur.

Membaca berita tidak perlu membuat kita mulas karena cemas/takut, geram dan murka oleh amarah, atau mencerca mereka yang tidak sependapat dengan kita. Kita tidak boleh sepenuhnya mengabaikan berita, meskipun sebagian besar dari kita mungkin akan mendapat manfaat dari usaha mengurangi asupan berita dengan hanya menerima berita dari sumber berita andalan kita.

Jika kita sadari suatu prediksi mengerikan akan menyebabkan kita merasa cemas/takut, bahwa kata-kata kontroversial terbaru dari seorang tokoh masyarakat menimbulkan lebih banyak kekesalan, atau bahwa acara berita favorit kita menghabiskan lebih banyak waktu untuk mencemooh orang lain daripada menjelaskan beritanya, kita dapat memilih untuk berhenti. Kita dapat mengenali rasa cemas/takut kita, dan dengan doa yang sungguh-sungguh menyerahkan situasi yang sulit itu ke tangan Tuhan. Kita bisa melepaskan diri dari amarah, dan meminta rahmat Tuhan untuk mengasihi mereka yang tidak kita setujui. Kita selalu dapat melakukan sesuatu yang lebih baik, bersikap rasional dan jujur, bahkan terhadap mereka yang tidak masuk akal dan tidak jujur.

Itulah yang dilakukan orang-orang kudus, karena bagaimanapun juga, itulah yang dilakukan oleh Tuhan kita.

 

Catatan akhir:

1) Karena konteksnya, mungkin ke-18 orang itu memang bersalah melakukan pelanggaran pidana sepeti orang-orang Gagilea yang dihukum mati  Pontius Pilatus (Luk 13:1).

2) Herbert J. Thurston, S.J., dan Donald Attwater, Butler’s Lives of the Saints, Complete Edition, Volume I (Notre Dame: Christian Classics, 1956), 122.

3) Ada sepuluhan ayat dalam Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa Allah “lamban untuk marah”. Misalnya Kel. 34:6, Mzm. 86:15, dan Ams. 19:11.

4) Yak. 1:20

5) Luk 23:34.

DIASPORA

 



Diaspora bahasa Yunani, diterjemahkan dalam kata bahasa Inggris dispersion (tersebar). Nama itu digunakan untuk semua komunitas-komunitas Yahudi yang tinggal di luar Palestina. (Bahasa Indonesia mengenal istilah padanan: “dalam perantauan”). Diaspora berawal dari akibat deportasi (pembuangan) yang dilakukan Asyur (abad kedelapan SM) dan kemudian Babilon (abad keenam SM). Setelah ditaklukkannya Galilea dan Samaria oleh Asyur kurang lebih pada tahun 732 dan 722 SM, sisa-sisa bangsa Israel dipindahkan keluar dari Palestina. Deportasi (pembuangan) yang kedua terjadi di bawah Babilonia setelah Nebukadnezar menguasai Yerusalem pada tahun 586 SM. Orang-orang Israel yang dideportasi dari Samaria tidak pernah pulang secara besar-besaran, tetapi orang Yahudi yang berasal dari Babilonia pulang bersama-sama, dan mereka kemudian menjadi inti bagi pemugaran Bait Allah dan tradisi keagamaan Yahudi di Yudea setelah repatriasi diizinkan di bawah pemerintahan raja Persia Koresy Agung.



      Pemukiman Yahudi didirikan tersebar di mana-mana pada abad keenam SM, terutama di Mesir. Lari dari amukan Nebukadnezar, suatu kelompok besar pengungsi dari Yehuda memasuki Mesir, sambil membawa serta nabi Yeremia dengan mereka (Yer 43:5-7). Dinasti Ptolemeus yang memerintah Mesir dari abad keempat hingga abad pertama SM menerima imigrasi itu dengan baik. Sungguh, penduduk Yahudi di Mesir – terutama di Aleksandria, di mana seperempat bagian dari kota itu seluruhnya adalah Yahudi – menjadi komunitas Yahudi yang paling kaya dan berpengaruh di luar Palestina, sambil terus menjalin hubungan erat dengan Yerusalem. Komunitas-komunitas Yahudi lainnya muncul di seluruh dunia yang berbudaya Yunani (Helenis) dan kemudian dunia Kekaisaran Roma, termasuk di Antiokhia, kemudian menyeberang ke pulau-pulau Laut Tengah, lalu memasuki Italia dan Roma. Ada sinagoga-sinagoga di kebanyakan kota-kota besar dunia Romawi, dan orang-orang Yahudi dari kekaisaran dan di luarnya melakukan peziarahan ke Yerusalem (Kis 2:9-10).

      Bangsa Yahudi Diaspora  pada umumnya makmur, pekerja keras, dan suka damai, dan negara-negara Helenis dan terutama pemerintahan kekaisaran Roma memberikan simpati besar pada mereka. Mereka adalah pedagang-pedagang dan pebisnis yang terhormat, dan mereka menikmati toleransi keagamaan, kebebasan, serta hak-hak politik terbatas; banyak di antara mereka, misalnya Paulus, adalah warga negara Roma dan mendapat hak-hak istimewa. Selain itu, bangsa Yahudi dibebaskan dari wajib militer karena alasan-alasan keagamaan dan juga diizinkan membayar pajak Bait Allah di Yerusalem. Setiap komunitas Diaspora mempunyai sinagoga sendiri, dan ketika mulai mewartakan Injil, para rasul membuat sinagoga-sinagoga ini menjadi forum pertama bagi misi penyebaran Kabar Gembira.

Lihat juga: Pertobatan Paulus



      Sekalipun sudah lama diterima sebagai pemeran-serta yang produktif dalam kehidupan ekonomi dan budaya pada masa itu, orang-orang Yahudi Diaspora tetap menghadapi sikap yang tidak bersahabat. Huru-hara sering terjadi di Aleksandria, terdorong oleh kecemburuan bangsa-bangsa lain yang tidak suka pada kemakmuran orang-orang Yahudi Aleksandria. Keberhasilan mereka, bersama dengan sikap eksklusif masyarakat Yahudi, memicu sikap bermusuh di beberapa tempat lain, seperti yang kita baca dalam tulisan-tulisan Cicero, Seneca, dan Tacitus. Penganiayaan formal di Aleksandria dilancarkan oleh Kaisar Gayus Caligula, yang juga meminta agar gambarnya dipasang di Bait Allah. Huru-hara yang lebih besar berhasil dicegah dengan kematian Caligula pada tahun 41 M karena dibunuh. Pada tahun 49 orang Yahudi diusir keluar kota Roma oleh Kaisar Claudius sebagai bagian dari tentangannya yang lebih luas terhadap agama-agama  asing (Kis 18:2). Tetapi mereka segera kembali lagi bersama dengan sebagian besar penganut agama-agama lain yang dicoba direnggut akarnya oleh Claudius.

      Perang Yahudi (tahun 66-70 dan 132-135) membuat orang Yahudi Diaspora lebih dicurigai di mata para pejabat Roma. Sesudah Yerusalem dihancurkan pada tahun 70 M, tinggal orang-orang Yahudi Diaspora-lah yang melanjutkan terus tradisi Yahudi, dan akhirnya membangun ulang agama Yahudi sedemikian, sehingga pelajaran Hukum Taurat menggantikan ibadat di Bait Allah, sebagai pusat agama Yahudi yang bercorak rabinik.


PERTOBATAN ST PAULUS

 

Pesta peringatan Hari Bertobatnya Santo Paulus Rasul bagi beberapa anggota Ikafite sangat penting, karena di sekitar perayaan ini sebagian dari mereka menerima anugerah sakramen tahbisan suci. Kepada para romo yang ditahbiskan berkenaan dengan Pesta Pertobatan St Paulus bulan Januari disampaikan Selamat Bahagia Peringatan Tahbisa Imamat. Untuk semarak pesta rohani, saya sajikan santapan rohani berikut.

 


PERTOBATAN ST PAULUS

Paus Benediktus XVI , audiensi umum, Rabu, 3/9/2008

 

Katekese hari ini didedikasikan untuk pengalaman Paulus dalam perjalanannya ke Damaskus, dan oleh karena itu pada apa yang umumnya dikenal sebagai hari pertobatannya. Tepatnya di jalan menuju Damaskus, di awal tahun 30-an di abad pertama dan setelah periode di mana dia menganiaya Gereja, saat yang menentukan dalam kehidupan Paulus terjadi. Banyak yang telah ditulis tentangnya dan tentu saja dari berbagai sudut pandang. Sudah pasti dia mencapai titik balik di sana, benar-benar pembalikan perspektif. Maka ia mulai, secara tak terduga, untuk menganggap sebagai "kehilangan" dan "menolak" semua yang sebelumnya merupakan cita-cita terbesarnya, seolah-olah itu adalah alasan hidupnya (bdk. Flp 3: 7-8). Apa yang sudah terjadi?

Dalam hal ini kita memiliki dua sumber. Yang pertama, yang paling dikenal, terdiri dari catatan-catatan yang kita terima dari pena Lukas, yang menceritakan peristiwa itu setidaknya tiga kali dalam Kisah Para Rasul (bdk. 9:1-19; 22:3-21; 26: 4-23). Rata-rata pembaca mungkin tergoda untuk berlama-lama pada detail tertentu, seperti cahaya di langit, jatuh ke tanah, suara yang memanggilnya, kondisi baru kebutaannya, penyembuhannya seperti sisik yang jatuh dari matanya dan puasa yang dia lakukan. Tetapi semua detail ini mengacu pada inti peristiwa: Kristus yang Bangkit muncul sebagai cahaya yang cemerlang dan berbicara kepada Saulus, mengubah pemikirannya dan seluruh hidupnya. Cahaya menyilaukan dari Kristus Yang Bangkit membutakannya; jadi apa yang adalah realitas batin juga terlihat secara lahiriah, kebutaannya terhadap kebenaran, berhadapan dengan cahaya besar Sang  Terang yaitu Kristus. Dan kemudian "ya" definitifnya kepada Kristus dalam pembaptisan memulihkan penglihatannya dan membuatnya benar-benar melihat.

Dalam Gereja kuno Baptisan juga disebut "iluminasi", karena Sakramen ini memberi terang; itu benar-benar membuat orang melihat. Di dalam Paulus apa yang ditunjukkan secara teologis juga terjadi secara fisik: disembuhkan dari kebutaan batinnya, dia melihat dengan jelas. Jadi Santo Paulus tidak diubah oleh suatu pemikiran tetapi oleh suatu peristiwa, oleh kehadiran yang tak tertahankan dari Dia Yang Bangkit yang kemudian membuat Paulus tidak akan pernah bisa meragukannya, bukti yang begitu kuat dari peristiwa itu, dari perjumpaan ini. Peristiwa itulah secara radikal mengubah kehidupan Paulus secara mendasar; dalam pengertian ini seseorang dapat dan harus berbicara tentang pertobatan. Perjumpaan ini adalah pusat catatan St Lukas, yang mungkin sekali berasal dari catatan dari komunitas Damaskus. Hal ini ditunjukkan oleh warna lokal, melalui kehadiran Ananias dan nama jalan serta pemilik rumah tempat Paulus tinggal (Kis. 9:11).

Sumber kedua dari pertobatan ini terdiri dari Surat-surat St Paulus sendiri. Dia tidak pernah berbicara tentang peristiwa ini secara rinci, saya pikir mungkin karena dia menganggap setiap orang sudah tahu inti ceritanya: semua orang tahu bahwa dari seorang penganiaya jemaat kristiani dia telah diubah menjadi seorang rasul Kristus yang giat bersemangat. Dan ini tidak terjadi karena  perenungan pribadinya sendiri, tetapi setelah peristiwa yang dahsyat, perjumpaan dengan Tuhan Yang Bangkit. Kendati tanpa berbicara secara rinci, St Paulus berbicara dalam berbagai kesempatan tentang peristiwa terpenting ini, bahwa, dengan kata lain dia juga dijadikan saksi Kebangkitan Yesus, menerima wahyu langsung dari Yesus, bersama dengan misi kerasulannya. Teks paling jelas ditemukan dalam narasinya tentang apa yang merupakan pusat sejarah keselamatan: kematian dan Kebangkitan Yesus dan penampakannya kepada para saksi (bdk. 1 Kor 15). Dalam kata-kata tradisi kuno, yang juga dia terima dari Gereja Yerusalem, dia mengatakan bahwa Yesus mati di kayu Salib, dikuburkan dan setelah Kebangkitan menampakkan diri, pertama-tama bangkit kepada Kefas, yaitu Petrus, lalu kepada Dua Belas muridNya, lalu kepada lebih dari 500 saudara, yang sebagian besar masih hidup pada zaman Paulus, kemudian Yakobus dan kemudian semua Rasul. Dan untuk catatan yang diturunkan oleh tradisi ini dia menambahkan, "Dan yang paling akhir dari semuanya ... dia juga menampakkan diri kepadaku" (1 Kor 15: 8). Dengan demikian ia menjelaskan dasar kerasulan dan hidup barunya. Ada juga teks lain di mana hal yang sama muncul: "Yesus Kristus, Tuhan kita, dengan  perantaraanNya kami telah menerima kasih karunia dan jabatan rasul" (bdk. Rm 1: 4-5); dan selanjutnya: "Bukankah aku rasul?...Bukankah aku telah melihat Yesus, Tuhan kita?" (1 Kor 9: 1), kata-kata yang dia maksudkan untuk mengingatkan pada sesuatu yang diketahui semua orang. Dan terakhir, teks yang paling terkenal dibaca di Galatia: “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak dari kandungan ibuku dan telah memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan AnakNya di dalam aku, agar aku dapat memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaatpun aku tidak pertimbangan kepada manusia, juga aku tidak pergi ke Yerusalem kepada mereka yang menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab, dan dari situ kembali lagi ke Damaskus" (1: 15-17) . Dalam "apologi" ini St Paulus dengan tegas menekankan bahwa dia adalah saksi sejati dari Tuhan Yang Bangkit, bahwa dia telah menerima misinya sendiri langsung dari Dia.

Dari kedua sumber itu, Kisah Para Rasul dan Surat-surat St Paulus, kita temukan dan sepakat akan  hal yang mendasar: Tuhan yang Bangkit berbicara kepada Paulus, memberi amanat kerasulan dan menjadikannya seorang Rasul sejati, seorang saksi Kebangkitan, dengan tugas khusus mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain, ke dunia Yunani-Romawi. Dan pada saat yang sama, Paulus belajar bahwa terlepas dari hubungannya yang tiba-tiba dengan Tuhan Yang Bangkit, dia dibawa masuk ke dalam persekutuan dengan Gereja, dia sendiri harus dibaptis, dia harus hidup selaras dengan para Rasul lainnya. Hanya dalam persekutuan seperti itu dengan semua orang beriman dia bisa menjadi rasul sejati, seperti yang dia tulis secara eksplisit dalam Surat Pertama kepada Jemaat di Korintus: "Baik aku maupun mereka, demikianlah kami mengajar dan demikianlah kamu menjadi percaya" (15:11). Hanya ada satu pewartaan tentang Tuhan yang Bangkit, karena Kristus hanya satu.

Seperti dapat dilihat, dalam semua perikop ini Paulus tidak pernah sekali pun menginterpretasikan momen ini sebagai peristiwa pertobatan. Mengapa? Ada banyak hipotesis, tapi bagi saya alasannya sangat jelas. Titik balik dalam hidupnya, transformasi seluruh dirinya ini bukanlah buah dari proses psikologis, dari pematangan atau perkembangan intelektual dan moral. Melainkan datang dari luar:  bukan buah dari pemikirannya tetapi dari perjumpaannya dengan Yesus Kristus. Dalam pengertian ini bukan hanya pertobatan, perkembangan dari "egonya", melainkan suatu kematian dan kebangkitan rohani bagi Paulus sendiri. Di satu pihak keadaan mati bagi Saulus lama dan yang lain, lahir baru dengan Kristus yang Bangkit. Tidak ada cara lain untuk menjelaskan transformasi diri Paulus ini. Tidak ada analisis psikologis yang dapat mengklarifikasi atau menyelesaikan masalah. Peristiwa ini saja, perjumpaan yang penuh kuasa dengan Kristus ini, adalah kunci untuk memahami apa yang telah terjadi: kematian dan kebangkitan, pembaharuan dari Dia yang telah menunjukkan diriNya dan telah berbicara kepadanya. Dalam pengertian yang lebih dalam ini kita dapat dan kita harus berbicara tentang pertobatan. Pertemuan ini adalah pembaruan nyata yang mengubah semua parameternya. Sekarang Paulus dapat mengatakan bahwa apa yang penting dan mendasar baginya dulu telah menjadi "sampah" baginya; bukan lagi "keuntungan" tetapi kerugian, karena sejak saat itu satu-satunya yang diperhitungkan baginya adalah hidup di dalam Kristus. (“Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan  Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp 3: 7-8)).

Namun demikian, kita tidak boleh berpikir bahwa Paulus diubah dengan cara demikian dalam peristiwa ia menjadi buta. Sebaliknya karena Kristus Yang Bangkit adalah terang kebenaran, terang Allah sendiri. Ini memperluas hatinya dan membuatnya terbuka untuk semua. Dia tidak kehilangan semua yang baik dan benar dalam hidupnya, yang menjadi warisannya, tetapi dia memahami kebijaksanaan, kebenaran, kedalaman hukum dan para nabi dengan cara baru, dan dengan cara baru menjadikan semua itu miliknya. Pada saat yang sama, peristiwa itu juga menjadi dasar keterbukaannya pada kebijaksanaan bangsa lain. Menjadi terbuka kepada Kristus dengan segenap hatinya, telah memampukan dia berdialog dengan semua orang, dia mampu menjadikan dirinya segalanya bagi semua orang. Dengan demikian Paulus menjadi Rasul sejati bagi orang bukan Yahudi.

Sekarang, mari kita bertanya pada diri kita sendiri, apa artinya ini semua bagi kita. Artinya bagi kita adalah bahwa Kekristenan bukan filsafat baru atau moralitas baru. Kita hanya menjadi orang Kristen karena kita berjumpa dengan Kristus. Tentu saja, Tuhan tidak menampakkan diri kepada kita dengan cara yang luar biasa dan cahaya menyilaukan, seperti yang Dia lakukan kepada Paulus untuk menjadikannya Rasul bagi semua orang. Tetapi kita juga dapat menjumpai Kristus dalam membaca Kitab Suci, dalam doa, dalam kehidupan liturgi Gereja. Kita dapat menyentuh Hati Kristus dan merasakan Dia menyentuh hati kita. Hanya dalam hubungan pribadi dengan Kristus ini, hanya dalam perjumpaan dengan TUhan Yang Bangkit inilah kita benar-benar menjadi orang Kristen. Dan dengan cara ini akal budi kita terbuka pada semua hikmat Kristus, terbuka pada semua perbendaharaan kebenaran.

Oleh karena itu marilah kita berdoa kepada Tuhan agar menerangi kita, agar memberi kita perjumpaan dengan kehadiranNya di dunia kita, dan dengan demikian memberi kita iman yang hidup, hati yang terbuka dan cinta yang besar untuk semua, yang mampu memperbarui dunia.