Daftar Blog Saya

Rabu, 30 November 2022

HAK DAN KEWAJIBAN UMAT BERIMAN MENURUT HUKUM KANON

 



KHK Umat Allah - Kaum Beriman Kristiani Kan 204 Kan 223

BUKU II  UMAT ALLAH

BAGIAN I

KAUM BERIMAN KRISTIANI

Kan. 204 - § 1. Kaum beriman kristiani ialah mereka yang, karena melalui baptis diinkorporasi pada Kristus, dibentuk menjadi umat Allah dan karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus, dan sesuai dengan kedudukan masing-masing, dipanggil untuk menjalankan perutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia. § 2. Gereja ini, yang di dunia ini dibentuk dan ditata sebagai masyarakat, ada dalam Gereja katolik yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya.

Kan. 205 - Yang secara penuh ada dalam persekutuan Gereja katolik di dunia ini ialah orang-orang terbaptis yang dalam tatanannya yang kelihatan dihubungkan dengan Kristus, yakni dengan ikatan-ikatan pengakuan iman, sakramen-sakramen dan kepemimpinan gerejawi.

Kan. 206 - § 1. Berdasarkan alasan khusus, juga dikaitkan dengan Gereja para katekumen, yang, atas dorongan Roh Kudus, memohon dengan kehendak jelas untuk diinkorporasi dalam Gereja; dan karenanya dengan kerinduan itu sendiri, seperti juga dengan kehidupan iman, harapan dan kasih yang dijalankannya, digabungkan dengan Gereja yang menyayangi mereka sudah sebagai anak-anaknya sendiri. § 2. Para katekumen mendapat perhatian khusus dari Gereja; seraya mengundang mereka untuk menghayati hidup injili dan mengantar mereka merayakan liturgi suci, Gereja sudah melimpahkan kepada mereka pelbagai hak istimewa (praerogativa), yang khas bagi orang-orang kristiani.

Kan. 207 - § 1. Oleh penetapan ilahi, di antara kaum beriman kristiani dalam Gereja ada pelayan-pelayan suci, yang dalam hukum juga disebut para klerikus; sedangkan lain-lainnya juga disebut awam. § 2. Dari kedua pihak ini ada kaum beriman kristiani yang dengan mengikrarkan nasihat-nasihat injili dengan kaul-kaul atau ikatan suci lain yang diakui dan dikukuhkan Gereja, dengan caranya yang istimewa dibaktikan kepada Allah dan bermanfaat bagi perutusan keselamatan Gereja; status mereka, meskipun tidak menyangkut susunan hirarkis Gereja, adalah bagian dari kehidupan dan kekudusannya.



JUDUL I

KEWAJIBAN DAN HAK SEMUA ORANG BERIMAN KRISTIANI

Kan. 208 - Di antara semua orang beriman kristiani, yakni berkat kelahiran kembali mereka dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan itu mereka semua sesuai dengan kedudukan khas dan tugas masing-masing, bekerjasama membangun Tubuh Kristus.

Kan. 209 - § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk selalu memelihara persekutuan dengan Gereja, juga dengan cara bertindak masing-masing. § 2. Hendaknya mereka dengan penuh ketelitian menjalankan kewajiban-kewajiban yang mengikat mereka, baik terhadap Gereja universal maupun partikular, di mana mereka menurut ketentuan hukum menjadi anggota.

Kan. 210 - Semua orang beriman kristiani, sesuai dengan kedudukan khasnya, harus mengerahkan tenaganya untuk menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembangan Gereja serta pengudusannya yang berkesinambungan.

Kan. 211 - Semua orang beriman kristiani mempunyai kewajiban dan hak mengusahakan agar warta ilahi keselamatan semakin menjangkau semua orang dari segala zaman dan di seluruh dunia.

Kan. 212 - § 1. Yang dinyatakan oleh para Gembala suci yang mewakili Kristus sebagai guru iman, atau yang mereka tetapkan sebagai pemimpin Gereja, harus diikuti dengan ketaatan kristiani oleh kaum beriman kristiani dengan kesadaran akan tanggungjawab masing-masing.

§ 2. Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk menyampaikan kepada para Gembala Gereja keperluan-keperluan mereka, terutama yang rohani, dan juga harapan-harapan mereka.

§ 3. Sesuai dengan pengetahuan, kompetensi dan keunggulannya [kedudukannya], mereka mempunyai hak, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyampaikan kepada para Gembala suci [rohani] pendapat mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja dan untuk memberitahukannya kepada kaum beriman kristiani lainnya, tanpa mengurangi keutuhan iman dan moral serta sikap hormat terhadap para Gembala, dan dengan memperhatikan manfaat umum serta martabat pribadi orang.

Kan. 213 - Adalah hak kaum beriman kristiani untuk menerima dari para Gembala suci bantuan yang berasal dari harta rohani Gereja, terutama dari sabda Allah dan sakramen-sakramen.

Kan. 214 - Adalah hak kaum beriman kristiani untuk menunaikan ibadat kepada Allah menurut ketentuan-ketentuan ritus masing-masing yang telah disetujui oleh para Gembala Gereja yang legitim, dan untuk mengikuti bentuk khas hidup rohani, yang selaras dengan ajaran Gereja.

Kan. 215 - Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk dengan bebas mendirikan dan juga memimpin perserikatan-perserikatan dengan tujuan amal-kasih atau kesalehan, atau untuk mengembangkan panggilan kristiani di dunia, dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna mencapai tujuan-tujuan itu bersama-sama.

Kan. 216 - Kaum beriman kristiani seluruhnya, karena mengambil bagian dalam perutusan Gereja, mempunyai hak untuk memajukan atau mendukung karya kerasulan, juga dengan inisiatif sendiri, menurut status dan kedudukan masing-masing; tetapi tiada satu usaha pun boleh memakai nama katolik tanpa persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang.

Kan. 217 - Kaum beriman kristiani, yang karena baptis dipanggil untuk menjalani hidup yang selaras dengan ajaran injili, mempunyai hak atas pendidikan kristiani, agar dengan itu dibina sewajarnya untuk mencapai kedewasaan pribadi manusiawi dan sekaligus untuk mengenal dan menghayati misteri keselamatan.

Kan. 218 - Mereka yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu suci mempunyai kebebasan sewajarnya untuk mengadakan penelitian dan juga untuk mengutarakan pendapatnya secara arif dalam bidang keahliannya, tetapi dengan mengindahkan sikap-menurut (obsequium) yang harus mereka tunjukkan kepada Magisterium Gereja.

Kan. 219 - Semua orang beriman kristiani mempunyai hak atas kebebasan dari segala paksaan dalam memilih status kehidupan.

Kan. 220 - Tak seorang pun boleh mencemarkan secara tidak legitim nama baik yang dimiliki seseorang, atau melanggar hak siapa pun untuk melindungi privacynya.

Kan. 221 - § 1. Kaum beriman kristiani berwenang untuk secara legitim menuntut dan membela hak yang dimilikinya dalam Gereja di forum gerejawi yang berwenang menurut norma hukum.

§ 2. Adalah juga hak kaum beriman kristiani, apabila dipanggil ke pengadilan oleh otoritas yang berwenang, untuk diadili sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang harus diterapkan secara wajar.

§ 3. Adalah hak kaum beriman kristiani untuk tidak dijatuhi hukuman kanonik kecuali menurut norma undang-undang.

Kan. 222 - § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan. § 2. Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri.

Kan. 223 - § 1. Dalam melaksanakan hak-haknya kaum beriman kristiani, baik secara perseorangan maupun tergabung dalam perserikatan, harus memperhatikan kesejahteraan umum Gereja dan hak-hak orang lain serta kewajiban-kewajibannya sendiri terhadap orang lain. § 2. Demi kesejahteraan umum otoritas gerejawi berwenang mengatur pelaksanaan hak-hak yang dimiliki kaum beriman kristiani.

 


POKOK-POKOK KATEKESE IMAN KITA 3 MANUSIA JALAN PENGETAHUAN

 Bambang Kussriyanto




Mengenangkan dinamika sikap manusia dalam hubungan dengan Allah, di dalam ensiklik Fides et Ratio (Iman dan Akal Budi, 1998)  Paus Yohanes Paulus II menulis: “Baik di Timur maupun Barat kita dapat menemukan jejak perjalanan manusia selama berabad-abad untuk menemukan dan merangkul kebenaran yang semakin dalam. Perjalanan ini memaparkan dalam cakrawala kesadaran diri, bahwa semakin manusia mengenal realitas dan dunia, semakin mereka mengenal diri sendiri dalam keunikannya, persoalan makna segala sesuatu dan keberadaan dirinya semakin dirasakan mendesak pula. Tinjauan sekilas atas sejarah kuno dengan jelas menunjukkan betapa di berbagai bagian dunia yang berbeda dengan budaya mereka, muncul pertanyaan-pertanyaan dasar yang sama: Siapa aku? Dari mana asalku dan ke mana aku pergi? Mengapa ada kejahatan? Ada apa sesudah hidup ini berakhir? Semua pertanyaan ini kita dapatkan pada tulisan-tulisan suci, dalam puisi dan drama tragedi, juga dalam tulisan-tulisan filsafat. Pertanyaan-pertanyaan itu timbul dari sumber yang sama yang mencari makna dan bergolak di hati manusia. Sesungguhnya jawaban atas pertanyaan itu menentukan ke mana arah tujuan hidup orang....” (FeR, 1-2)

            Tetap tersedia jalan-jalan untuk mengenal Allah. “Karena manusia diciptakan menurut citra Allah dan dipanggil untuk mengenal dan mencintai Allah, ia menemukan ‘jalan-jalan’ tertentu dalam pencariannya agar mencapai pengenalan akan Allah” (KGK 31).

            Yohanes Paulus II selanjutnya menyatakan: “Terdorong oleh hasrat menemukan kebenaran terdalam mengenai keberadaannya, manusia berusaha menemukan unsur-unsur pengetahuan universal yang memampukan mereka memahami diri sendiri dengan lebih baik dan memajukan perwujudan dirinya. Unsur-unsur dasar ini berasal dari rasa pesona yang timbul dalam diri mereka ketika merenungkan alam semesta: manusia mendapatkan diri sebagai bagian dari dunia, dalam suatu tata hubungan dengan orang-orang lain sesama mereka, berbagi situasi yang sama. Dari situlah kemudian dimulai perjalanan yang mengantar mereka kepada penemuan-penemuan ambang-batas baru pengetahuan.

            ....kemampuan berpikir yang khas pada akal-budi manusia menghasilkan cara berpikir yang hebat, dan pada gilirannya, melalui kesimpulan-kesimpulan yang logis dan kesatuan organik dari isinya, dihasilkanlah pengetahuan yang sistematik. Di dalam konteks budaya dan zaman yang berbeda, proses ini membuahkan berbagai sistem pemikiran yang asli” (FeR 4).

            Dalam pandangan Paus Yohanes Paulus II, berbagai sistem pemikiran memajukan berbagai bidang pengetahuan dan memacu perkembangan kebudayaan. Antropologi, logika, sains, sejarah, ilmu bahasa dan sebagainya. “Namun seharusnya hasil-hasil positif yang dicapai tidak mengaburkan fakta bahwa akal-budi, dalam tujuan sepihaknya untuk mencari jati diri manusia, rupanya telah melupakan bahwa pria dan wanita selalu dipanggil untuk mengarahkan langkah mereka pada kebenaran yang melampaui mereka. Terlepas dari kebenaran transenden itu, manusia terkungkung dalam kriteria pragmatik yang didasarkan pada data eksperimental, dalam keyakinan yang salah bahwa teknologi bisa melakukan segalanya. Karena itulah maka akal budi bukan lagi menyuarakan kerinduan manusia kepada kebenaran yang ilahi, namun terpuruk oleh beban berat pengetahuan-pengetahuan pragmatik itu dan lambat laun tidak mampu mengangkat pandangannya lebih tinggi, dan tidak berani menatap kebenaran mengenai keberadaannya” (FeR 5).

            Demi bentuk pengetahuan yang lebih dalam, Paus Yohanes Paulus II mengingatkan perlunya kerendahan hati  yang diperlihatkan praktek Umat Allah. “Jika akal budi mau jujur, maka tentulah ia menghormati dasar-dasar tertentu. Yang pertama adalah bahwa akal budi harus menyadari bahwa pengetahuan manusia adalah suatu ziarah perjalanan yang tak pernah berhenti; yang kedua bahwa jalan pengetahuan itu bukanlah untuk menyombongkan  diri bahwa semuanya adalah hasil perjuangan pribadi; yang ketiga adalah bahwa pengetahuan itu berasal dari sikap “takut akan Allah” yang bersumber dari pengakuan akal budi pada kuasa dan kasih penyelanggaraan ilahi yang mengatasi segala sesuatu” (FeR 18).

            Jika dasar-dasar itu ditinggalkan, manusia terjerumus dalam apa yang di dalam Kitab Suci disebut “kebodohan” dan menjadi ancaman bagi hidup manusia. Orang bodoh mengira sudah mengetahui banyak hal, tetapi sesungguhnya ia tidak dapat mengarahkan pandangannya pada hal-hal yang sungguh penting. Maka ia tidak bisa mengatur pikirannya sendiri dan tidak bisa menempatkan diri dengan sikap yang tepat pada dirinya sendiri dn pada dunia sekelilingnya (Ams 1:7). Maka jika ia berkata “Tidak ada Allah” (bdk Mzm 14:1) dengan sangat jelas ia memerlihatkan betapa kurang pengetahuannya, dan betapa jauh ia dari kebenaran yang penuh dari segala sesuatu, sehubungan dengan asal dan tujuannya.

            Pada hal seharusnya, di dalam berpikir mengenai segala sesuatu itu, manusia dapat sampai kepada Allah. “Sebab orang dapat mengenal Sang Pencipta dengan membanding-bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan-ciptaan-Nya” (Keb 13:5). Inilah Wahyu ilahi tahap pertama, di mana “kitab alam kodrati” jika dibaca dengan tepat oleh akal budi manusia dapat membawa mereka kepada pengetahuan akan Allah. Jika manusia dengan kecerdasannya gagal mengakui Allah sebagai Pencipta segala sesuatu, hal itu bukanlah karena mereka kekurangan sarana, tetapi karena kehendak bebas dan dosa-dosa menghalangi mereka” (FeR 19).

            Maka bagaimana pun juga jalan pertama menuju pengenalan akan Allah adalah dunia. Allah tidak dicari sama sekali terpisah dari dunia, melainkan pada dan di dunia. “Dari gerak dan perkembangan, dari kontingensi, dari peraturan dan keindahan dunia, manusia dapat mengenal Allah sebagai sumber dan tujuan alam semesta” (KGK 32). Santo Paulus menegaskan mengenai mereka yang tidak mengenal Allah: "Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka. Sebab apa yang tidak tampak daripada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat tampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih" (Rm 1:19-20). Dan Santo Agustinus berkata: "Tanyakanlah keindahan bumi, tanyakanlah keindahan samudera, tanyakanlah keindahan udara yang menyebar luas, tanyakanlah keindahan langit .... tanyakanlah semua benda. Semuanya akan menjawab kepadamu: Lihatlah, betapa indahnya kami. Keindahan mereka adalah satu pengakuan [confessio]. Siapakah yang menciptakan benda-benda yang berubah, kalau bukan Dia yang Indah  yang tidak dapat berubah" (Serm. 241,2).

            Ditinjau secara demikian, daya kemampuan dan nilai akal budi janganlah dibesarkan lebih dari yang sewajarnya. Hasil penalaran memang bisa benar, tetapi hasil-hasil ini hanya akan mendapatkan maknanya yang sejati jika ditempatkan pada horison yang lebih luas dari iman: “Langkah manusia ditetapkan oleh Allah, tetapi bagaimanakah manusia mengerti jalan hidupnya?” (Ams 20:24)

            Manusia mencapai kebenaran dengan akal budi karena, diterangi oleh iman, mereka menemukan makna yang lebih dalam dari segala sesuatu dan yang terutama dari keberadaan mereka sendiri [bdk. FeR 20].



            Manusia juga dapat mencapai pengetahuan akan Allah melalui pergaulan dengan sesamanya. Maka manusia (dan masyarakat manusia) menjadi jalan pengetahuan akan Allah. “Dengan keterbukaannya kepada kebenaran dan keindahan, dengan pengertiannya akan kebaikan moral, dengan kebebasannya dan dengan suara hati nuraninya, dengan kerinduannya akan ketidakterbatasan dan akan kebahagiaan, manusia bertanya-tanya tentang adanya Allah. Dalam semuanya itu ia menemukan tanda-tanda adanya jiwa rohani padanya. ‘Karena benih keabadian yang ia bawa dalam dirinya tidak dapat dijelaskan hanya dengan asal dalam materi saja’ (GS 18,1), maka jiwanya hanya dapat mempunyai Tuhan sebagai sumber (KGK 33).

 

Manusia Sebagai Jalan Pengetahuan

Manusia dilahirkan dan dibesarkan dalam keluarga dan kemudian melalui kegiatannya memasuki masyarakat. Sejak lahir mereka mengikuti tradisi bahasa dan budaya yang mengenalkan berbagai kebenaran yang dipercaya nyaris secara naluri. Ketika semakin dewasa, kebenaran-kebenaran tertentu diragukan, ditimbang secara kritis, dipikirkan dan dirumuskan kembali. Namun ada lebih banyak kebenaran yang diterima begitu saja dan dipercaya sebagai benar daripada yang mengalami verifikasi. Ini berarti bahwa manusia yang mencari kebenaran, hidup berdasarkan kepercayaan (FeR 31).

            “Kita mempercayakan diri pada pengetahuan yang diterima orang lain. Lalu ada tegangan. Di satu pihak, pengetahuan yang didapat karena percaya bisa dirasakan  sebagai pengetahuan yang tidak sempurna dan perlu disempurnakan dengan mengumpulkan bukti-bukti, di pihak lain, kepercayaan sering lebih kaya daripada sekedar bukti, sebab di dalam kepercayaan itu tersangkut hubungan antar manusia yang menjadi ajang bekerjanya kemampuan orang untuk mengetahui dan juga kemampuan yang lebih dalam untuk percaya kepada orang lain dalam suatu hubungan yang akrab dan bertahan lama. Perlu ditekankan bahwa kebenaran yang dicari dalam hubungan antar pribadi ini bukan pertema-tama kebenaran empiris dan filosofis, melainkan kebenaran mengenai pribadi, yang timbul dari penyingkapan diri. Dan dalam dinamika pemberian diri yang penuh kepercayaan inilah seseorang menemukan kepastian dan keamanan” (FeR 32).

            Secara berangsur-angsur kita menyusun konsep-konsep masalah. Pada hakekatnya manusia mencari kebenaran. Pencarian ini bukan hanya untuk mencapai kebenaran yang bersifat sebagian, empiris dan ilmiah; juga tidak sekedar untuk mendasari tindakan pribadi di dalam pengambilan keputusan. Mereka mencari kebenaran terdalam yang dapat menjelaskan makna hidup. Suatu pencarian yang hanya akan mencapai tujuannya jika telah mencapai kebenaran mutlak. “Syukurlah karena kemampuan berpikir yang ada padanya, manusia dapat menjumpai dan mengakui kebenaran terakhir itu. Kebenaran seperti itu – yang sangat menentukan dan penting bagi hidup – dicapai bukan hanya melalui akal budi, tetapi juga dengan memercayai apa yang telah dicapai pihak lain yang dapat menjamin autentisitas dan kepastian dari kebenaran itu. Maka tak pelak, kemampuan untuk memercayakan diri satu sama lain dan keputusan untuk bertindak demikian merupakan tindakan manusia yang signifikan dan ekspresif” (FeR 33).

            Tak boleh dilupakan bahwa beroperasinya akal budi perlu ditopang oleh dialog yang diwarnai kepercayaan dan persahabatan yang tulus. Diperlukan suatu institusi, suatu komunitas dengan iklim tertentu di mana dialog dapat dilancarkan tanpa takut. Suasana prasangka dan curiga akan sangat merugikan pencarian kebenaran dan dapat mematikan dinamika pemikiran.



            Katekismus selanjutnya menyatakan [KGK 34] bahwa baik: Dunia dan manusia memberi kesaksian bahwa mereka dalam dirinya sendiri tidak memiliki sebab mereka yang pertama serta tujuan mereka yang terakhir... Melalui "jalan-jalan" yang berbeda manusia dapat sampai kepada pengertian bahwa ada satu realitas, yang adalah sebab pertama dan tujuan akhir dari segala-galanya, dan realitas ini ‘dinamakan Allah oleh semua orang’ (Tomas Aqu., STh. 1,2,3).

            Namun telah dikatakan di depan, konsep-konsep pengertian bisa keliru disusun. Hal itu disebabkan karena keterbatasan bahasa manusia dalam menggambarkan Allah yang tidak terbatas. Bahkan konsep tentang Allah pun bisa keliru. Maka perlu sekali untuk tanpa henti memurnikan bahasa kita tentang Dia dari segala gambaran keterbatasan dan ketidaksempurnaan, dengan kesadaran bahwa kita tak akan pernah dapat memaparkan sepenuhnya misteri Allah yang tiada terbatas. Seorang penulis menyampaikan kritik: “Allah dialami dan dirujuk sebagai suatu agama, suatu gereja, suatu filsafat moral, suatu pedoman bagi keutamaan pribadi, suatu tuntutan akan keadilan, atau sebagai suatu nostalgia akan situasi yang benar. Bagi kebanyakan dari kita, kepercayaan kepada Allah adalah seperti berikut ini: Tuhan adalah agama, dan agama merupakan suatu cara hidup – pergi ke gereja, mendapat bimbingan dari Kitab Suci; melakukan seks di dalam rangka perkawinan monogami; tidak berdusta, berbohong atau mengumpat; prinsip demokrasi; estetika (cita rasa seni) yang benar; ramah dan bersikap baik satu sama lain.

            Maka bagi kebanyakan dari kita, Allah lebih merupakan suatu prinsip moral dan intelektual dari pada sebagai seorang pribadi, dan komitmen kita kepada prinsip ini berjalan mengikuti tangga nada mulai dari semangat yang kuat, di mana orang bersedia mati untuk suatu tujuan, lalu melemah loyo sampai pada suatu perasaan nostalgia yang samar-samar, di mana Allah dan agama mendapatkan tipe status kedudukan dan nilai kepentingan yang kurang lebih simbolis saja, sama seperti yang diberikan kepada Ratu Inggris, yaitu sekedar sebagai jangkar simbolis bagai cara hidup tertentu namun nyaris tidak penting dalam jalannya kehidupan sehari-hari. Ini tidak sungguh-sungguh buruk, tetapi  menunjukkan bukti bahwa tak seorang pun sungguh-sungguh peduli pada Tuhan. Kita tertarik pada soal-soal keutamaan, keadilan, cara hidup yang tepat, atau mungkin di dalam membangun komunitas yang beribadat, yang bersedia saling membantu, dan memerjuangkan keadilan, namun pada ujung-ujungnya ada begitu banyak bukti yang menunjukkan bahwa filfasat moral, naluri manusia dan kepentingan pribadi tampil lebih penting di dalam motivasi semua kegiatan ini daripada kasih dan rasa syukur yang memancar dari hubungan pribadi dengan Tuhan yang hidup” (Ronald Rolheiser, The Shattered Lantern)

            Sesungguhnya: “Daya kemampuan manusia me-mungkinkan-nya untuk mengenal Allah sebagai pribadi. Tetapi supaya manusia dapat masuk ke dalam hubungan yang mesra dengan Allah, maka Allah berkenan menyatakan diri kepada manusia dan memberikan rahmat kepadanya supaya dengan kepercayaan dapat menerima wahyu ini” (KGK 35).

[BERSAMBUNG] 


MURID

 Perspektif Kitab Suci



Seorang siswa atau pengikut yang melaksanakan teladan yang dibuat oleh guru dan berusaha membentuk jati diri menurut ajaran sang guru (bdk Mat 10:24-25). Dalam Perjanjian Lama, murid-murid mengikuti para nabi (Yes 8:16). Dalam Perjanjian Baru Yohanes Pembaptis mempunyai murid-murid (Mat 14:12; Yoh 1:35; 3:25) begitu pula para Farisi (Mat 22:16; Mrk 2:18; Luk 5:330 yang menyebut diri mereka sebagai murid-murid Musa (Yoh 9:28). Seringkali murid di dalam Perjanjian Baru berarti seorang pengikut Yesus Kristus. Maksudnya bisa saja sembarang murid (bdk Kis 6:1; 9:1.19; 13:52 dsb), namun terutama salah satu dari Keduabelas Rasul (Mat 10:2; 28:16-20; Mrk 16:14-18; Luk 24|:47-49; Yoh 20:19-23; bdk 1 Kor 9:1). Ada lebih dari 250 rujukan pada “murid” di dalam Perjanjian Baru, kebanyakan dalam Injil-injil dan Kisah, dan sebagian besar darinya merujuk kepada rasul-rasul.

      Menjadi murid Yesus bukan sekedar menjadi siswa atau pengikut. Yesus bukan rabi (guru) biasa. Ia tidak pernah belajar di bawah bimbingan seorang rabi yang lain, maka ia tidak memerlukan izin dan akreditasi untuk mengajar (Mat 13:54; Yoh 7:15). Ajarannya belum pernah diajarkan orang lain (Mat 7:29; Mrk 1:22) dan murid-muridNya yang terdekat tidak datang kepadaNya minta diajar; tetapi Ia-lah yang memanggil mereka untuk hidup sebagai murid dengan wibawaNya sendiri (Mat 4:18-22; Mrk 1:16-20) (KGK 767, 787). Selanjutnya, murid-murid tidak punya ambisi untuk menandingi (atau melampaui) guru mereka, seperti lazimnya murid-murid para Farisi. Mereka bukan hanya sekedar mendengarkan ajaran dan memelajari kebijaksanaan, melainkan mempunyai suatu komitmen pada hidup baru yang diteladankan oleh Yesus. Para murid harus ”memanggul salib” dan mengikut Yesus (Mat 16:24; Mrk 8:34; Luk 14:27). Para pengikut harus bersedia demi Yesus meninggalkan segala sesuatu – keluarga, teman, dan harta kekayaan – dan ikut serta di dalam tugas perutusanNya, kegembiraanNya, penderitaanNya, bahkan wafatNya (Mat 8:19; 10:37; Luk 9:57; 14:26).



Selasa, 29 November 2022

ANDREAS, RASUL

 


Andreas

Bahasa Yunani, artinya “lelaki jantan”.

Rasul, martir, dan saudara dari Petrus (Mat 4:18; Mrk 3:18; Luk 6:14). Bersama dengan saudaranya itu, Andreas adalah nelayan Galilea dari Betsaida (Mat 4:18-20; Mrk 1:16; Yoh 1:44). Ia pengikut Yohanes Pembaptis sebelum dipanggil oleh Kristus (Yoh 1:35-42); kepada saudaranya, Petrus, ia menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias. Sebagai rasul yang pertama dipanggil, ia membawa saudaranya Simon (yang oleh Yesus kemudian diberi nama Petrus) dan selalu termasuk di antara empat rasul yang ditulis dalam Injil-injil[1] (Mat 10:2; Mrk 3:18; Luk 6:14). Dalam Yoh 6:8 Andreas menunjukkan anak yang membawa roti dan ikan. Dalam Yoh 12:2 Andreas dan Filipus (bdk Yoh 1:40) bertindak sebagai perantara Yesus dengan orang Yunani yang hendak menghadap. Dalam Mrk 13:4 Andreas bertanya mengenai tanda datangnya akhir zaman ketika Yesus berbicara panjang lebar mengenai eskatologi (Mrk 13:5-37).

      Para sejarawan Gereja awal (terutama Eusebius dari Kaisarea) dan buku-buku apokrip (misalnya Kisah Andreas) menyatakan bahwa Andreas mewartakan Injil ke Kapadokia, Galatia, dan Bitinia (semuanya di Turki modern), Skitia (dari Laut Hitam sebelah utara ke daerah Asia), dan kemudian ke Bizantium (sekarang Istanbul). Ia juga berkotbah di Trakea, Makedonia, Tesalia dan Akhaya (semuanya di Yunani). Konon ia disalibkan dalam bentuk X di Patra, Akhaya, atas perintah Gubernur Egeas. Kemartirannya diyakini terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Nero (54-68M), sekitar tahun 60 M.

      Di dalam tradisi, Andreas dihormati dan menjadi pelindung Skotlandia, Rusia, Yunani, Burgundia, Spanyol, Sicilia, Austria Selatan, Napoli, Ravenna, Brescia, Amalfi, Mantua, Manila, Brussel, Bordeaux, dan Patra. Ia juga pelindung profesi para jagal, nelayan, penambang, pembuat tali, penenun, tukang air, dan pelaksana perkawinan. Beberapa kelompok kehormatan (Ordo) di kalangan para ksatria didirikan untuk menghormati dia: Ordo Domba Emas di Spanyol didirikan pada tahun 1429; Ordo Santo Andreas dari King James didirikan di Skotlandia pada tahun 1540; dan Ordo Santo Andeas dari Tzar Peter I, didirikan pada tahun 1698.  Pesta peringatan Santo Andreas setiap tanggal 30 November.



[1] Diajak Yesus menyaksikan peristiwa-peristiwa khusus.

MEMASUKI ERA BARU SERBA GUNCANG

 Bambang Kussriyanto



Setelah tiga puluh tahun relatif tenang, dunia diperkirakan memasuki era baru dengan narasi kemajuan yang secara struktural berbeda, serba guncang oleh dampak berbarengan dari pandemi global, kelangkaan energi, inflasi yang meluas dan tinggi, dan meningkatkan luasan ketegangan geo-politik. Gambarannya kurang lebih setara pasca Perang Dunia II (1944-1948), pasca Krisis Energi 1970-an (1971-1973), dan Pasca pecahnya Uni Soviet (1989-1992). Guncangan ekonomi akan menyebabkan guncangan sosial. Sekitar 101 dari 198 negara diperkirakan akan mengalami kerusuhan sipil. Semua ini dirasakan sebagai klaster gempa besar yang sedang mengubah wajah dunia. Diperlukan persiapan dari sekarang untuk mengatasi kesulitan-kesulitan.

Di Eropa 19 negara mengalami inflasi yang menyulitkan. Di jalanan setiap hari warga melakukan demo meminta kenaikan upah, keluarga-keluarga mengalami kesulitan untuk membeli pangan dan membayar listrik. Dari bulan September 2021 pemerintah-pemerintah telah mengeluarkan dana tambahan untuk energi lebih dari $566 milyar (sekitar Rp 7.924 trilyun). Kini masih harus menghadapi goncangan politik karena tuntutan ekonomi rumahtangga rakyat akibat melejitnya biaya hidup.

Krisis pasca Perang Dunia II (1944-1948), pasca Krisis Energi 1970-an (1971-1973), dan Pasca pecahnya Uni Soviet (1989-1992) masing-masing telah mengantar era baru dengan struktur masing-masing: Era Booming Pasca Perang (1945-1970), Era Maraknya Gerakan Sosial (1971-1989) dan Era Pasar (1989-2017). Era baru seperti apa yang kita hadapi melalui krisis dunia yang kita alami sekarang? Era yang akan terbentuk dalam kurun 20 tahun dari sekarang? Krisis moneter Asia 1997-1998, ledakan dot com 2000, dan krisis keuangan 2008 dipandang hanya tremor dibanding gempa yang dirasakan sekarang.

Ada lima titik perhatian yang sekarang sedang dipelajari dengan cemas prihatin sekaligus harapan untuk kebaikan:

- Tatanan dunia

- Platform teknologi digital

- Demografi

- Sumber dan sistem energi

- Peranan modal.

Pantauan situasi dan studi-studi sedang dilakukan di berbagai pusat kajian baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup. Bagaimana kita melihat tanda-tanda zaman dan menyiapkan kondisi yang terbaik bagi diri kita dan anak cucu kita bersama?

 




PIALA DUNIA QATAR CATATAN 29 NOVEMBER '22

 

Catatan 29 November 2022

Kemarin 28 November 2022 pertandingan matchday 2 Grup G diawali oleh Kamerun vs Serbia pkl 17.00 di Al Janoub Stadium. Kedua tim menunjukkan passion untuk menang atas lawan. Keduanya cukup produktif. Masing-masing menghasilkan tiga gol. Namun keenam gol membuat Kamerun dan Serbia seri. Masing-masing berbagi poin satu. Gol diciptakan oleh Jean-Charles Casteletto 29', Vincent Aboubakar 63', Eric Maxim Choupo-Moting 66'; Strahinja Pavlovic 45+1', Sergej Milinkovic-Savic 45+3', Aleksandar Mitrovic 53'. Dalam klasemen keduanya menempati posisi bawah.

Pada pkl 20.00 Grup H menggelar matchday 2 menggelar laga Korea Selatan vs Ghana berkesudahan dengan skor 2-3 untuk keunggulan Ghana. Gol diciptakan oleh Cho Gue-sung 58', 61'; Mohammed Salisu 24', Mohammed Kudus 34', 68'



Grup G mempertemukan Brasil dengan Swiss dalam matchday 2 pkl 23.00. Duel ini berakhir dimenangkan skuad Brazil dengan skor tipis 1-0. Satu-satunya gol Brazil dari Casemiro 83'

Selasa, 29 November 2022 dinihari tadi pkl 02:00 WIB, Portugal berhadapan dengan Uruguay di Lusail Iconic Stadium pada matchday 2 Grup H, Dua gol Bruno Fernandes 54', 90+3' membawa Portugal menang 2-0. 



Klasemen sementara Grup G

TeamMW-/+P
1
Brasil
2236
2
Swiss
2103
3
Kamerun
20-11
4
Serbia
20-21

Klasemen sementara Grup H

TeamMW-/+P
1
Portugal
2236
2
Ghana
2103
3
Korea Selatan
20-11
4
Uruguay
20-21


Dari Matchday 2 grup yang sudah jelas lolos ke babak 16 Besar Piala Dunia 2022

  • Prancis - Grup D
  • Brasil - Grup G
  • Portugal - Grup H

Sedang yang sudah pasti tersingkir adalah Qatar (Grup A) dan Canada karena dua kali kalah. 


Jadwal Laga Selasa, 29 November 2022 merupakan matchday 3 untuk Grup

    22.00 WIB: Belanda vs Qatar - Grup A di Stadion Al Bayt
    22.00 WIB: Ecuador vs Senegal - Grup A di Stadion Khalifa

    Rabu, 30 November 2022
    02:00 WIB: Wales vs Inggris - Grup B di Stadion Al Rayyan
    02:00 WIB: Iran vs Amerika Serikat - Grup B di All Thumama, Doha.

HUKUM GEREJA NORMA UMUM KITAB HUKUM KANONIK

 


KHK Norma Umum Kan 197-Kan 203 Tentang Daluwarsa dan Penghitungan Waktu

JUDUL X

DALUWARSA

Kan. 197 - Daluwarsa, sebagai cara untuk memperoleh atau melepaskan hak subyektif dan juga sebagai cara untuk membebaskan dari kewajiban, diterima oleh Gereja sebagaimana berlaku dalam perundangundangan sipil negara yang bersangkutan, dengan tetap berlaku kekecualian-kekecualian yang ditentukan dalam kanon-kanon Kitab Hukum ini.

Kan. 198 - Tiada daluwarsa berlaku, kecuali didasari oleh itikad baik (bona fide), tidak hanya pada awal, melainkan juga selama seluruh jangka waktu yang dituntut untuk daluwarsa, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 1362.

Kan. 199 - Tidak terkena daluwarsa:

1° hak dan kewajiban yang berasal dari hukum ilahi, baik kodrati maupun positif;

2° hak yang dapat diperoleh hanya atas dasar privilegi apostolik;

3° hak dan kewajiban yang secara langsung menyangkut hidup spiritual umat beriman;

4° batas-batas wilayah gerejawi yang pasti dan tidak dapat disangsikan;

5° derma (stips) dan kewajiban mempersembahkan Misa;

6° pemberian jabatan gerejawi yang menurut norma hukum menuntut pelaksanaan tahbisan suci;

7° hak visitasi dan kewajiban ketaatan, sedemikian sehingga umat beriman tetap dapat dikunjungi oleh otoritas gerejawi manapun dan tetap berada dibawah suatu otoritas.

 


JUDUL XI

PENGHITUNGAN WAKTU

Kan. 200 - Kecuali dengan jelas ditentukan lain dalam hukum, waktu dihitung menurut norma kanon-kanon berikut.

Kan. 201 - § 1. Waktu disebut terus-menerus bila tidak mengalami jeda. § 2. Yang dimaksud dengan waktu-guna ialah waktu yang tersedia bagi orang yang akan melaksanakan atau memperoleh haknya sedemikian, sehingga waktu tersebut tidak diperhitungkan bagi orang yang tidak tahu atau tidak mampu.

Kan. 202 - § 1. Dalam hukum hari dimengerti sebagai jangka waktu yang terdiri dari 24 jam dihitung terus-menerus, mulai dari tengah malam, kecuali dengan jelas ditentukan lain; minggu ialah jangka waktu 7 hari; bulan ialah jangka waktu 30 hari dan tahun ialah jangka waktu 365 hari, kecuali dikatakan bahwa bulan dan tahun harus dihitung menurut penanggalan. § 2. Kalau waktu berlangsung terus-menerus, bulan dan tahun harus selalu dihitung menurut penanggalan.

Kan. 203 - § 1. Hari pertama (dies a quo) tidak dihitung dalam jangka waktu, kecuali permulaannya jatuh bersamaan dengan permulaan hari atau dengan jelas ditentukan lain dalam hukum. § 2. Kecuali ditentukan kebalikannya, hari terakhir (dies ad quem) dihitung dalam jangka waktu; kalau waktu terdiri dari satu atau beberapa bulan atau tahun, dari satu atau beberapa minggu, maka jangka waktu itu berakhir sesudah selesai hari terakhir dari tanggal yang sama; atau, kalau bulan tidak mempunyai hari dengan tanggal yang sama, dihitung dengan selesainya hari terakhir bulan itu.

DOA-DOA KITA

 



Pada hari ini kita baca/dengar doa syukur Yesus dari Injil Luk 10:21-24 (Bacaan Injil Selasa Pekan I Adven Tahun A). Mungkin tulisan berikut membantu pengertian kita tentang doa, doa kita maupun doa Gereja seluruhnya.

Menurut Santo Yohanes dari Damsyik, “Doa adalah mengangkat jiwa dan hati kepada Allah atau memohon hal-hal yang baik dari Allah” (De fide orthodoxa, 3.24). Melalui doa Allah mengundang setiap orang untuk bertemu secara pribadi dengan Sang Pencipta. Rencana keselamatan dari Allah menawarkan suatu hubungan timbal-balik antara Allah dan manusia, dan doa adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari ketimbal-balikan itu.

      Doa dalam Kitab Suci meliputi keseluruhan emosi dan ungkapan manusiawi, mulai dari permohonan, keluhan, sampai pada renungan, terimakasih, syukur, pujian, hingga penyembahan.

 

I. Doa Dalam Perjanjian Lama

A.     Macam-macam Doa

B.     Percakapan Dengan Allah

C.    Perantaraan Kepada Allah

D.    Doa Nabi-nabi

II.  Doa Dalam Perjanjian Baru

      A. Yesus, Teladan Doa

      B. Keakraban dengan Allah Bapa

      C. Doa dalam Gereja Awal

 

I.   Doa Dalam Perjanjian Lama

A.  Macam-macam Doa

Dalam Pentateuch (Lima Kitab Musa, lima kitab pertama dalam Alkitab), kita membaca percakapan antara Allah dengan para Bapa Bangsa dan orang-orang lain. Sementara agama-agama lain menyampaikan permohonan-permohonan kepada berbagai dewa, doa Israel ditujukan kepada Tuhan Allah (Kel 20:2-3; Ul 6:4), yang lebih dulu dikenal sebagai Allah yang Mahakuasa (Kel 6:2-3). Percakapan di antara Allah dan orang perorangan merupakan dasar bagi hubungan perjanjian yang diadakan Allah dengan para Bapa Bangsa yang ketika berdoa menyerukan “nama” Tuhan (Kej 12:8; 21:33; 26:25).

      Maka juga ada dimensi sosial dan umum di dalam doa Perjanjian Lama. Tekanan diberikan kepada waktu dan tempat-tempat suci yang dikhususkan untuk ibadat. Kelima Kitab Musa menyataan tempat-tempat ibadat seperti Sikhem (Kej 12:6-7), Betel (Kej 28:18-22), Mamre (Kej 13:18) dan Bersyeba (Kej 26:23-25) dan waktu-waktu suci seperti Sabat di setiap pekan (Kej 2:1-3; Kel 20:8-11) dan perayaan-perayaan tahunan (Kel 23:14-17; Im 23; Ul 16:1-17). Namun tempat utama bagi doa liturgis adalah Kemah Pertemuan (Kemah Suci) dan kemudian Bait Allah, sebab di situlah Allah tinggal di tengah-tengah umatNya (Kel 25:8; Ul 12:5-7).

 

B.  Percakapan Dengan Allah

Doa pertama kali dicantumkan dalam Perjanjian Lama dalam Kej 4:26 pada zaman Enos ketika “waktu itulah orang mulai memanggil nama Tuhan”. Namun sebelum ini pun kita lihat Adam bercakap-cakap dengan Allah (Kej 3:9-12). Begitu pulalah Musa, karena Kel 33:31 menyatakan : “Tuhan berbicara dengan Musa dengan berhdapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.”

      Abraham dan Musa sungguh tokoh yang penting dalam doa Perjanjian Lama. Abraham samasekali pasrah kepada kehendak Allah bahkan sampai bersedia mengurbankan anaknya sendiri sekalipun (Kej 22:8; Ibr 11:9) (KGK 2570-2572). Untuk kesetiaannya ini, Abraham menerima janji Allah yang kemudian diperbarui lagi dengan Yakub, yang pergumulannya dengan malaikat dipandang sebagai model doa bagi perjuangan iman (Kej 32:24-30) (KGK 2573).

 

C.  Perantaraan Kepada Allah

Doa pengantaraan – yaitu doa untuk dan atas nama orang lain – juga penting dalam Perjanjian Lama. Abraham berdoa untuk kepentingan Sodom (Kej 18:20-32) dan Abimelekh (Kej 20:17), tetapi Musa adalah contoh utama untuk doa pengantaraan. Doa semacam ini merupakan bagian dari peranannya sebagai pengantara perjanjian antara Allah dan Israel. Ketika bangsa Israel berdosa, ia memohonkan pengampunan dari Allah (Kel 32:30-32; Bil 14:13-19).  Ketika pertanyaan dan keraguan timbul, ia ada disana untuk bertanya kepada Allah (Bil 27:1-5). Ia kemudian mendapat reputasi sebagai seorang yang berdiri di hadapan Allah demi orang lain (Yer 15:1).

 

D.  Doa Nabi-nabi

Nab-nabi dalam manusia pendoa karena mereka sering bercakap-cakap dengan Allah. Kadang-kadang mereka berseru kepadaNya ketika sedang merasa sedih tertekan (Yun 2:1-9) dan putus asa (1 Raj 19:4) dan kadang-kadang mereka menyatakan iman keyakinan mereka kepada Allah sekali pun mereka bergulat untuk memahami jalan-jalan Allah (Hab 3:1-9). Kadang-kadang mereka mengajar tentang doa dalam hidup bangsa Israel. Terutama ini jelas dalam Yesaya, yang tidak sabar karena orang berdoa tetapi hati dan peri-hidupnya jauh dari Allah (Yes 1:15; 29:13). Namun ia terus mendesak umat Allah agar berdoa (Yes 55:6) dengan keyakinan bahwa Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doa permohonan mereka. Ia juga melantunkan doa-doa bagi mereka yang mengucap syukur atas keselamatan dari Allah.

      Kitab Ayub, kitab Ratapan dan yang terutama kitab Mazmur memberikan kepada kita contoh-contoh doa Perjanjian Lama. Mazmur menekankan tema-tema seperti pembebasan, ketakjuban, perintah, dan perayaan-perayaan umum. Mazmur juga menyampaikan cara yang ideal untuk memperkenalkan doa dalam Perjanjian Baru, terutama karena Mazmur-mazmur itu terpenuhi dalam Kristus (KGK 2596-2597).

 

II.  Doa Dalam Perjanjian Baru

A. Yesus, Teladan Doa

Yesus adalah model teladan doa yang sempurna dalam Kitab Suci. Dalam Dia kita lihat doa sendirian, doa malam, doa percakapan, doa pengulangan, doa persiapan dan doa pengantaraan. Ia sering berdoa di dalam keheningan di tempat yang sunyi seperti di gunung (Mat 14:23; Mrk 1:35; 6:46; Luk 5:16) dan berdoa dalam rangka persiapan momen-momen yang paling menentukan dan paling penting dalam karya dan hidupNya, termasuk pembaptisan (Luk 3:21), panggilan keduabelas rasul (Luk 6:12), Peralihan Rupa (Transfigurasi) (Luk 9:28) dan SengsaraNya (Luk 22:41-45; bdk Mat 26:36-44). Pada Perjamuan Malam Terakhir Yesus menyampaikan doa permohonan yang panjang (Yoh 17:1-26), dan di Taman Getsemani ia mengucapkan doa yang sama tiga kali berturut-turut (Mat 26:36-44). Di atas salib, ia mengucapkan doa rangkaian kata yang sudah disiapkan dari Mazmur (Mzm 22:2; bdk Mzm 31:5 dalam Luk 23:46). 

 

B. Keakraban dengan Allah Bapa

Hidup doa Yesus ditandai dengan penggunaan kata “Abba” (Bahasa Aram untuk “Bapa”) untuk menunjukkan keintiman dan kekeluargaan dengan Allah (Mrk 14:36). Yesus dengan demikian menjadi model teladan tentang cara berdoa (Mat 6:5-15; Luk 18:9-14), terutama pada waktu pencobaan dan penderitaaan (Ibr 5:7). Ketika para murid meminta, “Tuhan, ajarilah kami berdoa” (Luk 11:1), Yesus menanggapi dengan mengajarkan Doa Bapa Kami. Ia menekankan perlunya mendekati Allah dengan iman: “Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mrk 11:24). Seharusnya kita pun berdoa dengan sikap batin yang selalu taat kepada kehendak Bapa (Mat 7:21) dan karenanya bekerja sama dengan rencana keselamatan. Yesus juga mengajar bahwa iman pada Putera merupakan jalan yang terbaik untuk mengenal Bapa, sebab Yesus adalah “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6).

      Hidup doa Yesus tidak berakhir ketika Ia naik ke surga, sebab sekalipun di sana, di sisi kanan Bapa, ia menjadi pengantara bagi segenap orang kudus di bumi (Ibr 7:25).

 

C. Doa dalam Gereja Awal

Doa Kristen awal disampaikan dalam nama Yesus (Yoh 14:13; 1 Kor 1:2), dengan keyakinan bahwa Ia ada menyertai di tengah-tengah para muridNya (Mat 28:20). Doa dilakukan dalam berbagai-bagai konteks, baik secara bersama maupun pribadi: Di Bait Allah Yerusalem (Luk 24:52), di rumah (Kis 2:46), di dalam penjara (Kis 16:25); bahkan di atap rumah (Kis 10:9). Menyerukan nama Yesus merupakan bagian integral dari badat liturgis dan sakramen (Kis 2:38; 22:16; 1 Kor 6:11; Yak 5:14-15), dan doa-doa syukur jelas terkait dengan perayaan Ekaristi Kristiani (Kis 2:42; 1 Kor 11:23-26).

      Menurut ajaran para rasul doa harus terus menerus (1 Tes 5:17) dan disampaikan dengan keyakinan iman akan kuasa Tuhan untuk menyelesaikan segala sesuatu (Yak 1:5-8). Maka bisa dipahami, hidup doa seseorang saling kait dengan hidup moralnya, karena doa orang benar sungguh mujarab (Yak 5:16), sedang doa seorang pendosa mungkin terhambat (1 Ptr 3:7.12).

      Secara teologis, ketika kaum beriman diangkat menjadi anak-anak Allah di dalam Putra dan melalui Roh Kudus, dikaruniakanlah kepadanya kemampuan untuk menemui Bapa (Ef 2:18), yang disapanya secara mesra sebagai “Abba” (Rm 8:15-16; Gal 4:6). Bukan hanya itu, baik Kristus maupun Roh Kudus dikatakan menjadi pengantara kaum beriman atas kehendak Allah (Rm 8:26-27.34).