Daftar Blog Saya

Minggu, 30 Oktober 2022

Zakheus

 



Seorang pemungut cukai yang kaya dari Yerikho, yang menjadi murid Yesus (Luk 19:1-10). Tubuhnya kecil pendek sehingga ia memanjat pohon untuk melihat Yesus. Keinginannya untuk melihat Yesus sangat kuat, dan keinginan kuat untuk melihat Yesus itu ternyata menjadi lubang terbuka bagi rahmat Allah untuk bekerja dalam dirinya. Sebab Yesus sudah melihatnya dan melihat hatinya. Kemudian Yesus memanggilnya turun dan berkunjung di rumah Zakheus. Kedatangan Yesus menawarkan seolah kepadanya harta rohani yang lebih besar daripada harta duniawi yang selama ini dikejarnya dengan memungut cukai. Dengan gembira sukacita Zakheus menerima Yesus dan berjanji akan menyerahkan separoh dari hartanya untuk kaum miskin dan mengembalikan empat kali lipat semua pembayaran cukai yang dipungutnya secara curang. Orang-orang tidak senang karena Yesus berada di dalam rumah pemungut cukai yang mereka benci, namun Yesus mengingatkan bahwa ia datang untuk menyelamatkan mereka yang tersesat. Dari cerita pertobatan Zakheus ini Lukas penulis Injil mengingatkan kita bahwa salah satu bagian yang penting dari pesan Injil adalah menjauhkan diri dari cinta uang, terutama dinyatakan dengan berbagi pada orang miskin, Menurut salah satu tradisi lama, Zakheus nantinya diangkat menjadi uskup di Kaisarea oleh Petrus.


BERBUAH SELAGI ADA WAKTU

 


Bacaan dari Tes1:11, 2:2. mendorong umat bertekun dalam iman, St. Paulus menasehati agar mereka tidak menafsirkan keliru akhir dunia dan kedatangan Kristus kedua kalinya dalam kemuliaan yang sudah dekat.  Visi kiamat telah membuat banyak orang duduk bermalas-malasan menunggu kedatangan Yesus, tak mau bekerja. Perilaku itu dikecam Paulus dan menganjurkan mereka agar tetap bekerja mencari rezekinya. Usia tua dan pensiun bukan alasan untuk bermalas-malasan menunggu kematian. Selagi ada waktu, kita tetap diajak produktif menghasilkan buah untuk kebaikan dunia. 

Sabtu, 29 Oktober 2022

Filipi dan Surat Paulus Kepada Jemaat Filipi

 



Filipi adalah suatu kota di Makedonia (Yunani utara), beberapa mil darat dari pelabuhan Neapolis (sekarang Kavalla). Sebelumnya disebut Krenides, yang berarti ”mata air”, sehubungan dengan sungai-sungai di sekelilingnya. Nama baru Filipi diberikan pada kota itu berdasarkan nama Filipus II dari Makedonia (memerintah  359-336 SM). Ketika kota itu ditaklukkan bangsa Roma pada tahun 167 SM, kota itu menjadi bagian dari Provinsi Roma di Makedonia. Di situ terjadi pertempuran pada tahun 42 SM dalam perang saudara antara Brutus dan Kasius melawan Markus Antonius dan Oktavianus Augustus. Sesudah itu Filipi menjadi koloni Roma dengan sejumlah besar penduduk mantan prajurit dan diatur dengan hukum Italia dari Roma.

      Gereja Filipi adalah gereja pertama yang didirikan Paulus di tanah Eropa. Paulus mengunjungi Filipi bersama dengan Silas dalam perjalanan keliling yang kedua mewartakan Injil (Kis 16:12) sesudah ia mendapat mimpi berjumpa dengan seorang Makedonia yang minta dikunjungi (Kis 16:9-12). Keduanya disambut oleh Lidia dari Tiatira yang menjadi Kristen karena Paulus (Kis 16:13-15). Di situ Paulus menyembuhkan seorang perempuan yang dikuasai roh tenung; tetapi di Filipi Paulus dan Silas dituduh melakukan praktik agama ilegal dan dipenjarakan. Suatu gempa membuka pintu-pintu penjara, tetai Paulus tidak mau pergi; sipir begitu tergerak hatinya sehingga ia dibaptis (Kis 16:25-34). Sesudah dibebaskan, Paulus dan Silas pergi ke Tesalonika. Paulus mengunjungi Filipi lagi dalam perjalanan kelilingnya yang ketiga mewartakan Injil (Kis 20:6-8). Surat Kepada Jemaat Filipi ditujukan kepada gereja di kota ini.



 

Surat Kepada Jemaat Filipi 

Suatu surat dari santo Paulus yang mengajarkan kepada jemaat Filipi tentang pentingnya kesatuan. Ia berterima kasih kepada mereka karena kebaikan mereka kepadanya sewaktu ia dipenjarakan.

 I.                PENGARANG DAN WAKTU PENULISAN

Rasul Paulus hampir secara umum diterima sebagai pengarang Surat Kepada Jemaat Filipi (Flp 1:1) Sedikit sekali ahli yang mempersoalkan status Paulus sebagai pengarang surat ini sehingga tidak menggoyahkan pendirian mayoritas, walau ada yang menyatakan bahwa beberapa bagian dari surat merupakan tempelan dari surat-surat lain. Kekuatan bukti dari dalam surat itu sendiri menunjukkan bahwa Paulus-lah pengarangnya, termasuk beberapa rujukan atas orang-orang yang selaras dengan peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam Kisah Para Rasul dan dalam surat-surat lainnya, gaya penulisan dan teologinya. Surat ini sangat hangat dan berbicara dari hati ke hati.

      Waktu penulisan surat ini bergantung kepada waktu Paulus dipenjarakan, yang disebutkan di dalam surat (1:7.13-14.16-17). Paulus dipenjarakan beberapa kali (bdk Kis 16:23-40, 21:32-23:30, 28:30; 2 Kor 11:23). Maka ada beberapa kemungkinan tempat penulisan surat : Roma, Efesus atau Kaisarea. Yang paling mungkin tempat pemenjaraan itu adalah Roma (Kis 28:16.30), sebab Paulus menyebut tentang “pengawal pretorian” (Flp 1:13)[1] dan “mereka yang di istana Kaisar” (Flp 4:22) dan antisipasi Paulus atas hasil pengadilannya yang tertunda (1:26; 2:24). Jika tempat penulisan itu adalah Roma, maka kiranya surat ini ditulis sekitar tahun 62.

 


II.              ISI

I.      Salam Pembukaan (1:1-11)

II.    Sekitar Pemenjaraan Paulus (1:12-26)

III.  Seruan kepada Umat Beriman (1:27-2:18)

IV.  Perutusan Timoteus dan Epafroditus (2:19-30)

V.     Jalan Keselamatan Kristen (3:1-21)

VI.  Petunjuk-petunjuk (4:1-20)

VII.                    Penutup (4:21-23)

 

III.            MAKSUD DAN TEMA

Paulus menulis kepada jemaat Filipi (suatu kota besar di Makedonia) dengan sentuhan pribadi yang sangat akrab. Ia tidak hanya membahas dengan prihatin suatu ajaran khusus atau persoalan disiplin saja, tetapi juga menyampaikan salam hangat dan dorongan semangat kepada mereka yang disebutnya “yang kukasihi” (Flp 2:12; 4:1) serta berita-berita tentang dirinya sendiri. Ia mengucap syukur atas kemurahan hati mereka. Ketika jemaat Kristen di Filipi tahu bahwa Paulus dipenjarakan, mereka mengirimkan Epafroditus dan membawa uang untuknya (Flp 4:8). Epafroditus jatuh sakit ketika melayani Paulus dalam pemenjaraan itu, dan setelah ia sembuh, ia dikirimkan pulang kembali oleh Paulus disertai harapan bahwa Paulus akan dapat mengutus Timoteus berjumpa dengan jemaat Filipi segera (2:19-30). Jemaat Filipi dipuji sebagai contoh kedermawanan dan kemurahan hati (4:15-16) dan Paulus memberikan pujian yang tulus. Paulus mendoakan berkat Allah bagi mereka (4:23-24).

      Paulus menyadari penganiayaan yang akan dihadapi jemaat Filipi (1:29-30; bdk Kis 16:20.21), yang kiranya berasal dari para penguasa sipil. Ia terutama prihatin dengan masalah kesatuan di antara jemaat dan sikap rendah hati dan kasih yang akan memampukan mereka bertahan dalam pencobaan. Paulus menyatakan Kristus sebagai teladan utama (Flp 2:1-5). Dalam penjelasannya Paulus memberikan gambaran tentang Inkarnasi (2:5-11) yang paling indah di dalam semua tulisannya; ia menyatakan bahwa Kristus “telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (2:7) dan karena ketaatanNya di salib Allah meninggikan Dia “dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (2:9). Paulus mengemukakan dirinya sebagai contoh bagi jemaat Filipi dalam perkembangan. Demi Kristus, Paulus “telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah” (3:8) dan sangat ingin sekali “mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya”, supaya ia dapat memeroleh “persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (3:10).



      Surat kepada Jemaat Filipi bernada sangat pribadi dan penuh dengan kegembiraan. Karena tidak menghadapi persoalan ajaran dan disiplin yang serius, struktur surat ini jauh lebih longgar dibandingkan dengan surat-surat Paulus lainnya. Dengan gaya yang lebih santai Paulus menunjukkan  sekilas tentang hidupnya dan pikirannya, serta cintanya pada jemaat Filipi.



[1] Pengawal pretorian adalah pasukan pengawal kaisar Roma, yang tentu ada di istana kaisar dan di kota Roma. Dalam terjemahan Indonesia ayat ini versi Alkitab tidak begitu jelas karena hanya mengatakan “seluruh istana” sedang versi Kitab suci Komunitas Kristiani menyebutkan “pengawal istana”

Jumat, 28 Oktober 2022

DITUDUH MENGGELAPKAN USD 14,7 JUTA UNTUK MENUTUPI SKANDAL PELECEHAN SEKSUAL

 Keuskupan Buffalo A.S. pada 25 Oktober terpaksa harus setuju menyewa Akuntan Publik yang ditunjuk Kejaksaan Wilayah New York senilai USD 1,4 juta untuk audit keuangan keuskupan tahun buku terkait tuduhan penggunaan uang di luar pembukuan sebesar USD 14,7 juta sebagai uang kompensasi dan uang tutup mulut untuk 156 korban pelecehan seksual yang dilakukan para imam yang bekerja di keuskupan Buffalo. Uskup baru Buffalo, Mgr Michael W. Fisher mengemukakan keputusan itu pada hari Selasa 25/10/2022. Kendati yakin tidak ada kesalahan dalam prosedur keuangan, namun demi meyakinkan publik dan memenuhi prosedur hukum, Keuskupan Buffalo setuju melaksanakan audit keuangan independen, dan menyesalkan kejadian pelecehan seksual oleh para imam di keuskupannya. Jaksa Penuntut Umum Laetitia James menyatakan langkah audit keuangan independen itu diperlukan dalam era pengawasan umum dan akuntabilitas, demi kepercayaan umum kepada lembaga keuskupan dan demi memelihara iman umat.


                                        Jaksa Penuntut Laetitia James

Dua Uskup Buffalo telah diberhentikan dari tugas pelayanan umum karena dituduh menutup-nutupi perkara pelecehan seksual itu dengan memberikan uang kompensasi yang disangka dilakukan di luar pembukuan dan tidak melaporkannya pada Vatikan. Mgr Richard J. Malone dan penggantinya Uskup oksilier Mgr Edward M. Groz dituduh menyalahgunakan dana kerasulan umum untuk melindungi para imam pelaku pelecehan seksual pada anak-anak. Mgr Malone diberhentikan pada 2019 dan Mgr Groz pada kuartal pertama 2020. Keduanya dilarang menjadi wali dana kerasulan apa pun di wilayah AS. Jika Mgr Malone dilucuti dari semua kuasa imamatnya, Mgr Groz masih diperbolehkan. Hukuman yang dijatuhkan atas kedua Uskup umumnya dianggap tidak pada tempatnya dan tidak adil.

Proses pengadilan atas 20-an imam yang melecehkan anak-anak secara seksusal di Keuskupan Buffalo berlangsung dari 2020 setelah penyidikan 2018-2019 dan melebar pada aspek penyalahgunaan keuangan.

Keuskupan Buffalo merayakan yubileum 175 tahun keberadaannya ketika diterpa badai yang diancam dengan Undang-undang AS tentang Kebangkrutan pasal 11 dan harus menghadapi pengadilan negara dengan seksama.




Lapangkanlah Tempat Kemahmu, Proses Sinodal Tingkat Benua Sinode Uskup 2023


Ketika Ikafite menyelenggarakan Perayaan Syukur atas Anugerah Pembaruan Konsili Vatikan II pada 15 Oktober 2022, sebagian Uskup kita menghadiri Perayaan 50 tahun Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC) yang sekaligus meneguhkan "suara Asia" dalam Sinode Para Uskup Sedunia 2023 nanti. Sementara itu di Sekretariat Sinode 2023 Vatikan dokumen ringkasan konsultasi sinodalitas Gereja diolah untuk pengantar konsultasi tingkat kontinental  dan menghasilkan suatu dokumen 44 halaman berjudul "Lapangkanlah Tempat Kemahmu" yang berintikan dorongan untuk menghadirkan Gereja yang semakin terbuka inklusif. (24 Oktober 2022). Dokumen ini didistribusikan pada 27 Oktober 2022.

Sekretariat Sinode 2023 telah menerima kontribusi dari 112 Konferensi Uskup (dari 114 Konferensi Uskup yang ada di dunia), dari seluruh 17 Gereja Katolik Timur, dan sumbangan refleksi dari 17 dikasteri (dari 23 dikasteri Kuria Roma), dari para superior religius, lembaga hidup bakti dan serikat kerasulan, serta ribuan sumbangan perorangan dan lembaga-lembaga pendidikan katolik berkat sarana digital. Dikatakan bahwa jumlah partisipasi dan kontribusi ini jauh melampaui harapan. (art 5).

Untuk tingkat konsultasi kontinental awal 2023 nanti, jauh dari kesimpulan (art 7), dokumen pengantar mengingatkan bahwa Sinode tidak semata-mata diharapkan menghasilkan dokumen, namun terutama membuka cakrawala harapan untuk pelaksanaan misi pertutusan (art 6) dengan mendengarkan Roh Kudus melalui cita-rasa iman (sensus fidei) seluruh umat (art 8 dan 11), memetik gambaran dari Yes 54:2-4 "Lapangkanlah tempat kemahmu..." Kemah ini dipahami sebagai ruang untuk persekutuan, tempat untuk ambil bagian (partisipasi) dan landasan untuk misi perutusan (art 10).

Lima langkah perlu dikuatkan : mendengarkan pada awal keterbukaan menjadi "menyambut" dalam persekutuan, mengempos dorongan untuk melayani misi perutusan keluar melayani agar orang hidup dalam segala kelimpahannya,  melaksanakan misi dalam gotongroyong partisipatif bertanggungjawab berdasar martabat baptisan,  menciptakan peluang2 untuk persekutuan yang hidup, partisipatif dan misioner dalam struktur2 dan kelembagaan2 yang dibentuk dengan tepat dan ditopang oleh spiritualitas yang hidup, serta memuncak dalam Ekaristi sebagai wujud nyata sekaligus sumber persekutuan, partisipasi dan misi perutusan.

Berikut adalah versi bahasa Inggris dokumen 44 halaman termaksud:

https://drive.google.com/file/d/1A8x5XSfGdl-LcXtw5P2iscsIvC-mVqZu/view





KABAR DARI VATIKAN 4

 Seruan Untuk Menempuh Jalan Damai

Seruan bersama Komite Olimpiade Internasional, Dikasteri untuk Kebudayaan dan Pendidikan, Dikasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan, Dikasteri untuk Memajukan Perkembangan Manusia Integral Vatikan.

Ikutilah Jalan Perdamaian

Dunia kita sekali lagi menghadapi konflik, kekacauan dan tantangan berat. Deraan perang, perubahan iklim dan kesulitan ekonomi menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan jutaan orang di seluruh dunia. Karena perang di dunia, lebih dari 100 juta kehilangan rumah, terpisah dari keluarga, dan tak terbilang ibu-ibu, ayah-ayah, anak lelaki dan perempuan hidup dalam ketakutan, tidak dapat melakukan ibadah, tak bisa mewujudkan impian untuk hidup yang lebih baik, atau bahkan tidak bisa untuk sekedar melakukan olahraga.

Tragedi kemanusiaaan ini menimpa sementara dunia masih belum sembuh sepenuhnya dari pandemi global yang mengingatkan kita betapa rapuhnya semua manusia. Dalam terang pengalaman kerendahaan hati itu, kami meneguhkan niat kami untuk melanjutkan membangun perasaan yang kuat untuk bela rasa satu sama lain yang timbul sejak krisis kesehatan itu. Kami yakin bahwa hanya dengan semangat solidaritas demikian dalam hati kita, kita dapat menghadapi berbagai tantangan yang mengancam kemanusiaan dan bumi kita secara efektif.


 Dengan semangat solidaritas, kami mendesak agar para pemimpin dunia mengusahakan solusi yang adil dan damai atas semua sengketa dan konflik. Kami menyerukan agar mereka memajukan dialog, pengertian dan persaudaraan antar bangsa-bangsa, dan menjunjung harkat martabat setiap orang, perempuan dan anak-anak, terutama kaum miskin, rentan, yang terpinggirkan dan menderita akibat kekerasan perang dan konflik bersenjata.

Tuhan menghendaki damai dan persatuan segenap keluarga manusia. Pesta Olahraga Olimpiade dan Paralimpik merupakan simbol persatuan seperti itu, dengan menghimpun pribadi-pribadi dan bangsa-bangsa bersama dalam pertandingan yang sehat dan mengajak seluruh dunia menyaksikan dalam pertandingan atletik suatu lorong sejati untuk perdamaian, yang didasarkan pada disiplin pribadi dan komitmen tim demi mewujudkan keunggulan.

Dipersatukan dalam keyakinan ini, kami menyerukan pada para pemimpin dunia untuk mengikuti jalan perdamaian ini, demi kebaikan setiap negara dan bangsa.


Thomas Bach
IOC President

Cardinal José Tolentino de Mendonça
Prefek Dicasteri untuk Kebudayaan dan Pendidikan

Cardinal Kevin J. Farrell
Prefek Dicasteri untuk Awam, Keluarga dan Kehidupan

Cardinal Michael Czerny
Prefek Dicasteri untuk Kemajuan Perkembangan Manusia Integral


Awam Seketraris Jendral Konferensi Uskup Belgia dan Jerman

Konferensi Waligereja Jerman memilih Beate Gilles, seorang wanita theolog, sebagai perempuan pertama yang memimpin administrasi konferensi mereka. Gilles (50 tahun) seorang atlet lari, "saya tahu untuk lomba maraton 40 kilometer, saya harus latihan berlari 1000 kilometer", maka mempunyai stamina dan semangat juang prima. Ia dipilih ketika konferensi Uskup Jerman didera persoalan skandal dan memerlukan pembaruan. Gilles menjadi solusi ketika 22 juta umat katolik Jerman menghendaki tampilnya wanita pemimpin. 



Gilles efektif akan memangku jabatan Sekretaris Jendral Konferensi Waligereja Jerman pada 1 Juli 2022. Ketua DBK (Konferensi Waligereja Jerman) Mgr  Georg Bätzing menyatakan bahwa pemilihan Gilles menunjukkan tekat kuat para Uskup Jerman untuk mempromosikan perempuan dalam jabatan kepemimpinan Gereja Katolik Jerman. Gilles menggantikan RP Hans Langendörfer yang telah mengabdi selama 24 tahun sebagai sekretaris jendral DBK.

Gilles tidak menikah. 

Konferensi Waligereja Belgia memilih Bruno Spriet (35 tahun) menjadi sekretaris jendral mereka yang baru menyongsong persidangan 13 Maret 2023.  Ia menggantikan Mgr. Herman Cosijns yang akan pensiun. 

Bruno Spriet adalah ayah dari dua anak. Awam pertama yang menjadi Sekretaris Jendral Konferensi Uskup Belgia. Ia menyandang gelar master Teologi dan Sosiologi Agama dari Unika Leuven, master General Management (Vlerick Business School) dan  pasca sarjana Grant Management, Filantropi dan Investasi Social (Bayes Business School, London).



Kamis, 27 Oktober 2022

Climate Classroom @ COP27

 




The Climate Classroom @ COP27 is an innovative learning experience designed to help those attending get quickly up-to-speed on key climate issues. Throughout COP27, our team of experts will deliver free online and on-site 45-minute classes on a range of climate change topics. Pre-registration will be required for each online class, which will have a maximum capacity of 50 participants. Spaces will be allocated on a first-come, first-served basis, and everyone is welcome to join. So pick the online classes that interest you most and register below to secure your spot! (All times CET):

Week 1

Climate Change and Human Rights (Monday, 7th November, 10am)

Climate Action and Humanitarian Energy (Monday, 7th November, 4pm)

Advancing Climate Smart Agriculture - The FAO E-Learning Academy (Tuesday, 8th November, 3pm)

Comment travailler dans l’économie verte ? (Tuesday, 8th November, 4:30pm)

Climate Action - The International Climate Shapers Boot Camp (Wednesday, 9th November, 10am)

Advancing ACE Through Monitoring, Evaluating, and Reporting (Wednesday, 9th November, 5pm)

Information and Communication Technologies for the Net Zero Transition (Thursday, 10th November, 11am)

Communicating Climate Science (Thursday, 10th November, 2:30pm)

Digital Transformation for People-oriented Cities and Communities (Thursday, 10th November, 4pm)

Climate Change and Health - On-site (Friday, 11th November, 8am CET I 9am EET - Livestream)

Climate Change Communication (Friday, 11th November, 3pm)

Week 2

Human Rights, Gender and Climate Change (Monday, 14th November, 10am)

Climate Change Adaptation (Monday, 14th November, 2pm)

Climate Finance Advocacy by Youth (Tuesday, 15th November, 10am)

State of NDCs: How Countries’ Climate Plans Stack Up (Tuesday, 15th November, 4pm)

E-Waste Policy and Statistics (Wednesday, 16th November, 10am)

Green and Digital Entrepreneurship - Women and Young People's Perspectives (Wednesday, 16th November, 4pm)

Early Warning Systems (Thursday, 17th November, 4pm)

How to Work in the Green Economy? (Friday, 18th November, 2:30pm)

Systemic Change for Climate Action (Friday, 18th November, 4pm)

The Climate Classroom @ COP27 is an initiative of the Swiss Development Cooperation (SDC) and UN CC:Learn, in collaboration with UN and other partners.

Membaca Kisah Hidup Untuk Menemukan Jejak Kristus

 


Paus Fransiskus

Audiensi Umum 19 Oktober 2022

Dalam katekese pekan ini Paus mengajak kita fokus pada proses membuat pertimbangan yang baik. 

Dalam hidup, kita harus membuat keputusan-keputusan, selalu, dan untuk membuat keputusan kita harus menjalankan proses menimbang-nimbang. Setiap kegiatan penting mengandung "instruksi-instruksi" yang perlu diikuti, yang perlu kita ketahui demi menghasilkan buah-buah yang diinginkan. Salah satu unsur dari pertimbangan yang tak boleh dilupakan adalah kisah hidup kita sendiri. Katakanlah, mengenal kisah hidup kita sendiri merupakan unsur pokok bagi pertimbangan keputusan hidup kita.

Hidup kita adalah "kitab" yang paling berharga yang dianugerahkan kepada kita, suatu kitab yang sayangnya tidak dibaca oleh banyak orang, atau jika pun dibaca, sudah terlalu terlambat, sebelum datangnya kematian. Namun, justru tepatnya di dalam kitab itulah orang menemukan apa yang dicarinya di mana-mana. Santo Agustinus, seorang yang rajin mencari kebenaran, memahami justru dengan membaca kembali hidupnya, menemukan dalam kesunyian dan kedalamannya, namun menentukan, langkah-langkah kehadiran Tuhan. Ia mencatat dengan penuh kekaguman: "Engkau berada di dalam, sedang aku di luar dan di sana aku mencari-cari Engkau; aku, dengan buruk, bergegas mengubek secara acak di antara semua keindahan yang Engkau ciptakan. Engkau menyertai aku, sedang aku tidak menyertai Engkau" (Confessions X, 27.38). Maka ia mengajak kita memelajari hidup batin kita untuk menemukan apa yang kita cari: “Kembalilah dalam dirimu sendiri. Dalam relung hidupnya sendiri tinggallah kebenaran” (On True Religion, XXXIX, 72). Undangan ini saya teruskan kepada anda semua, juga kepada diri saya sendiri : “Kembalilah ke dalam diri anda sendiri. Bacalah hidupmu. Bacalah batinmu sendiri, jalan yang kamu ambil. Dengan jernih dan sungguh-sungguh. Kembalilah dalam dirimu sendiri”.

Berulang kali, kita juga mendapat pengalaman seperti Santo Augustinus, menemukan diri kita terpenjara oleh pikiran-pikiran yang menjauhkan kita dari diri kita sendiri, pesan-pesan stereotip yang merugikan kita: misalnya, “saya tidak berguna” – dan anda sedih karenanya; “segala sesuatu serba salah bagiku” – dan anda terpukul; “aku tak pernah mencapai sesatu yang berharga” - dan anda berduka, dan demikianlah jadinya hidup anda. Kata-kata pesimistis yang melemahkan anda! Membaca sejarah hidup kita sendiri berarti mengakui adanya unsur-unsur yang meracuni kita ini, tetapi juga meluaskan narasi diri kita, belajar memerhatikan hal-hal lain juga, menjadikannya lebih kaya, lebih menghargai kompleksitasnya, dan berhasil menemukan jalan-jalan khusus di mana Tuhan bekerja dalam hidup kita. Saya mengenal seorang yang menurut orang lain serba buruk: semuanya jelek, semuanya, dan ia sendiri selalu putus asa karenanya.  Ia seorang yang penuh kegetiran, namun sebenarnya ia juga punya banyak kualitas. Orang ini kemedian bertemu dengan orang lain yang memberi bantuan kepadanya, dan setiap kali ia mengeluh tentang sesuatu, temannya itu selalu berkata: “Sekarang, sebagai imbalannya, katakanlah sesuatu yang bagus tentang dirimu”. Orang itu berkata: “Yah, ya… aku juga bisa begini (sesuatu kualitas baik)”, dan berangsur-angsur ia dibantu lebih maju, membaca dengan baik hidupnya sendiri, keburukan maupun kebaikannya. Kita harus membaca hidup kita sendiri, dan dengan melakukan itu kita melihat apa yang tidak baik dan apa yang baik yang oleh perkenan Tuhan ada dalam diri kita.

Di sini kita lihat proses menimbang-nimbang dengan pendekatan narasi; tidak hanya terhenti dalam tanda baca, namun menyisipkan tand-tanda baca itu dalam suatu konteks: dari mana datangnya pikiran ini? Apa yang kurasakan sekarang, dari mana datangnya perasaan itu? Kemana arahnya, apa yang kupikirkan sekarang ini? Kapan aku pernah menemui keadaan seperti ini sebelumnya? Apakah yang terpikir olehku ini sesuatu yang baru, atau pernah kupikirkan pada kesempatan yang lain? Kenapa yang ini lebih menetap ketimbang yang lain? Apa yang mau dikatakan hidup tentang ini?

Mengungkap kembali peristiwa-peristiwa hidup kita sendiri juga memampukan kita menemukan nuansa dan detil yang penting, yang dapat menyatakan diri sebagai bantuan yang sangat berharga kendati tersembunyi. Misalnya, suatu bacaan, suatu pelayanan, suatu perjumpaan, yang pada awalnya dianggap sepele, sering kali memancarkan kedamaian batin;  memancarkan kegembiraan hidup dan mendorong prakarsa baik lebih lanjut. Jeda sejenak dan mengakui hal ini adalah penting dalam menimbang-nimbang. Jeda sejenak dan mengakui: ini langkah penting dalam menimbang-nimbang, suatu tugas menghimpun semua mutiara yang berharga dan tersembunyi yang ditabur Tuhan di tanah kita.

Kebaikan itu tersembunyi, selalu, sebab kebaikan itu rendah hati dan menyembunyikan diri: kebaikan yang tersembunyi dan tidak bicara itu perlu digali pelan-pelan dan terus menerus. Karena Allah bekerja dalam rahasia: Allah tersembunyi, lembut, tidak memaksa; Ia seperti udara yang kita hirup - kita tidak dapat melihatNya tetapi Ia menghidupi kita, dan kita baru menyadariNya hanya ketika kehilangan udara, kesulitan bernafas.

Membiasakan diri membaca kembali hidup ini membina pandangan, membuatnya makin tajam, memampukan melihat mujizat-mujizat kecil yang dibuat Tuhan yang baik badi kita setiap hari. Jika kita sadar akan hal ini, kita dapat milihat arah lain yang dapat menguatkan citarasa, kedamaian dan kreativitas batin kita. Lebih dari itu dapat membebaskan kita dari suara-suara yang meracuni kita. Dengan bijak dikatakan bahwa orang yang tidak mengenal masa lalunya dihukum untuk mengulangnya lagi. Jika kita tidak mengenali lorong hidup yang telah kita tempuh, masa lalu kita, kita selalu mengulangnya, dan jalan berputar-putar. Dan mereka yang hanya berputar-putar tidak pernah maju. Seperti anjing mengejar buntutnya melulu. Berulang-ulang. 

Kita dapat bertanya pada diri kita sendiri: pernahkah kita menceritakan hidup kita kembali kepada seseorang? Ini merupakan pengalaman yang indah bagi mereka yang bertunangan yang bermaksud serius, menceritakan kisah hidup... Ini merupakan satu bentuk komunikasi yang paling indah dan akrab. Memungkinkan kita menemukan kembali hal-hal yang tersembunyi, yang kecil dan sederhana, namun seperti dikatakan Injil, dari hal-hal kecil lahirlah hal-hal yang besar (bdk. Luk 16:10).

Hidup para kudus juga merupakan suatu bantuan yang berharga dalam menemukan gaya kerja Tuhan pada hidup seseorang. Membolehkan kita akrab dengan cara kerja itu. Sebagian perihidup para kudus merupakan tantangan bagi kita, menunjukkan pada kita makna dan kesempatan baru. Ini terjadi misalnya pada St  Ignatius Loyola. Ketika melukiskan penemuan hidup yang mendasar, ia menambahkan penjelasan penting: “Dari pengalaman ia menyimpulkan bahwa beberapa pikiran membuatnya bersedih, yang lain menggembirakan; dan dari sedikit ia belajar mengerti keanekaan pikirannya, bermacam-macam roh yang ada di dalamnya” (cf. Autobiography, no. 8). Pahami apa yang terjadi dalam diri kita, mengerti, sadari.

Menimbang-nimbang adalah membaca narasi tentang momen yang baik maupun momen yang gelap, penghiburan dan keputusasaan yang kita alami sepanjang jalannya hidup kita. Dalam menimbang-nimbang itu hati kita bicara tentang Tuhan, dan kita perlu memahami bahasanya. Marilah kita bertanya di akhir hari misalnya, apa yang terjadi pada hati kita? Ada yang mengira melakukan pemeriksaan hati ini adalah menimbang dosa dan kesalahan - yang banyak kita lakukan - tetapi  pemeriksaan hati juga mengajukan pertanyaan: "Apa yang terjadi dalam diriku? Apakah aku bersukacita? Apa yang membuatku bersukacita? Apakah aku sedih? Apa yang membuatku sedih? Dengan cara inilah kita belajar menimbang-nimbang apa yang terjadi dalam diri kita. 


Rabu, 26 Oktober 2022

Dari Lokalitas Sekadau Melihat Cermin Konsili Vatikan II

 Bambang Kussriyanto

Merespon undangan anggota Ikafite 1976 dari Sekadau, Paulus Lion Oddy, agar ada wakil dari Ikafite hadir dalam acara peresmian Gereja Agung Paroki Santo Petrus dan Paulus Sekadau pada 19 Oktober 2022 saya langsung bergerak cepat menyiapkan itinerari (terima kasih atas panduan bro Mathias Haryadi) dan tiket ke sana. Waktu begitu sempit sejak dari penerimaan undangan hingga pada hari dan jam pelaksanaan acara. Dengan nekad saya berangkat berserah pada penyelenggaraan ilahi. Bersyukur mendapat bantuan bekal uang dari pengurus Ikafite saya berangkat dari Yogya pada 17 Oktober dan transit melalui Bandara Soetta Jakarta terbang ke Pontianak pada 18 Oktober, lalu menggunakan taksi dari Bandara Supadio Pontianak ke Sekadau menempuh jarak 243 km malam hari, dan sampai di Sekadau pukul 02.30 dinihari 19 Oktober 2022. Menginap di Hotel Vinca Borneo, di dekat Terminal Sekadau, tak jauh dari Gereja lama Paroki Petrus dan Paulus Sekadau. Bersyukur bisa tidur nyenyak 2 jam.



Saya mengemban misi pribadi untuk jemput bola memungut bahan-bahan penulisan Sejarah Gereja Katolik Indonesia sejak 1970-sekarang dari cerita dan catatan-catatan lokal dan berharap mendapat gambaran perkembangan Gereja Keuskupan Sekadau/Sanggau. 

Dalam catatan saya, Prefektur Apostolik Sekadau didirikan pada tanggal 9 April 1968, resmi memisahkan diri dari Keuskupan Ketapang dan Keuskupan Agung Pontianak. Jauh sebelumnya, pada tahun 1925 misionaris Kapusin membuka stasi Sanggau untuk melayani pendidikan katolik di Sejiram. Mereka juga membuka stasi Sekadau yang nantinya menjadi  Paroki St Petrus dan Paulus pada tahun 1950. Pada tahun 1948 di Sanggau diadakan Kongres Partai Persatuan Daya yang didukung banyak aktivis mantan murid-murid sekolah katolik. Setelah 1954 para misionaris Pasionis (CP) melayani umat di Sekadau, yang pada waktu itu menjadi bagian dari Prefektur Apostolik Ketapang. Umat berkembang sangat cepat hingga lebih dari 10.000 orang. Oleh sebab itu pada 1968 Sekadau dilepas dari Ketapang yang sulit dijangkau, dan menjadi Prefektur Apostolik sendiri. Empat belas tahun lamanya Sekadau menikmati status Prefektur Apostolik, sampai kemudian digabungkan dengan eks-dekanat Sanggau dari Keuskupan Agung Pontianak, dan ditingkatkan pada status Keuskupan pada 1982, ketika tahta uskup dipindahkan ke Sanggau yang dalam administrasi pemerintahan berstatus kabupaten Daerah tingkat II, menjadi Keuskupan Sanggau,  Jumlah umat katolik pada 1982 di Keuskupan Sanggau 183.350 orang melebihi 60% jumlah penduduk. Sekadau yang berstatus kecamatan (1970) baru ditingkatkan menjadi kabupaten Daerah Tingkat II pada tahun 2003. Dalam pengakuan sejarah pemerintah Kabupaten Sekadau tertulis: "Seiring dengan perkembangan Daerah dan semangat pemekaran, banyak tokoh masyarakat di Sekadau yang dimotori H.Umar Dja’far, Paulus Lion, Ali Daud, serta beberapa tokoh lainnya pun berinisiatif memperjuangkan pemekaran Kabupaten Sekadau".  Teman kita kentunganensis Paulus Lion Oddy terpilih menjadi anggota DPRD Sekadau perdana. Pembentukan Kabupaten Sekadau tertuang dalam :

  • Undang-undang Nomor 34 Tahun 2003 Tentang pembentukan Kabupaten Melawi dan Kabupaten Sekadau di Provinsi Kalimantan Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Repeublik Indonesia Nomor 4344).
  • Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah  sebagai mana telah diubah dengan undang-undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).

Paroki St Petrus dan Paulus Sekadau berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan Kota Sekadau berhubungan sebagian umat menjadi PNS bahkan berada dalam jajaran pimpinan pemerintah daerah kabupaten Sekadau, mulai dari Bupati, kepala-kepala dinas, dan jajaran legislatif DPRD. 

Gereja lama yang menyelenggarakan Misa Hari Minggu empat kali enam tahun terakhir sudah tidak bisa menampung jumlah umat. Sebagian terpaksa luber menghadiri Perayaan Ekaristi di halaman gereja. Maka umat dan pimpinan Gereja mengusahakan pembangunan gedung gereja baru. Seorang umat dermawan, Sunaryo, pedagang pasar, bermurah hati menghibahkan tanah seluas 1,1 hektar di jalan Merdeka arah Sanggau, sekitar 2 km dari lokasi gereja lama. Rancangan bangunan dibuat seorang arstek dari Keuskupan Ketapang, sedang pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor Sekadau yang cermat teliti dan kooperatif dengan panitia pembangunan meskipun ia buta huruf. Umat paroki mengawali pengumpulan dana untuk modal pembangunan, disambung dengan dana solidaritas dari Keuskupan Sanggau, dan kemudian dilengkapi dengan dana bantuan Pemerintah Daerah melalui APBD. Pembangunan gereja baru dimulai pada 2019 dan dianggarkan selesai pada akhir 2022.


            Pak Sunaryo (tengah), menyumbangkan tanah 1,1 hektar untuk bangunan gereja baru Sekadau

Berhubung Uskup Sanggau Mgr Mencuccini CP pensiun dan akan digantikan Uskup baru pada 11 November 2022, maka bangunan gereja St Petrus dan Paulus Sekadau walaupun 90% dari rencana penyelesaian perlu diresmikan dan diserahkan untuk digunakan. Misa pertama Uskup baru di Gereja Petrus dan Paulus Sekadau dijadwalkan tanggal 20 November 2022. 

Dari menghadiri acara peresmian Gereja Agung Paroki St Petrus dan Paulus Sekadau, saya yang baru saja mengikuti acara Ikafite di Yogyakarta dalam rangka Syukur atas Anugerah Pembaruan Konsili Vatikan II melihat cermin bagaimana ajaran Konsili Vatikan II dihayati, dilaksanakan, diamalkan oleh umat katolik Sekadau. Pertama-tama bahwa mereka menjadi persekutuan umat Allah dalam Yesus Kristus yang rukun mesra bersatu padu, baik para gembala, awam maupun kaum religius seperti yang diharapkan Konstitusi Dogmatik tentang Gereja Lumen Gentium. Pada hari kerja, acara peresmian dihadiri lebih dari 2000 umat yang bergotongroyong menyukseskan agenda upacara hingga ramah tamah. Lebih dari 60 pastor dari paroki-paroki sekitar ikut meresmikan Gereja Agung Sekadau. Para bruder dan suster pun hadir meramaikan acara ini. Bangunan gereja pada dasarnya adalah rumah besar "betang", dengan corak perpaduan antara gaya Melayu Islam dan struktur ornamental Daya yang kuat dengan paduan warna, yang secara keseluruhan mengingatkan bahtera Nuh, sekali gus mengingatkan pasal-pasal inkulturasi dalam Konstitusi Konsili Vatikan II tentang pembaruan Liturgi Sacrosanctum Concilium. Semangat "aggiornamento" memadukan kepentingan ibadat dengan kebutuhan ruang umat masa sekarang untuk sosialisasi dan perkembangan teknologi, menghasilkan bangunan tiga lantai; lantai pertama untuk ruang parkir, lantai kedua untuk aula serba guna; lantai paling atas untuk ibadat. Acara peresmian melibatkan liturgi yang menunjukkan peran serta aktif seluruh jemaat, khidmat namun penuh semarak dan indah memuliakan Allah. 

Bahwa awam juga berperan besar dalam pembangunan gereja merupakan buah lebat dari Dekrit Kerasulan Awam Konsili Vatikan II Apostolicam Actuositatem. Keterlibatan jajaran pendidikan termasuk alumni sekolah-sekolah katolik lokal yang telah menjadi PNS, polisi dan TNI menunjukkan buah-buah ranum dari Dekrit Konsili Vatikan II Gravissimum Educationis. Para Bruder dan Suster yang meramaikan karya pastoral paroki menunjukkan pelaksanaan Dekrit Konsili Vatikan II Perfectae Caritatis. Tampilnya para imam asli daerah, baik religius maupun diosesan, menunjukkan keberhasilan pelaksanaan Dekrit Konsili Vatikan II baik Optatam Totius tentang pembinaan imam maupun tentang hidup dan karya para imam Presbyterorum Ordinis

Ajaran Ekumenisme dari Dekrit Unitatis Redintegratio dan Dialog karya dari Deklarasi tentang agama-agama non Kristiani Nostra Aetate tampak dalam kehadiran saudara-saudara dari agama Kristen dan Islam, Hindu serta Buddha dan agama lain dalam acara peresmian Gereja Agung. Mereka tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama, dan bagi mereka diberikan penghormatan khusus termasuk dalam penyediaan konsumsi halal bagi Muslim dan non-daging untuk yang lain dalam acara ramah tamah. 

Perhatian pada keluarga-keluarga umat, warna-warni kebudayaan, pemberdayaan ekonomi umat dan penghadiran negara yang tampak nyata mencerminkan pelaksanaan Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II Gaudium et Spes. Peliputan dan penyiaran seluruh acara oleh Kominfo Sekadau yang sudah menggunakan teknologi drone dan siaran radio lokal juga menunjukkan pelaksanaan dekrit komunikasi sosial Inter Mirifica dari Konsili Vatikan II. 

Pendeknya, saya menjadi saksi bagaimana sebagian besar dari ajaran Konsili Vatikan II dilaksanakan dengan meriah penuh sukacita dan optimisme oleh seluruh umat paroki St Petrus dan Paulus Sekadau dalam acara peresmian Gereja Agung mereka, menyatakan diri mereka sebagai gereja yang hidup dan saksi Kristus yang dinamis bagi masyarakat di sekitar mereka.

Aspek ajaran tentang Misi Ad Gentes dari Konsili Vatikan II tersembul kemudian ketika saya mengunjungi rumah komunitas suster CP. Dari rumah pertama mereka di Sekadau (1974), para suster CP meluaskan karya di Malang (dan mendirikan rumah provinsialat di Malang). 

                                    Di rumah pertama komunitas suster Pasionis di Sekadau


Terlebih ketika mengunjungi rumah para bruder Maria Tak Bernoda (MTB), saya menjadi saksi perputaran cakra manggilingan karena penyelenggaraan ilahi yang menakjubkan. Para bruder MTB dikirim dari markas mereka di Huijbergen Belanda mula-mula ke Singkawang pada 1921. Mereka melebarkan sayap karya pendidikan ke Nyarumkop, Pontianak, Banjarmasin, Kuala Dua, Putussibau, Sekadau, lalu ke Jawa Blitar, Kudus, Pati, Yogyakarta. Kemudian ke Merauke-Papua. Pada tahun 2017 para bruder MTB menyelenggarakan Kapitel Umum di Huijbergen-Belanda. Pada akhir Kapitel Umum itu diambil keputusan untuk memindahkan markas besar  dan Dewan Pimpinan Umum MTB dari Huijbergen-Belanda ke Pontianak-Indonesia, dengan pertimbangan organisasi bahwa para anggota MTB Huijbergen pada umumnya sudah memasuki usia pensiun sedang pangggilan baru tidak ada, sementara komunitas MTB Pontianak-Indonesia sangat subur, produktif dan muda. Maka sejak 2018 MTB resmi bermarkas besar di Pontianak-Indonesia. MTB-Indonesia bertanggungjawab menghidupi MTB Huijbergen-Belanda dan karya misi MTB lainnya di Brasilia.

                                            Komunitas San Damiano Bruder MTB Sekadau


Mewakili Ikafite mengunjungi Sekadau dengan bantuan Paroki Petrus dan Paulus Sekadau melalui perantaraan anggota Ikafite 1976 Paulus Lion Oddy, membawa buah hasil kesaksian pelaksanaan ajaran Konsili Vatikan II yang amat semarak dan sangat menjanjikan di komunitas Sekadau pada khususnya, di Keuskupan Sanggau pada umumnya, serta secara lebih khusus pada komunitas pasar umat Katolik Sekadau (dengan acara tetap coffee morning mereka), komunitas suster CP Sekadau, dan komunitas San Damiano Bruder MTB Sekadau. Selain itu misi pribadi saya mengumpulkan bahan-bahan sejarah Gereja Katolik lokal Sekadau juga memeroleh sukses awal. 

Semarak peresmian Gereja Agung St Petrus dan Paulus Sekadau dapat disimak dalam karya video di bawah ini: 


https://youtu.be/cpSavR_Sqk0

Terima kasih dan salam saya untuk teman Ikafite 1976, Paulus Lion Oddy yang murah dan rendah hati menerima saya dan mengantar saya berkeliling dan mencerap indahnya persahabatan umat katolik Sekadau. Terima kasih kepada Ibu Lion yang rela meminjamkan suaminya menemani saya blusukan di Sekadau. 





Mengenang Konsili Vatikan II sesi I 1962




Gereja Katolik memang sudah hadir lama, empat abad,  di Indonesia.  Kehadirannya selama itu masih diperlakukan sebagai anak yang dirawat, diatur dan dituntun oleh Konggregasi Penyebaran Iman (Propaganda Fide) di Roma/Vatikan, berdasarkan ius commissiones yang dilaksanakan ordo-ordo misionaris.  Dengan Konstitusi Apostolik Quod Christus Adorandus 3 Januari 1961 dan ditegaskan lagi dengan  Surat Apostolik Sacrarum Expeditionem 20 Maret 1961, Paus St Yohanes XXIII setelah tahun sebelumnya melakukan penilaian keadaan berdasar surat permohonan para waligereja dalam sidang di Girisonta bulan Mei 1960, berkenan mendirikan Hirarki Gereja Katolik mandiri di Indonesia. Umat Katolik di Indonesia sudah dianggap dewasa dan mampu mengembangkan hidupnya sendiri, dan sehubungan dengan Krisis Irian Barat yang menyebabkan hubungan antara Indonesia dan Belanda tempat pusat misi ordo-ordo religius yang bekerja di Indonesia terputus sementara, lepas dari pengampuan Roma/Vatikan. Konstitusi Apostolik Quod Christus Adorandus tersebut dipercayakan kepada Internunsius Apostolik pada waktu itu, Uskup Agung Gaetano Alibrandi. Ius commissiones kepada Ordo-ordo misionaris berhenti, digantikan ius mandatum, dengan diserahkannya mandat reksa pastoral umat kepada para Uskup.

Dengan Konstitusi dan Surat Apostolik itu status Gereja Katolik di Indonesia berubah, dari  status “daerah misi” yang untuk berbagai kegiatannya diampu dan dikendalikan oleh Kongregasi Pewartaan Iman di Roma, menjadi suatu Gereja yang mandiri dan otonom dalam menentukan kegiatan penggembalaan dan melaksanakan amanat perutusan Kristus.  Wilayah yang sebelumnya dinamakan “prefektur Apostolik” dan yang satu level di atasnya “vikariat Apostolik” , di mana sebutan “Apostolik” merujuk pada Tahta Suci Vatikan, oleh Konstitusi dan Surat Apostolik itu berubah menjadi “Keuskupan” dan “Keuskupan Agung” mandiri di bawah wewenang Uskup masing-masing.

Pada waktu perubahan itu terdapat 19 Keuskupan dan 6 Keuskupan Agung. Jumlah umat Katolik hampir 1,2 juta jiwa berkembang dari  784.000 di tahun 1949 dan 880 ribu jiwa pada tahun 1952, dan mempunyai banyak katekumen calon baptis. Di satu pihak perubahan itu menunjukkan penghargaan dan kepercayaan Paus atas perkembangan dan kedewasaan Gereja Katolik di Indonesia, di pihak lain kepercayaan itu adalah suatu amanat untuk berdiri di atas kaki sendiri dan bertumbuh secara swadaya. Karena masih baru, tidak semua hal langsung dilepas begitu saja oleh Vatikan/Roma, khususnya Kongregasi Propaganda Fide,  masih ada bantuan dan intervensi Roma dalam beberapa hal, tetapi  sebagian besar wewenang penggembalaan didelegasikan Vatikan/Roma kepada Hirarki Gereja Katolik di Indonesia yang baru mandiri itu. 

Maka selanjutnya ada banyak tugas pekerjaan pengembangan yang harus dilakukan para Uskup setelah Gereja Katolik di Indonesia dipercaya oleh Paus Yohanes XXIII menjadi Gereja yang mandiri dan para Uskup menerima mandat untuk reksa rohani umat Katolik di Indonesia.  Termasuk melakukan persiapan mengikuti Konsili Vatikan II.

Sidang Pertama Konsili Vatikan II

Sesi I Konsili Vatikan II berlangsung dari 11 Oktober  hingga 8 Desember 1962. Amanat Pembukaan Konsili Vatikan II dari Paus St. Yohanes XXIII pada 11 Oktober 1962 menyatakan  “Sering terjadi dalam pengalaman kita melaksanaan pelayanan kerasulan sehari-hari, kita mendengarkan suara-suara dari orang-orang, yang sungguh sangat kami sesalkan, yang  meskipun dikobarkan oleh semangat agama, namun kurang matang  dan cermat dalam pertimbangan. Dalam kondisi masyarakat manusia dewasa ini, mereka melulu melihat keruntuhan dan bencana. Menurut mereka dibandingkan dengan  masa-masa  yang lalu zaman sekarang bertambah semakin  buruk, dan mereka bersikap seolah mereka sama sekali tidak belajar dari sejarah yang sesungguhnya adalah guru kehidupan. Mereka bersikap seolah-olah pada masa Konsili-konsili yang terdahulu segala sesuatu penuh dengan kejayaan gagasan dan hidup kristiani dan untuk kebebasan Gereja.

 Kami rasa kami tidak sepakat dengan para nabi kehancuran, yang selalu melihat bencana semata, seolah-olah kiamat sudah dekat. 

Dalam situasi dunia sekarang, Penyelenggaraan Ilahi  tampak membimbing kerja keras manusia dalam membarui tata kemasyarakatan dengan usaha mereka sendiri yang harus diakui berhasil, bahkan umumnya melampaui harapan, menuju kepada terlaksananya rencana ilahi yang tak terperikan dan unggul. Dan segala sesuatu, termasuk perbedaan-perbedaan manusia, mengarah kepada kesejahteraan yang lebih besar bagi Gereja.

Sungguh mudah untuk memahami realitas ini jika kita memperhatikan dengan cermat betapa sibuknya dunia sekarang dengan  isu-isu politik dan kontroversi  ekonomi  hingga seolah-olah mereka tak punya waktu lagi untuk menata realitas rohani yang menjadi bidang keprihatinan Magisterium Gereja. Cara bertindak ini tentu saja keliru, dan memang tidak bisa disetujui....

Ajaran Kristiani harus dijaga dan sekaligus diwartakan dengan lebih efektif. Ajaran ini untuk seluruh umat manusia yang adalah mahluk jasmani dan rohani seutuhnya. Dan walaupun sedang berziarah di dunia, ajaran ini mengajaknya agar selalu mengarahkan hati ke surga. 

Ditunjukkan bagaimana hidup kita yang fana diatur sedemikian rupa agar memenuhi kewajiban kita baik sebagai warga dunia maupun warga surga, dan dengan demikian mencapai tujuan akhir kita sebagaimana telah ditentukan Tuhan.  Yaitu bahwa semua orang baik perorangan maupun sebagai masyarakat wajib selalu mengarahkan hidupnya sepanjang hayat kepada hal-hal surga dan menggunakan hal-hal dunia untuk maksud itu saja, artinya, bahwa penggunaan harta benda duniawi janganlah mengurangi kebahagiaan surga.

Tuhan bersabda : "Carilah pertama-tama  Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya" (Mat 6,33). Kata "pertama-tama" menunjukkan secara khusus kemana semua usaha dan pikiran kita harus diarahkan; namun jangan dilupakan pula perkataan Tuhan berikutnya: "maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat 6:34)




Namun agar ajaran ini dapat meresapi begitu banyak bidang kegiatan manusia, baik perorangan, keluarga maupun masyarakat, pertama-tama dan terutama Gereja sendiri harus selalu akrab  dengan warisan suci kebenaran yang diterima dari para Bapa itu. Dan serentak dengan itu harus selalu memerhatikan keadaan sekarang, kondisi-kondisi baru dan bentuk-bentuk baru kehidupan yang diperkenalkan zaman modern yang membuka jalan-jalan baru bagi kerasulan Katolik.

Untuk itu, Gereja tak boleh menutup mata pada kemajuan besar  temuan-temuan kecerdasan manusia, dan jangan terlambat ketinggalan dalam memberikan penilaian dengan tepat. Tetapi seraya mengikuti jalannya perkembangan, janganlah ia lalai mengingatkan manusia agar melampaui dan di atas segala yang dicerap indera, mereka selalu mengarahkan hati kepada Allah, sumber segala kebijaksanaan dan keindahan. Dan agar mereka tidak melupakan perintah yang paling utama: “Engkau harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Mat 4:10; Luk 4:8), sehingga pesona hal-hal yang fana tidak menghambat kemajuan yang sejati.

Tentang cara pewartaan ajaran iman dan bagaimana hal itu  ditetapkan, menjadi jelas sangat diharapkan dari sidang Konsili yang berhubungan dengan ajaran iman. Yakni, Konsili Ekumenis Keduapuluhsatu – yang akan  menimba dari pengalaman berlimpah di bidang hukum, liturgi, kerasulan dan pemerintahan dukungan yang efektif dan sangat berharga, harapan untuk menyampaikan ajaran iman Katolik, secara murni dan lengkap,  tanpa cacad atau gangguan,  yang diteruskan selama dua puluh abad kendati  berbagai kesulitan dan pertentangan, menjadi tuntunan umum bagi semua orang. Suatu tuntunan yang walau pun belum diterima dengan baik oleh semua orang, namun selalu merupakan harta kekayaan besar yang selalu tersedia bagi mereka yang berkehendak baik.

Maksud utama Konsili ini dengan demikian bukan membahas lagi pokok-pokok ajaran  Gereja,  yang sudah berulangkali dibicarakan para Bapa dan teolog dari zaman dulu hingga sekarang secara rinci, yang kami anggap kita semua sudah memahaminya dengan baik  dan fasih.

Bukan untuk itu Konsili ini diperlukan. Tapi dari kesetiaan yang diperbarui,  murni dan jernih kepada  seluruh ajaran Gereja seutuhnya dan setepat-tepatnya, seperti yang diwariskan Konsili Trente dan Konsili Vatikan I kepada kita,  umat kristiani katolik di seluruh dunia  dengan semangat apostolik menghendaki  agar kita maju selangkah lagi dalam meresapkan ajaran iman dan membina kesadaran  kaum beriman serta kesetiaan penuh pada ajaran yang autentik  yang dipelajari dan diteguhkan dengan metode-metode penelitian serta bentuk tulisan yang dapat diterima oleh semua orang di zaman kita. Pokok-pokok ajaran iman yang asli adalah satu hal, sedang cara menyajikannya adalah hal yang lain. Untuk yang terakhir itulah kita memberikan pertimbangan sebanyak mungkin dengan kesabaran sejauh mungkin, semuanya dengan bentuk dan proporsi yang terukur dalam suatu magisterium yang terutama bercorak pastoral.

Demikianlah, Gereja Katolik, seraya meninggikan suluh kebenaran agama melalui Konsili Ekumenis ini, ingin menunjukkan dirinya sebagai  ibu yang mengasihi untuk semua,  baik hati, sabar, murah hati dan penuh kebaikan terhadap sesaudara yang terpisah darinya. Kepada mereka yang tertindas banyak kesulitan, Gereja berkata, seperti Petrus kepada  orang miskin yang meminta derma darinya: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan padamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah” (Kis 3:6). Dengan kata lain Gereja tidak memberi kekayaan yang fana kepada manusia zaman ini, juga tidak menjanjikan kebahagiaan duniawi saja. Tetapi ia membagikan kebaikan  rahmat ilahi yang, dengan mengangkat  manusia kepada martabat  anak-anak Allah, adalah perlindungan yang paling efektif dan bantuan ke arah hidup yang lebih manusiawi. Gereja membuka keran mata air ajaran iman yang memberi hidup yang memampukan manusia, diterangi oleh cahaya Kristus, memahami kenyataan dirinya, martabatnya yang luhur dan tujuan hidupnya, dan akhirnya, bersama putera-puterinya, Gereja  menyebarkan di mana saja  kepenuhan kasih Kristiani  sebagai sarana yang paling efektif untuk mengatasi benih-benih perseteruan, memajukan persamaan pendapat, perdamaian yang adil, dan kesatuan semua umat manusia dalam persaudaraan.

Tekad Gereja untuk memajukan dan menegakkan kebenaran berasal dari fakta bahwa, menurut rencana Tuhan, yang menghendaki  agar semua orang diselamatkan  dan sampai kepada pengertian akan kebenaran  (1Tim 2,4), tanpa pertolongan sepenuhnya dari ajaran  yang diwahyukan, mereka tidak dapat mencapai kesatuan pikiran yang lengkap dan kuat, yang terkait dengan damai sejati dan keselamatan abadi. 

Kesatuan dalam kebenaran yang kita lihat ini, sayangnya, belum sepenuhnya dicapai oleh seluruh keluarga Kristiani.

Karena itu Gereja Katolik menganggap sebagai kewajibannya untuk aktif mengupayakan agar sejauh mungkin dapat terpenuhilah  misteri besar kesatuan yang oleh Kristus Yesus, menjelang sengsara  dan wafatNya, dengan doa yang sangat khusyuk dimohonkan dari Bapa Surgawi. Gereja bersukacita dalam damai, karena tahu bahwa dirinya erat terkait dengan doa  Kristus itu; dan bersorak gembira ketika permohonan doa itu meluaskan khasiat buah keselamatan, bahkan kepada mereka yang berada di luar kawanannya.

Saudara-saudara yang mulia, demikianlah tujuan dari Konsili Ekumenis Vatikan Kedua ini, yang seraya menghimpun sebaik mungkin seluruh daya Gereja dan mengusahakan agar manusia lebih siap menerima kabar gembira dan keselamatan, menyiapkan dan mengkonsolidasikan jalan menuju kesatuan umat manusia yang perlu sebagai landasan agar kota dunia menjadi semakin menyerupai kota surgawi, di mana kebenaran meraja, kasih menjadi hukumnya, dan terentang hingga kekal .”

Para Bapa Konsili dari Indonesia dalam persidangan pertama (26 uskup) adalah: Mgr Albers O.Carm, Mgr Arntz OSC, Mgr Bergamin SX,  Mgr Demarteau MSF,  Mgr Djajasepoetra SJ, Mgr Geise OFM, Mgr Hermelink Gentiaras SCJ, Mgr.Mgr Grent MSC, Mgr  J.Klooster CM, Mgr Gabriel Manek SVD, Mgr Paul Sani Kleden SVD, Mgr Henri Romeijn MSF, Mgr M. Schneiders CICM, Mgr Schoemaker MSC, Mgr Soegijapranata SJ, Mgr JH Soudant SCJ,  Mgr Staverman OFM, Mgr AH Thijssen SVD, Mgr van Bekkum SVD, Mgr v.d. Hurk OFM, Mgr v.d. Tillart SVD, Mgr Tillemans MSC, Mgr v.d.Burgt OFM, Mgr v.d. Westen SSCC,  Mgr v. Kessel  SMM, Mgr Verhouven MSC. Delegasi para Uskup Indonesia dalam mengikuti Sidang Pertama Konsili Vatikan II dipimpin oleh Mgr Soegijopranata SJ, dalam kapasitasnya sebagai  Ketua MAWI.   




Dua belas komisi persiapan Konsili telah mengadakan rapat-rapat kerja antara bulan November 1960 dan bulan Juni 1962, dan menghasilkan lebih dari 70 naskah yang kemudian dirangkum menjadi sekitar 20 naskah. Setiap naskah diperiksa oleh Komisi Persiapan Pusat, diperbaiki dengan memperhatikan catatan-catatan yang dilampirkan, dan akhirnya dimohonkan persetujuan Paus. Pada musim panas tahun 1962 sejumlah naskah diedarkan di antara para Uskup sedunia sebagai bahan untuk periode Sidang yang dimulai pada musim gugur 1962. Dalam sidang kerja pertama, pada 13 Oktober 1962 para Uskup tidak bersedia menerima daftar anggota komisi-komisi kerja Konsili yang disodorkan dalam daftar yang sudah siap, karena dominasi Kuria Vatikan, sebaliknya mereka ingin memilih sendiri para anggota komisi-komisi kerja yang umumnya dipimpin 10-12 kardinal dan bersifat internasional demi karakter Konsili yang disebut ekumenis. Hal itu menunjukkan, bahwa banyak Uskup melalui intervensi  Kardinal Frings (Jerman) dan Kardinal Lienart  (Prancis)  tidak setuju dengan nada dan isi pokok banyak naskah yang telah disiapkan dan bersifat Roma-centris, keras, kurang bersahabat. Naskah untuk dibahas yang telah diserahkan kepada para Bapa Konsili  meliputi antara lain draft tentang Sumber-sumber Wahyu, Perbendaharaan Iman, Tatanan Moral Kristiani, Kemurnian-Perkawinan-Keluarga dan Keperawanan,  Konstitusi Liturgi, Komunikasi Sosial dan Kesatuan Kristiani.

Dengan alasan mereka perlu waktu secukupnya untuk saling mengenal dan memilih para anggota komisi-komisi, mereka berkelit dari agenda pengambilan suara atas naskah-naskah, dan menghendaki proses konsultasi berlangsung leluasa seperti biasa terjadi dalam tradisi konsili-konsili yang lalu. Dewan  pemimpin Konsili  menghadap Paus Yohanes pada 16 Oktober 1962 membawa pesan para Uskup. Mereka meminta urutan pembahasan dibalik, mulai dari Konstitusi Liturgi, Komunikasi Sosial dan Kesatuan Kristen. Draft lain-lainnya dibahas dalam masa sidang berikutnya. Paus menyetujui. Maka dikirimkanlah nota kepada para Bapa Konsili: “Animadversiones in "Primam Seriem" schematum constitutionum ad decretorum”, bahwa urutan pembahasan dibalik menurut skema yang utama dulu, dari konstitusi ke dekrit. Mengomentari perubahan itu Kardinal Montini (yang nanti menjadi Paus Paulus VI) pada 18 Oktober 1962 mengirim catatan kepada Kardinal Sekretaris Negara mencemaskan bahwa Konsili tidak mempunyai rencana kerja  yang rapi dan baku. 

Pada  22 Oktober 1962 tema Konstitusi Liturgi dipilih untuk pembahasan pertama karena draft yang dihasilkan lebih tertata rapi; secara keseluruhan sangat bagus, juga dalam bagian-bagiannya, menurut penilaian para Uskup Eropa Tengah. Walaupun demikian, debat mengenai  Konstitusi Liturgi sangat alot. Pokok perdebatan menyangkut  gaya bahasa teks yang lebih puitis ketimbang teologis. Ada ketidakjelasan ajaran yang perlu diperbaiki secara teologis.  Tentang bahasa Liturgi: Latin atau bahasa setempat. Komuni dua rupa. Konselebrasi. Dan otoritas atas liturgi. Pada 6 November 1962 dimintakan kesepakatan tentang penghentian debat mengenai hal-hal yang telah cukup didiskusikan. Pembahasan tentang Konstitusi Lturgi berakhir pada 13 November 1962 dan kemudian diambil suara atas pernyataan:  “Konsili Vatikan II setelah meninjau dan memeriksa skema tentang Liturgi suci, dengan ini menyetujui arah umum yang cermat dan arif, bermaksud membuat bagian-bagian tertentu dari Liturgi lebih hidup dan lebih mudah dipahami umat beriman selaras kebutuhan pastoral di masa kini. Perubahan-perubahan yang didiskusikan dalam sidang konsili sesegera mungkin akan dipelajari dan disusun dalam bentuk yang tepat oleh komisi Konsili untuk Liturgi, dan akan disampaikan pada waktunya kepada sidang umum, dan dengan pemberian suaranya para Bapa Konsili niscaya membantu atau mengarahkan komisi dalam menyiapkan teks yang telah direvisi dan pasti untuk disampaikan kepada sidang umum lagi”. Dari 2215 Bapa Konsili yang hadir, 2162 setuju (melampaui kuorum duapertiga atau 1476). 46 suara tidak setuju.

Diskusi selanjutnya adalah untuk membahas skema tentang komunikasi sosial, Gereja timur dan Hakekat Wahyu Allah. Terutama untuk skema yang terakhir, Hakekat Wahyu Allah, sebagian besar Bapa Konsili menolak teks yang diajukan karena hanya mengakui satu sumber wahyu: sabda Tuhan, maka kurang ekumenis. Nadanya terlalu bersifat skolastik hingga dirasa kering, kurang kehangatan, dan perlu memerhatikan kebutuhan Gereja, sehingga teks itu  perlu ditulis ulang melalui suatu tinjauan teologis yang lebih baik. Walau ketika diambil suara, jumlah yang menolak hanya 1.368 suara, kurang dari kuorum 2/3 yaitu 1.473 suara, namun tetap merupakan mayoritas melebihi  55%. Maka Paus berkenan memutuskan untuk merombak teks dengan wawasan teologi yang lebih lengkap. Untuk revisi dan penulisan ulang teks maka hingga masa sidang sesi pertama berakhir pada 8 Desember 1962, belum ada dokumen apa pun yang dihasilkan Konsili Vatikan II. 

Sementara persidangan pertama Konsili Vatikan II berlangsung, dunia terancam krisis nuklir dipicu situasi di Cuba. Krisis Nuklir Cuba (16–28 Oktober 1962) – ditandai situasi sangat nyaris terjadi perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet karena penempatan peluru kendali Soviet di Cuba dianggap mengancam Amerika Serikat. Setelah armada Amerika Serikat memblokade perairan Cuba memutus hubungan negara itu dari mana pun, barulah Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev setuju memindahkan pelurukendalinya dari Cuba, sedang Amerika Serikat pun memindahkan peluru kendali yang ditempatkan di Turki.