Daftar Blog Saya

Minggu, 05 Februari 2023

KATEKESE OLEH KOMUNITAS KRISTIANI

 

Dipetik dari Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020

KATEKESE OLEH KOMUNITAS GEREJAWI



1 GEREJA DAN PELAYANAN SABDA ALLAH 

283. Allah telah menghendaki mengumpulkan Gereja-Nya di sekitar SabdaNya dan memberinya makan dengan Tubuh dan Darah Putra-Nya. Mereka yang percaya kepada Kristus dilahirkan kembali bukan dari benih yang dapat binasa, melainkan dari sesuatu yang tidak dapat binasa yang adalah Sabda Allah yang hidup (bdk. 1Ptr 1:23). Bagaimana pun, regenerasi ini tidak pernah merupakan tindakan yang sempurna. Sabda Allah adalah roti sehari-hari, yang melahirkan kembali dan tidak putus-putusnya menguatkan peziarahan gerejawi. «Gereja didirikan di atas Sabda Allah; ia lahir dari dan hidup oleh Sabda itu. Sepanjang sejarahnya, Umat Allah selalu menemukan kekuatan di dalam Sabda Allah dan masa kini juga komunitas gerejawi tumbuh karena mendengarkan, merayakan, dan mempelajari Sabda itu.»  Keunggulan Sabda ini menempatkan seluruh Gereja dalam «pendengaran religius» (DV 1). Model dari umat Allah adalah Maria, Perawan yang mendengarkan, yang «menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya» (Luk 2:19). Maka, pelayanan Sabda muncul dari mendengarkan dan mendidik dalam seni mendengarkan, sebab hanya orang yang mendengarkan dapat juga mewartakan. «Seluruh evangelisasi didasarkan pada sabda itu, yang didengarkan, direnungkan, dihayati, dirayakan dan dijadikan kesaksian. Kitab Suci merupakan sumber utama evangelisasi.»

284. Sabda Allah itu dinamis: bertumbuh dan tersebar luas sendiri (bdk. Kis 12:24), sebab memiliki «kekuatan yang tak terduga. Injil berbicara tentang benih, yang sekali ditabur, tumbuh sendiri, bahkan pada saat petani tidur (bdk. Mrk 4:26-29). Gereja harus menerima kebebasan yang sulit dipahami ini dari sabda, yang menyelesaikan apa yang dikehendakinya dengan cara-cara yang mengatasi perkiraan-perkiraan dan cara-cara berpikir kita.»3 Seperti Maria, Gereja juga menyatakan: «Jadilah padaku menurut perkataanmu itu» (Luk 1:38). Dengan demikian, Gereja menempatkan diri bagi pelayanan pewartaan Sabda Tuhan, dengan menjadi penjaganya yang setia. Tuhan sendiri telah mempercayakan Sabda-Nya kepada Gereja, bukan supaya Sabda-Nya tinggal tersembunyi, melainkan supaya bersinar sebagai cahaya untuk semua orang. “Sabda sendirilah yang mendorong kita kepada saudara dan saudari kita: Sabda itulah yang menerangi, memurnikan, menobatkan; kita hanyalah hamba-hamba-Nya.» 

285. Dengan mengacu pada Sabda Allah, Gereja melaksanakan dengan pelayanannya suatu tugas sebagai perantara: mewartakan Sabda di setiap tempat dan waktu; menjaganya, menyebarkannya seutuhnya kepada berbagai generasi (bdk. 2Tim 1:14); menafsirkannya dengan karisma yang sungguh dari Magisterium; mewartakannya dengan kesetiaan dan kepercayaan, agar «dengan mendengarkan pewartaan keselamatan seluruh dunia mengimaninya, dengan beriman berharap, dan dengan berharap mencintainya» (DV 1); Gereja menyatukan pada dirinya umat beriman baru, yang ditambahkan kepadanya melalui penerimaan Sabda dan Pembaptisan (bdk. Kis 2:41). 

286. «Di dalam dinamisme penginjilan, seorang pribadi yang menerima Injil sebagai Sabda yang menyelamatkan, biasanya menerjemahkannya ke dalam sikap-sikap sakramental.» Untuk itu, setelah mengatasi kontras antara sabda dan sakramen, dipahami bahwa pelayanan Sabda juga sangat diperlukan bagi pelayanan sakramen. Santo Agustinus menulis bahwa «orang lahir dalam Roh melalui sabda dan sakramen.» Jalinan sabda dan sakramen mencapai efektivitas maksimalnya dalam liturgi, terutama dalam perayaan Ekaristi, yang menyatakan arti sakramental Sabda Allah. «Sabda dan Ekaristi begitu erat terikat bersama sehingga kita tidak dapat memahami yang satu tanpa yang lain: Sabda Allah secara sakramental menjadi daging dalam peristiwa Ekaristi. Ekaristi membuka kepada pemahaman akan Kitab Suci, sama seperti Kitab Suci pada gilirannya menyinari dan menjelaskan Misteri Ekaristi.» 

287. Subjek pemersatu evangelisasi adalah umat Allah «peziarah dan pewarta Injil.» Konsili Vatikan II berbicara tentang umat mesianis, yang diambil oleh Kristus sebagai sarana penebusan dan diutus kepada semua orang sebagai terang dunia dan garam dunia (bdk. LG 9). Pengurapan Roh (bdk. 1Yoh 2:20) membuatnya mengambil bagian dalam tugas kenabian Kristus dan memberi kepadanya karunia-karunia, seperti sensus fidei, yang memampukannya untuk menegaskan, menyaksikan dan mewartakan Sabda Allah. «Semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani (parresía)» (Kis 4:31). Sebagaimana evangelisasi, demikian pula katekese merupakan kegiatan yang dirasakan sebagai tanggung jawab seluruh Gereja. 

288. Tanggung jawab pewartaan Injil menyangkut semua orang. «Berkat pembaptisan mereka, semua anggota umat Allah telah menjadi murid-murid yang diutus (bdk. Mat 28:19). Semua orang yang dibaptis, apa pun kedudukan mereka di Gereja atau tingkat pendidikan mereka dalam iman, adalah pelaku-pelaku evangelisasi, dan akan tidak memadai membayangkan rencana evangelisasi yang dilaksanakan oleh para pelaku yang berkualitas, sementara umat beriman lainnya hanya menjadi penerima pasif. Evangelisasi baru memerlukan keterlibatan setiap orang yang telah dibaptis.» Jika semua bertanggung jawab, namun demikian, tidak semua bertanggung jawab secara sama. Tanggung jawab berbeda-beda sesuai dengan karunia karisma dan karunia pelayanan, dan keduanya sama pentingnya untuk hidup dan misi Gereja. Setiap orang berkontribusi menurut status hidup dan rahmat yang diterima dari Kristus (bdk. Ef 4:11- 12). 

289. Suatu bentuk konkret dalam jalan evangelisasi adalah praktik sinodal, yang dilaksanakan di tingkat universal dan lokal, dan yang dinyatakan dalam berbagai sinode atau konsili. Suatu kesadaran baru akan identitas misioner kini menuntut suatu kemampuan yang lebih besar untuk berbagi, berkomunikasi, berjumpa, sehingga dapat melangkah bersama di jalan Kristus dan dalam kepatuhan kepada Roh. Bahan sinodal mengusulkan pokok-pokok penting untuk evangelisasi: mengantar kepada disermen bersamaterhadap jalan-jalan yang harus ditempuh; mengarahkan untuk bertindak secara sinergis dengan karunia-karunia yang dimiliki oleh semua orang; menentang pengasingan pihak-pihak atau subjek-subjek individual. «Gereja sinodal adalah Gereja yang mendengarkan, dengan kesadaran bahwa mendengarkan itu “lebih daripada mengetahui.” Gereja seperti itu adalah Gereja yang saling mendengarkan, yang di dalamnya setiap orang memiliki sesuatu untuk dipelajari. Umat yang setia, Kolegium para Uskup, Uskup Roma: seorang mendengarkan yang lain; dan semua mendengarkan Roh Kudus.»11 Apa yang telah dikatakan tentang pelayanan Sabda dilaksanakan secara nyata dalam konteks-konteks tradisi-tradisi gerejawi yang berbeda-beda dan Gereja-Gereja partikular, dalam berbagai hubungan mereka.  

2 GEREJA-GEREJA TIMUR 

290. «Gereka Katolik sangat menghargai lembaga-lembaga, upacara-upacara liturgi, tradisi-tradisi gerejawi, dan disiplin hidup Kristen di dalam Gereja-Gereja Timur. Sesungguhnya, semua itu adalah Gereja-gereja yang terkemuka dan terhormat untuk zaman kuno, yang di dalamnya tradisi para rasul yang diwariskan oleh para Bapa Gereja cemerlang, dan merupakan bagian warisan yang tak terbagi dan diwahyukan secara ilahi dari Gereja semesta» (OE 1). Harta pusaka ini selalu menyumbang untuk evangelisasi. Gereja Katolik berulang kali menegaskan bahwa «Gereja-Gereja Timur memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga, mengenal dan menghidupi mereka», dengan segala cara menghindari kehilangan jati dirinya sendiri. Katekese dalam komitmen ini untuk perlindungan dan penerusan iman dalam Tradisi gerejawi sendiri memiliki peran istimewa. Oleh karena itu, dalam program katekese perlulah bahwa «mereka memancarkan pentingnya Kitab Suci dan liturgi serta tradisi-tradisi Gereja sui iuris dalam patrologi, hagiografi dan dalam ikonografi itu sendiri.» 

291. «Hendaklah ditegaskan kembali bahwa di Gereja Timur, sebagaimana kini juga dianjurkan dalam Gereja Barat, katekese tidak dapat dipisahkan dari liturgi, sebab liturgi, sebagai misteri Kristus yang dirayakan in actu, memberi inspirasi kepada katekese. Metode yang sama dipakai oleh tidak sedikit Bapa-Bapa Gereja dalam pembinaan umat beriman. Pembinaan disampaikan dalam katekese bagi para katekumen dan mistagogi atau katekese mistagogi untuk inisiasi ke dalam misteri-misteri ilahi. Dengan cara ini umat beriman dibimbing terus-menerus kepada penemuan yang penuh sukacita akan Sabda dan wafat serta kebangkitan Tuhan mereka, yang telah diperkenalkan oleh Roh Bapa kepada mereka. Dari pemahaman akan apa yang akan mereka rayakan dan dari perpaduan penuh yang telah mereka rayakan, mereka mendapatkan suatu rencana hidup: maka,  mistagogi adalah isi dari keberadaan mereka yang ditebus, disucikan dan berjalan menuju keilahian dan, dengan demikian, menjadi dasar dari spiritualitas dan moral. Oleh karena itu, dianjurkan secara konkret agar program-program kateketis setiap Gereja Timur Katolik individual hendaknya memiliki perayaan-perayaan liturgi khusus mereka sendiri sebagai titik tolak mereka.» 

292. Semua klerus dan calon-calon tahbisan-tahbisan suci, demikian juga orang-orang hidup bakti dan umat awam dipercayakan misi katekese. Dengan persiapan yang matang dan kokoh, yang diatur oleh norma-norma umum gerejawi, hendaknya mereka juga dididik dan dibina dengan baik tentang ritus-ritus dan norma-norma praktis dalam bahan-bahan antar-ritus, khususnya di mana terdapat berbagai Gereja sui iuris di wilayah yang sama (bdk. OE 4). Di samping itu, «umat beriman Kristiani Gereja sui iuris mana pun, juga Gereja Latin, yang dengan alasan jabatan, pelayanan atau penugasan sering mengadakan hubungan denganumat beriman Kristiani dari Gereja sui iuris lain, hendaknya dibina dengan tepat dalam pengenalan dan penghormatan terhadap ritus Gereja yang sama, sesuai pentingnya jabatan, pelayanan atau penugasan yang mereka laksanakan.» 

3 GEREJA-GEREJA PARTIKULAR 

293. «Pewartaan, penerusan dan pengalaman Injil yang dihayati diwujudkan dalam Gereja partikular atau Keuskupan.» Gereja partikular adalah sebagian dari umat Allah, yang «dihimpun dalam Roh Kudus […], di dalamnya hadir dan berkaryalah Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik» (CD 11). Alasannya adalah bahwa di dalamnya terdapat struktur konstitutif Gereja: Injil, sakramen-sakramen, Uskup, yang dibantu oleh presbiterium memimpin karya pastoral. Gereja partikular «adalah Gereja yang berinkarnasi di suatu tempat tertentu, yang dilengkapi dengan segala sarana keselamatan yang dianugerahkan oleh Kristus, tetapi dengan ciri-ciri setempat.» Namun demikian, Gereja dalam kepenuhannya tidak berdiri sendiri, tetapi dalam persatuan dengan segenap Gereja. Maka, hanya ada satu umat, «satu tubuh, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan» (Ef 4:4-5). Diberikan pertukaran timbal balik yang kuat dan «hanyalah perhatian yang terus-menerus terhadap dua kutub Gereja ini yang memungkinkan kita untuk menangkap kekayaan hubungan antara Gereja universal dan Gereja-Gereja setempat, Gereja individual.»  

294. Seperti halnya Gereja universal, demikian juga setiap Gereja partikular menjadi subjek evangelisasi. Apa yang membentuknya menjadi sumber misinya. Sungguh, justru melaluinya semua orang mengadakan kontak dengan suatu komunitas, mendengarkan Sabda Allah, menjadi orang-orang Kristiani dengan Pembaptisan dan berkumpul untuk merayakan Ekaristi yang, dipimpin oleh Uskup, merupakan perwujudan utama Gereja (bdk. SC 41). 

 295. Diperlengkapi dengan setiap sarana dari Roh Kudus, Gereja-Gereja partikular wajib melanjutkan karya evangelisasi, dengan memberikan sumbangan untuk kebaikan Gereja universal. Dihimpun oleh Sabda Allah, Gereja-Gereja partikular dipanggil untuk mewartakan dan menyebarluaskannya. Dengan menerima tantangan mewartakan Injil, Sabda Allah harus menjangkau wilayah-wilayah yang paling jauh, dan membuka semua daerah pinggiran. Selain itu, dengan hidup di wilayah tertentu, Gereja-Gereja partikular mengevangelisasi dengan mengakar dalam sejarah, budaya, tradisi-tradisi, bahasa-bahasa dan problem-problem umat mereka sendiri. Sabda Allah «memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik; tetapi dengan menampungnya juga memurnikan, menguatkan serta mengangkatnya» (LG 13). Maka, terpenuhilah karunia Pentakosta, yang dengannya Gereja «yang bersabda dengan semua bahasa, memahami dan merangkul semua bahasa dalam cinta kasih, dan dengan demikian mengatasi percerai-beraian Babel» (AG 4). 

 296. Setiap Gereja partikular diundang untuk melaksanakan katekese dengan cara terbaik sebagai ekspresi yang mengevangelisasi dalam konteks budaya dan sosialnya sendiri. Semua komunitas Kristiani bertanggung jawab untuk katekese, meskipun hanya sedikit orang menerima mandat dari Uskup untuk menjadi katekis-katekis. Mereka ini bertindak dan berkarya dalam bentuk gerejawi atas nama seluruh Gereja. 

297. Kegiatan katekese dilaksanakan dalam konteks yang kadang-kadang mempertanyakan bentuk-bentuk tradisional inisiasi dan pendidikan iman. Sesungguhnya, berbagai Gereja partikular dan lokal telah melibatkan diri dalam proses-proses verifikasi dan pembaruan pelayanan pastoral, dengan menentukan tujuan-tujuan, menjabarkan rencana-rencana dan dengan memulai inisiatif-inisiatif di tingkat keuskupan, nasional dan benua. Pembaruan ini juga menuntut komunitas untuk membarui struktur-struktur. Ada kebutuhan kuat untuk menempatkan semua dalam sudut pandang evangelisasi, sebagai prinsip fundamental yang mengarahkan semua kegiatan gerejawi. Katekese juga mengambil bagian dalam transformasi misioner ini, terutama dengan menciptakan ruang-ruang dan program-program konkret untuk pewartaan pertama dan pemikiran baru tentang inisiasi Kristiani dengan sudut pandang katekumenal. Dengan mengatur katekese secara sistematis bersama dimensi pelayanan pastoral lainnya dan berkat suatu disermen pastoral yang realistis, maka dimungkinkan menghindari aktivisme, empirisme dan keterpisahan program-program.  

4 PAROKI-PAROKI 

298. Muncul dari perluasan misioner Gereja, paroki-paroki tergabung secara langsung kepada Gereja partikular, dan menjadi bagaikan selnya (bdk. AA 10). «Diatur sesuai tempat dan ditempatkan di bawah bimbingan seorang pastor yang mewakili Uskup, paroki-paroki dengan cara tertentu menampilkan wajah Gereja yang nyata, yang didirikan di seluruh bumi» (SC 42). Melalui paroki, komunitas-komunitas manusia dijangkau bahkan secara fisik oleh sarana-sarana keselamatan: di antara sarana-sarana itu, yang utama adalah Sabda Allah, Pembaptisan dan Ekaristi. «Jadi, secara jelas dan sederhana, paroki itu didirikan di atas kenyataan teologis, sebab ia merupakan suatu komunitas ekaristis.»  Ekaristi, ikatan cinta kasih, mendesak kepedulian bagi orang-orang yang paling miskin, «dan pewartaan kepada mereka merupakan tanda karya Almasih» (PO 6). 

299. Paroki-paroki, yang didirikan di atas pilar-pilar Sabda Allah, sakramen-sakramen dan karya cinta kasih, yang pada gilirannya mengandaikan jaringan pelayanan, pengabdian dan karisma, «memberi teladan kerasulan jemaat yang jelas, dengan menghimpun semua anggota menjadi satu, entah bagaimanapun mereka itu diwarnai perbedaan-perbedaan manusiawi, dan menyaturagakan mereka ke dalam Gereja semesta» (AA 10). Paroki-paroki menampilkan wajah umat Allah yang membuka diri-Nya kepada semua orang, tanpa memilih orang-orang. Paroki-paroki adalah «tempat biasa di mana seseorang dilahirkan dan bertumbuh dalam iman. Oleh karena itu, paroki merupakan sebuah ruang komunitas yang memadai sehingga pelayanan Sabda, sekaligus pengajaran, pendidikan dan pengalaman hidup, dapat dilaksanakan di dalamnya.» 

300. Pentingnya paroki-paroki tidak dapat mengabaikan kesulitan-kesulitan zaman sekarang, yang ditunjukkan oleh perubahan ruang-ruang sejarah, sosial dan budaya di mana paroki-paroki itu lahir. Fenomena seperti urbanisasi, cara hidup nomaden, arus migrasi, berkurangnya jumlah klerus memiliki pengaruh terhadap paroki. Maka, perlu memulai proses pertobatan misioner yang tidak terbatas pada mempertahankan apa yang ada atau menjamin pelayanan sakramen-sakramen, melainkan mendorong maju ke arah penginjilan. «Paroki bukanlah lembaga usang, justru karena memiliki daya lentur yang tinggi, dapat menerima berbagai bentuk yang tergantung pada keterbukaan dan kreativitas perutusan dari pastor dan komunitas. Tentu saja, meskipun bukan satu-satunya lembaga yang mewartakan Injil, jika terbukti mampu membarui diri dan senantiasa menyesuaikan diri, paroki akan terus menjadi “Gereja yang hidup di tengah rumah-rumah para putra-putrinya.” Hal ini mengandaikan bahwa paroki sungguh berhubungan dengan keluarga-keluarga dan kehidupan umatnya, dan tidak menjadi struktur yang tak berguna di luar kontak dengan umat atau sekelompok orang pilihan yang hanya memperhatikan diri mereka sendiri.» 

301. Sekarang paroki-paroki berkomitmen untuk membarui dinamika-dinamika hubungan-hubungan dan membuat struktur-struktur mereka terbuka dan kurang birokratis. Dengan menampilkan diri sebagai komunitas dari komunitas-komunitas, paroki-paroki akan menjadi suatu dukungan dan suatu titik acuan bagi gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok kecil untuk menghayati kegiatan evangelisasi mereka dalam persekutuan. Di beberapa Gereja, muncul bentuk-bentuk baru organisasi di dalam keuskupan, yang disebut unit-unit pastoral, yang menyertakan partisipasi lebih luas dalam pelayanan. Hadir dalam berbagai kategori, paroki-paroki memiliki tujuan untuk melaksanakan evangelisasi dengan suatu pelayanan pastoral yang sistematis dan menyeluruh, dengan cara yang inovatif dan kreatif. 

302. Dinamika pertobatan misioner berarti bahwa paroki mempertanyakan tentang jenis katekese yang ditawarkannya, terlebih dalam konteks-konteks sosial dan budaya yang baru. Katekese ini menjadi tempat istimewa untuk pendidikan iman, meskipun disadari bahwa itu bukanlah pusat daya tarik seluruh fungsi kateketis, sebab ada program-program dan kegiatan-kegiatan gerejawi lain yang tidak terkait secara erat dengan struktur-struktur yang ada. Komunitas paroki akan tahu untuk masuk dalam dialog dengan realitas-realitas yang ada, mengetahui nilai realitas dan mencapai disermen pastoral tentang cara-cara baru kehadiran yang mengevangelisasi di wilayah. 

303. Kebutuhan akan suatu antusiasme baru untuk mengevangelisasi mendorong pilihan untuk memikirkan kembali dengan perspektif misioner semua kegiatan pastoral komunitas Kristiani, pun pula kegiatan-kegiatan yang lebih umum dan tradisional. Katekese juga digerakkan oleh kebutuhan-kebutuhan akan pertobatan misioner, yang memanggil paroki kepadanya. Sesungguhnya, katekese berkontribusi pada dirinya sendiri ketika ia menggerakkan seluruh prosesnya dengan pewartaan pertama. Untuk sebuah pembaruan program katekese parokial, baiklah mempertimbangkan beberapa aspek berikut. a. Komunitas murid-murid misioner: pada pusat program mengevangelisasi paroki, terutama bukan pada strategi pastoral, juga bukan kelompok elit dan eksklusif dari orang-orang yang sempurna dan ahli, melainkan suatu komunitas murid-murid misioner, orang-orang yang memiliki pengalaman hidup akan Kristus yang bangkit dan menghayati hubungan-hubungan baru yang lahir oleh Kristus. Suatu komunitas Kristiani yang, juga dalam kelemahan para anggotanya dan dalam keterbatasan sumber-sumber dayanya menghayati persaudaraan mistik ini, dengan sendirinya menjadi warta iman yang pertama dan alami. b. Mentalitas misioner: pertama-tama bukanlah soal mematangkan suatu visi baru tentang realitas, dengan beralih dari suatu program pastoral yang terdiri dari ide-ide, rencana-rencana, skema-skema yang ditetapkan sebelumnya kepada suatu keterbukaan kepada karya dari Dia yang bangkit dan Roh-Nya yang selalu mendahului para utusan-Nya. Dalam pendekatan ini, juga katekese parokial dapat dipahami dalam terang suatu gerakan ganda dan timbal balik berkenaan dengan orang-orang. Ia dipanggil untuk menyerap gaya-gaya baru relasi dan komunikasi: misalnya, beralih dari menerima kepada membiarkan diri diterima; dari menahan kata, dengan mengatur komunikasi, kepada memberikan kesempatan untuk berbicara, dengan selalu mengakui dengan kekaguman inisiatif bebas Allah. Ketegangan misioner ini mengundang katekese untuk tidak berpusat diri dan menyediakan diri untuk mendengarkan serta pergi keluar kepada pengalaman-pengalaman hidup orang-orang, sambil menerangi mereka dengan cahaya Injil. Tindakan desentralisasi ini, yang menyangkut terutama sikap-sikap mental, dapat juga diungkapkan dari perspektif ruang-ruang fisik: kegembiraan Gereja untuk mengomunikasikan Yesus Kristus: «diungkapkan baik dengan kepeduliaannya untuk mewartakannya ke wilayah-wilayah yang lebih membutuhkan bantuan maupun dengan senantiasa bergerak keluar ke daerah-daerah pinggiran dari wilayah sendiri atau menuju situasi sosio-kultural baru.» c. Program-program pembinaan dengan inspirasi katekumenal: komunitas paroki hendaknya dapat menawarkan, khususnya bagi orang-orang muda dan orang-orang dewasa, kursus-kursus pembinaan integral yang di dalamnya memungkinkan untuk menerima dan mendalami secara nyata kerygma, dengan menemukan keindahannya. Suatu program kateketis yang tidak tahu menyelaraskan diri dengan karya-karya pastoral lain berisiko menampilkan dirinya sebagai suatu teori yang tentu saja benar namun kurang relevan bagi kehidupan, maka harus bekerja keras untuk menyatakan secara efektif kebaikan Injil bagi orang-orang pada zaman kita. 

5 PERKUMPULAN-PERKUMPULAN, GERAKAN-GERAKAN DAN KELOMPOK-KELOMPOK UMAT BERIMAN 

304. Pengakuan paroki-paroki tidak mengarah untuk menutup pengalaman gerejawi di dalamnya. Berbagai perkumpulan, gerakan dan kelompok gerejawi sesudah Konsili Vatikan II telah mengalami suatu perkembangan baru. Semua merupakan realitas dalam Gereja yang menunjukkan kemampuan besar mewartakan Injil, dengan meresapi lingkungan-lingkungan yang sering kali jauh dari struktur-struktur tradisional. Kelompok-kelompok komunitas umat beriman telah menyertai sejarah Kristiani dan telah menjadi sumber daya pembaruan dan kerasulan. Oleh sebab itu, perlulah mendukung gerakan itu, dengan mengakui bahwa Roh membagikan dengan bebas karunia-karunia-Nya (bdk. 1Kor 12:11). «Gerakan-gerakan itu memperlihatkan suatu karunia pemberian sejati dari Allah untuk usaha penginjilan baru sekaligus juga untuk apa yang dengan sangat tepat disebut sebagai kegiatan missioner.» Meskipun tujuan-tujuan dan metodologi-metodologi sangat bervariasi, muncul beberapa unsur umum: penemuan kembali dimensi komuniter; penguatan aspek-aspek hidup Kristiani seperti mendengarkan Sabda, praktik kesalehan, amal kasih; pengembangan umat awam dalam misi gerejawi dan sosial. 

305. Gereja telah mengakui hak berkumpul umat beriman, dengan mendasarkannya pada dimensi sosial kodrat manusia dan martabat pembaptisan. «Alasan yang mendalam […] adalah eklesiologis, sebagaimana Konsili Vatikan II dengan terbuka menyatakan bahwa dalam kerasulan terpadu hal itu menunjukkan “tanda persekutuan dan kesatuan Gereja dalam Kristus” (AA 18).» Kadang-kadang dapat timbul kesulitan-kesulitan, yang terutama terkait risiko dari suatu program yang eksklusif, arti identifikasi yang berlebihan dan integrasi yang kurang memadai ke dalam Gereja-Gereja partikular, sehingga Gereja-Gereja partikular harus selalu menjaga persekutuan. Kriteria kegerejaan merupakan bantuan penting untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan untuk memberi kesaksian tentang kesatuan. Perkumpulan-perkumpulan gerejawi merupakan «sumber yang memperkaya bagi Gereja, yang dibangkitkan oleh Roh untuk mewartakan Injil ke seluruh wilayah dan sektor. Seringkali mereka membawa suatu semangat evangelisasi baru dan kemampuan baru untuk berdialog dengan dunia di mana Gereja diperbarui. Tetapi terbukti bermanfaat bagi mereka untuk tidak kehilangan kontak dengan realitas yang kaya dari paroki lokal dan siap sedia berperan serta dalam seluruh kegiatan pastoral Gereja partikular». 

306. Sekarang kematangan telah diperoleh oleh komunitas-komunitas basis gerejawi, yang dikembangkan oleh berbagai Konferensi para Uskup dan sangat tersebar di beberapa negara. Komunitas-komunitas basis gerejawi telah mendorong pembaruan misi: dengan bertolak dari mendengarkan Sabda Allah; dengan mengakarkan Injil dalam budaya dan situasi-situasi para warga setempat, terutama di antara orang-orang miskin; dengan mengembangkan pengalaman-pengalaman hidup komuniter yang nyaman; dengan melibatkan orang-orang dalam suatu partisipasi yang lebih sadar dalam evangelisasi. «Komunitas-komunitas ini merupakan tanda adanya daya kehidupan di dalam Gereja, suatu sarana untuk pembinaan dan penginjilan, dan suatu titik pangkal yang kokoh bagi suatu masyarakat baru yang dilandaskan pada “peradaban cinta” […]. Jika mereka sungguh-sungguh hidup dalam kesatuan dengan Gereja, merupakan ungkapan sejati dari persekutuan dan merupakan sarana-sarana untuk membangun suatu persekutuan yang lebih mendalam. Maka mereka pun menjadi dasar munculnya harapan besar bagi kehidupan Gereja.»  

307. Perkumpulan-perkumpulan, gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok gerejani ini, demi tujuan mengembangkan semua dimensi fundamental kehidupan Kristiani, memberikan makna penting khusus untuk momen pembinaan. Sesungguhnya, «mereka memiliki kemungkinan, masing-masing dengan metode-metodenya sendiri, memberikan pembinaan melalui pengalaman yang dimasukkan secara mendalam di dalam pengalaman hidup kerasulan,maupun mempunyai peluang untuk mengintegrasikan, membuat konkret dan spesifik pembinaan yang diterima oleh para anggota mereka dari orang-orang atau komunitas yang lain.» Program-program pembinaan yang mendalami karisma khusus dari setiap realitas ini, tidak dapat menjadi suatu alternatif untuk katekese, yang tetap esensial dalam pembinaan Kristiani. Maka, sudah tentu penting bahwa perkumpulan-perkumpulan, gerakan-gerakan atau kelompok-kelompok hendaknya secara teratur meluangkan waktu yang dipersembahkan untuk katekese. 

308. Terkait katekese dalam perkumpulan-perkumpulan ini, perlulah mempertimbangkan beberapa aspek berikut: a. katekese selalu merupakan karya Gereja dan, karena itu prinsip kegerejaan katekese harus selalu jelas. Dengan demikian, perkumpulan-perkumpulan, gerakan-gerakan dan kelompok-kelompok khusus, harus selaras dengan semua rencana pastoral keuskupan; b. perlulah menghargai hakikat katekese, dengan mengembangkan semua kekayaan dan membentuk semua dimensi kehidupan Kristiani, seturut dengan kepekaan dan gaya kerasulan yang khas dari setiap karisma; c. paroki dipanggil untuk menghargai katekese yang dilaksanakan dalam perkumpulan-perkumpulan supaya ia sering kali melibatkan banyak orang secara keseluruhan dan melampaui batas-batas paroki. 

6 SEKOLAH KATOLIK 

309. Sekolah Katolik «sama halnya sekolah-sekolah lainnya, mengejar tujuan-tujuan budaya sekolah dan menyelenggarakan pendidikan manusiawi kaum muda. Akan tetapi, unsur khasnya adalah menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah, yang diresapi oleh semangat Injil […] dan mengarahkan seluruh budaya manusiawi kepada pesan keselamatan, sehingga pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang iman» (GE 8). Secara ringkas, ditunjukkan ciri-ciri khas berikut: keharmonisan dengan tujuan pendidikan sekolah umum; komunitas pendidikan autentik yang diresapi oleh nilai-nilai injili; perhatian kepada orang-orang muda; perhatian untuk mendidik pada suatu keterpaduan antara iman, budaya dan kehidupan. 

310. «Satu perubahan yang menentukan dalam sejarah sekolah Katolik [adalah] peralihan dari sekolah-institusi kepada sekolah-komunitas», di mana «dimensi komuniter yang seperti itu bukanlah suatu kategori sosiologis sederhana, tetapi terutama teologis.» Sekolah Katolik merupakan suatu komunitas iman, yang berlandaskan rencana pendidikan yang bercirikan nilai-nilai injili. Dimensi komuniter harus dihayati secara konkret, dengan membentuk suatu gaya relasional yang peka dan penuh hormat. Rencana ini meminta keterlibatan seluruh komunitas sekolah, termasuk para orang tua, dengan selalu mengutamakan para siswa-siswi, yang bertumbuh kembang bersama-sama, dengan menghargai ritme setiap orang. «Hendaknya para guru menyadari, bahwa terutama peranan merekalah yang menentukan bagi sekolah Katolik, untuk dapat melaksanakan tujuan-tujuan dan usaha-usahanya» (GE 8). 311. Sekolah Katolik merupakan subjek gerejani, yang membuat misi Gereja kelihatan, terutama di bidang-bidang pendidikan dan budaya. Sekolah Katolik memiliki sebagai titik acuannya Gereja partikular, yang bukan lembaga asing baginya. Karena itu tidak dapat dikesampingkan atau dipinggirkan, baik identitas Katoliknya maupun perannya dalam evangelisasi. «Sesungguhnya, dari identitas Katolik muncul ciri-ciri keaslian sekolah, yang dibangun sebagai subjek gerejani, tempat kegiatan pastoral yang autentik dan spesifik. Ia mengambil bagian dalam misi evangelisasi Gereja dan menjadi tempat istimewa di mana dilaksanakan pendidikan Kristiani.» Pelayanan Sabda dapat dijalankan di sekolah Katolik dalam banyak bentuk, dengan memperhitungkan wilayah-wilayah geografis yang berbeda-beda, identitas budaya dan para penerima. Pengajaran agama Katolik dan katekese sangat penting. 

312. Alasan-alasan para murid atau orang tua mereka lebih memilih sekolah Katolik dapat bervariasi. Beragamnya pilihan hendaklah dihormati. Meskipun demikian, juga jika alasan pemilihan berkaitan dengan kualitas program pendidikan, katekese dan pengajaran agama Katolik hendaknya disampaikan dengan seluruh nilai budaya dan pedagogis. «Sekolah Katolik, yang berkomitmen untuk menumbuhkembangkan manusia secara integral, dengan melakukan hal itu, menaati perhatian Gereja, dengan kesadaran bahwa semua nilai manusiawi menemukan realisasinya yang penuh dan karena itu juga kesatuan mereka dalam Kristus.» Dalam suatu konteks pluralisme budaya dan religius, tugas Konferensi-konferensi para Uskup dan setiap Uskup adalah mengawasi agar pelaksanaan katekese atau pengajaran agama Katolik dijamin dalam ketuntasan dan koherensinya. 

 7 PENGAJARAN AGAMA KATOLIK DI SEKOLAH 

313. Pengajaran agama Katolik di sekolah telah mengalami perubahanperubahan penting dari waktu ke waktu. Hubungannya dengan katekese adalah hubungan perbedaan dalam komplementaritas. Jika perbedaan itu  tidak jelas, maka ada bahaya bahwa keduanya kehilangan identitas masing-masing. Katekese «mengembangkan ketaatan pribadi kepada Kristus dan kematangan hidup Kristiani, pengajaran sekolah memberi para siswa pengetahuan tentang identitas Kristianitas dan kehidupan Kristiani.» «Ciri khasnya adalah kenyataan bahwa ia dipanggil untuk meresapi suatu lingkup budaya dan untuk berhubungan dengan bidang ilmu lain. Sesungguhnya, sebagai bentuk asli pelayanan Sabda, pengajaran agama di sekolah menghadirkan Injil dalam sebuah proses asimilasi personal, yang sistematis dan kritis, dari budaya.» Pada konteks sekarang ini, «pendidikan agama kerap kali merupakan satu-satunya kesempatan yang dimiliki para siswa untuk berjumpa dengan pesan iman.»  

314. Di mana pengajaran agama dilaksanakan, maka itu adalah suatu pelayanan bagi manusia dan suatu sumbangan berharga bagi program pendidikan sekolah. «Dimensi religius sesungguhnya menjadi esensial bagi kenyataan budaya, ia menyumbang bagi pembentukan menyeluruh seorang pribadi dan memungkinkan untuk mengubah pengetahuan menjadi kebijaksanaan hidup.» Adalah hak para orang tua dan para siswa untuk menerima suatu pembinaan seutuhnya, karena faktor religius merupakan suatu dimensi kehidupan dan tidak dapat diabaikan dalam suatu konteks, seperti sekolah, yang menawarkan pengembangan kepribadian yang harmonis. Pengajaran agama Katolik, dalam pengertian ini, memiliki nilai edukatif sangat besar dan membantu perkembangan masyarakat itu sendiri. 

Lihat juga: Pekan Sekolah Katolik di AS

 315. Sebagai suatu disiplin skolastik, pengajaran agama Katolik perlu menunjukkan kebutuhannya akan sistematika dan akurasi yang sama seperti disiplin-disiplin yang lain, sebab terutama di bidang ini improvisasi itu merugikan dan harus ditolak. Sudah seharusnya bahwa sasaran-sasaran diwujudkan menurut tujuan-tujuan khusus lembaga-lembaga persekolahan. Dibandingkan dengan disiplin-disiplin lain, pengajaran agama Katolik dipanggil untuk mematangkan kondisi jiwa bagi suatu dialog yang penuh hormat dan terbuka, khususnya pada saat sekarang, ketika keadaan-keadaan dengan mudah diperuncing hingga menimbulkan konflik-konflik ideologis yang penuh kekerasan. «Dengan demikian, agama meneruskan kesaksian dan pesan humanisme integral. Humanisme ini, yang diperkaya dengan identitas agama, menghargai tradisi luhur agama seperti: iman; hormat kepada hidup manusia dari sejak pembuahan hingga akhir alamiahnya; hormat kepada keluarga, masyarakat, pendidikan dan pekerjaan. Semua ini menjadi peluang dan sarana untuk tidak menutup diri, tetapi terbuka dan berdialog dengan setiap orang dan segala sesuatu, yang menuntun kepada apa yang baik dan benar. Dialog tetap menjadi satu-satunya solusi yang mungkin, bahkan ketika berhadapan dengan penolakan sentimen keagamaan, dengan ateisme dan agnotisisme.» 

316. «Tidaklah mungkin mengembalikan ke satu bentuk semua model pengajaran agama di sekolah-sekolah, yang telah berkembang secara historis sesuai dengan persetujuan antara negara-negara dan pertimbangan setiap Konferensi para Uskup. Namun demikian, perlu diupayakan untuk menjamin, sesuai dengan kondisi yang relevan, agar pengajaran agama di sekolah-sekolah menjawab tujuan dan sifatnya yang khusus.»38 Dengan memperhitungkan situasi-situasi setempat, Konferensi para Uskup (dan, dalam kasus-kasus khusus, Uskup-uskup Diosesan) akan menimbang-nimbang berbagai petunjuk untuk memperbarui pengajaran agama Katolik. Selain itu, diminta kepada Konferensi para Uskup untuk memastikan tersedianya buku-buku pelajaran dan, jika diperlukan, sarana-sarana lain dan bantuan-bantuan yang memadai. 

317. Diharapkan bahwa Konferensi para Uskup memiliki perhatian yang sama untuk pengajaran agama di sekolah di mana terdapat anggota-anggota dari berbagai agama Kristiani, baik jika sekolah itu dipercayakan kepada para guru dari suatu agama tertentu maupun para dosen yang tidak memiliki keterkaitan dengan pengakuan iman. Bagaimanapun juga, pengajaran agama Katolik memiliki nilai ekumenis, bila doktrin Kristiani disampaikan secara sungguh-sungguh. Dalam pengertian ini, kesiapsediaan kepada dialog, meskipun lebih sulit pelaksanaannya, harus menginspirasi juga hubungan-hubungan dengan gerakan-gerakan religius baru yang berasal dari kekristenan dan dengan inspirasi Injil yang muncul pada saat-saat belakangan ini. 

318. Supaya pengajaran agama Katolik di sekolah lebih berhasil, penting bahwa para pengajar mampu mengaitkan antara iman dan budaya, unsur manusiawi dan religius, ilmu pengetahuan dan agama, sekolah dan institusi-institusi pendidikan yang lain. Tugas pengajar yang terutama adalah mendidik, yang mengarah pada pendewasaan manusiawi para siswa. Pada saat yang sama, para guru dituntut menjadi orang-orang beriman dan berkomitmen dalam pertumbuhan pribadi dalam iman, masuk ke dalam suatu komunitas Kristiani dan bersedia mempertanggungjawabkan iman mereka juga melalui kompetensi profesional mereka.


Lihat juga postingan terdahulu:

KATEKESE DALAM KOMUNITAS KRISTIANI

-        PELAKUKATEKESE

-        PROSESKATEKESE. TIGA PEDAGOGI

-        KATEKISMUS GEREJA KATOLIK DAN KOMPENDIUMNYA







MANAJEMEN ENERGI PRIBADI



Pada hari Jumat 3 Februari 2023 saya merasa letih sekali, energi saya menurun dan terasa sangat rendah. Saya merasa tak punya greget, atau gairah kerja. Menjelang tidur saya memeriksa katup-katup energi saya dan mendapat beberapa petunjuk. Saya tidur lebih awal, dan keesokan harinya, Sabtu 4 Februari energi saya penuh kembali.

Kebiasaan memeriksa katup-katup energi saya bentuk menurut nasehat seorang ahli. Katup pertama berkaitan dengan nilai-nilai pribadi saya berkenaan dengan kegiatan harian saya. Jika saya mengerjakan sesuatu yang berkenaan dengan hal yang saya nilai tinggi, biasanya semangat saya meningkat, gairah kerja saya memancar keras, saya bekerja dengan bahagia dan tak kenal lelah. Sebaliknya jika saya mengerjakan sesuatu yang dalam urutan nilai saya rendah, semangat saya langsung drop, dan saya lesu kekurangan gairah, lebih sesuai dikatakan serba ogah. Dalam kasus kegiatan saya hari-hari belakangan, walau saya rancang pada level nilai tinggi, namun ketidaklancaran menyebabkan kinerja tidak seperti yang saya harapkan, dengan akibat semangat jadi kempis dan gairah merosot. Bahkan saya meragukan apakah hal yang saya anggap tinggi nilainya masih relevan saya perjuangkan ketika lingkungan tidak mendukung? Saya sadari terutama itulah sebab utama yang membuat saya letih.

Katup yang kedua berhubungan dengan prioritas penggunaan sumber daya. Ini menyangkut pembuatan peringkat kegiatan - masih berhubungan dengan nilai-nilai, tetapi pada tataran kegiatan praktis perlu menimbang mana kegiatan yang "seharusnya" - "mendesak" - "perlu dan harus" - dan "bisa kapan-kapan" dan "baik jika sesekali dilakukan" dan penyusunan jadwal. Semakin seharusnya atau mendesak peringkat kegiatan, makin memompa adrenalin dan membuncah energi yang tersedia. Makin mendekati kriteria bisa kapan saja dan bahkan dipandang baik jika sesekali dilakukan, energi yang tersedia untuk itu menipis. Ketika kegiatan riil ternyata berada dalam kategori buang-buang waktu tanpa hasil yang "penting", energi cenderung drop dan keletihan meningkat.

Katup yang ketiga berkait dengan jumlah dan kualitas asupan makanan untuk menopang produksi energi. Moderasi perlu karena kebanyakan makan akan bikin ngantuk dan lamban. Sebaliknya kurang makan membuat tidak cukup bahan yang diperlukan untuk level produksi energi yang sesuai dengan tuntutan kecepatan kegiatan. Untuk soal tingkat kecepatan kegiatan, irama dan konsistensi makan sangat menentukan. Dalam kasus saya, kemarin itu saya kira saya berlebihan makan (kuantitatif) dan lebih sering, tetapi kurang memerhatikan kualitasnya sehingga alih-alih meningkatkan energi, justru energi saya terkuras untuk mencerna makanan yang berat-berat yang saya konsumsi emelebihi siklus dan takaran yang biasa.



Katup yang keempat adalah menyangkut pilihan konsumsi santapan yang menunjang kinerja. Yang terbaik adalah keseimbangan asupan serat.  Mekanisme peredaran mikrobiome, elektrolit, sekresi dan neurotransmisi yang mendistribusikan energi ke otak, jangan sampai menimbulkan efek rasa tertekan, depresi, kecewa, cemas khawatir, yang membuat semangat merosot. Dalam minggu ini soal tatanan menu ini sama sekali tidak saya perhatikan. Masuk akal jika saya "drained out".

Katup yang kelima moderasi perasaan, menghindari  ekstrem terlalu senang atau terlalu kecewa. Walau tidak sampai mencapai ujung ekstrem, rasanya menganggap usaha saya relatif gagal perasaan negatif membuat saya melepas terlalu banyak energi sia-sia dan membuat level persediaan energi saya merosot drastis. 

Hari Minggu ini saya harus merancang kembali neraca energi saya untuk minggu depan dengan lebih baik. Dengan menata ulang rencana-rencana pribadi.



SEKILAS ARAH LOKALITAS BERITA DAN KOMUNIKASI MASA DEPAN



Semakin kentara arah dan pola komunikasi masa depan condong kepada pemberitaan lokal yang diberi brand Civic News atau Civic Media, yang mengindikasikan fokus perhatian hidup "kewargaan" lokal. Suatu pendapat ahli menyatakan:

"Peluangnya sekarang adalah mengarahkan dan mempercepat transisi kepada sistem media sipil yang baru muncul. Ekosistem baru ini terlihat berbeda dari apa yang sedang digantikannya: sementara pasar komersial memusat pada monopoli informasi, yang muncul sekarang adalah jaringan pluralistik di mana informasi bersifat cair, layanan dibagikan, dan media dibuat bekerja sama dengan mereka yang dilayaninya".

Fokus pada “informasi kewargaan” dan “media kewargaan”, didefinisikan sebagai berikut:
Informasi Kewargaan: Informasi berkualitas tinggi dan dapat diverifikasi yang memungkinkan orang menanggapi kebutuhan kolektif dengan meningkatkan koordinasi lokal, penyelesaian masalah, sistem akuntabilitas publik, dan keterhubungan.
Media kewargaan: Setiap praktik yang menghasilkan informasi kewargaan sebagai fokus utamanya.

Praktisi media kewargaan dipersatukan oleh visi  di mana orang di mana saja diperlengkapi untuk meningkatkan komunitas mereka dengan akses berlimpah kepada informasi berkualitas tinggi, tentang keadaan darurat kesehatan dan keselamatan yang mendesak, lingkungan, orang-orang dan proses pelayanan pemerintahan lokal setiap hari. pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi. Dalam visi ini, pustakawan komunitas yang memfasilitasi percakapan seputar berita digital yang resmi dan tepercaya sama terkenalnya dengan reporter yang gigih mengejar berita.

Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan informasi kewargaan semua individu dan seluruh komunitas.
Suatu gambaran perbedaan karakteristik antara model komunikasi berita lama dan model kewargaan yang baru diringkas sbb.



Pekan Sekolah Katolik AS 2023

 


Perjalaman hidup sistem sekolah Katolik adalah anugerah unik bagi Gereja baik di AS maupun Gereja Universal; keberhasilannya didasarkan pada prinsip pengorbanan diri.

Di AS ada pekan khusus yang didedikasikan sebagai Pekan Sekolah-sekolah Katolik setiap tahun. Sejak 1974 Asosiasi Pendidikan Katolik Nasional (NCEA) AS memprakarsai Catholic Schools Week, CSW. Tema tiap tahun berbeda. Tahun 2023 adalah tahun ke-47, Catholic Schools Week, dari hari Minggu, 29 Januari, hingga Sabtu, 4 Februari. Temanya Keuangan.

Tiga pilar misi pendidikan bagi NCEA adalah Iman-Keunggulan-Pelayanan. Namun pendidikan juga dipandang sebagai kontribusi umat Katolik kepada negara. Belakangan kontribusi penddikan diukur dengan besaran anggaran biaya pendidikan per tahun per anak. Tahun ini anggaran biaya per anak per tahun di AS adalah $14,330. Dengan memperhitungkan jumlah murid semua sekolah katolik, maka umat katolik tahun ini memberi kontribusi $23,4 milyar untuk negara di bidang pendidikan di AS.

Catholic School Week dimaksudkan untuk perayaan syukur dan pujian atas kemampuan memberi kontribusi secara nasional, sambil mengingat peran setiap stakeholder pendidikan katolik. Maka agenda perayaan di sekitar tiga pilar misi pendidikan, iman-keunggulan-pelayanan, dikaitkan dengan dukungan stakeholder dalam sepekan yaitu: paroki dengan Misa syukur pendidikan sebagai jalan pewartaan dan pengembangan iman katolik di paroki-paroki; komunitas masyarakat sekitar termasuk para donatur sebagai lingkungan utama yang memasok masukan situasi yang kondusif bagi proses dan materi pendidikan yang unggul, serta untuk penerimaan hasil pendidikan; para siswa, tak ada sekolah tanpa siswa, maka proses pendidikan berlangsung karena dan untuk para siswa, sehingga siswa sebagai karunia subyek utama pendidikan perlu dirayakan; negara dan bangsa, dengan dinamika situasinya adalah kerangka besar identitas dan ideologi pendidikan nasional; panggilan, memberi arah pengembangan diri siswa dalam pengetahuan, ketrampilan maupun kerohanian yang selaras, baik panggilan profesi maupun panggilan hidup bakti untuk Gereja; pengurus yayasan, para guru, staf dan relawan sekolah yang mengawal berlangsungnya kerja pendidikan dari masa ke masa, mereka juga memerlukan pengembangan diri agar lebih mampu menyumbangkan kinerja terbaik; keluarga, sebagai sumber utama aspirasi dan nilai-nilai yang perlu diolah dan diteruskan sekolah-sekolah dalam mendidik para siswa di tengah perkembangan zaman.





Sabtu, 04 Februari 2023

Sebelum Kunjungan Ziarah Ekumenis Perdamaian Sudan Selatan




Dalam perjumpaan dengan para Uskup Congo di Kantor Konferensi Nasional Waligereja Congo (CENCO) di Kinshasa pada 3 Februari 2023 sebelum meninggalkan Congo untuk melanjutkan perjalanan ke Sudan Selatan, Paus Fransiskus mengharapkan mereka menjadi "nabi-nabi pengharapan bagi rakyat". Perjumpaan juga dihadiri para Uskup peserta Simposium Konferensi Uskup Afrika dan Madagaskar. Mgr Marcel Utembi Tapa, Uskup Agung Kisangani, Ketua CENCO, menjadi tuan rumah.

Congo yang kaya dengan sumber daya "mengingatkan kita akan panggilan untuk memelihara keindahan alam ciptaan", kata Paus. Serentak dengan itu pergumulan yang memiskinkan bangsa meninggalkan "rakyat yang tersalibkan dan tertindas, dihancurkan oleh kekerasan yang kejam, dengan begitu banyak orang tak bersalah yang menderita, yang terpaksa hidup dalam genangan air busuk korupsi dan ketidakadilan. Para uskup diharapkan tetap dekat dengan rakyat, menghindari godaan keduniaan. Inspirasi kenabian ditimba dari Yer 1:5-10 dan bersumber dari santapan sabda Allah (Yer 15:16) menyalakan semangat yang pantang padam (20:9).


Selanjutnya Paus Fransiskus dan rombongan terbang ke Bandara Internasional Juba, Sudan Selatan, dan diterima oleh Presiden dan Wakil Presiden Sudan Selatan di Istana Kepresidenan.

ACARA PAUS FRANSISKUS DI CONGO 2 JANUARI 2023

 


Dalam Kunjungan Apostolik di Kinshasa Congo, Paus Fransiskus dijadwalkan mengadakan perjumpaan dengan kaum muda. Perjumpaan dilakukan di Stadion Para Martir Kinshasa pada 2 Februari 2023 dimulai pukul 09.20 waktu setempat. Diawali dengan sambutan dari Komisi Awam Waligereja Congo, kaum muda melanjutkan acara dengan menyampaikan kesaksian-kesaksian dan pagelaran seni. Sesudah itu Bapa Suci memberikan sambutan. Dalam amanatnya Paus Fransiskus mengajak kaum muda memerhatikan tangan masing-masing, bahwa ke dalam tangan merekalah Congo masa depan dipercayakan. Tergantung apa yang akan dilakukan tangan mereka yang unik dan berbeda-beda dengan karunia Tuhan, apakah akan membangun atau merusak. Memberi atau merampas. Mengasihi atau membenci. Mengepal atau terbuka. Lima unsur penting masa depan Congo berkaitan dengan jari-jari tangan mereka.

Jempol mewakili unsur doa. Penting sekali berakar pada doa. Berakar pada Tuhan, yang memberi kekuatan jauh melampaui kekuatan kita masing-masing. Doa adalah akar yang memungkinkan kita bertumbuh menjadi besar dengan tegar kokoh. Elemen dasar untuk berkembang dan berbuah. Untuk mengubah kualitas udara tercemar yang kita hirup menjadi oksigen yang bersih. Doa punya nama. Salah satunya adalah doa perdamaian.



Jari telunjuk untuk menunjukkan sesuatu kepada sesama. Sesama itu adalah komunitas. Telunjuk mengingatkan perlunya kesatuan dengan komunitas yang membentuk jati diri dan mendukung kesetiaan pada karya-karya yang baik. Jangan menggunakan telunjuk untuk menuding, mengusir orang lain, memisahkan orang lain. Jangan sampai mengurung diri dan terisolasi dari yang lain. Membangun istana pasir di mana tiap elemen terpisah-pisah semata-mata oleh tampilan, kekayaan dan keyakinan agama palsu akan sangat mengecewakan. Majulah bersama komunitas gereja, komunitas bangsa yang rukun bersatu dan terbuka pada perbedaan. Jangan hanya menggunakan telunjuk untuk nutul hape untuk media sosial demi komunikasi. Hidup lebih dari sekedar berurusan dengan layar hape. Lakukan sesuatu yang konkret dalam perjumpaan real dengan teman-teman membangun komunitas.

Jari tengah  adalah yang tertinggi, mewakili harapan besar masa depan. Kejujuran menjadi prasyarat utama. Kejujuran berkait dengan kebenaran. Harapan besar tidak akan terwujud oleh kecurangan, dusta, korupsi. Ini berhubungan dengan kualitas kekristenan sebagai saksi Kristus.



Jari manis adalah yang terlemah karena paling sulit diangkat, justru untuk cincin cinta. Mengingatkan bahwa untuk cinta dan tujuan mulia selalu berkaitan dengan kelemahan, kekurangan dan penderitaan. Dan untuk itu diperlukan sikap penerimaan, memaafkan, kesabaran dan kesetiaan. Justru oleh cinta yang berkorban arah sejarah dapat diubah.

Setelah doa, komunitas, kejujuran dan  pengampunan/maaf yang terakhir jari kelingking yang terkecil mengingatkan keutamaan untuk bersedia menjadi kecil, untuk melayani. Tuhan memperhatikan orang terkecil. Melayani mereka menjadi tanda kebesaran jiwa. Jangan duduk menganggur. Bangun dan bergeraklah, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk melayani, membuat kebaikan, dengan antusiasme melakukan kebaikan bagi mereka yang kecil, memprakarsai perubahan dengan jangka panjang. Itu tidak hanya menyiapkan masa depan dengan impian besar, tetapi juga sekali gus membangun hidup sekarang dengan langkah konkret realistis kecil-kecil.



Masa depan tergantung di tangan kalian sekarang, masa depan Congo, masa depan kalian sendiri.


Jumat, 03 Februari 2023

HARI JUMAT TUHAN WAFAT, HATI KUDUS YESUS, JUMAT PERTAMA DALAM BULAN

1. Paskah  -  wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus merupakan inti iman kristiani, Wafat Tuhan yang disalibkan pada hari Jumat adalah tindakan pengurbanan Yesus Tuhan menebus dan menyelamatkan dunia, agar hidup dalam persekutuan dengan Allah yang kekal, yang dinyatakan dalam kebangkitan Tuhan mengalahkan maut pada Minggu Paskah. Misteri Paskah selalu dirayakan umat Kristiani dan direnungkan sebagai misteri kasih Allah yang menyelamatkan dan misteri iman yang mengalirkan kekayaan kasih sepanjang zaman.

Kebangkitan Tuhan diperingati setiap Hari Minggu, Hari Tuhan, dalam kaitan dengan harapan bahagia eskatologis pada Hari Tuhan yaitu kedatangan Yesus yang kedua-kalinya, yang diimani dengan kasihNya akan mengadili orang yang hidup dan mati, dan menuntun perilaku umat Kristiani setiap hari menuju hari akhir itu. 

Tetapi logika Kebangkitan Yesus Tuhan mengantar kita pada fakta bahwa Ia wafat. Injil menyampaikan nubuat tiga kali tentang Mesias yang menderita, wafat dan pada hari ketiga bangkit dari mati. Maka perayaan Hari Minggu sebagai Hari Tuhan yang bangkit selalu berhubungan dengan kenangan kasih akan wafatNya pada hari Jumat. Hari ketika kasih Tuhan dicurahkan sehabis-habisnya dengan pengorbanan yang suci di kayu salib,  Ketika Ia disiksa, dimahkotai duri, disalibkan, wafat, dan lambungnya ditusuk tombak. Kenangan akan penderitaan dan wafat Tuhan menyalakan dan menghidupkan api kasih kepada Tuhan yang menyelamatkan, yang diwujudkan dengan devosi khusus dan diteruskan menjadi amal kasih pada sesama meneladan tindakan kasih Yesus Tuhan.

Maka hari Jumat mendapat tempat khusus dalam devosi umat kristiani berhbungan dengan laku kasih. Jalan Salib merupakan pernyataan kenangan penderitaan dan wafat Tuhan yang menyelamatkan dan siambut dengan syukur dan hormat tak terhingga.

Perayaan Ekaristi setiap kali merupakan unsur utama devosi, gabungan pujian dan syukur atas korban (Jumat) wafat Yesus dan kebangkitan (Minggu) yang menyelamatkan.

2.  Ketika merenungkan penderitaan dan wafat Tuhan pada hari Jumat, timbul pertanyaan, mengapa semua pengorbanan besar itu terjadi. Jawabnya adalah karena kasih Allah yang tiada tara kepada umatNya. Selanjutnya ada pertanyaan lagi, dari mana asalnya kasih itu? Ada ungkapan kata "kasih-hati", karena kasih bersumber di hati. Dalam Injil berulang kali dikatakan "tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan". Maka renungan kasih selanjutnya dikaitkan dengan hati, Hati Yesus yang Mahakudus, sumber kasih yang tak terhingga.Dalam Injil Markus 7:21-23, Yesus menunjukkan kondisi hati manusia yang telah tercemar dosa: "sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, ..." Maka renungan mengantar kepada doa "Jadikan hatiku seperti hatiMu".Memohon agar hati kita penuh cinta seperti hati Yesus, dan tergerak oleh belas kasih seperti Yesus juga. Lalu menguatkan niat untuk menjaga hati. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). 

Devosi kepada Hati Kudus Yesus sumber kasih sudah timbul dan dilaksanakan umat Kristiani sekitar tahun 1000 dan berkembang semakin luas di masa St Anselmus dan Bernardus (1050-1150).. Ordo-ordo menggerakkan devosi ini semisal Ordo Benediktin, Dominikan dan Carthusian dalam abad ke-13. 



3. Pada abad pertengahan terjadi banyak perselisihan yang menyebabkan hati orang menjadi keras, beku, dan kejam. Menuruti hati masing-masing orang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri, membuat perpecahan di mana-mana. Masa Reformasi dan Kontra Reformasi seolah menjadi masa di mana banyak hati manusia terluka, membuka luka hati Tuhan juga untuk mengalirkan lebih banyak kasih. Tuhan dalam situasi dunia demikian itu menggerakkan pertobatan dan perubahan hati yang dimulai dari sentuhan hati pada seseorang. Lalu kita mendapat cerita tentang pengalaman rohani seorang suster, Margaretha Maria Alocoque (lahir 1647) dari Perancis. Tuhan menampakkan diri kepada Margaretha Maria Alocoque dengan menunjuk pada hatiNya. Suatu panggilan agar kasih yang memancar dari hati Tuhan diwartakan, dan agar hati manusia kembali diselaraskan dengan hati Yesus kembali, peduli, hangat, lembut, mengampuni dan memberi pertolongan. Pewartaan Margaretha Maria Alocoque tidak segera disambut, namun berangsur-angsur bertambah banyak orang mendengarkan dan mengikuti nasehat dari pewartaan itu. Devosi pada Hati Kudus Yesus diperbarui semakin hari semakin kuat, kendati sang pewarta Hati Yesus Margaretha Maria Alcoque sudah meninggal dunia (1690).

4. Magisterium Gereja mengupayakan pembaruan hati umat dalam keselarasan dengan Hati Yesus yang Kudus dari masa ke masa. Pada 1856 Paus Pius IX menetapkan Perayaan Liturgis Pesta Hati Kudus Yesus. Paus Pius XI pada 1928 mengeluarkan ensiklik Miserentissimus Redemptor tentang silih kepada Hati Kudus Yesus. Kemudian pada tahun 1956 Paus Pius XII menerbitkan Ensiklik Haurietis aquas tentang devosi kepada Hati Kudus Yesus. 

Pesta Perayaan Liturgis Hati Yesus yang Mahakudus dilaksanakan pada Minggu keda sesudah Pentakosta.

Devosi pada Hati Kudus Yesus diadakan setiap bulan, pada hari Jumat Pertama.

Pada tahun 1800 didirikan Societas (Suster) Hati Kudus.

Pada tahun 1854 didirikan Tarekat Misionaris Hati Kudus (MSC) di Prancis, yang menyebar sampai ke Indonesia. (Purwokerto, Manado, Maluku, Papua)

Pada 1848 didirikan Serikat Imam-imam Hati Kudus Yesus (Dehonian) yang kemudian juga bekerja di Indonesia (terutama Lampung)

Serikat Yesus memopulerkan devosi pada Hati Kudus Yesus. Beberapa Gereja Besar yang didirikan SJ sekitar tahun 1900 didedikasikan kepada Hati Kudus Yesus (Katedral Surabaya, Gereja Kayutangan Malang, dll)

5. Bagian tulisan berikut hendak meluruskan makna kebiasaan Jumat Pertama di beberapa tempat di Jakarta.



Pada pertengahan tahun 1970-an di Jakarta timbul gerakan memanfaatkan kekosongan waktu pada hari Jumat ketika teman-teman yang muslim sholat berjamaah di Masjid. Karyawan yang beragama Katolik dan Kristen pada waktu yang sama antara pkl 11.00-12.00 mengusahakan pembinaan rohani ekumenis di kantor-kantor yang berdekatan. Untuk karyawan Katolik, setiap Jumat pertama ada yang menyelenggarakan Perayaan Ekaristi dan kemudian disebut Misa Karyawan Jumat Pertama. Ini hanya untuk menanggapi kebutuhan lokal, yang berbeda dari devosi Jumat Pertama Gereja Universal, tetapi mungkin juga diselaraskan. Kebiasaan mengisi kekosongan waktu sementara teman muslim sembahyang dan karyawan katolik mempersembahkan misa ini di beberapa tempat pusat-pusat ndustri masih berlanjut sampai sekarang. 

 


Kamis, 02 Februari 2023

ORANG KUDUS REMAJA DAN ANAK-ANAK

 



Gereja mengakui lima puluh satu remaja dan enam puluh delapan anak sebagai santo (orang kudus) atau beato (yang diberkati). Hampir semuanya mati sebagai martir. Sebagian besar anak muda ini meninggal pada masa penganiayaan berat di negara asal mereka.

Misalnya, Santo Peter Chong Won-ji adalah seorang remaja yang dieksekusi di Korea pada tahun 1866, bersama dengan lima orang dewasa lainnya selama masa penganiayaan oleh pemerintah. Sekelompok empat puluh delapan martir yang meninggal di Abitinae (Tunisia modern) pada tahun 304 termasuk seorang imam bernama Saturninus, satu bayi laki-lakinya dan anak-anak yang lain. Martir remaja lainnya berasal dari Aljazair, Belgia, Cina, Jerman, Guatemala, Italia, Lebanon, Meksiko, Thailand, dan lain-lain.

Mungkin para martir muda yang paling terkenal adalah mereka yang dikenal umat Katolik Kanak-kanak Suci. Balita laki-laki dalam jumlah yang tidak diketahui kehilangan nyawa mereka ketika Raja Herodes berusaha mengeksekusi Raja yang baru lahir yang dinubuatkan untuk menggantikan dirinya. Jelas, penganiayaan terhadap umat Katolik telah menyebabkan kematian orang dewasa dan anak-anak berkali-kali selama berabad-abad, tetapi daftar nama dan usia mereka yang meninggal tidak selalu bertahan.



Sebagian nama martir muda tidak asing bagi kita. Santa Agnes dari Roma baru berusia tiga belas tahun pada saat kemartirannya, dalam abad keempat. Santo Yustus dan Pastor, masing-masing berusia tiga belas dan sembilan tahun, meninggal di Alcala, Spanyol, pada tahun 304. Menurut tradisi, ketika Yustus dan Pastor mendengar bahwa kaisar melakukan penganiayaan baru terhadap orang Kristen, mereka tidak menunggu untuk ditemukan; mereka pergi menemui gubernur Romawi dan secara terbuka menyatakan diri sebagai pengikut Kristus. Mereka menyemangati satu sama lain saat dicambuk; konon gubernur sangat malu karena keberanian mereka sehingga dia memerintahkan agar mereka dipenggal dengan cepat dan diam-diam.

Beberapa martir remaja mendapatkan kemartiran dari kesucian karena mereka memilih untuk menyerahkan hidup mereka Ketika mengalami pencobaan pemerkosaan. Santa Maria Goretti (1890-1902) adalah yang paling terkenal, lalu Beata Albertina Berkenbrock (1919-1931) dari Brazil, Beata Karolina Kozkowna (1898-1914) dari Polandia, dan Beata Anna Kolesárová (1928-1944) dari Slovakia memeroleh pengakuan kemartiran untuk alasan yang sama.

Empat remaja dan lima anak diakui kudus oleh Gereja bukan karena mati sebagai martir. Para remaja tersebut adalah: Santo Rupert dari Bingen, seorang bangsawan Jerman yang dermawan dan suci yang meninggal pada abad kedelapan ketika baru berusia sembilan belas tahun; Santa Rosa dari Viterbo (1234-1253), anggota awam ordo ketiga Fransiskan dan nabiah yang meninggal di Italia pada usia delapan belas tahun; Santo Dominikus Savio (1842-1857), seorang anak laki-laki saleh yang ingin menjadi imam tetapi meninggal dalam usia muda; dan Beato Carlo Acutis (1991-2006), seorang remaja Italia yang menginspirasi orang lain dengan imannya sebelum kematiannya yang menyakitkan akibat leukemia.



Lima anak yang diakui kudus oleh Gereja tetapi tidak mati sebagai martir termasuk Santo Fransisko dan Jacinta Marto, visioner Fatima terkenal yang meninggal karena influenza di Portugal pada awal abad ke-20. Beata Imelda Lambertini (1322-1333) adalah seorang gadis Italia yang saleh yang meninggal tak lama setelah menerima Komuni Kudus pertamanya. Beata Fina dari San Gimignano, Italia, meninggal sebagai seorang gadis muda pada tahun 1251 tetapi menanggung banyak penyakit parah dengan kesabaran.

Santo Dioscorus lolos dari kematian kemartiran pada tahun 250 di Aleksandria, Mesir; sedang orang dewasa yang ditangkap bersamanya tidak luput dari nasib itu. Meskipun masih kecil, Dioscorus tidak meninggalkan iman Kristennya dan karena itu dianggap sebagai pengaku iman dan orang suci.

 

KARDINAL GEORGE PELL DIMAKAMKAN DI SIDNEY

 


Kardinal George Pell, Uskup Agung emeritus dari Sidney, Australia, dan Prefek emeritus Sekretariat Ekonomi Vatikan wafat pada 10 Januari 2023 di rumah sakit di Roma; ia tutup usia 81 tahun karena serangan jantung ketika operasi bedah dalam rangka perbaikan tulang pinggul.

Lihat : Kardinal George Pell Wafat

Kardinal Pell membantu Paus Fransiskus di Vatikan untuk menata sistem pengendalian keuangan agar terhindar dari penyelewengan-penyelewengan. 

Kardinal Re, Ketua Kolegium Kardinal, memimpin Misa Konselebrasi pelepasan jenazah untuk pemakaman Kardinal George Pell, Sabtu, 14 Januari 2023, di altar Basilika St Petrus.

Paus Fransiskus melaksanakan ritus Pelepasan dan Pemberkatan Peti Jenazah Kardinal Pell sesudah Ekaristi, untuk kemudian diserahkan untuk dimakamkan. 


Lihat juga: KARDINAL PELL DIMAKAMKAN


Jenasah Kardinal George Pell dikirimkan ke Australia untuk dimakamkan di Sidney, New South Wales (NSW), Australia. Hari ini, 2 Februari 2023 jenasah Kardinal Pell akan dimakamkan pkl 10.00 sesudah Misa Requiem di Katedral Santa Maria Sidney.

Menggunakan momentum itu, beberapa pihak menyambut rencana pemakaman Kardinal Pell di Sidney dengan demo yang merepotkan kepolisian NSW. Kelompok korban penyintas pelecehan seksual para imam berdemo meminta keadilan untuk mereka. Kelompok lainnya adalah aktivis LGBTQ+ mengecam sikap keras Kardinal Pell terhadap LGBTQ+ (Community Action for Rainbow Rights (Carr).

Kepolisian mengatur agar posisi para pendemo tidak bertemu dengan kelompok para pelayat di Katedral Santa Maria Sidney.

MISA DI KONGO BERSAMA PAUS FRANSISKUS

Kemarin 1 Februari 2023, pkl. 9.30 waktu setempat, Paus Fransiskus dalam rangka Kunjungan Apostoliknya, mempersembahkan Misa untuk Congo di Bandara Ndolo, Kinshasa.

Misa dihadiri hampir sejuta orang yang dikatakan "ekstasik" mendengarkan homili Paus Fransiskus.



"Injil memberitahu kita bahwa sukacita para murid pada malam Paskah juga luar biasa, sukacita itu meledak “ketika mereka melihat Tuhan” (Yoh 20:20). Dalam suasana sukacita dan ajaib ini, Yesus yang Bangkit bicara kepada mereka. Apa kataNya kepada mereka? Di atas segalanya, kata sederhana: "Damai bersamamu!" (ay.19). Salam, tetapi lebih dari sekadar salam, itu adalah anugerah. Karena damai, damai yang diberitakan oleh para malaikat pada malam kelahiranNya di Betlehem (bdk. Luk 2:14), damai yang Yesus janjikan akan ditinggalkan para murid-Nya (bdk. Yoh 14:27), sekarang, untuk pertama kalinya. sungguh diberikan kepada mereka. Damai sejahtera Yesus, yang juga diberikan kepada kita dalam setiap Misa, adalah damai Paskah: berasal dari kebangkitan, karena Tuhan pertama-tama harus mengalahkan musuh kita, dosa dan maut, dan mendamaikan dunia dengan Bapa. Dia harus mengalami kesendirian dan penolakan kita, neraka kita, merangkul dan menghilangkan jarak yang memisahkan kita dari kehidupan dan harapan. Sekarang, setelah menghilangkan jarak antara langit dan bumi, antara Allah dan manusia, Yesus memberikan damai sejahtera kepada murid-muridNya.



Mari kita tempatkan diri kita pada posisi para murid. Hari itu mereka benar-benar malu karena skandal salib, luka batin karena melarikan diri dan meninggalkan Yesus, kecewa dengan cara hidup Yesus berakhir dan takut bahwa hidup mereka akan berakhir seperti itu. Mereka merasa bersalah, frustrasi, sedih dan takut… Namun, Yesus datang dan mewartakan damai, bahkan ketika hati murid-muridnya tertekan. Dia mengumumkan kehidupan, bahkan saat mereka merasa dikepung oleh maut. Dengan kata lain, damai Yesus tiba pada saat yang tepat, tiba-tiba dan mengejutkan mereka, ketika segalanya tampak berakhir bagi mereka, bahkan tanpa secercah kedamaian pun. Itulah yang Tuhan lakukan: dia mengejutkan kita; dia memegang tangan kita saat kita jatuh; dia mengangkat kita saat kita mencapai titik terendah. Saudara dan saudari, bersama Yesus, kejahatan tidak pernah menang, kejahatan tidak pernah memiliki kata terakhir. “Karena Dialah damai sejahtera kita” (Ef 2:14), dan damai sejahtera-Nya selalu berjaya. Konsekuensinya, kita yang menjadi milik Yesus tidak boleh menyerah pada kesedihan; kita tidak boleh membiarkan sikap menyerah dan fatalisme menguasai kita. Sekalipun suasana itu berkuasa di sekitar kita, tidak demikian bagi kita. Di dunia yang kecil hati oleh kekerasan dan perang, orang Kristen harus seperti Yesus. Seolah-olah ingin menekankan hal itu, Yesus memberi tahu para murid sekali lagi: Damai sejahtera bagi kamu! (bdk. Yoh 20:19, 21). Kita dipanggil untuk menjadikan pesan damai Tuhan yang tak terduga dan profetik itu milik kita sendiri dan memberitakannya di hadapan dunia.



Pada saat yang sama, kita dapat bertanya pada diri sendiri: bagaimana kita dapat menjaga dan memupuk damai Yesus? Dia sendiri menunjuk pada tiga mata air kedamaian, tiga sumber yang dapat kita timba untuk terus memelihara perdamaian. Ketiganya adalah pengampunan, komunitas dan misi.

Mari kita lihat sumber pertama: pengampunan. Yesus berkata kepada para murid-Nya: “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni” (ayat 23). Namun sebelum memberi para rasul kekuatan untuk mengampuni, dia mengampuni mereka, bukan dengan kata-kata tetapi dengan tindakan, tindakan pertama dari Tuhan Yang Bangkit. Injil memberi tahu kita bahwa, “Dia menunjukkan tangan dan lambungnya kepada mereka” (ayat 20). Yesus menunjukkan kepada mereka luka-lukanya. Dia menunjukkan kepada mereka luka-lukanya, karena pengampunan lahir dari luka. Pengampunan lahir ketika luka kita tidak meninggalkan bekas kebencian, tetapi menjadi sarana kita memberi ruang bagi orang lain dan menerima kelemahan mereka. Kelemahan kita menjadi peluang, dan pengampunan menjadi jalan menuju kedamaian. Ini tidak berarti bahwa kita berbalik dan bertindak seolah-olah tidak ada yang berubah; sebaliknya, kita membuka hati kita dalam kasih kepada orang lain. Itulah yang Yesus lakukan: menghadapi kesedihan dan rasa malu dari mereka yang telah menyangkal dan melarikan diri, dia menunjukkan luka-lukanya dan membuka mata air belas kasihan. Dia tidak melipatgandakan kata-kata, tetapi membuka lebar hatinya yang terluka, untuk memberi tahu kita bahwa dia selalu terluka oleh cinta bagi kita. 



Saudara-saudari, ketika rasa bersalah dan kesedihan menguasai kita, ketika segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik, kita tahu ke mana harus mencari: luka Yesus, yang selalu siap mengampuni kita dengan kasih-Nya yang tak terbatas dan terluka. Dia tahu lukamu; dia tahu luka negaramu, rakyatmu, tanahmu! Itu adalah luka yang sakit, terus-menerus terinfeksi oleh kebencian dan kekerasan, sementara obat keadilan dan balsem harapan sepertinya tidak pernah sampai. Saudara-saudariku, Yesus menderita bersamamu. Dia melihat luka yang kalian bawa, dan Dia ingin menghibur dan menyembuhkan kalian; Dia menawarkan hatimu yang terluka. Dalam hatimu, Tuhan mengulangi kata-kata yang dia ucapkan hari ini melalui nabi Yesaya: “Aku akan menyembuhkan mereka; Aku akan memimpin dan menyembuhkan” (Yes 57:18).

Bersama-sama, kita percaya bahwa Yesus selalu memberi kita kemungkinan untuk diampuni dan memulai kembali, tetapi juga kekuatan untuk mengampuni diri kita sendiri, orang lain, dan sejarah! Itulah yang Kristus inginkan. Dia ingin mengurapi kita dengan pengampunan-Nya, memberi kita kedamaian dan keberanian untuk memaafkan orang lain pada gilirannya, keberanian untuk memberi orang lain amnesti dari hati yang besar. Alangkah baiknya kita membersihkan hati kita dari kemarahan dan penyesalan, dari setiap jejak kebencian dan permusuhan! Saudara dan saudari terkasih, semoga hari ini menjadi waktu rahmat bagi Anda untuk menerima dan mengalami pengampunan Yesus! Semoga menjadi saat yang tepat bagi anda yang sedang menanggung beban berat di hati dan rindu untuk diangkat agar dapat bernafas lega sekali lagi. Dan semoga ini saat yang tepat bagi Anda semua di negara ini yang menyebut diri Anda Kristen tetapi terlibat dalam kekerasan. Tuhan memberi tahu Anda: "Letakkan tanganmu, rangkul belas kasihan". Kepada semua orang yang terluka dan tertindas, dia berkata: "Jangan takut untuk mengubur lukamu dalam lukaKu". Mari kita lakukan ini, saudara-saudara. Jangan takut untuk mengambil salib dari leher Anda dan keluarkan dari saku Anda, bawa dengan tangan Anda dan pegang erat-erat di hati Anda, serahkan semua luka Anda pada luka Yesus. Kemudian, saat Anda kembali ke rumah, ambil salib dari dinding dan rangkullah. Beri Kristus kesempatan untuk menyembuhkan hatimu, serahkan masa lalumu kepadaNya, bersama dengan semua ketakutan dan masalahmu. Betapa indah membuka pintu hati Anda dan rumah Anda untuk damai Tuhan! Dan mengapa tidak menulis kata-katanya di dinding Anda, memakainya di pakaian Anda, dan menaruhnya sebagai tanda di rumah Anda: Damai sejahtera bagi Anda! Menampilkan kata-kata ini akan menjadi pernyataan kenabian untuk negara Anda, dan berkat Tuhan bagi semua yang Anda temui. Damai sejahtera bagi Anda: marilah kita menerima pengampunan dari Tuhan dan pada gilirannya saling mengampuni!

Sekarang mari kita lihat sumber perdamaian yang kedua: komunitas. Yesus yang Bangkit tidak hanya berbicara kepada salah satu muridnya; Dia menampakkan pada mereka sebagai kelompok. Atas  komunitas Kristen perdana ini, Dia memberikan kedamaiannya. Tidak ada kekristenan tanpa komunitas, sama seperti tidak ada kedamaian tanpa persaudaraan. Tapi sebagai sebuah komunitas, kemana kita akan menuju, dimana kita akan menemukan kedamaian? Mari kita lihat kembali para murid. Sebelum Paskah, mereka berjalan di belakang Yesus, tetapi mereka terus berpikir sebagai manusiawi: mereka mengharapkan seorang Mesias yang jaya yang akan mengalahkan musuh-musuhnya, melakukan keajaiban dan keajaiban, dan membuat mereka kaya dan terkenal. Namun keinginan-keinginan duniawi itu meninggalkan mereka dengan tangan kosong dan merampas kedamaian komunitas, menimbulkan perdebatan dan pertentangan (bdk. Luk 9:46; 22:24). Kita menghadapi risiko yang sama: berjalan bersama orang lain, tetapi mengambil jalan kita sendiri; dalam masyarakat, dan bahkan di Gereja, kita mencari kekuasaan, karier, ambisi kita sendiri… Kita menempuh jalan kita sendiri alih-alih mengikuti jalan Tuhan, dan kita berakhir seperti para murid: terkurung di balik pintu terkunci, kehilangan harapan, dan serba ketakutan dan kekecewaan. Namun pada Paskah mereka sekali lagi menemukan jalan menuju kedamaian, terima kasih kepada Yesus, yang menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Berkat Roh Kudus, mereka tidak lagi melihat apa yang memisahkan mereka, tetapi apa yang mempersatukan mereka. Mereka berada di dunia bukan lagi untuk diri sendiri, tetapi untuk orang lain; bukan untuk mendapatkan perhatian, tetapi untuk menawarkan harapan; bukan untuk mendapatkan persetujuan, tetapi untuk menghayati hidup mereka dengan sukacita bagi Tuhan dan bagi orang lain.

Saudara-saudari, selalu ada bahaya bahwa kita lebih mengikuti roh dunia daripada Roh Kristus. Bagaimana kita bisa menolak iming-iming kekuasaan dan uang dan tidak menyerah pada perpecahan, godaan karir yang merusak masyarakat, dan ilusi palsu tentang kesenangan dan sihir yang membuat kita menjadi egois dan semakin egois? Sekali lagi, melalui nabi Yesaya, Tuhan menunjukkan jalannya kepada kita. Dia memberi tahu kita: "Aku bersemayam ... bersama-sama orang-orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan kembali semangat orang yang rendah hati, dan untuk menghidupkan kembali hati orang yang remuk" (Yes 57:15). Caranya adalah berbagi dengan orang miskin: itulah penangkal terbaik melawan godaan perpecahan dan keduniawian. Memiliki keberanian untuk memandang orang miskin dan mendengarkan mereka, karena mereka adalah anggota masyarakat kita dan bukan orang asing untuk dijauhkan dari pandangan dan hati nurani kita. Marilah kita membuka hati kita kepada orang lain, daripada menutup diri pada masalah kita sendiri atau kekhawatiran yang dangkal. Mari kita mulai dari yang miskin dan kita akan menemukan bahwa kita semua memiliki kemiskinan batin, bahwa kita semua membutuhkan Roh Allah untuk membebaskan kita dari roh dunia, dan bahwa kerendahan hati adalah keagungan dan persaudaraan kekayaan sejati setiap orang. Kristen. Marilah kita percaya pada komunitas dan, dengan pertolongan Tuhan, membangun Gereja yang bebas dari roh duniawi dan penuh dengan Roh Kudus, tidak mementingkan timbunan harta kekayaan melainkan penuh oleh kasih persaudaraan!

Akhirnya, kita sampai pada sumber perdamaian ketiga: misi. Yesus berkata kepada para murid-Nya: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku mengutus kamu” (Yoh 20:21). Dia mengutus kita, sama seperti Bapa mengutusNya. Namun bagaimana Bapa mengirimnya Dia ke dunia? Ia mengutus Yesus untuk melayani dan memberikan nyawaNya bagi umat manusia (bdk. Mrk 10:45), untuk menunjukkan belas kasihan-Nya kepada setiap orang (bdk. Luk 15) dan untuk mencari mereka yang terpisah jauh (bdk. Mat 9:13 ). Singkatnya, Bapa mengutus Yesus untuk semua orang: bukan hanya untuk orang benar, tetapi untuk semua orang. Dalam hal ini, kata-kata Yesaya bergema sekali lagi: "Damai, damai, untuk yang jauh dan yang dekat, firman Tuhan," (Yes 57:19). Pertama kepada yang jauh, dan kemudian kepada yang dekat: tidak hanya untuk jadi "milik kita" saja, tetapi untuk semua.

Saudara-saudari, kita dipanggil untuk menjadi utusan perdamaian, dan ini akan memberi kita kedamaian. Itulah keputusan yang harus kita buat. Kita perlu menyediakan ruang di hati kita untuk semua orang; meyakini bahwa perbedaan suku, daerah, sosial, agama dan budaya adalah hal sekunder dan bukan halangan; bahwa orang lain adalah saudara dan saudari kita, anggota komunitas manusia yang sama; dan bahwa damai yang dibawa ke dunia oleh Yesus dimaksudkan untuk semua orang. Kita perlu percaya bahwa kita umat Kristiani dipanggil untuk bekerja sama dengan semua orang, untuk memutus siklus kekerasan, untuk membongkar intrik kebencian. Ya, orang Kristen, yang diutus oleh Kristus, secara pasti dipanggil untuk menjadi hati nurani kedamaian di dunia kita. Bukan sekedar hati nurani yang kritis, tetapi terutama saksi cinta. Tidak mementingkan hak mereka sendiri, tetapi dengan hak Injil, yaitu persaudaraan, cinta dan pengampunan. Tidak mementingkan urusan diri sendiri, tetapi misionaris "gila cinta" dari Tuhan untuk setiap manusia. 

Damai bersamamu, kata Yesus hari ini kepada setiap keluarga, komunitas, kelompok etnis, lingkungan dan kota di negara besar ini. Damai selalu bersamamu! Semoga kata-kata Tuhan kita bergema dalam keheningan hati kita. Mari kita resapkan kata-kata yang ditujukan kepada kita dan mari kita memilih untuk menjadi saksi pengampunan, pembangun komunitas, para utusan misi perdamaian di dunia kita."

Pada pukul 16.30 Paus Fransiskus di Wisma Duta Besar Vatikan (Nuntiatur) di Kinshasa menerima perwakilan pengungsi yang tergusur oleh kekacauan bersenjata di Provinsi Timur Republik Demokrasi Congo.



Selanjutnya pada pukul 18.30 Paus Fransiskus juga menerima beberapa perwakilan dari badan-badan amal kasih yang bekerja di Congo.