Daftar Blog Saya

Selasa, 31 Januari 2023

BOLA VOLLEY DALAM PESAN PAUS FRANSISKUS

 


Bagi para calon imam, salah satu olahraga beregu yang populer adalah bola Volley. Bukan sekedar untuk menopang aspek sanitas atau kesehatan jiwa-raga yang penting bagi pembinaan para seminaris, tetapi juga sebagai wahana untuk memribadikan nilai-nilai. 

Pada 30 Januari 2023 Paus menerima kunjungan Federasi Bola Volley Italia. Menarik mengikuti pesan Paus Fransiskus dalam kesempatan itu tentang nilai-nilai dalam permainan Bola Volley.


"Pertama, servis, pukulan pertama yang mengawali permainan. Dalam pertandingan, seperti dalam kehidupan sehari-hari, Anda harus ambil inisiatif, bertanggung jawab, terlibat. Jangan pernah diam! Olahraga dapat banyak membantu mengatasi rasa malu dan kerapuhan, untuk menjadi dewasa dalam kesadaran seseorang, untuk menjadi protagonis, tanpa pernah melupakan bahwa "martabat pribadi manusia merupakan tujuan dan tolok ukur dari setiap kegiatan olahraga" (Yohanes Paulus II, Jubilee International Olahraga Beregu, 12 April 1984)).



Arahkan bola yang Anda terima. Sama seperti Anda harus siap menerima bola dan mengarahkannya ke area tertentu, demikian juga penting untuk siap menerima saran dan mendengarkan, dengan rendah hati dan kesabaran. Anda tidak menjadi juara tanpa bimbingan, tanpa pelatih yang bersedia menemani, memotivasi, mengoreksi tanpa merendahkan, mengangkat saat jatuh dan berbagi kegembiraan atas kemenangan. Kita membutuhkan orang-orang yang menjadi titik acuan yang kokoh, yang mampu mengajarkan cara “menerima” dengan baik, mengidentifikasi bakat-bakat atletnya agar berbuah maksimal.


Lalu ada usaha mengangkat bola, umpan bola kepada partner yang bertugas menyelesaikan aksi. Anda tidak pernah sendirian, selalu ada seseorang untuk dilayani. Tidak hanya dimensi individu, tetapi Anda adalah bagian dari tim: setiap orang dipanggil untuk memberikan kontribusinya agar tim  bisa menang bersama. Para pemain dari suatu tim adalah seperti anggota dari sebuah tubuh: St. Paulus mengatakan bahwa «jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; dan jika satu anggota dihormati, semua anggota ikut bersukacita” (1 Kor 12:26). Di dunia di mana orang berusaha keras untuk tampil dan menonjol dengan segala cara, ketika ego datang mendahului kekitaan, di mana yang lemah dan tidak produktif dibuang, olahraga dapat menjadi inspirasi persatuan, kekompakan, dan dapat meluncurkan pesan perdamaian yang kuat serta persahabatan.

Aksi serangan smash tentu menentukan, yang memungkinkan Anda mencetak poin dan membangun kemenangan. Olahraga harus mengedepankan kompetisi yang sehat, tanpa terjerumus ke dalam godaan untuk menang dengan menginjak-injak peraturan. Pengorbanan, pelatihan, ketelitian adalah elemen penting dari olahraga, sedangkan praktik doping, selain berbahaya, adalah penipuan yang menghilangkan keindahan dan kesenangan permainan, menodainya dengan kepalsuan dan membuatnya kotor.


Untuk melawan serangan, tembok pertahanan dibangun. Ini mengingatkan kita tentang tembok yang ada di berbagai belahan dunia, tanda perpecahan dan penutupan, ketidakmampuan manusia  berdialog, anggapan orang-orang yang berpikir bahwa seseorang dapat menyelamatkan diri sendiri. Sebaliknya, dalam bola voli, saat Anda memblokir, Anda melompat tinggi untuk menghadapi smash lawan: gerakan ini membantu kita berpikir positif. Melompat tinggi berarti melepaskan diri dari tanah, dari materialitas dan karenanya dari semua logika bisnis yang merusak semangat olahraga. Uang dan kesuksesan tidak boleh mengorbankan komponen permainan, yaitu sukacita bersama. Maka jangan pernah meninggalkan dimensi olahraga amatir. Olahraga itu selalu “amatir”, kesenangan, jika tanpa itu bukan olahraga. Ini harus dijaga baik-baik, karena dengan itu kalian juga menjaga hatimu.

Jadilah selalu saksi kebenaran dan kesetiaan. Banyak orang menyaksikan kalian dan bersorak bagi Anda: bagi mereka Anda adalah model, jangan kecewakan mereka! Bermain dengan sebaik-baiknya sambil bersenang-senang, menyebarkan nilai-nilai persahabatan, solidaritas, dan perdamaian di dalam dan di luar lapangan."



GEREJA KATOLIK CONGO DAN SUDAN SELATAN

 


Kemarin Paus Fransiskus mengunjungi Basilika Santa Maria Mayora untuk mempersembahkan kunjungan apostoliknya yang ke-40 di Republik Demokrasi Congo dan Sudan Selatan yang dimulai hari ini, 31 Januari 2023, kepada Bunda Maria untuk damai sejahtera umat Allah di kedua negara.

Rencana kunjungan Paus di Afrika ini sudah tertunda sekali di tahun 2018, setelah hari doa khusus untuk Congo dan Sudan 23 November 2017 di Basilika St Petrus Vatikan, dan direncanakan kembali sejak Juli 2022. 

Lihat juga: Harapan Perdamaian Untuk Congo

Kunjungan Paus Fransiskus di Republik Demokrasi Congo akan berlangsung dari hari ini 31 Januari 2023 menuju Kinshasa hingga 3 Februari 2023, kemudian setelah perpisahan di Bandara NDjili dilanjut kunjungan melalui Bandara Juba, dalam rangka kunjungan ekumenis bersama Moderator Dewan Gereja Skotlandia di Sudan Selatan 3 Februari 2023 hingga 5 Februari 2023.


Lihat: Agenda Kunjungan Paus Fransiskus di Congo dan Sudan Selatan

Gereja Katolik Congo sudah berusia lebih dari 500 tahun sejak 1491, merupakan yang tertua di kawasan di bawah Gurun Sahara. Gereja hadir di antara kaum muda Congo; panggilan berkembang; aktivisme awam Katolik dan kehadirannya yang tersebar luas di masyarakat dan di media. 

Fitur penting dari Gereja Kongo adalah aktivisme awam, dengan beberapa asosiasi dan gerakan awam berkumpul di Dewan Kerasulan Katolik Awam (CALCC), banyak katekis dan pria dan wanita awam memberikan kesaksian tentang iman mereka di bidang politik, ekonomi dan bidang budaya. Kaum awam di memberikan kontribusi signifikan untuk vitalitas Gereja lokal, dengan secara aktif terlibat di bidang komunikasi, dengan lebih dari 30 stasiun radio, beberapa saluran televisi keuskupan, surat kabar dan publikasi. Selain itu, Gereja Katolik Congo merupakan aktor sosial terkemuka sebagai mitra utama Negara di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan menyediakan layanan publik melalui jaringan rumah sakit, pusat sosial dan sekolah terkenal.


Di sisi lain, Gereja Katolik Congo juga menghadapi beberapa tantangan. Keyakinan dan praktik takhayul, santet dan sihir masih tersebar luas bahkan di komunitas Katolik. Selanjutnya, ada sekte katolik independen menyebar di negara ini. Tantangan penting lainnya adalah mencegah kaum muda terlibat dalam kekerasan geng dan keikutsertaan mereka dalam beberapa gerakan milisi yang bertempur di daerah konflik, yaitu di bagian timur negara itu.

Total 4.602 ada imam melayani di hampir 1.500 paroki dan 48 keuskupan, dan juga banyak imam Fidei Donum Congo yang bekerja di Afrika, Eropa dan Amerika. Mereka dibantu sekitar 11.000 religius pria dan wanita Congo yang terlibat dalam berbagai bidang reksa pastoral. 

Selama tiga puluh tahun terakhir, Konferensi Waligereja Nasional Congo (CENCO) mengawal dengan cermat situasi sosial-politik lokal di saat-saat kritis, melawan korupsi yang meluas, tata kelola yang buruk, dan penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak berwenang. CENCO juga mempromosikan prakarsa  mendidik warga Congo dalam nilai-nilai perdamaian dan demokrasi, dan mendorong umat awam untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan politik nasional. Gereja Katolik melibatkan diri dalam penyelenggaraan pemilu nasional dengan pemantaunya sendiri, dan telah menegaskan kembali perlunya menjamin independensi Komisi Pemilihan Nasional (CENI) demi mencegah perselisihan yang terjadi di setiap putaran pemilu.

Selama beberapa tahun terakhir, para Uskup Congo mengulangi seruan untuk perdamaian di provinsi-provinsi Timur, terutama di Kivu Utara, mengecam kehadiran pasukan asing yang terus mengacau kawasan itu dengan kekerasan dan secara ilegal mengeksploitasi kekayaan mineral Congo, termasuk coltan, komponen untuk perangkat elektronik.

Sedang Gereja Katolik Sudan mempunyai jejak awal Kekristenan yang pertama kali dibawa ke wilayah ini oleh Gereja Bizantium Konstantinopel pada abad keenam. Gereja lokal kemudian beralih ke Patriarkat Koptik Aleksandria. Namun dengan berakhirnya Kerajaan Kristen Nubia, pada awal abad keempat belas, terjadi pula kepunahan total agama Kristen di Sudan, dengan hanya meninggalkan sedikit komunitas Fransiskan yang tersisa di wilayah tersebut. Misi Gereja Katolik dirintis kembali pada akhir abad ke-19 oleh misionaris Italia St. Daniel Comboni (1831-1881), pendiri Misionaris Hati Yesus dan Kongregasi Bunda Suci Nigrizia, juga dikenal sebagai Suster Misionaris Comboni, yang mengelola untuk mendirikan kembali Gereja di Sudan, khususnya di Sudan Selatan sampai sekarang.

Aktivitas misionaris intensif memungkinkan agama Katolik berkembang dengan semakin cepat antara tahun 1901 dan 1964, menguatkan identitas nasional rakyat Sudan Selatan, yang berbeda dari populasi Arab dan Muslim di Sudan Utara.

Perlawanan sengit terhadap kebijakan islamisasi dan arabisasi yang dilakukan rezim Khartoum setelah kemerdekaan Sudan dari kekuasaan Anglo-Mesir, memicu gerakan separatis yang menyebabkan dua kali perang saudara yang melanda negara tersebut antara tahun 1955 -1972 dan 1983-2005, dan berakhir dengan kemerdekaan Sudan Selatan yang mayoritas Kristen pada tahun 2011, setelah referendum.

Saat ini, lebih dari setengah populasi Sudan Selatan diyakini beragama Kristen, dengan angka dominan umat Katolik, yang mewakili sekitar 52% populasi, diikuti oleh Anglikan, Presbiterian, dan denominasi Protestan lainnya, sedangkan Ortodoks (Koptik, Etiopia dan Yunani-Ortodoks) berjumlah kurang dari 1%. Ada juga sejumlah besar pengikut agama asli tradisional Afrika (yang menurut beberapa sumber sebenarnya adalah mayoritas). Konstitusi Sudan Selatan secara eksplisit mengakui kebebasan beribadah dan persamaan agama, dan Sudan Selatan memiliki hubungan diplomatik dengan Tahta Suci.

Selama sepuluh tahun terakhir para uskup, misionaris, dan pemimpin Kristen lainnya telah menyampaikan seruan tanpa henti untuk solusi damai atas konflik bersenjata, yang tersulut dari pertikaian antara dua rival ketika Presiden Salva Kiir (seorang etnis Dinka) dan Wakilnya  diberhentikan. Presiden Riek Machar (suku Nuer), segera meredam karakter etnis kesukuan, yang melemahkan institusi Sudan Selatan oleh perpecahan historis antar suku dalam komunitas Sudan Selatan.

Seruan  pada Juli 2017 dikeluarkan Ketua Konferensi Waligereja (SCBC), Uskup Edward Hiiboro Kussala dari Tombura-Yambio, dalam rangka peringatan enam tahun kemerdekaan. Pesan tersebut menyerukan penghentian total pertempuran, menindaklanjuti  penandatanganan Perjanjian Resolusi Konflik di Republik Sudan Selatan (ARCSS), pada Juli 2016 setelah mendesak pihak-pihak sepakat  melaksanakan dialog nasional baru yang diusulkan oleh Presiden Kiir. Semua orang Sudan Selatan  berdoa tanpa henti mengharapkan perdamaian.




Senin, 30 Januari 2023

BOM BUNUH DIRI DI MASJID PESHAWAR PAKISTAN

 


Sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid yang ramai di Peshawar Pakistan menewaskan sedikitnya 32 orang pada Senin, 30 Januari 2023 ,serangan terbaru yang menargetkan polisi di kota barat laut Pakistan. Pejabat rumah sakit mengatakan sedikitnya 147 orang terluka, dan banyak dari mereka dalam kondisi kritis. Setidaknya ada 260 orang sedang sembahyang di masjid itu, ketika bom meledak. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pengeboman, yang mengobrak-abrik masjid saat salat Dzuhur, menyebabkan dinding runtuh menimpa jamaah. Bangunan itu terletak di dalam kompleks berbenteng tinggi yang berada di lingkungan markas besar kepolisian provinsi dan departemen anti-terorisme.

Serangan itu merupakan yang terburuk di kota itu sejak Maret tahun lalu, ketika sebuah bom bunuh diri meledak di sebuah masjid Muslim Syiah saat salat Jumat menewaskan sedikitnya 58 orang dan melukai hampir 200 orang. Militan ISIS mengaku bertanggung jawab atas pengeboman tahun lalu  itu.



Peshawar, yang terletak di dekat perbatasan Pakistan dengan Afghanistan, sering menjadi sasaran kelompok militan termasuk Taliban Pakistan.

Kelompok yang dikenal sebagai Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) adalah payung kelompok Islam Sunni dan sektarian yang ingin menggulingkan pemerintah dan menggantinya dengan pemerintahan Islam model mereka sendiri.

TTP telah meningkatkan serangan sejak diakhirinya apa yang disebut kesepakatan damai tahun lalu dengan pemerintah Pakistan, yang difasilitasi oleh Taliban Afghanistan. TTP sering melakukan serangan yang menargetkan polisi dalam beberapa bulan terakhir. Pada bulan Desember, militan Islam merebut pusat kontra-terorisme di barat laut dan menggunakan sandera untuk bernegosiasi dengan otoritas pemerintah.

ANGKA PENGUNJUNG MISA TERTINGGI

 



Suatu peneletian dari  Center for Applied Research in the Apostolate (CARA) Universitas Georgetown AS mengungkapkan angka persentase pengunjung Misa seminggu sekali atau lebih di luar misa perkawinan, misa pemakaman dan baptis, di 36 negara-negara yang umat katoliknya terbilang besar, dengan pemeringkatan. Survai dilakukan dalam lima tahun antara 2017-2022. Kendati mengalami penganiayaan di negerinya, umat Katolik Nigeria menempati puncak peringkat dengan 94%. Kenya menempati urutan kedua dengan 73%. Lebanon di tempat ketiga dengan 69%.



PELAKU KATEKESE

 



PELAKU KATEKESE

Petikan Bagian III dari  Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020

 

IDENTITAS DAN PANGGILAN KATEKIS

110. «Dalam pembangunan Tubuh Kristus terdapat aneka ragam anggota dan jabatan. Satulah Roh yang membagikan aneka anugerah-Nya sekadar kekayaan-Nya dan menurut kebutuhan pelayanan, supaya bermanfaat bagi Gereja» (LG 7). Berdasarkan Pembaptisan dan Krisma, orang-orang Kristiani dipersatukan ke dalam Kristus dan mengambil bagian pada tugasnya sebagai imam, nabi dan raja (bdk. LG 31; AA 2); mereka adalah saksi-saksi pewartaan Injil dengan kata dan teladan hidup Kristiani; namun beberapa saksi «dapat dipanggil untuk bekerja sama dengan Uskup dan dengan para presbiter dalam melaksanakan pelayanan Sabda.» Di antara seluruh pelayanan dan karya, yang dilakukan Gereja dalam misi evangelisasinya, «pelayanan katekese» menempati posisi penting, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan iman. Pelayanan ini mengantar kepada iman dan, bersama dengan pelayanan liturgis, melahirkan anak-anak Allah dalam rahim Gereja. Maka panggilan khusus katekis berakar pada panggilan umum umat Allah, yang dipanggil untuk melayani rencana penyelamatan Allah demi umat manusia.

111. Seluruh komunitas Kristiani bertanggung jawab atas pelayanan katekese, namun masing-masing sesuai dengan situasi khas dan perannya dalam Gereja: pelayan-pelayan tertahbis, orang-orang hidup bakti dan umat awam. «Melalui mereka semua dan fungsi mereka yang berbeda-beda, pelayanan kateketis meneruskan Sabda secara lengkap dan memberi kesaksian tentang realitas Gereja. Seandainya satu dari bentuk-bentuk kehadiran ini tidak ada, maka katekese akan kehilangan sebagian kekayaan serta arti pentingnya.» Katekis menjadi bagian dari sebuah komunitas Kristiani dan merupakan ungkapannya. Pelayanannya dihayati dalam suatu komunitas yang merupakan subjek utama pendampingan dalam iman.

112. Katekis adalah seorang Kristiani yang menerima dalam iman panggilan khusus dari Allah yang memampukannya untuk melayani penerusan iman dan tugas untuk mengawali kepada hidup Kristiani. Sebab-sebab langsung seorang katekis dipanggil untuk melayani Sabda Allah sangat bervariasi, namun semuanya merupakan mediasi yang, melalui Gereja, digunakan Allah untuk memanggil kepada pelayanan-Nya. Karena panggilan ini, katekis diutus mengambil bagian dalam misi Yesus untuk mengantar murid-murid masuk ke dalam hubungan keputraan-Nya dengan Bapa. Maka, pelaku sebenarnya dari setiap katekese sejati adalah Roh Kudus yang, melalui persatuan mendalam yang dipelihara katekis bersama Kristus, membuat usaha-usaha manusiawi dalam kegiatan katekese berhasil. Kegiatan ini berlangsung di dalam rahim Gereja: katekis adalah saksi dari Tradisinya yang hidup dan mediator yang mempermudah masuknya murid-murid Kristus yang baru ke dalam Tubuh gerejawi-Nya.

113. Berkat iman dan pengurapan pembaptisan, dalam kerja sama dengan ajaran Kristus dan sebagai hamba tindakan Roh Kudus, seorang katekis adalah:

a. saksi iman dan penjaga ingatan akan Allah; dengan mengalami kebaikan dan kebenaran Injil dalam perjumpaannya dengan pribadi Yesus, katekis menjaga, memelihara dan memberi kesaksian akan hidup baru yang berasal dari-Nya dan menjadi tanda bagi orang-orang lain. Iman mencakup ingatan akan sejarah Allah bersama manusia. Menjaga ingatan ini, membangkitkannya dalam diri orang-orang lain dan  menempatkannya pada pelayanan pewartaan merupakan panggilan khusus katekis. Kesaksian hidup itu penting supaya perutusan dapat dipercaya. Dengan mengakui kerapuhan-kerapuhan diri sendiri di hadapan Allah yang berbelas kasihan, katekis tidak pernah berhenti menjadi tanda pengharapan bagi saudara-saudara;

b. guru dan mistagogi yang mengantar ke dalam misteri Allah, yang diwahyukan dalam Paskah Kristus; sebagai ikon dari Yesus Guru, katekis memiliki tugas ganda untuk meneruskan isi iman dan membimbing kepada misteri iman tersebut. Katekis dipanggil untuk menyingkapkan kebenaran tentang manusia dan panggilannya yang utama, dengan mengomunikasikan pengetahuan tentang Kristus dan, pada saat yang sama, untuk mengantar ke dalam berbagai dimensi hidup Kristiani, dengan menyingkapkan misteri keselamatan yang terkandung dalam warisan iman dan terlaksana dalam liturgi Gereja;

c. pendamping dan pendidik bagi mereka yang dipercayakan oleh Gereja kepadanya; katekis adalah ahli dalam seni pendampingan , memiliki kompetensi edukatif, tahu mendengarkan dan masuk dalam dinamika pendewasaan manusia, menjadi teman seperjalanan dengan kesabaran dan cita rasa kebertahapan, dengan ketaatan terhadap karya Roh, dalam proses pembinaan, dengan membantu saudara-saudara untuk menjadi matang dalam hidup Kristiani dan berjalan menuju Allah. Katekis, ahli dalam kemanusiaan, mengetahui kegembiraan dan pengharapan manusia, kesedihan dan kecemasannya (bdk. GS 1) dan tahu menempatkan semuanya dalam hubungan dengan Injil Yesus.

 

2

USKUP KATEKIS YANG PERTAMA

114. «Uskup adalah pewarta Injil yang pertama dengan kata-kata dan kesaksian hidup». Sebagai penanggung jawab pertama untuk katekese di keuskupannya, dia memiliki fungsi utama, dalam kesatuan erat dengan khotbah, memajukan katekese dan menyelenggarakan berbagai bentuk katekese yang perlu bagi umat beriman sesuai dengan prinsip-prinsip dan norma-norma yang dikeluarkan Takhta Apostolik. Uskup, selain dalam kerja sama yang berharga dengan Kantor-kantor Keuskupan, dapat memanfaat[1]kan bantuan dari para ahli teologi, kateketik dan ilmu-ilmu manusia, demikian juga pusat-pusat pendidikan dan penelitian kateketis. Perhatian Uskup untuk kegiatan kateketis mengundangnya supaya:

a. memiliki perhatian terhadap katekese dengan melibatkan diri secara langsung dalam penerusan Injil dan dengan menjaga keutuhan warisan iman;

b. menjamin inkulturasi iman di wilayah dengan memberikan prioritas kepada katekese yang efektif;

c. mengembangkan suatu proyek katekese global, yang melayani kebutuhan-kebutuhan umat Allah dan selaras dengan rencana-rencana pastoral keuskupan dan Konferensi para Uskup.

d. membangkitkan dan mempertahankan «suatu antusiasme yang menggebu-gebu terhadap katekese, suatu antusiasme yang mendapat wahananya dalam suatu organisasi yang memadai dan efektif, dengan mengerahkan tenaga-tenaga, upaya-upaya serta perlengkapan yang dibutuhkan, termasuk sumber keuangan»;

e. memperhatikan agar «para katekis dipersiapkan dengan baik untuk tugas mereka, mengenal secara mendalam ajaran Gereja dan mem[1]pelajari secara teoretis dan praktis hukum-hukum psikologis dan bahan-bahan pedagogis» (CD 14);

f. memperhatikan kualitas teks-teks dan sarana-sarana katekese.

 

Uskup merasakan kemendesakan, sekurang-kurangnya dalam waktu-waktu  penting tahun liturgis, secara khusus dalam masa Prapaska, untuk memanggil umat Allah dalam katedralnya untuk melaksanakan katekese.

3

IMAM DALAM KATEKESE

115. Imam, sebagai rekan kerja pertama Uskup dan karena mandat Uskup, dalam kualitas sebagai pendidik dalam iman (bdk. PO 6), mempunyai tanggung jawab untuk menganimasi, mengoordinasi dan mengarahkan kegiatan kateketis komunitas yang telah dipercayakan kepadanya. «Acuan kepada Magisterium Uskup dalam satu-satunya presbiterium keuskupan dan ketaatan kepada pedoman-pedoman, yang dalam hal katekese dikeluarkan oleh setiap gembala dan Konferensi para Uskup untuk kebaikan kaum beriman, bagi imam merupakan unsur-unsur untuk dinilai yang harus dihargai dalam kegiatan kateketis.» Para imam memikirkan dan menggalakkan panggilan dan pelayanan katekis-katekis.

116. Pastor paroki adalah katekis pertama dalam komunitas paroki. Tugas-tugas pastor paroki dan imam pada umumnya dalam katekese adalah:

a. mendedikasikan diri dengan daya upaya yang cakap dan murah hati untuk katekese umat beriman yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, dengan menggunakan setiap kesempatan yang diberikan oleh kehidupan paroki dan lingkungan sosio-budaya untuk mewartakan Injil.

 b. memelihara hubungan antara katekese, liturgi dan karya amal kasih,dengan menghargai secara khusus hari Minggu sebagai hari Tuhan dan komunitas Kristiani;

c. membangkitkan dalam komunitas rasa tanggung jawab terhadap katekese dan membuat disermen panggilan-panggilan khusus terkait katekese, dengan menyatakan rasa syukur dan meningkatkan pelayan[1]an yang diberikan oleh katekis-katekis;

d. menyelenggarakan perencanaan katekese, yang terintegrasi dalam rencana pastoral komunitas, dengan mengandalkan kerja sama dari katekis-katekis. Adalah baik untuk menjalani berbagai tahap analisis, perencanaan, pemilihan sarana-sarana, pelaksanaan praktis dan evaluasi;

e. menjamin hubungan antara katekese dalam komunitasnya dengan program pastoral keuskupan, dengan menghindari setiap bentuk subjektivisme dalam pelaksanaan pelayanan suci;

f. sebagai katekis bagi para katekis, memperhatikan pembinaan mereka, dengan memberikan usaha maksimal untuk tugas ini dan mendampingi mereka mencapai kematangan iman; selain itu, menghargai kelompok para katekis sebagai ruang lingkup persekutuan dan tanggung jawab bersama yang perlu untuk pembinaan autentik.

4

DIAKON DALAM KATEKESE

117. Pelayanan Sabda Allah, di samping pelayanan liturgi dan amal kasih, merupakan pelayanan yang dijalankan diakon-diakon untuk menghadirkan di komunitas, Kristus yang karena cinta menjadi Hamba (bdk. Luk 22: 27; Flp 2: 5-11). Para diakon, selain dilibatkan dalam homili, dipanggil kepada suatu «perhatian yang penuh semangat pada katekese umat beriman dalam berbagai tahap hidup Kristiani, sehingga membantu mereka mengenal iman kepada Kristus, meneguhkan iman itu dengan penerimaan sakramen[1]sakramen dan mengekpresikan iman dalam kehidupan pribadi, keluarga, profesi dan sosial.» Para diakon akan terlibat dalam program-program kateketis keuskupan dan paroki, terutama menyangkut prakarsa-prakarsa yang berhubungan dengan pewartaan pertama. Mereka juga dipanggil untuk mewartakan «Sabda di lingkungan profesional yang mungkin/mana pun, baik dengan perkataan secara langsung, maupun hanya dengan kehadiran aktif mereka di tempat-tempat di mana terbentuk opini publik atau di mana diterapkan norma-norma etis (seperti pelayanan-pelayanan sosial, pelayanan-pelayanan demi kepentingan hak-hak keluarga, kehidupan, dan lain-lain).»

118. Di beberapa bidang, amatlah berharga katekese yang ditangani oleh para diakon: hidup amal kasih dan keluarga. Kegiatan mereka dapat dikembangkan di antara para narapidana, orang-orang sakit, orang-orang tua, orang-orang muda yang berperilaku menyimpang, para imigran, dan lain-lain. Para diakon memiliki tugas untuk memasukkan kekurangan[1]kekurangan seperti itu ke dalam kegiatan kateketis komunitas-komunitas gerejawi sehingga menjiwai seluruh kaum beriman menuju pendidikan yang benar dalam amal kasih. Selain itu, para diakon permanen, yang menghayati Sakramen Perkawinan, karena status hidup mereka yang khas, dipanggil secara khusus untuk menjadi saksi-saksi terpercaya tentang keindahan sakramen ini. Mereka, dengan bantuan pasangan dan mungkin anak-anak mereka, dapat melibatkan diri dalam katekese keluarga dan pendampingan seluruh situasi yang membutuhkan perhatian khusus dan kelemahlembutan.

 

5

ORANG-ORANG HIDUP BAKTI DALAM PELAYANAN KATEKESE

119. Katekese merupakan ranah kerasulan istimewa bagi orang-orang hidup bakti. Sesungguhnya, dalam sejarah Gereja mereka termasuk di antara tokoh-tokoh yang paling mendedikasikan dirinya untuk animasi kateketis. Gereja memanggil secara khusus orang-orang hidup bakti kepada kegiatan kateketis. Sumbangan mereka dalam katekese itu autentik dan khusus, dan tidak dapatdigantikan oleh para imam atau kaum awam. «Tugas pertama kaum hidup bakti adalah menampakkan keajaiban yang dikerjakan oleh Allah dalam kemanusiaan yang rapuh dari orang-orang yang dipanggil. Lebih dari sekadar kata-kata, mereka memberi kesaksian atas keajaiban itu melalui bahasa yang menyentuh hati, yakni perihidup yang telah berubah, yang mampu menimbulkan rasa kagum dalam masyarakat.»13 Katekese pertama yang menantang adalah kehidupan orang-orang hidup bakti, yang dengan menghidupi radikalitas injili, menjadi saksi tentang kepenuhan yang dimungkinkan karena kehidupan dalam Kristus.

120. Kekhasan karisma yang dimiliki tarekat berkembang apabila beberapa anggota hidup baktinya menerima tugas katekese. «Sambil tetap mem[1]pertahankan keutuhan sifat katekese itu sendiri, karisma-karisma berbagai komunitas religius mengungkapkan tugas bersama ini namun dengan penekanan mereka sendiri, sering dengan kedalaman religius, sosial dan pedagogis yang besar. Sejarah katekese menunjukkan daya hidup yang telah dibawa oleh karisma-karisma ini bagi kegiatan pendidikan Gereja, teristimewa bagi mereka yang telah menanamkan cita-cita hidup mereka dalam katekese. Gereja terus menjadikan diri kuat dalam pelayanan mereka dan menanti dengan pengharapan daya upaya yang dibarui untuk pelayanan katekese.

 

6

KATEKIS AWAM

121. Kaum awam melalui keikursertaan mereka dalam dunia memberikan pelayanan yang berharga untuk evangelisasi: cara hidup mereka sebagai murid-murid Kristus merupakan suatu bentuk pewartaan Injil. Mereka berbagi semua bentuk daya upaya dengan orang-orang lain, meresapi realitas duniawi dengan semangat Injil: evangelisasi «memperoleh ciri yang khas dan daya-guna yang istimewa justru karena dijalankan dalam keadaan-keadaan biasa dunia ini» (LG 35). Kaum awam, dengan memberi kesaksian Injil dalam berbagai konteks, memiliki kesempatan untuk menafsirkan aneka realitas hidup secara kristiani, untuk berbicara tentang Kristus dan nilai-nilai kristiani, untuk menjelaskan pilihan-pilihan mereka. Katekese ini, yang bisa dikatakan spontan dan sesekali, sangat penting sebab secara langsung berhubungan dengan kesaksian hidup.

122. Panggilan kepada pelayanan katekese bersumber dari Sakramen Pembaptisan dan diperkuat oleh Sakramen Krisma, sakramen-sakramen yang melaluinya awam mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi dan raja. Selain panggilan umum kepada kerasulan, beberapa kaum/umat beriman merasa dipanggil oleh Allah untuk menerima tugas sebagai katekis dalam komunitas Kristiani, untuk pelayanan kepada katekese yang lebih terorganisasi/teratur dan terstruktur. Panggilan pribadi dari Yesus Kristus ini dan hubungan dengan-Nya menjadi daya penggerak sejati untuk kegiatan katekis: «Pengetahuan penuh cinta terhadap Kristus ini membangkitkan kerinduan untuk mewartakan, untuk “mengevangelisasi” dan untuk membimbing orang lain kepada iman kepada Yesus Kristus.»15 Gereja membangkitkan dan mempertimbangkan panggilan ilahi ini dan memberikan misi untuk berkatekese.

123. «Merasa dipanggil sebagai katekis dan menerima tugas perutusan dari Gereja untuk melakukannya, sesungguhnya dapat memperoleh tingkat[1]tingkat pengabdian yang berbeda-beda selaras dengan sifat-sifat khas setiap individu. Kadang-kadang katekis bisa bekerja sama dalam pelayanan katekese untuk suatu periode terbatas dalam hidupnya atau hanya kadang-kadang saja, namun itu masih tetap merupakan pelayanan dan kerja sama yang berharga. Namun demikian, pentingnya pelayanan katekese akan menganjurkan bahwa di setiap Keuskupan harus ada sejumlah religius dan awam yang diakui secara publik dan mengabdikan diri secara tetap dan murah hati bagi katekese, yang dalam kesatuan dengan para imam dan Uskup, berkontribusi untuk memberikan bentuk gerejawi yang tepat kepada pelayanan Keuskupan ini.»

Para orang tua, pelaku-pelaku aktif katekese

124. «Bagi para orang tua Kristiani, misi edukatif, yang berakar dalam partisipasi mereka dalam karya penciptaan Allah, memiliki sumber yang baru dan khusus dalam Sakramen Perkawinan, yang membaktikan mereka untuk pendidikan yang sungguh Kristiani bagi anak-anak.» Para orang tua yang beriman, dengan contoh hidup sehari-hari, memiliki kemampuan yang lebih menarik untuk meneruskan keindahan iman Kristiani kepada anak-anak mereka. «Agar keluarga-keluarga semakin menjadi pemeran aktif dalam kerasulan keluarga, diperlukan “suatu upaya evangelisasi dan katekese di dalam keluarga” yang ditujukan kepada keluarga.» Tantangan terbesar, dalam hal ini, adalah bahwa pasangan-pasangan, ibu-ibu dan bapak-bapak, sebagai pelaku aktif katekese, harus mengatasi mentalitas pendelegasian yang sangat umum, yang berpandangan bahwa urusan iman dikhususkan bagi para ahli pendidikan agama. Mentalitas ini kadang-kadang didukung oleh komunitas itu sendiri yang berusaha keras menyelenggarakan katekese dengan gaya keluarga dan bertolak dari keluarga-keluarga itu sendiri. «Gereja dipanggil untuk bekerja sama dengan orang tua melalui tindakan pastoral yang sesuai, membantu dalam pemenuhan misi pendidikan mereka.»19

Bapak dan ibu wali baptis, rekan kerja para orang tua

125. Dalam proses inisiasi ke dalam hidup Kristiani, Gereja mengajak untuk mengevaluasi kembali identitas dan misi dari bapak dan ibu wali baptis, sebagai pendukung bagi tugas pendidikan dari para orang tua. Tugas mereka adalah «dengan semangat kekeluargaan yang bersahabat menunjukkan kepada katekumen praktik Injil dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, membantunya dalam kebimbangan dan dalam kecemasan, memberi kesaksian kepadanya dan memperhatikan perkembangan ke[1]hidupan pembaptisannya.» Disadari bahwa sering kali pilihan itu tidak didorong oleh iman, tetapi didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan keluarga dan masyarakat: hal itu telah menyumbang tidak kecil terhadap kemerosotan nilai figur-figur pendidik. Mengingat tanggung jawab yang dibawa oleh peran ini, komunitas Kristiani hendaklah menunjukkan, dengan disermen dan semangat yang kreatif, kepada para wali baptis proses katekese, yang akan membantu mereka menemukan kembali karunia iman dan rasa menjadi bagian Gereja. Mereka yang ditunjuk untuk peran ini kadang merasa tertantang untuk membangunkan kembali iman pem[1]baptisan dan memulai langkah baru untuk komitmen dan kesaksian. Kemungkinan penolakan untuk melaksanakan tugas itu dapat menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang harus dievaluasi dengan perhatian pastoral yang besar. Dalam kasus-kasus di mana tidak terdapat syarat-syarat objektif bagi seseorang untuk melaksanakan tugas ini, syarat-syarat yang harus ada dalam dialog yang mendahului pemilihan, dalam persetujuan dengan keluarga-keluarga dan menurut disermen para pastor, dapat ditunjuk para wali baptis dari antara para petugas pastoral (katekis, pendidik, animator), yang menjadi saksi iman dan kehadiran gereja.

 

Pelayanan para kakek dan nenek untuk penerusan iman

126. Bersama para orang tua, ada kakek dan nenek, khususnya dalam budaya-budaya tertentu, yang memainkan peran khusus dalam menerus[1]kan iman kepada mereka yang lebih muda. Kitab Suci juga mencatat iman dari kakek-nenek sebagai kesaksian bagi para anak-cucu mereka (bdk. 2Tim 1:5). «Gereja selalu menaruh perhatian khusus kepada para kakek dan nenek, dengan mengakui kekayaan besar mereka, baik dalam aspek kemanusiaan dan sosial, maupun dalam aspek religius dan spiritual.» Ketika berhadapan dengan krisis keluarga-keluarga, para kakek dan nenek, yang sering kali memiliki iman Kristiani yang mendalam dan pengalaman masa lalu yang kaya, menjadi acuan penting. Kenyataannya, kadang-kadang banyak orang menerima dari para kakek dan nenek inisiasi mereka kepada/ke dalam kehidupan Kristiani. Sumbangan para kakek dan nenek penting dalam katekese, baik karena lebih banyak waktu yang dapat mereka dedikasikan maupun karena kemampuan mereka untuk men[1]dorong generasi muda dengan daya afektif mereka. Kebijaksanaan mereka banyak kali menentukan bagi pertumbuhan iman. Doa permohonan dan nyanyian pujian para kakek dan nenek menopang komunitas yang bekerja dan berjuang dalam hidup.

Sumbangan besar kaum perempuan pada/terhadap katekese

127. Kaum perempuan melaksanakan peran yang berharga dalam keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas Kristiani, dengan memberikan pelayanan mereka sebagai istri, ibu, katekis, pekerja dan profesional. Mereka memiliki Maria sebagai teladan, “teladan cinta kasih keibuan, yang juga harus menjiwai siapa saja yang tergabung dalam misi kerasulan Gereja demi kelahiran baru sesama mereka” (LG 65). Yesus dengan Sabda dan sikap-sikap-Nya telah mengajarkan untuk mengakui bernilainya perempuan/bahwa perempuan itu sungguh bernilai. Sesungguhnya, Ia menghendaki mereka menjadi murid-murid (bdk. Mrk 15:40-41) dan mempercayakan kepada Maria Magdalena dan perempuan-perempuan lain kegembiraan untuk mewartakan kepada para Rasul berita tentang kebangkitan-Nya (bdk. Mat 28: 9-10; Mrk 16: 9-10; Luk 24: 8-9; Yoh 20: 18). Komunitas perdana, dengan cara yang sama, telah merasakan kebutuhan untuk memiliki ajaran Yesus dan telah menerima kehadiran kaum perempuan dalam karya evangelisasi sebagai sebuah anugerah yang berharga (bdk. Luk 8: 1-3; Yoh 4: 28-29).128. Komunitas-komunitas Kristiani dijiwai terus-menerus oleh kejeniusan feminin supaya diakui sumbangan mereka dalam mewujudkan kehidupan pastoral sebagai hal yang mendasar dan sangat diperlukan. Katekese adalah salah satu dari pelayanan pastoral ini yang mengantar untuk mengenal sumbangan besar yang diberikan oleh katekis-katekis perem[1]puan yang dengan dedikasi, semangat dan kemampuan membaktikan diri mereka untuk pelayanan ini. Dalam hidup mereka, mereka menyatakan gambaran keibuan, dengan tahu bagaimana memberi kesaksian, juga dalam saat-saat sulit, akan kelembutan dan kasih Gereja. Mereka mampu memahami, dengan suatu kepekaan khusus, teladan Yesus: melayani dalam hal-hal kecil juga dalam hal-hal besar merupakan sikap orang yang telah memahami sedalam-dalamnya kasih Allah kepada manusia dan tidak dapat berbuat lain kecuali mencurahkan kasih itu kepada sesama, dengan memperhatikan orang-orang dan hal-hal dalam dunia.

129. Menghargai kepekaan khusus para perempuan dalam katekese, tidak berarti mengesampingkan kehadiran para laki-laki yang sama pentingnya. Bahkan, dalam terang perubahan-perubahan antropologis, hal itu sungguh perlu. Suatu pertumbuhan manusiawi dan spiritual yang sehat, tidak dapat dilakukan tanpa kedua kehadiran itu, sifat feminin dan maskulin. Oleh karena itu, komunitas Kristiani hendaklah tahu menghargai baik kehadiran para katekis perempuan, yang jumlahnya amat penting untuk katekese, maupun kehadiran para katekis laki-laki yang saat ini memainkan suatu peran tak tergantikan, khususnya bagi para remaja dan orang-orang muda. Perlu diapresiasi secara khusus kehadiran para katekis laki-laki muda, yang membawa sumbangan khusus yakni antusiasme, kreativitas dan 98 Petunjuk untuk Katekesepengharapan. Mereka dipanggil untuk merasa bertanggung jawab dalam penerusan iman.


Minggu, 29 Januari 2023

MISKIN DALAM ROH DAN KONSEKUENSINYA

 



Renungan Angelus Paus Fransiskus, Minggu, 29 Januari 2023, di Lapangan Santo Petrus, Vatikan.

"Dalam liturgi hari ini, Sabda Bahagia menurut Injil Matius diwartakan (bdk. Mat 5:1-12). Yang pertama sungguh fundamental. Dikatakan: “Berbahagialah orang yang miskin dalam roh, karena milik merekalah kerajaan surga” (ay 3).

Siapa yang “miskin dalam roh”? Mereka adalah orang-orang yang tahu bahwa mereka tidak dapat mengandalkan diri mereka sendiri, mereka tidak mandiri, dan mereka hidup sebagai “pengemis di hadapan Tuhan”. Mereka membutuhkan Tuhan dan mengenali setiap kebaikan yang datang dari Tuhan adalah anugerah, adalah rahmat. Mereka yang miskin dalam roh menghargai apa yang mereka terima. Oleh karena itu, mereka berharap agar tidak ada karunia yang disia-siakan. Hari ini, saya akan membahas aspek tipikal orang yang miskin dalam roh: tidak menyia-nyiakan sesuatupun. Orang yang miskin dalam roh berusaha untuk tidak menyia-nyiakan apapun. Yesus menunjukkan kepada kita pentingnya tidak membuang-buang. Misalnya setelah penggandaan roti dan ikan, Dia menyuruh agar sisa makanan dikumpulkan supaya tidak ada yang terbuang (lih. Yoh 6:12). Tidak menyia-nyiakan memampukan kita menghargai diri kita sendiri, orang dan benda. Sayangnya, prinsip ini sering diabaikan, terutama dalam masyarakat yang lebih makmur, di mana budaya membuang-buang sangat dominan.



Keduanya adalah wabah. Maka saya menyampaikan kepada Anda tiga tantangan untuk melawan mentalitas pemborosan, mentalitas membuang-buang.

Tantangan pertama: jangan menyia-nyiakan karunia yang kita miliki. Masing-masing dari kita adalah yang baik, terlepas dari karunia yang kita miliki. Setiap wanita, setiap pria, adalah kaya bukan hanya dalam bakat, tetapi juga dalam martabat. Laki-laki atau perempuan, ia dikasihi Tuhan, bernilai, berharga. Yesus mengingatkan kita bahwa kita diberkati bukan karena apa yang kita miliki, tapi karena siapa kita. Dan ketika seseorang tidak menghargai diri sendiri dan menyepelekan dirinya sendiri, dia menyia-nyiakan diri. Marilah kita berjuang, dengan pertolongan Tuhan, melawan godaan menganggap rendah diri kita sendiri, bahwa kita produk yang gagal, dan menyesali diri sendiri.

Lalu, tantangan kedua: jangan menyia-nyiakan karunia yang kita miliki. Adalah fakta bahwa sekitar sepertiga dari total produksi pangan terbuang sia-sia di dunia setiap tahun, sementara begitu banyak orang mati kelaparan! Sumber daya alam jangan diboroskan seperti ini. Benda-benda harus dijaga dan dibagi sedemikian rupa tidak ada yang kekurangan barang kebutuhan. Daripada memboroskan apa yang kita miliki, mari kita kembangkan ekologi keadilan dan kasih, dengan berbagi!

Terakhir, tantangan ketiga: jangan membuang orang. Budaya membuang mengatakan, “Saya akan memanfaatkan Anda jika membutuhkan Anda. Jika saya tidak tertarik lagi pada Anda, atau Anda menghalangi saya, saya akan membuang Anda". Terutama orang yang paling lemah mendapat perlakuan seperti ini – janin yang belum lahir, orang usia lanjut, mereka itu justru pihak yang membutuhkan dan yang kurang beruntung. Tetapi orang pantang dibuang, dan mereka yang kurang beruntung jangan ditelantarkan! Setiap orang adalah anugerah yang suci, setiap orang adalah karunia unik, bagaimana pun usia atau kondisi mereka. Mari kita selalu menghormati dan memajukan kehidupan! Jangan membuang hidup!

Saudara dan saudari terkasih, mari kita bertanya pada diri sendiri. Di atas segalanya: Bagaimana saya menghayati  miskin dalam roh? Apakah saya tahu bagaimana menyediakan ruang bagi Tuhan? Apakah saya percaya bahwa Dia adalah sumber kebaikan, kebenaran dan kelimpahan bagi saya? Apakah saya percaya bahwa Dia mengasihi saya, atau apakah saya membuang diri saya dalam kesedihan, melupakan bahwa diri saya adalah karunia? Dan kemudian – Apakah saya berhati-hati agar tidak menyia-nyiakan sesuatu? Apakah saya bertanggung jawab dalam cara saya menggunakan sesuatu, benda-benda? Apakah saya mau berbagi sesuatu dengan orang lain, atau apakah saya egois? Terakhir, apakah saya menganggap sesama yang paling lemah sebagai karunia berharga yang diminta Tuhan agar saya jaga? Apakah saya ingat akan orang miskin, mereka yang kekurangan akan barang kebutuhan?



Semoga Maria, Bunda Sabda Bahagia, membantu kita menjadi saksi sukacita akan hidup sebagai anugerah, dan akan indahnya menjadikan diri kita sendiri berkat bagi orang lain."

________________________________________


KATEKISMUS GEREJA KATOLIK DAN KOMPENDIUMNYA

   

Dipetik dari Bab VI Petunjuk Untuk Katekese (Direttorio per la Catechesi) dari Dewan Kepausan untuk Promosi Evangelisasi Baru Roma, 23 Maret 2020

1.             1. KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

Catatan sejarah

182. Gereja, sejak zaman tulisan-tulisan perjanjian baru, telah membuat rumusan-rumusan pendek dan ringkas untuk mengakui, merayakan dan menyaksikan imannya. Sudah dari abad keempat, kepada para Uskup diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih luas tentang iman melalui sintesis dan kompendium. Dalam dua momentum historis, sesudah Konsili Trente dan tahun-tahun setelah Konsili Vatikan II, Gereja telah menganggap pantas untuk memberikan uraian terperinci dan tersusun tentang iman melalui Katekismus yang bersifat universal, yang merupakan alat persekutuan gerejawi dan juga titik acuan untuk katekese (Bdk. Yohanes Paulus II, Konstitusi apostolik Fidei depositum 11 Oktober 1992, I; KGK 11).

183. Pada tahun 1985, selama Sinode Luar Biasa Para Uskup, yang dirayakan pada kesempatan ulang tahun kedua puluh penutupan Konsili Vatikan II, banyak Bapa Sinode mengungkapkan keinginan perlunya disusun suatu Katekismus atau suatu kompendium ajaran Katolik mengenai iman dan moral. Katekismus Gereja Katolik diumumkan secara resmi pada tanggal 11 Oktober 1992 oleh Yohanes Paulus II, diikuti dengan editio typica  (edisi contoh) dalam bahasa Latin pada tanggal 15 Agustus 1997. Ini merupakan hasil kerja sama dan konsultasi dari seluruh keuskupan Katolik, banyak institut teologi dan kateketik dan banyak ahli dan spesialis dalam berbagai disiplin ilmu. Maka, Katekismus ini merupakan karya kolegial dan buah dari Konsili Vatikan II.

Identitas, tujuan dan penerima Katekismus Gereja Katolik

184. Katekismus adalah «teks resmi dari Magisterium Gereja, yang dengan otoritas mengumpulkan dalam satu bentuk yang tepat, sebagai suatu sintesis organis, peristiwa-peristiwa dan kebenaran-kebenaran mendasar yang menyelamatkan, yang mengungkapkan iman bersama dari Jemaat Allah dan yang merupakan acuan dasar yang sangat penting bagi katekese.» Katekismus Gereja Katolik merupakan ungkapan ajaran iman sepanjang masa, namun berbeda dari dokumen-dokumen Magisterium lainnya, karena tujuannya adalah memberikan suatu sintesis sistematis dari warisan iman, spiritualitas dan teologi sejarah gereja. Meskipun berbeda dari Katekismus-katekismus lokal, yang melayani bagian tertentu dari umat Allah, Katekismus Gereja Katolik, merupakan teks acuan yang pasti dan autentik untuk persiapan Katekismus-katekismus lokal, sebagai «sarana fundamental untuk tindakan terpadu dari Gereja mengomunikasikan seluruh isi iman.» (Paus Fransikus, Ensiklik Lumen Fidei 29 Juni 2013, 46).

185. Katekismus Gereja Katolik telah dipublikasikan pertama-tama untuk para Pastor dan umat beriman, dan di antara semua ini, secara khusus untuk mereka yang mempunyai tanggung jawab dalam pelayanan katekese di dalam Gereja. Tujuannya adalah untuk menyusun suatu «norma yang pasti tentang pengajaran iman.»(Paus Yohanes Paulus II, Konstitusi apostolik Fidei depositum 11 Oktober 1992, IV). Untuk ini ia memberikan jawaban yang jelas dan dapat dipercaya terhadap hak yang sah dari semua orang dibaptis untuk memiliki akses kepada penyajian iman Gereja dalam keutuhannya dan dalam bentuk yang sistematis serta dapat dipahami. Katekismus, justru karena menjelaskan Tradisi Katolik, dapat mendorong dialog ekumenis dan dapat berguna bagi semua, juga yang bukan Kristiani, yang ingin mengetahui iman Katolik.

186. Katekismus Gereja Katolik, karena memiliki perhatian pertama yakni kesatuan Gereja dalam satu iman, maka ia tidak dapat mempertimbangkan konteks-konteks budaya khusus. Namun demikian, «dari teks ini setiap penyelenggara katekese akan dapat menerima suatu bantuan yang bermanfaat untuk menjembatani di tingkat lokal warisan iman satu-satunya dan abadi, dan dengan bantuan Roh Kudus, berusaha untuk memadukan secara bersama kesatuan yang mengagumkan antara misteri Kristiani dengan keragaman kebutuhan dan situasi para penerima pewartaannya.» (Paus Yohanes Paulus II, Surat apostolik Laetamur magnopere 15 Agustus 1997). Inkulturasi akan menjadi perhatian penting katekese dalam berbagai konteks.

Sumber dan susunan Katekismus Gereja Katolik

187. Katekismus Gereja Katolik diberikan kepada seluruh Gereja «untuk suatu katekese yang diperbarui pada sumber-sumber iman yang hidup.» (Paus Yohanes Paulus II, Konstitusi apostolik Fidei depositum 11 Oktober 1992, I). Di antara sumber-sumber ini, yang terutama adalah Kitab-kitab suci yang diilhami secara ilahi, dirangkum menjadi satu buku saja, yang di dalamnya Allah «hanya mengatakan satu perkataan saja: Sabda-Nya satu-satunya, dan di dalamnya Dia mengungkapkan segenap diri-Nya» (KGK 102), dengan mengikuti pandangan patristik bahwa «hanya ada satu percakapan Allah yang berkembang dalam seluruh Kitab suci dan hanya satu Sabda yang bergema di mulut semua penulis suci.» (Agustinus dari Hippo, Enaratio in Psalmum 103, 4, 1: CCL 40, 1521 (PL, 37, 1378)).

188. Selain itu, Katekimus Gereja Katolik menimba pada sumber Tradisi, yang dalam bentuk tertulisnya mencakup berbagai macam rumusan kunci tentang iman, yang diambil dari tulisan-tulisan Bapa-bapa Gereja, berbagai  Pengakuan iman, Konsili-konsili, Magisterium kepausan, ritus liturgi timur dan barat, demikian juga dari kitab hukum kanonik. Ditemukan pula sangat banyak kutipan yang diambil dari amat banyak tulisan gerejawi, orang-orang kudus dan para pujangga Gereja. Selanjutnya, catatan-catatan historis dan unsur-unsur hagiografis memperkaya penjelasan doktrinal, yang diperkuat juga oleh ikonografi.

189. Katekismus Gereja Katolik disusun dalam empat bagian di sekitar dimensi-dimensi fundamental hidupakristiani, yang memiliki asal dan dasar dalam cerita Kisah para Rasul: «Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa» (Kis 2:42). Di sekitar dimensi-dimensi ini disusun pengalaman masa katekumenat Gereja purba, kemudian disusun penyampaian iman dalam berbagai Katekismus sepanjang sejarah, meskipun dengan penekanan dan cara yang berbeda-beda. Dimensi-dimensi itu adalah: pengakuan iman (Simbol, Syahadat), liturgi (sakramen-sakramen iman), hidup kemuridan (10 perintah), doa Kristiani (Bapa Kami). Dimensi-dimensi ini merupakan pilar-pilar katekese dan paradigma untuk pembentukan ke dalam hidup Kristiani. Sesungguhnya, katekese membuka iman kepada Allah yang Esa dan Tritunggal dan kepada rencana keselamatan-Nya; mendidik dalam kegiatan liturgis dan menginisiasi hidup sakramental Gereja; mendukung jawaban kaum beriman kepada rahmat Allah; mengantar kepada praktek doa kristiani.

Arti teologis-kateketis Katekismus Gereja Katolik

190. Katekismus Gereja Katolik sendiri bukanlah suatu usulan metode katekese, juga tidak memberikan petunjuk-petunjuk tentang hal itu, dan tidak dikacaukan dengan proses katekese, yang selalu memerlukan suatu mediasi.(KGK 24). Meskipun demikian, strukturnya «mengikuti perkembangan iman-kepercayaan langsung kepada tema-tema besar dalam kehidupan sehari-hari. Di setiap halaman demi halaman kita temukan, bahwa apa yang disajikan di sini bukanlah teori belaka, akan tetapi sungguh suatu perjumpaan dengan Seorang Pribadi yang hidup di dalam Gereja.»(Paus  Benediktus XVI, Surat apostolik, Porta fidei 11 Oktober 2011, 11). Katekismus Gereja Katolik, dengan mengacu pada keseluruhan hidup kristiani, mendorong proses pertobatan dan pendewasaan. Katekismus menyelesaikan karyanya, apabila pemahaman akan kata-kata mengacu pada keterbukaan hati, tetapi juga sebaliknya, apabila rahmat keterbukaan hati menimbulkan keinginan untuk mengenal dengan lebih baik Dia yang di dalam-Nya orang beriman menaruh iman-kepercayaannya. Maka, pengetahuan yang dirujuk dalam Katekismus Gereja Katolik ini tidak abstrak: sesungguhnya strukturnya dalam empat bagian mengharmoniskan iman yang diakui, dirayakan, dihidupi dan didoakan, dengan demikian membantu untuk berjumpa dengan Kristus, meskipun secara bertahap. Bagaimanapun juga, program kateketis tidak harus mengikuti aturan/tata susun bagian-bagian Katekismus Gereja Katolik.

191. Struktur Katekismus Gereja Katolik yang harmonis dapat dilihat dalam hubungan teologis antara isi dan sumber-sumbernya, dan dalam interaksi antara Tradisi Barat dan Tradisi Timur. Selain itu, struktur ini mencerminkan kesatuan misteri Kristiani dan perputaran kebajikan-kebajikan teologis dan menyatakan keindahan harmonis yang menjadi ciri kebenaran Katolik. Pada saat yang sama, ia memadukan kebenaran sepanjang masa ini dengan aktualitas gerejawi dan sosial. Jelaslah bahwa Katekismus Gereja Katolik yang tersusun demikian, meningkatkan pentingnya keseimbangan dan harmoni dalam penyampaian iman.

192. Isi Katekismus Gereja Katolik disajikan dengan cara sedemikian rupa untuk menunjukkan pedagogi Allah. Pemaparan doktrin menghormati sepenuhnya jalan-jalan Allah dan manusia dan mewujudkan kecenderungan sehat pembaruan katekese pada abad kedua puluh. Narasi iman dalam Katekismus Gereja Katolik menyediakan tempat yang sangat istimewa kepada Allah dan karya rahmat, yang menduduki tempat terbesar dalam penyebaran materi, yakni pewartaan katekese itu sendiri. Sejalan dengan hal itu, semua kriteria lain yang sudah disampaikan sebagai hal yang perlu demi berhasilnya suatu pewartaan Injil juga diungkapkan secara tidak langsung: sentralitas trinitaris dan kristologis, cerita tentang sejarah keselamatan, ekklesialitas dari pesan, hierarki kebenaran, pentingnya keindahan. Dalam semua itu dapat dibaca bahwa tujuan Katekismus Gereja Katolik adalah untuk membangkitkan kerinduan akan Kristus, dengan menampilkan Allah yang patut dirindukan yang menghendaki kebaikan bagi manusia. Maka, Katekismus Gereja Katolik bukan merupakan suatu ungkapan ajaran yang statis, melainkan suatu instrumen yang dinamis, yang layak menginspirasi dan menguatkan perjalanan iman untuk kehidupan setiap orang dan, dengan demikian, tetap berlaku bagi pembaruan katekese.

2. KOMPENDIUM KATEKISMUS GEREJA KATOLIK

193. Kompendium Katekismus Gereja Katolik merupakan sarana yang berisi kekayaan Katekismus Gereja Katolik dalam bentuk yang sederhana, langsung dan mudah diakses untuk semua orang. Kompendium merujuk kepada struktur Katekismus Gereja Katolik dan isinya. Sesungguhnya, Kompendium merupakan «suatu sintesis yang setia dan pasti dari Katekismus Gereja Katolik. Secara ringkas Kompendium mengandung semua unsur esensial dan fundamental iman Gereja, sedemikian rupa sehingga membentuk […] semacam “vademecum” (buku petunjuk praktis), yang memungkinkan orang-orang, yang beriman dan yang tidak beriman, untuk menerima, dalam pandangan keseluruhan, seluruh gambaran iman Katolik.»( Paus Benediktus XVI, Motu proprio untuk persetujuan dan penerbitan Kompendium Katekismus Gereja Katolik 28 Juni 2005). Sifat khas Kompendium adalah bentuk dialogalnya. Sesungguhnya, disarankan «dialog ideal antara guru dan murid, melalui serangkaian pertanyaan yang terus-menerus, yang melibatkan pembaca dan mengundangnya untuk terus menggali penemuan aspek-aspek yang selalu baru dari kebenaran imannya.»(Kompendium Katekismus Gereja Katolik, Pengantar dari Kardinal Joseph Ratzinger 20 Maret 2005, 4). Selain itu, berhargalah kehadiran gambaran-gambaran yang menegaskan struktur teks. Berkat kejelasan dan keringkasannya, Kompendium Katekismus Gereja Katolik juga ditampilkan sebagai bantuan sah untuk menghafalkan isi-isi dasariah iman.

RELIKUI ST TOMAS AQUINAS


Pada 28 Januari 2023 dalam rangka Peringatan 700 tahun Kanonisasi St Tomas Aquinas, setelah Misa di Biara Dominikan Toulouse, Prancis, diadakan upacara pemindahan relikui berupa tengkorak St Tomas Aquinas, ke tempat yang baru. Tempat baru relikui St Tomas diciptakan oleh Augustin Frison-Roche dan telah diberkati pada 27 Januari 2023.



St Tomas Aquinas wafat pada 7 Maret 1274 (750 tahun yang lalu). Ia dimakamkan di biara Trappist Fossanova, Italia. 49 tahun kemudian Paus Yohanes XXII pada 18 Juli 1323 menyatakan Tomas Aquinas sebagai orang kudus (Santo).  Pada tanggal 28 Januari 1369 jenazahnya dipindah ke Biara Dominikan Tolouse, Prancis. 



Tahun ini hingga 2025 merupakan peringatan triennium bagi St Tomas Aquinas OP. Oleh Ordo Dominikan, diselenggarakan perayaan RANGKAP TIGA sekaligus, 800 tahun kelahiran, 750 tahun wafat, dan 700 tahun kanonisasi St Tomas Aquinas. Sepanjang tahun ini Biara Dominikan Toulouse akan menjadi tujuan peziarahan keluarga besar Dominikan dari seluruh dunia, baik imam, oblat, suster maupun awam. Juga terbuka untuk para penyuka tulisan-tulisan St Tomas Aquinas.


VIDEO: https://youtu.be/pv4L_oQewtU

Lihat juga: ST TOMAS AQUINAS